BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

BAB V PEMBENTUKAN NIKEL LATERIT

BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Penyusunan Basis Data Assay

BAB I PENDAHULUAN. komposisi utama berupa mineral-mineral aluminium hidroksida seperti gibsit,

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH NGAMPEL DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

INVENTARISASI ENDAPAN NIKEL DI KABUPATEN KONAWE, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB IV PENGOLAHAN KOMPOSIT ZONA, ANALISIS STATISTIK DAN PENYAJIAN DATA HASIL OLAHAN Konstruksi Zona Endapan dan Optimasi Zona

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Integrasi SIG dan citra ASTER BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya bauksit di Indonesia mencapai 3,47 miliar ton, yang terdapat di dua

Bab IV Pengolahan dan Analisis Data

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. Tabel V.1 Batasan Kadar Zona Endapan Nikel Laterit. % berat Ni % berat Fe % berat Mg. Max Min Max Min Max Min

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI

PENGARUH KESTABILAN LERENG TERHADAP CADANGAN ENDAPAN BAUKSIT

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III. KONDISI UMUM PT. INCO SOROWAKO

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

POTENSI BAHAN GALIAN PASIR KUARSA DI KECAMATAN LABUHAN MARINGGAI, KABUPATEN LAMPUNG TIMUR, PROVINSI LAMPUNG

GEOLOGI DAERAH KLABANG

BAB IV ANALISIS HASIL PENGOLAHAN DATA INFILTRASI

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 05: Sifat Fisika (1)-Tekstur Tanah

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

BAB IV PENYUSUNAN DAN PENGOLAHAN DATA

PEDOMAN PRAKTIKUM GEOLOGI UNTUK PENGAMATAN BATUAN

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

berukuran antara 0,05-0,2 mm, tekstur granoblastik dan lepidoblastik, dengan struktur slaty oleh kuarsa dan biotit.

Geologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

3.2.3 Satuan lava basalt Gambar 3-2 Singkapan Lava Basalt di RCH-9

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 3 GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

OKSIDA GRANIT DIORIT GABRO PERIDOTIT SiO2 72,08 51,86 48,36

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah

EKSPLORASI TIMAH DAN REE DI PULAU JEMAJA, KECAMATAN JEMAJA KABUPATEN ANAMBAS, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab III Geologi Daerah Penelitian

BAB III TEORI DASAR 3.1 Genesa Endapan serta Hubungannya dengan Pelapukan

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT

BAB II TINJAUAN UMUM

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Foto 3.21 Singkapan Batupasir Sisipan Batulempung Karbonan pada Lokasi GD-4 di Daerah Gandasoli

Subsatuan Punggungan Homoklin

BAB III BASIS DAN EVALUASI DATA

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Bab V Pembahasan. Hasil perhitungan cadangan dengan menggunakan masing-masing metode dapat di lihat pada tabel 5.1 (lampiran B)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 34 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbawa selama proses pengendapan. Pasir kuarsa yang juga dikenal dengan nama

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PEMETAAN GEOLOGI NIKEL LATERIT DAERAH SP UNIT 25 DAN SEKITARNYA KECAMATAN TOILI BARAT, KABUPATEN BANGGAI, PROPINSI SULAWESI TENGAH

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. PEMBENTUKAN TANAH

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR

PEDOSFER BAHAN AJAR GEOGRAFI KELAS X SEMESTER GENAP

Muhammad Amril Asy ari (1)

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan

3.2.3 Satuan Batulempung. A. Penyebaran dan Ketebalan

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

POTENSI ENDAPAN TIMAH SEKUNDER DI DAERAH KECAMATAN SIJUK, KABUPATEN BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REKAMAN DATA LAPANGAN

POTENSI DAN PEMANFAATAN BATUGAMPING DI PT. SUGIH ALAMNUGROHO KABUPATEN GUNUNGKIDUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Tugas Akhir Pemodelan Dan Analisis Kimia Airtanah Dengan Menggunakan Software Modflow Di Daerah Bekas TPA Pasir Impun Bandung, Jawa Barat

GEOLOGI DAN POTENSI NIKEL LATERIT DAERAH MATANO-LALEMO, KABUPATEN MOROWALI, SULAWESI TENGAH

Umur dan Lingkungan Pengendapan Hubungan dan Kesetaraan Stratigrafi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Batugamping Bukit Karang Putih merupakan bahan baku semen PT Semen

Gambar 3.13 Singkapan dari Satuan Lava Andesit Gunung Pagerkandang (lokasi dlk-13, foto menghadap ke arah barat )

DAFTAR ISI COVER HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL BAB I PENDAHULUAN 1. I.1.

PEMETAAN GEOLOGI METODE LINTASAN SUNGAI. Norma Adriany Mahasiswa Magister teknik Geologi UPN Veteran Yogyakarta

Umur GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

Transkripsi:

BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN 6.1. Kondisi dan Penyebaran Singkapan. Geomorfologi daerah penelitian berupa perbukitan dan dataran. Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap sebaran singkapan batuan segar dan perkembangan pembentukan lapisan-lapisan tanah. Secara umum daerah penelitian tersusun atas morfologi perbukitan berlereng terjal di bagian baratdaya, perbukitan berlereng landai di bagian utara ke arah timur. Pada bagian morfologi perbukitan berlereng terjal di bagian baratdaya yang memanjang dari selatan ke utara tidak akan memungkinkan pembentukan tanah laterit, hal ini dikarenakan morfologi ini tersusun atas batugamping. Pada daerah perbukitan berlereng landai di bagian utara yang terdiri dari konglomerat dan ofiolit dengan kemiringan lereng yang relatif landai, memungkinkan untuk terbentuk tanah dengan ketebalan yang berarti. Selanjutnya penelitian difokuskan pada daerah morfologi perbukitan landai yang berada pada utara daerah penelitian ke arah timur. Upaya pencarian data singkapan dilakukan dengan menyelusuri daerah yang diperkirakan dijumpai singkapan, memanfaatkan sumur galian yang telah ada di daerah penelitian dan membuat sumuran baru. Foto 6.1.Sumur galian (kode Aw-35 pada peta lintasan) kedalaman sumuran berkisar dari 0-4 m 44

Foto 6.2. Penggalian sumuran baru (kode A-12 pada peta lintasan) Gambar 6.1 Peta Sumuran pada daerah penelitian 45

6.2. Profil Umum Laterit-Nikel di Daerah Penelitian Tujuan pengamatan singkapan adalah untuk mendapatkan gambaran keberadaan lapisan-lapisan soil/tanah yang mempunyai kandungan unsur target berbeda-beda, yang menunjukkan hasil pelapukan yang semakin berkurang intensitasnya terhadap kedalaman, yaitu: tanah penutup (laterit), limonit, saprolit, saprock dan batuan-asal. Lapisan Penutup (laterit) Tanah berwarna merah-coklat, Berada pada posisi paling atas, biasanya banyak mengandung komponen organik (rumput, akarakaran, dsb) Ketebalan bervariasi 0cm-1m Lapisan Limonit Tanah berwarna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan lunak, memiliki Ketebalan di daerah penelitian sangat bervariasi dari 0.3cm sampai mencapai 4m dan umumnya belum memcapai batas bawahnya(lapisan saprolit) Lapisan Saprolit merupakan hasil pelapukan namun masih memperlihatkan tekstur batuan asalnya. Warnanya coklat muda sampai coklat kekuningan, memiliki ketebalan 0-0,7m. Batuan asal Batuan asal biasanya dijumpai dalam kondisi keras dan mulai terlapukan Gambar.6.2 Profile umum Laterit-nikel di daerah penelitian 6.2.1. Tanah Penutup (laterit) Berada pada posisi paling atas, biasanya banyak mengandung komponen organik (rumput, akar-akaran, dsb), berwarna coklat merah sampai coklat tua dengan butiran agak kasar sampai kasar, umumnya berukuran pasir dengan beberapa fragmen lebih kasar berupa komponen/mineral yang relatif stabil terhadap pelapukan. Lapisan ini biasanya tidak diperhitungkan dalam eksplorasi nikel laterit karena selain 46

kandungan nikelnya rendah (karena nikel cenderung berada pada butiran halus), juga banyak komponen organik yang memerlukan kegiatan ekstra untuk memisahkannya. Ketebalan bervariasi 0 cm-1 m, dengan kecenderungan semakin menebal pada daerah datar/lembah. Foto 6.3 Tanah penutup(laterit) pada daerah penelitian 6.2.2. Tanah Limonit Berada pada lapisan di bawah tanah penutup, berwarna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan lunak, lengket karena banyak kandungan mineral lempung. Berkomposisi mineral lempung dan oksida besi seperti limonit dan goetit. Variasi kandungan oksida besi dan mineral lempung memberikan perbedaan warna yang di lapangan dikenali sebagi Limonit Merah dan Limonit Kuning. Kandungan nikelnya (secara teoretis) bervariasi sekitar 0,5-2,0% (Robb, 2006). 47

Ketebalannya di daerah penelitian sangat bervariasi dari 30 cm sampai mencapai kedalaman 4 m, dan di beberapa lokasi belum mencapai batas bawahnya (kehadiran saprolit). Foto 6.4 Lapisan Limonit pada sumur galian di daerah penelitian. 6.2.3. Tanah Saprolit Tanah ini merupakan hasil pelapukan namun masih memperlihatkan tekstur batuan asalnya. Warnanya coklat muda sampai coklat kekuningan, lunak dan lengket karena dominan mineral lempung. Lapisan ini merupakan zona pengendapan dari pencucian kandungan unsur di bagian atasnya, yang merupakan target eksplorasi laterit-nikel. Kandungan nikel (teoretis) bervariasi sekitar 1-5% (Robb, 2004). Saprolit di daerah penelitian memiliki ketebalan 0-0,7 m (ada beberapa sumuran yang belom mencapai batas saprolit). 48

Foto 6.5 Lapisan Saprolit di daerah penelitian 6.2.4. Batuan asal Batuan asal biasanya dijumpai dalam kondisi keras, rekah-rekah mulai terlapukkan, tetapi litologinya masih dapat diamati, yaitu peridotit dan konglomerat. Batuan asal ini dijumpai pada aliran sungai. Foto.6.6. Singkapan batuan asal, konglomerat (bagian timur daerah penelitian) Foto 6.7. Singkapan batuan asal, peridotit (bagian barat daerah penelitian) 49

6.3. Analisis Kimia Laterit-Nikel Sejumlah data, terutama dari sumur-uji, dipilih untuk dianalisis kimia dalam kandungan Ni, NaO2, TiO2, Cr2O3, Co, MgO, P2O5, Al2O3, Fe2O3, MnO, SiO2, CaO, K2O, dan LOI. Analisis dilakukan di PT Intertek Utama Service (Jakarta) dengan menggunakan Fusion Analysis dengan XRF (X-ray Fluorescence). Hasil yang diperoleh dicantumkan dalam lampiran B Kandungan nikel cenderung meningkat dari limonit ke saprolit (ke arah lebih dalam). Dalam pengumpulan data sumuran masih berada pada kedalaman limonit, belum mencapai kedalaman saprolit, sehingga ada sejumlah penyebaran secara vertikal yang belum tergambarkan yang dengan sendirinya akan memperbesar jumlah sumberdaya pada pengumpulan data sampai kedalaman saprolit. Berdasarkan batuan asalnya, laterit-nikel di daerah penelitian dapat terbagi menjadi dua yaitu laterit-nikel dengan batuan asal konglomerat yang berada pada bagian timur daerah penelitian dan laterit-nikel dengan batuan asal ofiolit (peridotit hazburgit) yang berada pada bagian barat daerah penelitian. Kurva hubungan Nikel dan Besi (Fe2O3) terhadap kedalaman sumuran baik pada batuan asal konglomerat maupun batuan asal ofiolit (peridotit hazburgit) (Gambar 6.3, 6.4, 6.5 dan 6.6) memperlihatkan pola baku yaitu Nikel semakin tinggi kandungannya ketika mendekati batuan asal (semakin dalam), sebaliknya besi (Fe2O3) cenderung tinggi kandungannya di dekat permukaan dan menurun dengan semakin dalamnya soil. Gambar 6.3 Grafik perbandingan kadar Ni (%) terhadap bertambahnya kedalaman sumuran pada batuan asal konglomerat 50

Gambar 6.4. Grafik perbandingan kadar Fe (%) terhadap bertambahnya kedalaman sumuran pada batuan asal konglomerat Gambar 6.5. Grafik perbandingan kadar Ni (%) terhadap bertambahnya kedalaman sumuran pada batuan asal ofiolit (peridotit harsburgit) 51

Gambar 6.6. Grafik perbandingan kadar Fe (%) terhadap bertambahnya kedalaman sumuran pada batuan asal ofiolit (peridotit harsburgit) Adanya variasi dalam persentase kandungan juga dipengaruhi oleh kedalaman/ketebalan masing-masing lapisan laterit-limonit-saprolit yang ada di setiap lokasi. Pola berbeda ditunjukkan oleh sampel Aw-35 (batuan asalnya konglomerat) dan pada sampel Aw-44 (batuan asalnya ofiolit) Pada Aw-35 memiliki pola yang berbeda, hal ini kemungkinan dikarenakan frgamen konglomerat pada lokasi tersebut lebih dominan peridotit, sehingga pelapukannya memberikan kadar nikel yang relarif lebih tinggi dibandingkan dengan sumuran yang lainnya (dengan batuan asal konglomerat). Pada Aw-44 kandungan Nikel dan besi (Fe2O3) cenderung tetap tidak mengalami perubahan, kemungkinan hal ini disebabkan pengaruh morfologi, Aw-44 berada pada morfologi yang lebih terjal kemiringan lerengnya (punggungan) sehingga lateritisasi kurang berkembang dengan baik atau kemungkinan juga diduga adanya longsoran soil yang menutupi seri soil yang ada/in-situ. Limonit pada batuan asal konglomerat mengandung nikel bervariasi dari yang terendah 0,12 % (lokasi Aw-32, kedalaman 0-1 m) sampai yang tertinggi 0,97 % (lokasi Aw-35, kedalaman 3-4 m), yang memberikan kandungan rata-rata nikel di limonit sebesar 0,23 %. (dari interval kedalaman 0-4m). Sedangkan pada batuan asal ofiolit memiliki nilai terendah 0,03 % (lokasi Aw-44, kedalaman 1-2 m) sampai yang tertinggi 2% (lokasi Aw-45, kedalaman 1-2 m), yang 52

memberikan kandungan rata-rata nikel di limonit sebesar 1% (dari interval 0-2 m) Kandungan besi (sebagai Fe 2 O 3 ) dengan batuan asal konglomerat pada limonit bervariasi dari yang terendah 19,2 % (lokasi Aw-34, kedalaman 0-1m) sampai yang tertinggi 37,6 % (lokasi A-12, kedalaman 1-2m) yang memberikan kandungan besi rata-rata di limonit sebesar 29,81 % (dari interval kedalaman 0-4m). Sedangkan pada batuan asal ofiloit memiliki nilai terendah 9,49 % (lokasi Aw-44, kedalaman 2 3m) sampai tertinggi 43,5% (Lokasi Aw-45, kedalaman 0-0,6m) yang memberikan kandungan besi rata-rata sebesar 21,42% (dari interval kedalaman 0 3m) Saprolit, pada daerah penelitian, baik pada batuan asal konbglomerat maupun batuan asal ofiolit, sumuran umunya belum mencapai batas saprolit, dan hanya sumuran pada lokasi Aw-44 yang telah mencapai saprolit. Pada lokasi Aw-44 (kedalaman 2,3-3m) memberikan kandungan nikel sebesar 0,02 % dan kandungan besi sebesar 9,49%. 6.4. Perhitungan Sumberdaya Laterit-Nikel Perhitungan sumberdaya merupakan suatu tahapan untuk menampilkan model cadangan bahan galian yang dianggap bernilai potensial serta menghitung jumlah sumber daya tersebut berdasarkan model yang telah dibuat dengan mempertimbangkan aspek-aspek tertentu yang berlaku. Sumberdaya mineral dapat diartikan sebagai bagian dari endapan mineral yang terbentuk di alam yang bernilai ekonomis dan layak dilakukan penambangan berdasarkan pertimbangan aspek teknis penambangan, ekonomi, pengolahan, pemasaran, perijinan, lingkungan, sosial, dan kebijakan pemerintah. Dalam penelitian tugas akhir ini, perhitungan Sumberdaya hanya mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis, dimana aspek teknis berupa dimensi unit model blok terkecil/minimum (small mining unit) dan aspek ekonomi berupa nilai cut-off grade untuk masingmasing horizon nikel laterit. 53

Tabel 6.1 Nilai cut-off pembagian zona nikel laterit (Sumber : PT ANTAM Tbk, Unit Geomin, 2008) Langkah awal dalam menentukan perhitungan sumberdaya adalah dengan membuat atau menentukan batas perhitungan cadangan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat peta kontur nikel untuk masing-masing kedalaman sumuran (gambar 6.7 dan gambar 6.8). Dari peta kontur nikel yang telah dibuat, didapatkan daerah anomali (kandungan tertinggi nikel) yang dapat kita hitung luasnya. Gambar 6.7. Peta Kontur Nikel dengan Kedalaman sumuran 1 dan 2 meter. 54

Gambar 6.8 Peta Kontur Nikel dengan Kedalaman sumuran 3 dan 4 meter. Perhitungan jumlah cadangan nikel laterit pada daerah penelitian mempertimbangkan aspek ekonomis yaitu cut off grade dan nilai density untuk masing-masing horizon yaitu densitas limonit sebesar 1,6 ton/m³ dan densitas saprolit sebesar 1,5 ton/m³ ( PT. Antam Tbk, unit Geomin, 2008). Dari pertimbangan tersebut, maka perhitungan sumberdaya nikel hanya dilakukan pada anomali dengan batuan dasar ofiolit (daerah barat penelitian). Sumberdaya Nikel (limonit) = Luas daerah X Densitas X Tebal X Kadar nikel = 103.362,25 m² X 1,6 ton/m³ X 2m X 2 = 661518,4 ton 55