Evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien febris rawat inap di sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta (periode Januari Juni 2002)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

Keywords: lower respiratory infection, usage, antibiotics evaluation

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

KARYA TULIS ILMIAH PROFIL PASIEN HIV DENGAN TUBERKULOSIS YANG BEROBAT KE BALAI PENGOBATAN PARU PROVINSI (BP4), MEDAN DARI JULI 2011 HINGGA JUNI 2013

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DENGAN DIARE AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2015 SKRIPSI

Fajar Prasetya Kelompok Bidang Ilmu Farmasi Klinik, Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman

* Dosen FK UNIMUS. 82

Sugiarti, et al, Studi Penggunaan Antibiotik pada Pasien Penyakit ISPA Usia Bawah Lima Tahun...

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat

PHARMACY, Vol 05 No 01 April 2007

INTISARI KETEPATAN DOSIS PERESEPAN ANTIBIOTIK AMOXICILLIN

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT DIABETES MELITUS PADA ORANG DEWASA YANG DIRAWAT INAP DIRUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

GAMBARAN PENURUNAN DEMAM PADA PASIEN DEMAM TIFOID DEWASA SETELAH PEMBERIAN FLUOROQUINOLONE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

ABSTRAK GAMBARAN INFEKSI MALARIA DI RSUD TOBELO KABUPATEN HALMAHERA UTARA PROVINSI MALUKU UTARA PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK. Zurayidah 1 ;Erna Prihandiwati 2 ;Erwin Fakhrani 3

ABSTRAK. GAMBARAN IgM, IgG, DAN NS-1 SEBAGAI PENANDA SEROLOGIS DIAGNOSIS INFEKSI VIRUS DENGUE DI RS IMMANUEL BANDUNG

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA HEPATITIS B DI RUMAH SAKIT SANTO YUSUP BANDUNG TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat deskriptif dengan metode cross sectional. Pengambilan data dari

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRHAGIC FEVER

Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif. Pada penelitian ini menggunakan data retrospektif dengan. Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari-Juni 2015.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN ANTIBIOTIK AMOXICILLIN PADA BALITA PENDERITA ISPA DI PUSKESMAS KELAYAN TIMUR BANJARMASIN

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI DAN KESESUAIANNYA PADA PASIEN GERIATRI RAWAT JALAN DI RSUD ULIN BANJARMASIN PERIODE APRIL

Sikni Retno Karminigtyas, Rizka Nafi atuz Zahro, Ita Setya Wahyu Kusuma. with typhoid fever in inpatient room of Sultan Agung Hospital at Semarang was

ABSTRAK GAMBARAN DISTRIBUSI PENDERITA TONSILEKTOMI YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE TAHUN 2009

ANALISIS BIAYA DAN TATALAKSANA PENGOBATAN MALARIA PADA PASIEN RAWAT INAP DI RSUD ULIN BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN PERIODE TAHUN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA DIARE AKUT PEDIATRI

INTISARI. Lisa Ariani 1 ; Erna Prihandiwati 2 ; Rachmawati 3

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI - DESEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

ABSTRAK GAMBARAN PENYAKIT STROKE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2009

ANALISIS BIAYA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENDERITA DEMAM TIFOID ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R.D

ABSTRAK ANALISIS KASUS PENDERITA PNEUMONIA DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2007

ABSTRAK KELAINAN SISTEM SARAF PUSAT PADA PASIEN HIV/AIDS YANG DIRAWAT INAP DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2007 DESEMBER 2008

ANALISIS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT INFEKSI SALURAN KEMIH PADA PASIEN IBU HAMIL INSTALASI RAWAT INAP DI RSUD DR.MOEWARDI TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kata Kunci: Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), Dengue Shock Syndrome (DSS), morbiditas, mortalitas. Universitas Kristen Maranatha

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

HUBUNGAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS REMAJA SAMARINDA

PENGELOMPOKAN PASIEN DEMAM BERDARAH RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO DENGAN METODE ANALISIS KELAS LATEN

ABSTRAK ASPEK KLINIK PEMERIKSAAN ANTIGEN NS-1 DENGUE DIBANDINGKAN DENGAN HITUNG TROMBOSIT SEBAGAI DETEKSI DINI INFEKSI DENGUE

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

RASIONALITAS KRITERIA TEPAT DOSIS PERESEPAN COTRIMOXAZOLE PADA PENGOBATAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS S

POLA REGIMENTASI OBAT PNEUMONIA PADA PASIEN GERIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRAGIC FEVER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL TAHUN 2011

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI JUNI

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK BALITA PENDERITA PNEUMONIA DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2013

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK UNTUK PENYAKIT DIARE PADA PASIEN BALITA DI INSTALASI RAWAT INAP RSI SULTAN AGUNG SEMARANG TAHUN 2015 ARTIKEL.

POLA PEMBERIAN ANTIBIOTIKA PADA PENGOBATAN DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN Penelitian Tugas Akhir

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENYAKIT ISPA DI PUSKESMAS KUAMANG KUNING I KABUPATEN BUNGO

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN KLINIS PASIEN GASTROENTERITIS DEWASA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN PERIODE JUNI DESEMBER 2013 OLEH :

6.2. Alur Penelitian Selanjutnya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

INTISARI. Ahmad Rajidin 1 ; Riza Alfian 2 ; Erna Prihandiwati 3

DRUG USAGE DESCRIPTION FOR OUTPATIENT IN PKU MUHAMMADIYAH UNIT II OF YOGYAKARTA IN 2013 BASED ON WHO PRESCRIBING INDICATOR

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Pneumonia adalah penyebab utama kematian anak di. seluruh dunia. Pneumonia menyebabkan 1,1 juta kematian

ABSTRAK FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI PENYAKIT DBD PADA PASIEN ANAK-ANAK DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE MARET - JUNI

GAMBARAN PENDERITA DENGUE HAEMORRAGIC FEVER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL JANUARI DESEMBER 2011

APLIKASI METODE KESINTASAN PADA ANALISIS FAKTOR DETERMINAN LAMA RAWAT PASIEN DEMAM BERDARAH DENGUE DI RUMAH SAKIT UMUM PURI RAHARJA

EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN LANSIA DENGAN PNEUMONIA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP PROF. DR. R. D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

POLA PENGGUNAAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT) PADA PASIEN ANAK TB PARU RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT HAJI MEDAN PERIODE JANUARI - JUNI 2012

Analisis Efektivitas Seftriakson dan Sefotaksim pada Pasien Rawat Inap Demam Tifoid Anak di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Penelitian...26

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi

Gambaran Penggunaan Uji Serologis Ig M dan Ig G Serta Antigen NS1 Untuk Diagnosis Pasien Demam Berdarah Dengue di RSUP Haji Adam Malik Tahun 2012

MATA KULIAH FARMASI KLINIK

HUBUNGAN CRP (C-REACTIVE PROTEIN) DENGAN KULTUR URIN PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH PADA ANAK DI RSUP. HAJI ADAM MALIK TAHUN 2014.

ABSTRAK. Kata kunci: Infeksi saluran kemih akibat kateterisasi, antibiotik, rasionalitas, luaran klinik, metode Gyssens ABSTRACT

INTISARI IDENTIFIKASI POTENSI INTERAKSI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA RESEP PASIEN UMUM DI UNIT RAWAT JALAN INSTALASI FARMASI RSUD DR. H.

ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PASIEN RAWAT INAP DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 JANUARI DESEMBER 2012

ABSTRAK GAMBARAN PAP SMEAR ABNORMAL DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI 2013 DESEMBER 2015

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. Penelitian ini menggunakan metode penelitian non eksperimental dan

ANALISIS RESIKO INTERAKSI OBAT PADA PENGOBATAN PASIEN DEWASA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2013 TUGAS AKHIR

POLA REGIMENTASI OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL DI INSTALASI RAWAT INAP RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA MILHA NINDYA SASMITA

EVALUASI KETEPATAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA GERIATRI DI RSUP dr. SOERADJI TIRTONEGORO KLATEN JAWA TENGAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014 SKRIPSI

EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN NASKAH PUBLIKASI

Analisis biaya rawat inap kelas III berbasis diagnosis demam berdarah dengue di RSUD Pasar Rebo periode Maret - Juni tahun 2004

ABSTRAK PASIEN USIA LANJUT DI RUANG RAWAT INTENSIF RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE 1 AGUSTUS JANUARI 2010

PEMAKAIAN ANTIBIOTIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE ANAK DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG TAHUN 2010

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

EVALUASI PENGGUNAAN PARASETAMOL INTRAVENA PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD MAS AMSYAR KASONGAN KALIMANTAN TENGAH

POLA REGIMENTASI OBAT PADA PASIEN PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RUMKITAL Dr. RAMELAN SURABAYA

Transkripsi:

Aris Majalah Widayati Farmasi Indonesia, 144 150, 15(3), 2004 penggunaan antibiotika pada pasien febris rawat inap di sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta (periode Januari Juni 2002) Evaluation of antibiotic usage in patient with fever in a private hospital in Yogyakarta (period January June 2002) Aris Widayati 1), L. Endang Budiarti 2) dan Imono Argo Donatus 3). 1) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta 2) Instalasi Farmasi Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta 3) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Abstrak Pasien dengan gejala febris atau demam dapat mempunyai diagnosis definitif bermacam..macam atau tetap febris karena febris merupakan gejala dari banyak jenis penyakit. Penatalaksanaan febris menurut standar pelayanan medis IDI (1998) tidak menggunakan antibiotika, tetapi hasil orientasi menunjukkan penggunaan antibiotika sebesar 70%. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien dengan diagnosis akhir febris (FUO/ fever of unknown origin) dengan kriteria evaluasi berupa kesesuaian, efektivitas dan keamanan penggunaan antibiotika. Penelitian dilakukan dengan rancangan observasional deskriptif.- evaluatif, pengumpulan data secara retrospektif menggunakan rekam medik pasien febris periode Januari Juni 2002. Total pasien yang diteliti sebanyak 157. Persentase pasien febris terbesar adalah kelompok umur 17 60 tahun (63,28%) dengan diagnosis akhir febris (29,58%) dan non febris (70,42%) diantaranya infeksi virus (17,16%), DHF (8,28%), DF (7,10%) dan ISPA (5,92%). Sebesar 79,62% diterapi dengan antibiotika (29 jenis antibiotika) dan terbanyak adalah pefloksasin (13,42%). Pada pasien dengan diagnosis akhir febris (50 pasien) penggunaan antibiotika sebesar 86,00 % (21 jenis) dan terbanyak pefloksasin (17,19%). Lama febris < 5 hari dan 5 hari semuanya diterapi dengan antibiotika, ini merupakan penggunaan antibiotika yang tidak sesuai karena febris kurang dari 5 hari mengarah ke infeksi virus yang self-limited. Ketidaksesuaian berikutnya adalah 48,84% antibiotika digunakan tanpa kultur, 46,51% dilakukan kultur tapi tidak tumbuh, hanya 4,65% hasil kultur tumbuh dan digunakan antibiotika yang sesuai. Efektivitas terapi antibiotika untuk febris ditandai dengan normalnya vital sign sebesar 90,70% dan pada terapi tanpa antibiotika sebesar 85,71% tanpa perbedaan bermakna dengan uji nonparametrik Exact Probability Fisher (taraf kepercayaan 95%), RR 0,95 (95%; 0,69-1,30). Efektivitas terapi antibiotika untuk febris menghasilkan kesembuhan 88,37% dan tanpa antibiotika sembuh 85,71% yang tidak berbeda bermakna dengan uji Exact Probability Fisher (taraf kepercayaan 95%, RR 0,96 (95%; 0,66 1,41). Terdapat 2 kasus (4,00%) kontraindikasi dan 12,00% kasus potensial interaksi yang menunjukkan ketidakamanan. Sesuai dengan standar penatalaksanaan febris dan didukung hasil penelitian ini, pentalaksanaan febris seharusnya tanpa antibiotika. Kata kunci: antibiotika, febris, evaluasi Majalah Farmasi Indonesia, 15(3), 2004 144

penggunaan antibiotika. Abstract Fever as a symptom may indicate to any other diseases. According to the standard therapy by IDI (1998) fever should be treated without antibiotic, but the fact showed that 70 % antibiotics were used for treatment. This study aimed at describing about fever and evaluating antibiotic usage in patients with fever as a final diagnose by appropriateness, effectiveness, and safety as a criteria of evaluation. The present study was done with retrospective data collection and descriptive-evaluative design. Data was collected from medical records within a period from 2002 January to June. A number of 157 patients were used for the assesment. The highest percentage of patient s fever was a group of 17 60 years old (63. 28%). The final diagnose was fever (29.58%) and others (70.42%) such as viral infection (17.16%), DHF (8.28%), DF (7.01%) and acute respiratory traction infection (5.92%). There were 29 kinds of antibiotics (79.62%) that given to the patients as an empirical therapy and the highest was pefloxacin (13.14%). The percentage of antibiotic usage in patients with fever as a final diagnose (50 patients) was 86.00% (21 kinds of antibiotics) and the highest was pefloxacin (17.19%). Both of fever less than 5 days or more than 5 days were treated with antibiotic, which was inappropriate usage because fever less than 5 days related to viral infection. There was only 4.65% had a culture and sensitivity test, which was appropriate antibiotics usage. There were 46.51% no growth of culture and 48.84% without culture, which was inappropriate antibiotics usage. Treatment with and without antibiotics could normalize vital signs each was 90.70% and 85.71% with no significant difference (with non parametric exact probability Fisher analysis, CI 0.05) and RR value (95%, 0.69-1.30). Patient s recoveries were 88.37% and 85.71% with and without antibiotic therapy with no significant difference (CI 95% and 0.96 RR value with CI 95%; 0.66 1.41). There were two cases (4.00%) of contraindication and 12.00% of potential drug interactions. According to the standard therapy and supporting data of this study, so that fever should not always be treated with antibiotic. Key words: antibiotic, fever, evaluation. Pendahuluan Febris merupakan gejala yang banyak terjadi pada pasien rawat inap. Di suatu rumah sakit swasta di Yogyakarta ditemukan 207 kasus febris selama kurun waktu Januari 2002 sampai Juni 2002. Febris merupakan manifestasi gejala dari berbagai macam penyakit. Melalui pemeriksaan penunjang dan pengamatan keadaan klinis, pasien dengan gejala febris dapat didiagnosis (diagnosis akhir atau definitif) menjadi suatu penyakit yang definitif atau tetap dinyatakan sebagai febris yang tidak terdiagnosis atau FUO (Fever of Unknown Origin) atau febris idiopatik. Menurut standar IDI (Ikatan Dokter Indonesia) (1998), penatalaksanaan febris tidak menggunakan antibiotika. Menurut Jacobs (2002) di USA persentase kasus febris sesungguhnya atau FUO (Fever of Unknown Origin) sebesar 10 % 15 %. Demam atau febris merupakan suatu keadaan kenaikan temperatur badan secara reguler mencapai suatu set-point tertentu (Schroeder..et..al.,..2002). Demam dapat disebab-kan oleh kelainan di dalam otak sendiri, atau oleh bahan..bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan temperatur. Faktor faktor penyebab terjadinya demam atau febris tidak selalu mengindikasikan adanya infeksi, sehingga terapi tidak harus selalu menggunakan antibiotika (Schroeder et al., 2002). Telah dilakukan estimasi bahwa 50% 70 % dari dokter yang melakukan pemeriksaan terhadap pasien dengan kasus kasus demam, bronkitis, dan infeksi pernapasan bagian atas memberikan resep antibiotika. Peresepan antibiotika untuk kasus kasus tersebut sebagian besar tidak sesuai, karena lebih dari 90 % infeksi tersebut disebabkan oleh virus, dan antibiotika secara klinis hanya sedikit saja Majalah Farmasi Indonesia, 15(3), 2004 145

Aris Widayati memberikan pengaruh untuk pemecahan masalah tersebut (Ernst, 2000). Strand..et..al..(1998), mengemukakan tanggung jawab farmasis terhadap terapi obat untuk pasien (patient s drug therapy) yaitu memastikan terapi obat sesuai untuk pasien (tepat indikasi)./.appropriateness, efektif./ effectiveness, aman / safety, dan convenient. Penelitian ini secara umum bertujuan mengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien rawat inap dengan diagnosis akhir febris (kesesuaian../..appropriateness, keefektivan./ effectiveness, dan keamanan / safety) sehingga hasil temuannya dapat digunakan sebagai dasar atau acuan untuk perbaikan mutu penatalaksanaan febris. Metodologi Penelitian ini menggunakan rancangan observasional deskriptif-evaluatif, pengambilan data secara retrospektif berdasarkan Rekam Medis (RM). Kriteria inklusi yaitu pasien yang masuk rumah sakit dengan gejala febris non neutropenia. Kriteria evaluasi penggunaan antibiotika yaitu: 1) kesesuaian (appropriateness) dengan parameter: a. lama febris kurang dari 5 hari tidak diindikasikan terapi antibiotika karena lebih mengarah ke infeksi virus, lama febris lebih dari 5 hari diindikasikan terapi antibiotika karena lebih mengarah ke infeksi bakterial; b.penggunaan antibiotika harus sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas apabila hasil kultur tidak tumbuh atau tidak dilakukan kultur maka tidak dapat dipastikan kesesuaian pilihan antibiotikanya. Apabila memenuhi kedua parameter kesesuaian tersebut (a dan b) maka dikatakan memenuhi kriteria kesesuaian (appropriateness); 2) efektivitas (effectiveness) dengan parameter: a. perbaikan vital sign (suhu tubuh, nadi dan pernapasan), b. kesembuhan berdasarkan status pulang pasien (sembuh / tidak sembuh). Apabila memberikan kesembuhan dan perbaikan vital sign maka dikatakan memenuhi kriteria efektivitas; 3) keamanan (safety) dengan parameter: a. kontraindikasi; b. potensial interaksi obat. Apabila tidak terdapat kontraindikasi dan potensial interaksi obat yang merugikan (dikaji secara teoritis) maka dikatakan memenuhi kriteria keamanan. Hasil Dan Pembahasan Profil sampel dan gambaran umum pola peresepan Total sampel yang memenuhi kriteria inklusi penelitian data rekam medis yang lengkap sebanyak 157 kasus. Pasien dengan gejala febris dapat mempunyai diagnosis definitif yang bermacam macam (107 kasus DHF, DF, tipoid dan lain lain) atau tetap febris / FUO (Fever Unknown of Origin). Terdapat 50 pasien dengan diagnosis akhir FUO yang akan dievaluasi pada penelitian ini. Minimal 79 diagnosis akhir atau 46,75% (50 kasus febris yang sesungguhnya dan 29 kasus infeksi virus) dari pasien dengan diagnosis awal febris, tidak memerlukan antibiotika untuk penatalaksanaannya, karena bukan infeksi bakteri. Temuan yang ada ternyata bertolak belakang, karena justru penggunaan antibiotika pada pasien dengan diagnosis awal febris sebesar 79,62% dan yang paling banyak pefloksasin (13,42%). 207 kasus febris non-neutropenia 157 kasus diteliti 50 kasus dikeluarkan (data RM tidak lengkap) 50 kasus diagnosis akhir FUO dievaluasi 107 kasus dengan diagnosis akhir lain dikeluarkan yaitu: infeksi virus (29), DHF (14), DF (12), ISPA (10), ISK (9), GEA (6), tipus (6), Hepatitis (4), sepsis (4), 16 jenis diagnosis lain (25) Gambar 1. Profil sampel dan perubahan diagnosis pada pasien rawat inap dengan gejala awal febris di sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta periode Januari Juni 2002 Majalah Farmasi Indonesia, 15(3), 2004 146

penggunaan antibiotika. tanpa antibiotika antibiot ika 20% antibiot antibiotika ika 80% Gambar 2. Distribusi penggunaan antibiotika pada pasien febris rawat inap di sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta periode Januari Juni 2002 kesesuaian (appropriateness) penggunaan antibiotika sebagai terapi empirik pada pasien febris rawat inap berdasarkan lama terjadinya febris Febris yang berlangsung kurang 5 hari mengarah ke infeksi non bakterial atau virus yang self limited dan tidak memerlukan antibiotika, tetapi hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada febris kurang 5 hari antibiotika yang digunakan relatif sama dengan yang 5 hari. Seharusnya pada febris kurang 5 hari, terapi awalnya tanpa antibiotika, atau pada kelompok umur yang lebih beresiko (16 tahun keatas) dapat digunakan antibiotika yang sederhana. Pefloksasin penggunaannya paling tinggi (10,71 %) pada febris kurang dari 5 hari. Sedangkan pada febris 5 hari antibiotika yang paling banyak digunakan siprofloksasin (10,71 %). Kemungkinan pasien datang dengan gejala awal febris suspect ke demam tipoid, karena kuman Salmonella mempunyai masa inkubasi relatif pendek (3 7 hari) dan rata rata pasien datang setelah mengalami gejala febris 3-6 hari. Tetapi mengapa diagnosis akhirnya tetap febris? Apakah pemeriksaan penunjang yang dilakukan dan tanda tanda klinis yang diamati tidak mampu memberikan petunjuk kearah diagnosis yang definitif? Hal ini perlu diungkap lebih lanjut. Secara teoritis penggunaan antibiotika pada febris kurang 5 hari tidak relevan, karena mengarah ke infeksi virus. kesesuaian (appropriateness) penggunaan antibiotika sebagai terapi empirik pada pasien febris rawat inap berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas kuman terhadap antibiotika Sebanyak 16,28% hasil kultur yang tidak tumbuh dari pasien dengan lama febris 5 hari, kemungkinan karena sudah minum antibiotika sebelumnya, pengambilan spesimen tidak sesuai, atau media kultur tidak sensitif. Sebanyak 4,65 % (2 kasus) dari kasus febris yang sesungguhnya, hasil kultur kumannya positif. Hasil kultur kuman yang positif, seharusnya telah dapat menunjukkan diagnosis yang definitif, tetapi pasien tetap dengan diagnosis tegak febris. Perlu diungkap lebih Tabel I. kesesuaian penggunaan antibiotika sebagai terapi empirik pada pasien febris rawat inap berdasarkan lama terjadinya febris di sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta periode Januari Juni 2002 No Lama febris Jenis antibiotika 1 < 5 hari Amoksisilin, Amoksisilin asam clavulanat, Sultamisilin, sefadroksil, sefotiam, seftriakson, sefpodoksim prosektil, ofloksasin, pefloksasin, kloramfenikol, tiampenikol, kanamisin, kotrimoksazol, (amoksisilin + pefloksasin), (amoksisilin + sulbenisilin), (pefloksasin + kloramfenikol). 2 5 hari Ampisilin, amoksisilin, sefadroksil, seftazidim, sefpodoksim prosektil, seftizoksim, siprofloksasin, ofloksasin, pefloksasin, kotrimoksazol, (kotrimoksazol + sefpodoksim), ( INH +PZA+ Rifampisin), kloramfenikol Jumlah kasus Total 43 kesesuaian 28 Tidak sesuai (mengarah ke infeksi virus) 15 Sesuai (mengarah ke infeksi bakteri) Majalah Farmasi Indonesia, 15(3), 2004 147

Aris Widayati Tabel II. kesesuaian penggunaan antibiotika sebagai terapi empirik pada pasien febris berdasarkan hasil kultur dan tes sensitivitas kuman terhadap antibiotika No Kultur kuman dan tes serologis 1 Tumbuh Lama febris Jumlah Persentase (%) < 5 hari 1 2,32 5 hari 1 2,32 Total 4,65 Tes Sensitivitas kesesuaian 2 Sesuai hasil kultur dan tes sensitivitas - Tidak sesuai 2 Tidak tumbuh < 5 hari 13 30,23 5 hari 7 16,28 46,51 3 Tidak kultur < 5 hari 14 32,56 - Tidak sesuai 5 hari 7 16,28 Total 48,84 Total 43 100,00 2 lanjut, mengapa kultur kuman yang positif belum mampu memberikan petunjuk kepada suspect penyakitnya secara lebih akurat. efektivitas penggunaan antibiotika pada pasien febris rawat inap berdasarkan perbaikan vital sign pasien. Vital sign sebagai parameter untuk mengevaluasi efektivitas penggunaan antibiotika ini meliputi 4 macam, yaitu tekanan darah, suhu badan, nadi, dan pernapasan. Hasil pada tabel 3 menunjukkan bahwa pengelolaan febris tanpa antibiotika memberikan nilai vital sign normal lebih besar (85,71 %), dibanding yang tidak normal (14,29 %). Hal ini memberikan gambaran keadaan klinis pasien yang membaik tanpa penggunaan antibiotika. Pada 1 kasus (14,29%) dengan vital sign tidak normal tanpa antibiotika, dievaluasi dari 1 hari perawatan di rumah sakit, dengan keluhan 3 hari febris. Pasien hanya dirawat 1 hari dan pulang atas permintaan sendiri (pulang paksa) dalam status tidak sembuh. Apabila mengacu pada standar penatalaksanaan febris (FUO yang tak terdiagnosis) (IDI, 1998), yaitu tanpa antibiotika dengan lama rawat 3 9 hari, masih dimungkinkan untuk kasus tersebut, vital sign menjadi normal setelah melewati masa perawatan sampai 9 hari atau kurang. Hasil analisis statistik non parametrik exact probability Fisher dengan taraf kepercayaan 95%, nilai P (0,88) > 0,05, berarti tidak terdapat perbedaan bermakna antara efektivitas penggunaan antibiotika (90,70 % vital sign normal) dan tanpa antibiotika (85,31 % vital sign normal) dalam menormalkan vital sign. Artinya dengan antibiotika atau tanpa antibiotika untuk penatalaksanaan febris sama sama efektif dapat menormalkan vital sign tanpa perbedaan yang signifikan. Tabel III. efektivitas penggunaan antibiotika berdasarkan perbaikan vital sign pasien febris rawat inap di sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta periode Januari - Juni 2002 Terapi febris Vital sign Antibiotika Tanpa antibiotika Total efektivitas Normal 39 (90,70%) 6(85,71%) 45 Efektif Tidak normal 4(9,30%) 1(14,29%) 5 Tidak efektif Total 43 (100,00%) 7(100%) 50 Majalah Farmasi Indonesia, 15(3), 2004 148

penggunaan antibiotika. Tabel IV. efektivitas penggunaan antibiotika berdasarkan perbaikan status kesembuhan pasien febris rawat inap di sebuah rumah sakit swasta Yogyakarta Periode Januari Juni 2002 Terapi febris Total Perbaikan status efektivitas Antibiotika Tanpa antibiotika Sembuh 38 (88,37%) 6 (85,71%) 44 Efektif Tidak sembuh 5 (100,00%) 1 (14,29 %) 6 Tidak efektif Total 43 (100,00%) 7 (100,00%) 50 Tabel V. keamanan penggunaan antibiotika berdasarkan potensial interaksi obat (dikaji secara teoritis) pada pasien febris rawat inap di sebuah rumah sakit swasta di Yogyakarta periode Januari Juni 2002 No Jenis Antibiotika Jenis Interaksi Mekanisme Interaksi 1 Amoksisilin dan sefadroksil dengan Nifedipin Farmakokinetika (fase absorbsi) Nifedipin meningkatkan absorbsi amoksisilin dari usus dan menaikkan konsentrasi serum dari sefadroksil 2 Kotrimoksazol + Farmakokinetika Kaolin Pectin menurunkan konsentrasi kaolin pectin (fase absorbsi) kotrimoksazol 4 Metronidazol + Farmakokinetika (fase Prednison meningkatkan ekskresi Prednison metabolisme) metronidazol 5 Siprofloksasin, Farmakokinetika Konsentrasi serum siprofloksasin dan 6 Pefloksasin + antasida Pefloksasin + ferro fumarat (fase absorbsi) Farmakokinetika (fase absorbsi) pefloksasin akan turun oleh antasida Ferro fumarat akan mereduksi absorbsi dari pefloksasin Risiko Relatif atau RR (Relative Risk) 0,95 (95%; 0,69-1,30) berarti terapi febris tanpa antibiotika mampu memberikan proteksi terhadap nilai vital sign tidak normal tanpa perbedaan bermakna dibandingkan dengan terapi antibiotika. efektivitas penggunaan anti-biotika pada pasien febris berdasarkan perbaikan status kesembuhan pasien. Pengelolaan febris tanpa antibiotika, 14,29 % dari 7 kasus yang ada dinyatakan tidak sembuh dengan lama rawat hanya 1 hari di rumah sakit. Pasien ini dirawat selama 1 hari di rumah sakit dan pulang atas permintaan sendiri (pulang paksa) dengan status belum sembuh. Menurut IDI (1998) penatalaksanaan febris tanpa antibiotika dengan lama perawatan 3 9 hari, maka kemungkinan pasien tersebut dapat dinyatakan sembuh apabila menjalani perawatan sesuai dengan standar tersebut. Penatalaksanaan dengan antibiotika, 88,37 % pasien dinyatakan sembuh. Masih harus dievaluasi lebih lanjut, apakah kondisi tersebut merupakan efek antibiotika. Sesuai mekanisme kerjanya, antibiotika beraksi terhadap kuman penginfeksi, tetapi febris disini tidak diketahui penyebabnya. Hasil penelitian tentang kultur kuman, sebesar 46,51 % kultur tidak tumbuh, 48,84% tidak dilakukan kultur, dan 4,65 % kultur positif bakteri. Dari informasi tersebut, hanya sebesar 4,65..% (2..kasus) yang layak dan positif untuk mendapat terapi definitif dengan antibiotika sesuai dengan hasil kultur dan tes sensitivitas. Dari analisis tersebut, masih dipertanyakan apakah status sembuh pasien merupakan hasil kerja antibiotika yang sebenarnya, mengingat diagnosis tidak definitif sebagai infeksi. Analisis dengan metode statistika non parametrik exact probability Fisher, taraf kepercayaan 95%, P 0,87 > 0,05, berarti penggunaan antibiotika (88,37 % sembuh) dan tanpa antibiotika (85,71 % sembuh) tidak memberikan perbedaan bermakna dalam menghasilkan status sembuh. Artinya penatalaksanaan febris dengan antibiotika dan tanpa antibiotika sama sama efektif dapat menghasilkan kesembuhan pasien tanpa Majalah Farmasi Indonesia, 15(3), 2004 149

Aris Widayati perbedaan yang signifikan. Risiko relatif atau RR (Relative Risk) sebesar 0,96 (95%; 0,66 1,41) berarti terapi febris tanpa antibiotika mampu memberikan proteksi dari tidak sembuh tanpa perbedaan bermakna dengan terapi antibiotika. keamanan penggunaan antibiotika pada pasien febris rawat inap berdasarkan kontraindikasi dan potensial interaksi obat Ditemukan dua kasus kontraindikasi yang merupakan parameter keamanan penggunaan antibiotika yaitu 1 kasus penggunaan antibiotika siprofloksasin untuk pasien umur 11 tahun dan 1 kasus penggunaan ofloksasin untuk pasien umur 10 tahun. Menurut Anderson et al. (2002), antibiotika golongan kuinolon dikontraindikasikan pemakaiannya untuk anak berumur kurang dari 16 tahun, sehubungan dengan efek yang potensial terjadi berupa artrofati, dan belum terbukti efektivitasnya pada kelompok usia tersebut. Peresepan pasien bersifat individual sehingga adanya interaksi obat yang terjadi dan bermakna secara klinis akan merupakan kejadian yang berbahaya. Terlihat pada tabel V, ditemukan 6 kasus potensial interaksi obat yang dikaji secara teoritis. Kesimpulan Penggunaan antibiotika pada pasien dengan diagnosis akhir febris atau FUO / Fever Unknown of Origin terdapat ketidaksesuaian berdasarkan lama febris dan hasil kultur, memberikan hasil terapi yang tidak efektif berdasarkan nilai normal vital sign dan tingkat kesembuhan pasien, dan ditemukan ketidakamanan berdasarkan adanya kontraindikasi dan potensial interaksi obat. Penatalaksanaan febris seharusnya tanpa antibiotika. Daftar Pustaka Anderson, O.P., Knoben, J.E., Troutman. G.W., 2002, Handbook of Clinical Drug Data, 10 th Edition, p.166, Mc.Graw Hill, New York. Ernst, J.E., 2000, Infectious Disease: Introduction, in Herfindal, T.E., Gourley, R.D., (eds): Textbook of Therapeutics Drug and Disease Management, 7 th Ed., p.1357, Lippicontt Williams & Wilkins, Phialdelpia. IDI, 1998, Standar Pelayanan Medis, Departemen Kesehatan RI. Jacobs, A.R., 2002, General Problems in Infectious Disease, in Tierney, M.L., McPhee, J.S., Papadakis, A.M (eds.): Current Medical Diagnosis & Treatment, 41 st Ed., p.1295, The McGraw-Hill, New York. Schroeder,S.A., Pignone,M., McPhee, J.S., 2002, General Approach to the patient; Health maintenance & Disease Prevention; & Common Symptoms, in Tierney, M.L., McPhee, J.S., Papadakis, A.M., (eds): Current Medical Diagnosis & Treatment, 41 st Ed., p.27, The McGraw-Hill, New York. Strand, M.L., Cipolle, J.R., Morley, C.P., 1998, Pharmaceutical Care Practice, p.14,26,75,78,132., McGraw-Hill, New York. Majalah Farmasi Indonesia, 15(3), 2004 150