BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai apoteker (Presiden, RI., 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sebuah gambar yang bermakna tentang dunia (Kotler, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker (Menkes, RI., 2014). tenaga teknis kefarmasian (Presiden, RI., 2009).

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

resep, memberikan label dan memberikan KIE secara langsung kepada pasien. 4. Mahasiswa calon apoteker yang telah melaksanakan PKPA di Apotek Kimia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat,

PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pelanggan terbagi menjadi dua jenis, yaitu: fungsi atau pemakaian suatu produk. atribut yang bersifat tidak berwujud.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan hukum yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

BAB I PENDAHULUAN. menunjang aktivitas sehari-hari. Kesehatan adalah kondisi yang terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pembangunan kesehatan di Indonesia, bertanggung jawab untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HUBUNGAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN DENGAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN APOTEK DI KABUPATEN REMBANG KOTA REMBANG NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Meningkatnya taraf hidup masyarakat, menyebabkan terjadinya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE KEGIATAN EVALUASI DAN PENGEMBANGAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN TA. 2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hal yang harus mendapat perhatian dari pemerintah sebagai salah satu upaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

EVALUASI TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT NIRMALA SURI SUKOHARJO SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN SKRIPSI

TUJUAN. a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian. b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan masyarakat. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

ANALISIS KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI INSTALASI FARMASI RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA S K R I P S I

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan yang baik tentu menjadi keinginan dan harapan setiap orang, selain itu kesehatan dapat menjadi ukuran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa setiap orang berhak atas kesehatan, dimana pada pasal 5 ayat 2 juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mewujudkan suatu negara yang lebih baik dengan generasi yang baik adalah tujuan dibangunnya suatu negara dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lemb

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Nega

BAB I PENDAHULUAN. dalam menerima pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan suatu aktivitas yang dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Apoteker merupakan profesi kesehatan terbesar ketiga di dunia, farmasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

1.1. Keterlaksanaan standar pelayanan kefarmasian

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pelayanan Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan perpindahan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan terhadap pemuas kebutuhan manusia semakin meningkat dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

Lampiran 1 Hasil lembar ceklist Puskesmas Helvetia, Medan-Deli dan Belawan Bagian II Nama puskesmas Kegiatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP KUALITAS PELAYANAN DI APOTEK INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT ISLAM AMAL SEHAT SRAGEN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penduduk serta penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan standar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujudnya kesehatan yang optimal dan terpelihara. Salah satu upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini kesehatan merupakan hal yang mutlak diperlukan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Implikasinya tersedia berbagai jenis dan jumlah pilihan obat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Apotek merupakan bidang usaha yang sangat menjanjikan untuk digarap sebagai lahan bisnis saat ini. Hal ini dapat dibuktikan dengan menjamurnya usaha apotek diberbagai daerah setiap tahunnya. Apotek adalah sarana bagi apoteker dalam melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, maka apoteker harus memperhatikan standar pelayanan kefarmasian terhadap konsumen apotek. Tuntutan konsumen akan mutu pelayanan kefarmasian mengharuskan adanya perubahan pelayanan yang biasanya berorientasi pada produk obat saja, menjadi perubahan pelayanan baru yang berorientasi pada konsumen (Surahman & Husen, 2011). Hal ini dimaksudkan agar kegiatan pelayanan kefarmasian tidak cenderung ke produk obat saja, namun juga memperhatikan kondisi pasien. Konsekuensi dari tuntutan tersebut, maka apoteker harus menambah ilmu pengetahuan, ketrampilan serta interaksi yang baik dengan pasien sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Kegiatan pelayanan kefarmasian tersebut dapat dilakukan dengan cara memberi informasi obat dan tujuan yang ingin dicapai kepada konsumen. Dampak dari tidak dilaksanakannya kegiatan pelayanan kefarmasian yang baik adalah dapat terjadi kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan (Depkes RI, 2014). Upaya agar apoteker dapat melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian dengan baik, Menteri Kesehatan Republik Indonesia menetapkan peraturan standar pelayanan kefarmasian di apotek untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyrakat. Penyusunan standar pelayanan kefarmasian digunakan sebagai panduan apoteker dalam menjalankan profesi agar dapat meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, melindungi masyarakat dari pelayanan yang tidak profesional, serta digunakan untuk menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian (Depkes RI, 2014). 1

2 Pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian yang baik akan meningkatkan kepuasan konsumen. Konsumen adalah pemakai barang maupun jasa yang diproduksi oleh suatu usaha, sedangkan ketidakpuasan konsumen apotek menyebabkan kekecewaan konsumen dalam memakai barang maupun jasa yang diberikan oleh apotek, hal ini akan menyebabkan konsumen berpindah ke apotek yang lain untuk mendapatkan kepuasan yang diinginkan. Menurut Traverso et al., 2007 kepuasan konsumen dapat berfungsi sebagai indikator terhadap kualitas pelayanan dan sebagai prediktor terhadap perilaku konsumen yang berhubungan dengan kesehatan. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker dapat memberikan berbagai macam tanggapan yang berbeda-beda terhadap tingkat kepuasan konsumen. Perbedaan respon kepuasan konsumen tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya kualitas produk, kualitas pelayanan yang diterima konsumen, faktor emosi konsumen, harga, dan biaya pengeluaran (Lupyoadi & Hamdani, 2001). Pentingnya menilai kepuasan kosumen terhadap pelayanan kefarmasian apotek untuk mempelajari respon konsumen terhadap mutu pelayanan yang diminati konsumen, untuk mengetahui kebutuhan serta harapan konsumen terhadap pelayanan yang akan mendatang, meningkatkan mutu pelayanan, merangkai susunan kerja untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dimasa mendatang bagi pelayanan kefarmasian (Kotler, 2002). Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kecamatan Adiwerna Kota Tegal pada tahun 2013 oleh Bertawati, tentang kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker, sebesar 57,14% pelayanan kefarmasian oleh apoteker tergolong dalam kategori sedang dan 42,86% tergolong dalam kategori baik. Sedangkan kesimpulan dari evaluasi tentang tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker diperoleh hasil sebesar 73,3% konsumen merasa kurang puas terhadap pelayanan kefarmasian di apotek dan sisanya tergolong dalam kategori baik (Bertawati, 2013). Hasil penelitian tersebut, mendorong peneliti untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara kepuasan konsumen dengan pelayanan kefarmasian oleh apoteker

3 sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian apotek yang berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 di Kabupaten Rembang Kota Rembang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Nata & Arifien (2013), tentang tingkat daya layan fasilitas kesehatan Kecamatan Rembang diklasifikasikan dalam 3 klasifikasi yakni daya layan rendah apabila tingkat kecukupan <1 dengan rentang nilai perhitungan (0-0,50), daya layan sedang apabila tingkat kecukupan =1 dengan rentang nilai perhitungan (0,50-1), daya layan tinggi apabila tingkat kecukupan >1 dengan rentang nilai perhitungan (>1). Daya layan merupakan banyaknya ketersedian fasilitas kesehatan yang dibagi dengan kebutuhan fasilitas kesehatan. Daya layan fasilitas apotek Kecamatan Rembang diklasifikasikan dalam kategori sedang, jika dibandingkan dengan fasilitas kesehatan lainnya seperti rumah sakit, praktik dokter dan posyandu yang diklasifikasikan dalam kategori tinggi daya layanan fasilitas kesehatannya (Nata & Arifien, 2013). Hubungan tingkat kepuasan konsumen dengan standar pelayanan kefarmasian apotek dapat dilakukan dengan cara mengukur tingkat kepuasan konsumen dan mengukur standar pelayanan kefarmasian apotek yang diberikan oleh apoteker berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara kepuasan konsumen apotek dengan standar pelayanan kefarmasian berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu apakah terdapat hubungan tingkat kepuasan konsumen dengan standar pelayanan kefarmasian apotek yang diberikan apoteker sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 di Kabupaten Rembang Kota Rembang?

4 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara kepuasan konsumen dengan standar pelayanan kefarmasian apotek yang diberikan apoteker yang sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 di Kabupaten Rembang Kota Rembang. D. Tinjauan Pustaka 1. Apotek Apotek merupakan sarana bagi apoteker dalam melakukan kegiatan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat (Depkes RI, 2014). Tugas dan Fungsi Apotek berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980 antara lain sebagai tempat pengabdian apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker dan sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan secara meluas dan merata kepada masyarakat (Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1980). 2. Apoteker a. Definisi Apoteker Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus pendidikan apoteker dan mempunyai hak dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker antara lain penyaluran sediaan farmasi. Sediaan farmasi meliputi obat-obatan, bahan pembuatan obat, obat tradisional, serta kosmetika (Depkes RI, 2014). b. Kompetensi Apoteker Menurut World Health Organization yang dikenal dengan Eight Stars Of Pharmacist : 1) Caregiver adalah apoteker memberikan pelayanan kepada konsumen dan tenaga kesehatan yang lain. 2) Decision maker adalah kemampuan apoteker mengambil keputusan dari segi khasiat, keamanan dan harga. 3) Communicator adalah kemampuan apoteker dalam berkomunikasi yang baik dengan konsumen maupun dengan tenaga kesehatan yang lain. 4) Manager adalah apoteker dapat mengelola apotek.

5 5) Life long learner adalah apoteker dituntun selalu menambah pengetahuan dan ketrampilan untuk mengembangkan kualitas diri. 6) Teacher adalah apoteker dapat memberikan edukasi dan pelatihan bagi stafnya. 7) Leader adalah kemampuan apoteker menjadi pemimpin di apotek. 8) Researcher adalah apoteker berperan serta dalam berbagai penelitian untuk mengembangkan ilmu kefarmasiannya (Summers & Mackie, 2006). c. Peranan Apoteker di Apotek Apoteker mempunyai peran di apotek sebagai pengawas resep klinis, memberikan informasi kepada konsumen tentang obat-obatan dan terapi, menyediakan informasi kesehatan bagi masyarakat dan sebagai promosi, penilaian dan pengobatan untuk penyakit ringan, sebagai pengawas profesional dari penjualan obat-obatan, penghubung dengan tenaga kesehatan profesional lainnya (Bhimaray et al., 2012). 3. Standar Pelayanan Kefarmasian a. Pelayanan Kegiatan pelayanan farmasi di apotek meliputi : 1) Pengkajian Resep 2) Dispensing Kegiatan dispensing meliputi : a) Menyiapkan obat sesuai dengan resep b) Melakukan peracikan obat (jika diperlukan) c) Pemberian etiket pada obat d) Memasukan obat ke dalam wadah yang benar dan tepat untuk menghindari penggunaan obat yang salah e) Menyerahkan obat disertai pemberian informasi dan penggunaan obat kepada pasien dilakukan dengan cara yang baik f) Membuat salinan resep pasien dan menyimpan resep pada tempatnya. 3) Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan informasi obat adalah kegiatan apoteker dalam memberikan informasi mengenai obat. Informasi yang diberikan meliputi informasi dosis obat,

6 bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian obat, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, informasi penggunaan obat pada ibu hamil dan menyusui, efek samping obat, interaksi obat, harga obat dan lain-lain. 4) Konseling Konseling adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh apoteker dengan konsumen atau keluarga dari pasien untuk meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat. Apoteker dapat menggunakan metode three prime question sebagai awal sesi konseling dengan pasien. Jika tingkat kepatuhan pasien dinilai kurang patuh, maka apoteker dapat melanjutkan dengan metode health belief model. 5) Pelayanan Kefarmasian Di Rumah (Home Pharmacy Care) 6) Pemantauan Terapi Obat (PTO) Kriteria pasien yang mendapat pemantauan terapi obat adalah : a) Anak-anak, lanjut usia serta ibu hamil dan menyusui b) Pasien yang menerima obat lebih dari 5 jenis c) Pasien dengan multidiagnosis d) Pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati e) Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit f) Obat-obat yang menyebabkan reaksi obat merugikan 7) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) (Depkes RI, 2014) b. Sumber Daya Kefarmasian 1) Sumber Daya Kefarmasian Pelayanan kefarmasian di apotek dilakukan oleh apoteker yang dapat dibantu oleh apoteker pendamping atau tenaga teknis kefarmasian yang telah memiliki surat tanda registrasi, surat izin praktik atau surat izin kerja. Apoteker senantiasa dituntut untuk dapat memberikan pelayanan yang baik, dapat mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan efisien, mampu berkomunikasi dengan pasien atau dengan tenaga profesional kesehatan lainnya, dapat memimpin dan mengelola apotek,

7 meningkatkan ilmu serta ketrampilannya dan ikut berpartisipasi dalam penelitian dalam mengembangkan dan melaksanakan pelayanan kefarmasian (Depkes RI, 2014). 2) Sarana dan Prasarana Lokasi pendirian apotek harus mudah ditempuh atau diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana untuk menunjang kegiatan pelayanan kefarmasin di apotek meliputi ruangan penerimaan resep, ruangan pelayanan resep dan peracikan, ruangan penyerahan obat, ruangan konseling, ruangan penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, ruangan penyimpanan serta ruangan arsip (Depkes RI, 2014). 4. Kepuasan Konsumen a. Definisi Menurut Traveso et al., 2007 kepuasan konsumen adalah evaluasi terhadap penilaian dari suatu pelayanan atau produk yang diterima oleh konsumen. Pelanggan yang merasa puas terhadap pelayanan yang didapatkan akan berdampak terhadap keinginan pelanggan untuk kembali ke apotek yang sama dan kepuasan tersebut dapat dijadikan alat promosi dari mulut ke mulut bagi calon pelanggan baru yang dapat berpengaruh sangat positif bagi usaha apotek (Mas ud, 2009). b. Pengukuran Kepuasan Konsumen Menurut Parasuraman et al., (1988) terdapat 5 dimensi untuk mengukur kepuasan konsumen : 1) Tangibles (bukti fisik) adalah penampilan fasilitas dan penampilan personalia. 2) Reliability (keyakinan), kepastian untuk mewujudkan layanan yang dijanjikan dapat diandalkan dan dilaksanakan secara akurat. 3) Responsiveness (tanggap), kemampuan dalam membantu pelanggan dan dapat memberikan pelayanan yang cepat. 4) Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan, sopan santun serta kemampuan staf untuk menginspirasi dan meyakinkan konsumen. 5) Emphaty (empati), dapat memberikan perhatian atau dapat memahami keinginan konsumen (Parasuraman et al., 1988).

8 c. Cara Pengukuran Kepuasan Konsumen 1) Sistem keluhan dan saran Pengukuran yang dilakukan dengan cara menyediakan kotak saran untuk memberi masukan terhadap pelayanan. 2) Survei kepuasan kosumen Pengukuran kepuasan dengan cara survei kepada konsumen. 3) Ghost Shopping Pengukuran kepuasan dengan cara memperkerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk berperan sebagai pelanggan. 4) Analisis kehilangan konsumen Pengukuran dengan cara menghubungi kembali pelanggan yang sudah berhenti menjadi pelanggan atau beralih ke perusahaan lain untuk memperoleh informasi yang berguna untuk meningkatkan kepuasan dan loyalitas pelanggan (Kotler & Kevin, 2007). d. Metode Untuk Mengukur Kepuasan Konsumen Metode yang sering digunakan dalam mengukur kepuasan konsumen adalah metode survei. Metode survei dapat melakukan pengukuran kepuasan konsumen dengan berbagai cara diantaranya: 1) Directly reported satisfaction, yaitu pengukuran kepuasan konsumen dapat dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan secara langsung dengan memberi skala : sangat puas, puas, netral, tidak puas, dan sangat tidak puas. 2) Derived dissatisfaction, yaitu pengukuran kepuasan konsumen yang dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan tentang harapan konsumen dan seberapa besar kepuasan yang mereka rasakan. 3) Problem analysis, pengukuran kepuasan konsumen dengan cara konsumen diminta menuliskan kritik dan saran terhadap pelayanan. 4) Importance/ performance ratting, yaitu pengukuran kepuasan konsumen yang dilakukan dengan cara konsumen meranking setiap pelayanan yang dilakukan (Musanto, 2004).

9 e. Kerangka Analisis Ketidakpuasan Konsumen Kepuasan Konsumen Zona Toleransi Tehnik Fungsional Dimensi Kualitas : 1. Keyakinan 4. Kenyamanan 2. Keamanan 5. Tepat waktu 3. kecepatan Kualitas yang dirasakan Harapan: Keinginan perseorangan Saran Kerahasiaan Kepercayaan Pengalaman masa lalu Komunikasi Gambar 1. Kerangka analisis kepuasan yang menghubungan antara kualitas pelayanan dengan kepuasan dan tidak kepuasan konsumen yang dievaluasi berdasarkan dimensi kualitas (Fonseca et al., 2010). Berdasarkan gambar 1 di atas zona toleransi digunakan sebagai penghubung atau pemersatu antara harapan, kinerja dan pelayanan. Hubungan antara kualitas dan kepuasan yang dapat dipengaruhi oleh klarifikasi pelanggan dalam mengevaluasi dimensi kualitas yakni keyakinan, keamanan, kecepatan, kenyamanan, dan tepat waktu. f. Ketidakpuasan Konsumen Ketidakpuasan konsumen dapat disebabkan oleh beberapa hal diantaranya ketika pelayanan yang tidak sesuai dengan harapan konsumen, ketika pelayanan yang tidak memprioritaskan konsumen dan fasilitas yang tidak memenuhi syarat (Chakraborty & Majumdar, 2011). E. Landasan Teori Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Kecamatan Adiwerna Kota Tegal pada tahun 2013 oleh Bertawati, tentang pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker, sebesar 57,14 % dari apoteker memberikan pelayanan

10 kefarmasian dalam kategori sedang dan 42,86 % tergolong dalam kategori baik. Sedangkan tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker diperoleh hasil sebesar 73,3% konsumen merasa kurang puas terhadap pelayanan kefarmasian di apotek dan sisanya tergolong dalam kategori baik. Hasil penelitian tersebut, mendorong peneliti untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara kepuasan konsumen apotek dengan standar pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker di apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 di Kecamatan Rembang Kota Rembang. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Nata & Arifien (2013), tentang tingkat daya layan fasilitas kesehatan Kecamatan Rembang diklasifikasikan dalam 3 klasifikasi yakni daya layan rendah apabila tingkat kecukupan <1 dengan rentang nilai perhitungan (0-0,50), daya layan sedang apabila tingkat kecukupan =1 dengan rentang nilai perhitungan (0,50-1), daya layan tinggi apabila tingkat kecukupan >1 dengan rentang nilai perhitungan (>1). Daya layan merupakan banyaknya ketersedian fasilitas kesehatan yang dibagi dengan kebutuhan fasilitas kesehatan. Daya layan fasilitas apotek Kecamatan Rembang diklasifikasikan dalam kategori sedang, jika dibandingkan dengan fasilitas kesehatan lainnya seperti rumah sakit, praktik dokter dan posyandu yang diklasifikasikan dalam kategori tinggi daya layanan fasilitas kesehatannya (Nata & Arifien, 2013). F. Hipotesis Semakin tinggi kualitas pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker maka semakin tinggi tingkat kepuasan konsumen apotek.