STRATEGI EKSEKUSI DAN BALANCE SCORE CARD

dokumen-dokumen yang mirip
MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD LANGKAH AWAL MENYUSUN BALANCE SCORECARD

STUDI KELAYAKAN BISNIS PERTEMUAN KETUJUH

TUGAS AKUNTANSI MANAJEMEN

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis yang semakin kompetitif, ditandai dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di tengah persaingan bisnis yang semakin ketat, perusahaan haruslah

BAB 2 TELAAH PUSTAKA 2.1 Manajemen Kinerja

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN BALANCED SCORECARD PADA KOPERASI SERBA USAHA SINAR MENTARI KARANGANYAR TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk bekerja secara profesional layaknya organisasi swasta. Sebuah

BAB V KESIMPULAN. kinerja yang baik akan cendrung memiliki budaya asal bapak senang, dan

Perancangan Sistem Pengukuran Performansi PT. Pondok Indah Tower dengan Menggunakan Metode Balanced Score Card

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya era pasar bebas membawa dampak persaingan bisnis yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS Pengertian Kinerja dan Pengukuran Kinerja. dihasilkan oleh suatu perusahaan atau organisasi dalam periode tertentu

PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN DENGAN METODE BALANCED SCORECARD

BAB 1 PENDAHULUAN. tidur dan tenaga kerja sebanyak 677 orang. Masalah utama dalam penelitian ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Serikat, yaitu Robert S. Kaplan dan David P. Norton. Saat itu mereka diberikan tugas yang

Mengenal Balanced Scorecard

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD (BSC) DENGAN PEMBOBOTAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI PT.

BAB 1 PENDAHULUAN. investasi ini, keberhasilan dan kegagalan suatu perusahan tidak dapat diukur

MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD

Manfaat Penggunaan Balanced Scorecard

DAFTAR ISI. Lembar judul... Lembar pengesahan... Lembar pernyataan... Kata pengantar... Daftar isi... Daftar tabel... Daftar gambar...

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pengukuran yang diterapkan oleh perusahaan mempunyai dampak yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. di BUMIDA untuk mengatasi kelemahan financial control system yang selama ini

ABSTRAK. Kata Kunci : Balanced Scorecard, Pengukuran kinerja. Universitas Kristen Maranatha

PENGUKURAN KINERJA PERUSAHAAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD (BSC) DENGAN PEMBOBOTAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DI PT.

BAB II LANDASAN TEORI

MANAJEMEN STRATEGIS BERBASIS BALANCED SCORECARD

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat sekarang ini, dunia bisnis dirasa semakin berkembang pesat dan kian mendunia.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki visi, misi dan tujuan yang hendak dicapai. Suatu

BAB I PENDAHULUAN. layanannya dalam mencapai customer value (nilai pelanggan) yang paling tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma lama dari manajemen pemerintahan yang berfokus pada

BAB IV DATA DAN ANALISIS

BAB V PENUTUP. Pontianak untuk merancang dan memperkenalkan balanced scorecard sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sumber, yakni informasi finansial dan informasi nonfinansial. Informasi finansial

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bandung adalah salah satu kota wisata yang dikunjungi para wisatawan baik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk jangka panjang (Setiawan, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. Dunia bisnis telah mengalami pergeseran yang sangat ekstrim. Persaingan abad

I. PENDAHULUAN. makin ketat, sejalan dengan kecenderungan globalisasi perekonomian dan

BAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas dunia bisnis yang ada sekarang baik dalam produk/jasa yang dihasilkan,

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan Strategik (Strategic Planning) merupakan salah satu kunci

I. PENDAHULUAN. sangat besar. Akan tetapi, potensi ini belum dapat diwujudkan secara optimal di

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

Bab IV ANALISIS DAN HASIL

Key Performance Indicators Perusahaan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Hasil Utama dari Penelitian

JAMHARI KASA TARUNA NRP DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr.Ir. Udisubakti Ciptomulyono, M.Eng.SC

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. bisnis yang semakin kompetitif ini, tantangan yang dihadapi oleh organisasi baik yang

BAB I PENDAHULUAN. produk dari dalam negeri ke pasar internasional akan terbuka secara kompetitif, dan

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan aparatur yang profesional seiring. dengan reformasi birokrasi diperlukan langkah-langkah konkrit dalam

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif dalam setiap aspek kehidupan manusia, misalnya kegiatan

AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN AKTIVITAS DAN STRATEGI

I. PENDAHULUAN. PT. Kabelindo Murni, Tbk merupakan salah satu perusahaan manufaktur

Jurnal Sistem Informasi, Vol 1 September 2012 SISTEM INFORMASI ANALISA KINERJA PEGAWAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD

The Balanced Scorecard. Amalia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan nasional merupakan alat untuk meningkatkan kualitas bangsa

E-COMMERCE. Achmad Dwi Saputro S.Kom, MM

BAB 1 PENDAHULUAN. datang. Oleh karena itu, sistem kinerja yang sesuai sangat diperlukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. menerus dalam dunia usaha. Perubahan ini terjadi karena adanya pergeseran dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

ANALISA KINERJA PERUSAHAAN MENGGUNAKAN METODE BALANCE SCORECARD ( Study Kasus di PABRIK GULA X ) ABSTRAK

Sistem Manajemen Strategik Balanced Scorecard (BSC) : Memonitor dan Meningkatkan Kinerja Strategis Dan Keberhasilan Reformasi Birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. untuk organisasi sangat diperlukan agar suatu organisasi mampu bersaing dan

PERTEMUAN KE-9 AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN BERDASARKAN STRATEGI & AKTIFITAS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

down mengandung makna bahwa perencanaan ini memperhatikan pula

BAB I PENDAHULUAN. dalam tujuannya yaitu mengentaskan kemiskinan dan juga menjadi industry yang

ABSTRACT. Key Words: Balanced scorecard, mission, vision, strategy, performance, perspective balanced scorecard. vii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengevaluasi kinerjanya sebagai bagian dari aktifitas perencanaan dan

BAB I PENDAHULUAN. efektif dan efisien sehingga visi perusahaan dapat tercapai. Sebagai konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Semakin banyak perencanaan semakin besar kemungkinan untuk menang.

BAB I PENDAHULUAN. maka perusahaan akan mampu bersaing dan berkembang dengan baik. perusahaan sebagai alat untuk mengevaluasi pada periode yang lalu.

ABSTRAK. : Balanced Scorecard, Pengukuran kinerja. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat penulis menulis skripsi ini, sudah banyak hotel-hotel yang berdiri di

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan untuk kepentingan jangka panjang. Jika perusahaan tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai tujuan perusahaan adalah dengan perencanaan strategik. Perencanaan strategik membantu perusahaan dalam mengembangkan

Efektifitas Kinerja. Materi 3

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya konsep balanced scorecard. Sejarah balanced scorecard dimulai dan

BAB 3 METODE PENELITIAN

BALANCED SCORECARD DALAM TATA KELOLA TI Titien S. Sukamto

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang...

ABSTRACT. Keywords: Balanced Scorecard, Strategy, Strategic Management System

Bab IV Usulan Perencanaan Investasi Teknologi Informasi

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Dalam persaingan bisnis yang semakin hari semakin ketat, pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang. Kondisi ini memicu perusahaan-perusahaan untuk terus

Gambar Piramida Penyelarasan Strategi

METODE METODE PENGUKURAN KINERJA

BAB II LANDASAN TEORI

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan utama yang dihadapi oleh perusahaan pada saat ini adalah menghadapi

Transkripsi:

STRATEGI EKSEKUSI DAN BALANCE SCORE CARD Banyak organisasi yang mampu merumuskan rencana strategis dengan baik, namun belum banyak organisasi yang mampu melaksanakan kegiatan operasional bisnisnya berdasarkan rencana strategis yang telah dirumuskan tersebut. Kenyataannya bahwa strategi yang telah ditetapkan melalui proses formulasi strategis yang baik, sering tidak dapat terwujud atau strategi tersebut tidak dapat diimplementasikan. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Kaplan dan Norton (2004) terhadap organisasi - organisasi di Amerika Serikat, didapatkan bahwa hanya 10% organisasi yang memiliki rencana strategis, kemudian mampu menerapkan rencana strategis tersebut dalam kegiatan operasional bisnisnya Setelah diidentifikasi, ternyata terdapat 4 (empat) hambatan pokok yang dapat dijumpai, yakni (1) hambatan visi dan misi, (2) hambatan orang, (3) hambatan manajemen, dan (4) hambatan sumberdaya. Sementara W. Chan Kim dalam bukunya Blue Ocean Strategy, mengandaikannya dalam terminologi 4 (empat) rintangan, yakni rintangan kognitif (terjebak status quo), rintangan sumber daya, rintangan motivasional dan rintangan politik. Secara konseptual dapat difahami, bahwa rencana strategis berisikan uraianuraian berbagai upaya yang prioritas dan signifikan, jangka panjang, dan melibatkan stakeholder yang luas. Dalam rangka mengeksekusi rencana strategis dengan kategori tersebut diatas, menjadi suatu tindakan operasional yang detail, rutin (jangka pendek), dan tersegmentasi pada unit-unit kerja tertentu, membutuhkan suatu upaya dan metodologi yang efektif dan efesien. Balanced Scorecard merupakan alat bantu bagi manajemen untuk menerjemahkan visi, misi, dan strategi organisasi menjadi tindakan nyata yang terukur pelaksanaannya. Hubungan sebab akibat antara keempat perspektif dalam Balanced Scorecard diperlihatkan dalam peta strategis. Peta strategis menjadi alat komunikasi yang efektif kepada seluruh pekerja untuk mendukung tujuan yang ingin dicapai organisasi, karena peta strategis memberikan keseragaman langkah yang konsisten dalam menguraikan strategi sehingga sasaran strategis dapat dicapai. Tidak dapat dipungkiri, bahwa suatu organisasi modern perlu menyusun suatu rencana jangka panjang, khususnya dalam rangka mempertahankan diri dan menjaga kesinambungan agar organisasi tersebut tetap eksis dan berkembang

dimana rencana tersebut harus diformulasikan dengan baik. Menurut Wheelen dan Hunger (2008) bahwa formulasi strategi adalah penyusunan rencana jangka panjang organisasi dalam rangka mengupayakan keefektifan organisasi dalam meraih peluang dan mengatasi hambatan yang ada sesuai dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki organisasi tersebut. Formulasi strategi ini juga termasuk mendefinisikan visi, misi, nilai, serta kompetensi inti dari organisasi, sebagai bahan dalam menentukan strategi yang terdapat dalam rencana jangka panjang organisasi. Mendefinisikan visi, misi, value serta kompetensi inti organisasi juga dapat diartikan dengan mengkaji ulang kesesuaiannya dengan peluang dan hambatan yang dihadapi organisasi, karena mungkin saja setelah dilakukan analisis dan diagnosis internal dan eksternal, ternyata visi, misi, value organisasi sudah tidak relevan lagi untuk terus diterapkan sehingga harus disesuaikan dengan keadaan yang harus dihadapi. Hal ini mungkin juga akan menuntut perubahan kompetensi inti organisasi, dalam arti organisasi harus menemukan kembali kompetensi intinya dalam upaya meraih peluang dan mengatasi hambatan yang ada. Setelah suatu strategi dapat diformulasikan, maka strategi tersebut harus dapat diimplementasikan. Adapun implementasi strategi menurut Wheelen dan Hunger, adalah proses mewujudkan strategi yang telah diformulasikan ke dalam aksi melalui serangkaian program, prosedur serta anggaran. Serangkaian program, prosedur serta anggaran tersebut harus dilakukan secara komprehensif di tingkat korporasi dan di setiap divisi dengan mengarah kepada visi dan misi organisasi. Dalam hal ini Kaplan dan Norton (2004) menyatakan bahwa strategi dari suatu organisasi harus menjelaskan bagaimana organisasi akan menciptakan nilai bagi pemegang saham, konsumen, dan masyarakat. Nilai yang harus diciptakan itulah yang menjadi satu titik tujuan dari implementasi strategi yang dilakukan tiap bagian dalam organisasi. Menciptakan nilai tersebut juga merupakan wujud dari mempertahankan keberadaan organisasi. Charan dan Bosidy (2002) menyebutkan bahwa dalam mempertahankan keberadaan organisasi, tergantung pada 3 (tiga) rincian proses aktivitas, yaitu: 1. Proses strategi. Proses ini merupakan proses formulasi rencana strategis, sehingga hasilnya adalah organisasi memiliki rencana atau strategi yang akan dilakukan;

2. Proses sumber daya manusia. Proses ini sudah masuk pada tahap awal implementasi strategi, yaitu dengan membagi implementasi strategi kepada masing-masing individu dalam organisasi; dan 3. Proses operasional. Proses ini merupakan implementasi strategi yang nyata. Pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab dalam implementasi strategi kepada seluruh individu dalam organisasi harus benar-benar dilakukan. Untuk menjamin agar implementasi strategi tetap berjalan selaras dengan rencana strategis, maka perlu dilakukan upaya pengukuran dan evaluasi sehingga implementasi strategi berjalan pada garis rencana strategis, yang pada akhirnya tujuan strategis organisasi dapat tercapai. Pendekatan yang relatif baru untuk mengukur hal tersebut, acap dinamakan sebagai balanced scorecard, yaitu berupa pengukuran kinerja perusahaan modern dengan mempertimbangan empat perspektif - yang saling berhubungan - yang merupakan penerjemahan strategi dan tujuan yang ingin dicapai oleh suatu perusahaan dalam jangka panjang, yang kemudian diukur dan dimonitor secara berkelanjutan. Balance scorecard kini digunakan secara luas dalam organisasi bisnis dan industri, pemerintahan, dan organisasi nirlaba lainnya untuk menyelaraskan kegiatannya dengan visi, misi dan strategi organisasi, meningkatkan komunikasi internal dan eksternal, dan monitoring terhadap kinerja pencapaian tujuan strategis organisasional. Adanya istilah balance dalam konteks ini menunjukkan adanya keseimbangan antara semua faktor, yaitu keseimbangan antara faktor keuangan dan non keuangan, faktor internal dan eksternal, serta rentang waktu jangka pendek dan jangka panjang. Pendekatan baru dalam manajemen strategis ini untuk pertama kali secara rinci diperkenalkan dalam serangkaian artikel dan buku karya Kaplan dan Norton, dalam mana kedua pakar tersebut menyadari bahwa terdapat beberapa kelemahan dan ketidakjelasan pendekatan manajemen pada periode waktu sebelumnya. Sejalan dengan itu, pendekatan

balanced scorecard memberikan resep yang jelas mengapa organisasi perlu mengukur kinerja dan 'menyeimbangkan' perspektif keuangan. Balanced scorecard adalah sistem manajemen - bukan sistem pengendalian saja - yang memungkinkan organisasi dapat mengklarifikasi dan merevisi visi, misi dan strategi serta menerjemahkannya ke dalam suatu tindakan. Melalui pendekatan ini umpan balik berlangsung ke arah dua sisi proses bisnis, yakni proses bisnis internal dan hasil eksternal dalam rangka terus - menerus meningkatkan kinerja strategis dan hasilnya (result). Melalui perspektif balanced scorecard akan mengarahkan pimpinan untuk melihat organisasi dari sudut 4 (empat) perspektif, adapun masing-masing perspektif tersebut adalah, Pertama, perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, dan perspektif ini meliputi pelatihan pembentukan sikap para pekerja secara individual dan menumbuhkan sikap budaya perusahaan secara korporasi. Dalam iklim yang diwarnai oleh cepatnya perubahan teknologi seperti saat ini, maka penting bagi para pekerja untuk terus meningkatkan pengetahuannya agar tetap berada dalam suasana belajar secara terus menerus. Dengan perkataan lain, pembelajaran dan peningkatan pengetahuan para pekerja merupakan dasar penting untuk mencapai pertumbuhan dan keberhasilan setiap organisasi. Kaplan dan Norton menekankan bahwa 'belajar' itu lebih dari sekedar 'pelatihan', belajar melebihi hal-hal seperti aktivitas mentor dan tutor dalam organisasi, juga berupa peningkatan kecakapan komunikasi di antara para pekerja yang memungkinkan mereka tetap siap mendapatkan bantuan pada saat menghadapai masalah, dan tercakup dalam hal ini adalah penguasaan dalam hal perangkat teknologi. Kedua, perspektif proses bisnis, dimana perspektif ini mengacu pada proses bisnis internal. Berdasarkan perspektif ini memungkinkan manajer untuk mengetahui seberapa baik bisnis mereka berjalan, dan apakah produk dan/atau jasa yang ditawarkan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Ketiga, perspektif pelanggan, yakni filosofi manajemen terbaru yang menggaris bawahi pentingnya fokus pada pelanggan dan kepuasan mereka dalam bisnis apapun. Aspek ini adalah indikator utama, dan jika pelanggan tidak puas, mereka akhirnya akan menemukan pemasok lain yang akan memenuhi kebutuhan mereka. Kinerja yang buruk dari perspektif ini merupakan indikator utama tentang penurunan kinerja masa depan, meskipun gambaran keuangan saat ini mungkin terlihat baik. Untuk mengembangkan matrik pengukuran kepuasan pelanggan, maka pelanggan harus dianalisis dan diagnosis, termasuk jenis-jenis proses pelayanan barang dan/atau jasa kepada kelompok pelanggan.

Keempat, perspektif keuangan, dalam hal ini Kaplan dan Norton tidak mengabaikan pentingnya data keuangan. Dengan demikian data keuangan, dana, tepat waktu, dan akurasi akan selalu menjadi prioritas, begitu pula seorang manajer akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk menyediakannya. Dewasa ini untuk memperoleh data demikian ditunjang oleh sarana yang lebih dari cukup, yakni melalui penerapan database perusahaan dimana proses tersebut dapat lebih terpusat dan otomatis. Namun demikian, perspektif keuangan tidak cukup mencerminkan kinerja perusahaan, dimana perspektif keuangan yang baik tidak menjamin bahwa perusahaan tersebut akan bisa eksis dalam jangka panjang. Perspektif non keuangan di anggap sebagai bagian yang penting untuk diperhatikan, yang pada gilirannya dapat mendongkrak kinerja keuangan yang merupakan keinginan utama dari para pemegang saham. Dengan demikian semakin jelas, bahwa balanced scorecard bukanlah bagian dari perangkat lunak. Walaupun banyak orang percaya bahwa penerapan sejumlah software untuk menerapkan balanced scorecard. Manfaat perangkat lunak manajemen dapat digunakan untuk mendapatkan informasi kinerja yang tepat tentang orang yang tepat pada waktu yang tepat. Otomatisasi menambah struktur dan disiplin untuk menerapkan sistem balanced scorecard, disamping itu juga membantu mengubah data perusahaan yang berbeda-beda menjadi informasi dan pengetahuan, serta sebagai sarana untuk membantu mengkomunikasikan informasi kinerja. Ringkasnya, balanced scorecard memiliki 2 (dua) indikator, yaitu lead dan lag indikator. Lead indikator adalah indikator yang mengukur hasil non keuangan sebagai pedoman organisasi untuk pengambilan keputusan. Lag indikator adalah indikator yang mengukur dampak akhir berdasarkan rencana yang sebelumnya dilakukan organisasi berikut implementasinya, di mana dampak akhir ini bersifat keuangan. Kedua indikator ini diturunkan lagi menjadi 4 (empat) perspektif, yakni satu sebagai lag indikator dan tiga sebagai lead indikator. Keempat perspektif ini memiliki hubungan sebab akibat dalam menguraikan strategi organisasi sehingga performa yang kurang baik pada salah satu perspektif akan berdampak pada performa perspektif yang lain. Keempat perspektif tersebut adalah: 1. Financial performance. Perspektif ini merupakan lag indikator yang merupakan puncak dari pengukuran terhadap pencapaian strategi organisasi; 2. Customer perspective.

Lead indicator ini mengukur dampak dari kepuasan dan loyalitas pelanggan terhadap pencapaian financial performance yang baik. 3. Internal Business Process. Internal business process menciptakan nilai yang nantinya akan dirasakan oleh pelanggan. HaL Ini juga merupakan lead indikator yang berusaha menciptakan efisiensi dalam bisnis internal organisasi untuk menciptakan nilai bagi pelanggan ; dan 4. Learning and Growth. Lead indikator ini menguraikan pengaruh optimalisasi dari semua sumber daya organisasi untuk mendukung implementasi strategi organisasi. Maka keempat perspektif tersebut diatas kemudian dapat dituangkan kedalam peta strategi yang juga merupakan penjabaran dari visi dan misi organisasi. Peta strategi dibangun mengikuti metode yang terstruktur. Struktur tersebut adalah 4 (empat) perspektif dalam balanced scorecard (BSC) yang menguraikan secara jelas hubungan sebab akibat yang terjadi pada keempat perspektif BSC tersebut. Peta strategi memberikan keseragaman dan langkah yang konsisten dalam menguraikan strategi, sehingga sasaran strategis dan pengukurannya dapat dicapai dan dilakukan dengan baik, dan tentu saja yang dimaksud peta strategi disini adalah peta strategi korporasi. Dengan demikian, tujuan utama dari penerapan balance scorecard adalah untuk mencapai penyesuaian dan memfokuskan antara kegiatan operasional yang dilakukan unit kerja, terhadap arahan dalam strategi yag telah dirumuskan dalam rencana strategis organisasi. Balanced scorecard pada awalnya ditemukan untuk mengatasi keterbatasan yang dimiliki ukuran-ukuran keuangan dalam memperlihatkan pencapaian kinerja terhadap implementasi strategi organisasi. Balanced scorecard memang cukup komprehensif karena dapat menyeimbangkan dalam hal kinerja keuangan dan non keuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang. Proses penyelarasan dan proses komunikasi strategi dari tingkat organisasi secara keseluruhan sampai ke tingkat unit kerja dan bahkan ke tingkat individu, disebut penyebar luasan. Kaplan dan Norton (2006) menjelaskan bahwa organisasi harus menyeleraskan semua unit bisnisnya atau unit kerjanya dalam menciptakan sinergi untuk implementasi strategi organisasi. Setiap unit kerja harus jelas kontribusinya dalam mendukung pencapaian sasaran strategis korporasi. Setiap sasaran strategis yang ada pada balanced scorecard (BSC) korporasi, maka harus ada unit kerja yang mendukungnya. Oleh karena itu, proses penyebar luasan balanced scorecard (BSC) korporasi menjadi balanced scorecard

(BSC) unit kerja harus dilakukan. Metode penyebarluasan yang dilakukan adalah dengan dua langkah utama, yaitu(1) top down approach; dan (2) bottom up approach. Dalam konteks ini, bentuk penyelarasan unit bisnis atau unit kerja dalam menciptakan sinergi untuk implementasi strategi organisasi dilakukan dari tingkat organisasi ke tingkat unit kerja, yakni bidang : (1) Pendidikan, (2) Kerohanian, (3)Fasilitas dan Perawatan, (4) Admisi dan Kemitraan, (5) Pengadaan dan Kooperasi, (6) Keuangan, (7) Teknologi Informasi, (8) Sumber Daya Manusia, (9) Perencanaan dan Pengembangan, (10) Counseling Center, (11) Learning and Development Center, dan (12) Kelembagaan. Disamping itu suatu Strategi Inisiatif juga perlu dilakukan sebagai upaya strategis untuk mewujudkan dan/atau mencapai tujuan atau sasaran strategis. Strategi inisiatif dirumuskan dengan membuat suatu pernyataan kualitatif berupa langkah besar yang akan dilaksanakan di masa depan untuk mewujudkan sasaran strategis. Oleh karena itu, strategi inisiatif bukanlah suatu tindakan atau aksi yang sudah biasa dilakukan, atau sudah termasuk ke dalam standard operating procedure (SOP). Pada waktu merumuskan strategi inisiatif, fokus ditujukan untuk memikirkan langkah besar yang diperlukan supaya sasaran strategis yang telah ditentukan ke dalam peta strategis unit kerja dapat tercapai. Penjabaran strategi inisiatif akan terdiri atas beberapa program (activity plan) sekaligus periode waktunya serta anggaran. Adapun sasaran strategis dapat dibagi menjadi sasaran strategis yang bersifat sebagai penyebab (driver atau lead indicator), dan sasaran strategis yang bersifat sebagai akibat atau dampak (outcome atau lag indicator), maka strategi inisiatif hanya akan terdapat pada setiap sasaran strategis yang bersifat sebab (driver atau lead indicator). Hal ini didasarkan pada prinsip bahwa strategi inisiatif yang merupakan upaya (action) hanya ada pada sasaran strategis yang berupa sebab yang akan berakibat pada sasaran strategis yang berupa dampak (outcome atau lag indicator). Strategi inisiatif tidak terdapat pada sasaran-sasaran strategis yang dimiliki organisasi korporasi, karena pencapaian sasaran strategi organisasi korporasi merupakan perwujudan dari pencapaian sasaran-sasaran strategis unit kerja. Di beberapa sasaran strategis unit kerja tidak semuanya memiliki strategi inisiatif, karena berdasarkan hasil wawancara dan diskusi dengan para manajer dari tiap unit kerja, sasaran strategis yang tidak memiliki strategi inisiatif merupakan sasaran strategis yang memang tidak diperlukan adanya inisiatif baru

supaya sasaran strategis tersebut tercapai. Pelaksanaan standard operating procedure (SOP) saja sudah cukup untuk mencapai sasaran strategis. Maka sasaran strategis pada tingkat organisasi korporasi dapat terwujud dari pencapaian sasaran-sasaran strategis di tiap unit kerja. Proses penyebar luasan merupakan langkah dalam mewujudkan pengkomunikasian strategi organisasi korporasi. Di dalam proses penyebar luasan, setiap unit kerja mengemban sasaran strategis yang berasal dari organisasi korporasi. Dengan demikian, individual key performance indicators (KPI ) organisasi korporasi sudah dibagi kepada setiap unit kerja sehingga jelas bahwa setiap unit kerja memiliki keselarasan dalam mendukung pencapaian sasaran strategis organisasi korporasi yang diukur melalui KPI. Alur hirarki vertikal ini untuk memastikan bahwa setiap KPI di organisasi korporasi ada pemegang kontribusinya, sehingga pencapaian sasaran strategisnya dapat ditelusuri. Dengan adanya hirarki vertical ini, maka dapat terjalin keselarasan setiap unit kerja dalam implementasi strategi organisasi korporasi. Sedangkan hirarki horisontal adalah untuk memastikan bahwa setiap KPI yang ada di masing-masing unit kerja mendapat dukungan dari departemen atau unit kerja lain, sehingga pencapaian sasaran strategis organisasi korporasi terjadi secara integratif, sesuai dengan pencapaian sasaran-sasaran startegis di semua departemen atau unit kerja. Dengan adanya hirarki horisontal ini, maka dapat terjalin keselarasan setiap unit kerja dalam implementasi strategi organisasi korporasi. Dengan demikian, merumuskan strategi di tingkat korporasi saja belum cukup, strategi perlu dilaksanakan oleh setiap individu yang bekerja pada unit kerjanya masing-masing. Oleh karena itu, setiap individu perlu mengerti tentang strategi yang akan diterapkan oleh organisasi korporasi. Tahap-tahap penyebaran dilakukan sesuai tahap-tahap penyebaran menurut Fitzek (2005), adalah sebagai berikut: (1) Menentukan kontribusi dari setiap pemegang jabatan, (2) Mengelompokkan posisi pemegang jabatan kepada empat perspektif, (3) Membagi sasaran-sasaran strategis unit kerja kepada setiap pemegang jabatan, dan (4) Membagi KPI dari setiap sasaran strategis kepada setiap pemegang jabatan. Menentukan sasaran kerja individu yang mendukung sasaran kerja unit kerja serta mendukung sasaran strategis organisasi korporasi merupakan kunci dalam pelaksanaan strategi organisasi korporasi. Sasaran kerja individu yang akan menjadi ukuran kinerja setiap individu, perlu diselaraskan dengan uraian tugas, wewenang dan tanggung jawab setiap individu tersebut yang biasanya tertulis dalam diskripsi kerja (job description). Selanjutnya, sasaran-sasaran kerja individu tersebut diukur dalam bentuk key performance indicator (KPI) yang mengikuti KPI yang ada di tingkat unit kerja kerja mereka masing-masing. Pada tahap ini,

sasaran kerja individu yang diukur oleh KPI tersebut perlu dibuatkan bobotnya sesuai dengan uraian tugas, wewenang dan tanggungjawab individu tersebut masing-masing. Proses implementasi strategi sampai ke tingkat individu dilakukan berdasarkan penentuan sasaran strategis di tingkat organisasi korporasi, yang terlihat skenario pencapaiannya pada peta strategi organisasi korporasi yang kemudian dituangkan dalam peta strategis unit kerja. Dalam peta strategis terdapat dua hal yang penting, yaitu sasaran strategis yang terhubung dengan sebab akibat dan ukuran keberhasilan dari setiap sasaran strategis tersebut. Untuk mewujudkan strategi ke dalam aksi yang terukur pada setiap individu, maka KPI tersebut yang harus jelas penelusurannya terhadap implementasi strategi. Kejelasan penelusuran KPI individu terhadap strategi organisasi korporasi dapat diperoleh jika balanced scorecard diturunkan sampai ke tingkat individu. Pencapaian sasaran strategis organisasi korporasi tidak terlepas dari peran setiap unit kerja yang terdapat di dalam organisasi. Sasaran-sasaran strategis di tingkat organisasi korporasi akan tercapai dari peran serta setiap unit kerja. Mewujudkan peran dari setiap unit kerja dilakukan dengan menurunkan peta strategis organisasi korprorasi menjadi peta strategis unit kerja melalui proses penyebar luasan. Setiap unit kerja terdiri dari beberapa individu dengan jabatan yang berbeda-beda. Sasaran-sasaran strategis yang terdapat pada peta strategis unit kerja dapat tercapai karena kontribusi dari setiap individu sebagai pemegang jabatan dalam suatu unit kerja. Oleh karena itu, sasaran-sasaran strategis pada peta strategis unit kerja perlu diturunkan sampai ke tingkat individu sebagai bentuk pemberian kontribusi kepada setiap individu dalam mengimplementasikan strategi organisasi korporasi untuk mewujudkan visi dan misi organisasi. Penyebaran luasan sasaran strategis unit kerja ke tingkat individu berdasarkan tugas, wewenang dan tanggung jawab utama serta diskripsi kerja seorang pemegang jabatan yang menghasilkan individual scorecard yang secara jelas memperlihatkan target yang harus dipenuhi pada setiap KPI oleh pemegang jabatan tersebut. Dengan demikian, implementasi strategi organisasi korporasi sampai ke tingkat individu bisa dilakukan dengan individual scorecard. Tulisan ini merupakan pelengkap bagi Executive Learning Series 2, yang baru saja diselenggarakan oleh UBINUS, sebagai bentuk dukungan atas inspirasi dari para pakar selaku instruktur yang mumpuni pada pelatihan tersebut. Tentu saja,

tulisan dalam kolom ini masih jauh dari sempurna, masih banyak hal yang perlu dielaborasi dan didalami, tiada gading yang tak retak, maka untuk itu kami berharap agar semangat untuk penyempurnaannya sangat dinantikan. Sekali lagi Viva Hari Pendidikan Nasional. Jakarta, 3 Mei 2012 Faisal Afiff