PENALARAN HUKUM. Prof.Dr. Khudzaifah Dimyati, SH., M.Hum. 2008

dokumen-dokumen yang mirip
METODE PENELITIAN HUKUM

MATA KULIAH: METODOLOGI PENELITIAN HUKUM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. khusus (benoemd) maupun perjanjian umum (onbenoemd) masih berpedoman

PERATURAN DAERAH KEINDAHAN KOTA DALAM PERSPEKTIF PENGAYOMAN

Pancasila sebagai Sistem Filsafat

SURAT PERJANJIAN KAWIN ADAT DAYAK DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA *)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1989, dan telah diubah dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2006,

PERTUMBUHAN SOSIOLOGI HUKUM. 9/8/2012 Pertumbuhan Sosiologi Hukum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

Award given to outstanding and meritorious judgesrealized in the pro

PERATURAN PEMERINTAHREPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PROSEDUR BERPERKARA DI PENGADILAN AGAMA JEMBER

PENGGUNAAN HUKUM PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa


BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Seorang pria yang telah 18 tahun dan wanita yang telah 15 tahun boleh

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

Aliran-Aliran Dalam Filsafat Hukum Dan Yang Relevan Dengan Suasana Kebangsaan Indonesia

BAB III KEWENANGAN PERADILAN AGAMA

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

MAKALAH RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU

SILABUS DAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Sunnatullah yang berlaku pada semua makhluk-nya, baik pada manusia, Allah SWT sebagai jalan bagi makhluk-nya untuk berkembang, dan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebagai negara hukum, penyelenggaraan

REVISI UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

Tinjauan Positivisme Hukum

Pancasila sebagai Sistem Filsafat

BAB I PENDAHULUAN. hidup seluruh umat manusia, sejak zaman dahulu hingga kini. Perkawinan

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

Dwi Astuti S Fakultas Hukum UNISRI ABSTRAK

filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun filsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara menyeluruh hingga pada tataran

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

UNDANG-UNDANG 1946 NOMOR 22 TENTANG PENCATATAN NIKAH, NIKAH, TALAK DAN RUJUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PERKARA PIDANA DI PENGADILAN AGAMA. Oleh: Ahsan Dawi Mansur. Bagi sebagian orang judul di atas terasa aneh, atau bahkan

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup Bangsa Indonesia. Penjelasan umum Undang-undang Nomor

BAB I PENDAHULUAN. produk barang maupun jasa yang ditemukan di pasaran. Barang dan jasa yang

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III AKTA NIKAH DALAM LINTAS HUKUM. A. Akta Nikah dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

ALTERNATIF HUKUM PERKAWINAN HOMOSEKSUAL

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

HUBUNGAN ANTARA NORMA HUKUM DENGAN ASAS HUKUM

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS) GANJIL 2016

Epistemologi Hukum Perdata dalam Bingkai Mazhab Hukum Alam

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

BAB IV ANALISIS PENETAPAN PA SIDOARJO NOMOR. 94/PDT.P/2008/PA.SDA TENTANG PERUBAHAN NAMA SUAMI DALAM PERKAWINAN

Hukum Perdata. Rahmad Hendra

Pengantar Ilmu Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Perkawinan mempunyai nilai-nilai yang Sakral dalam agama, karena

SAHNYA PERKAWINAN MENURUT HUKUM POSITIF YANG BERLAKU DI INDONESIA. Oleh : Akhmad Munawar ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pasal 28 A Undang-Undang Dasar 1945 mengatur bahwa, Setiap

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

und wird mit dem Volke). Dampak ajaran madzab ini sangat tampak pada para sarjana

Law is the enterprise of subjecting human conduct to the governance of rules (The Morality of Law, 1971: 106).

Lex Privatum, Vol. IV/No. 3/Mar/2016

BAB IV ANALISIS DUALISME AKAD PEMBIAYAAN MUD{ARABAH MUQAYYADAH DAN AKIBAT HUKUMNYA

Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

2

BAB I PENDAHULUAN. selalu hidup bahagia, damai dan sejahtera yang merupakan tujuan dari perkawinan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum

Etika dan Filsafat. Komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai umatnya. Serta ayat-ayat Al-qur an yang Allah SWT. khaliknya dan mengatur juga hubungan dengan sesamanya.

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Menyikapi Problematika Metodis dalam Penelitian Disiplin Hukum

Pandangan tokoh Teori Sociological Jurisprudence mengenai hukum yang baik dalam. masyarakat

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

RAHMAD HENDRA FAKULTAS HUKUM UNRI

TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

P U T U S A N Nomor : xxxx/pdt.g/2010/pa.slw. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PERADILAN: PROSES PEMBERIAN KEADILAN DI SUATU LEMBAGA YANG DISEBUT PENGADILAN:

PENEMUAN HUKUM. Shidarta

Transkripsi:

PENALARAN HUKUM Prof.Dr. Khudzaifah Dimyati, SH., M.Hum. 2008

PENALARAN HUKUM ONTOLOGI EPISTEMOLOGI AKSIOLOGI Kajian/Objek NORMA HUKUM Terdiri dari TERTULIS TIDAK TERTULIS Produk Politik Bentuk Metode Penalaran Dialektis Non Doktrinal Doktrinal Optik Optik Manfaat Memahami Realitas hukum & metode penalaran UU PERPU PP PERDA KENYATAAN- KENYATAAN HUKUM DLM MASYARAKAT Deskriptif Preskriptif Materi Pendukung Menjelaskan

PENALARAN HUKUM Suatu aktivitas intelektual yang memungkinkan seseorang untuk berfikir logis berkaitan dengan hukum; Kekuatan pikir; Cara/hal menggunakan nalar; Pemikiran dengan cara berfikir logis.

Ontologi Norma Epistemo logi Doktrinal Aksiologi Regulasi/ Pengaturan Hukum Perilaku Non doktrinal Mendeskripsikan Realitas Hukum Dalam Konteks Sosial

MODEL MODEL PENALARAN HUKUM 1. Aliran Hukum Kodrat; 2. Positivisme Hukum; 3. Utilitarianisme; 4. Madzhab Sejarah; 5. Sociological Jurisprudence; 6. Realisme Hukum.

1. ALIRAN HUKUM KODRAT Hakikat hukum dimaknai sebagai asas-asas kebenaran dan keadilan. Pola penalaran model Aliran Hukum Kodrat diformulasikan dengan contoh sbb: a. Apabila dalam ketentuan Al Qur an dianggap merepresentasikan norma self-evident bagi penganut agama Islam di Indonesia, maka ketentuan kitab suci harus dijadikan standar regulatif bagi setiap penyusunan hukum positif yang secara khusus mengatur pola perilaku penganut agama Islam. Contoh hukum perkawinan, kewarisan dan perwakafan adalah area hukum non netral, yang sangat kuat mendapat pengaruh hukum Islam. Surat Al Baqarah (234) sebagai premis normatif self evident yang di dalamnya termuat ketentuan masa iddah bagi wanita yang ditinggal mati suaminya. b. Ketika Pemerintah akan merumuskan norma hukum positif, maka premis self evident dari Al Qur an itu dijadikan standar regulasi. Misalnya formulasi ketentuan Pasal 39, PP No.9/1979 tentang Pelaksanaan UU No.1/1974 tentang Perkawinan.

Premis Normatif 1 (self-evident) Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteriisteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber iddah) 4 bulan 10 hari. Kemudian apabila sudah habis iddah nya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat (Al-Baqarah, 234) Premis Normatif 2 Waktu tunggu bagi seorang janda..ditentukan sebagai berikut: (a) Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu diterapkan 130 hari; (b).(pp No 9/1975, Pasal 39) Konklusi: Jika wanita (beragama Islam) yang ditinggal mati suaminya dibiarkan menikah lagi sebelum ia melewati masa iddah-nya selama 4 bulan 10 hari, maka terjadi perbuatan dosa (pelanggaran hukum Islam); Ekuivalen dengan: Jika wanita (Indonesia beragama Islam) yang ditinggal mati suaminya dibiarkan menikah lagi sebelum ia melewati masa iddah-nya selama 130 hari, maka terjadi pelanggaran hukum negara. (Tokoh: Grotius (1583-1645), Pufendorf (1632-1694), Thomasius (1655-1728), Immanuel Kant (1724-1804).

Aliran ini memberi inspirasi bagi dua revolusi di dua keluarga sistem hukum berbeda: Revolusi Amerika (1776) dan Revolusi Prancis (1789). Ontologis: Hukum = asas kebenaran dan keadilan Epistemologis: Doktrinal-deduktif Aksiologis: Keadilan 2. POSITIVISME HUKUM Dimaknai sebagai norma-norma positif dalam perundang-undangan. Positivime Hukum terletak pada aplikasi struktur norma positif ke dalam kasus-kasus konkret. Pola Penalaran Positivisme Hukum dapat diformulasikan sbb: a. Norma positif dalam Pasal 39 jo. Pasal 66 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (1) PP No.9/1975, menetapkan struktur aturan yang dalam contoh ini diasumsikan norma-norma itu telah tervalidasi. b. Pada suatu ketika terdapat fakta pernikahan antara janda A dan Tuan B dengan diawasi dan dicatat oleh Pegawai Pencatat Nilkah bernama C.

Premis Normatif Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut: (apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu diterapkan 130 hari; (b) Pasal 39 PP No.9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No 1 Tahun 1974, tentang Perkawinan. Pegwai pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan pakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut undang-undang (pasal 6 ayat (1) PP No.9 Tahun 1975). Pegawai Pencatat Nikah yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah ini dihukum dengan hukuman kurungan selamalamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 7500 (Lih. Pasal 45 ayat (1) huruf b PP No. 9 Tahun 1975). Fakta Nyonya A seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya pada 1 Januari 2003 dan ia melangsungkan perkawainan dengan B pada 1 Mei 2003. Pegawai Pencatat Nikah bernama C yang mengawasi dan mencatat perkawinan tersebut diancam sanksi kurungan.

Positivisme Hukum Ontologis : Hukum= Norma positif dalam sistem perundang-undangan Epistemologis : Doktrinal deuktif Aksiologis : Kepastian Tokoh : John Austin (1790-1859)

Penalaran Hukum Utilitarianisme Ontologis : Hukum = Norma positif dalam sistem perundang-undangan Epistemologis : Doktrinal-deduktif, diikuti Nondoktrinal-induktif Aksiologis : Kepastian diikuti kemanfaatan Tokoh: J.Bentham(1748-1832), Rudolf van Jhering (1818-1892 dan Holmes(1841-1935)

3. UTILITARIANISME HUKUM Model penalaran hukum Utilirianisme berangkat dari titik tolak yang sama dengan positivisme hukum yang memaknai hukum sebagai norma positif dalam sistem perundang-undangan. Jika model penalaran ini dituangkan dalam putusan hakim, maka putusan tersebut tidak sekedar mengacu pada kepastian semata, melainkan juga kemanfaatan bagi pihak-pihak terkait dalam arti luas. Contoh: Pola penalaran model berfikir Utilitarianisme Jika terjadi perlkawinan dalam masa iddah maka Pengadilan Agama membatalkan perkawinan itu atau, Jika terjadi perkawinan dalam masa iddah maka Pengadilan tidak membatalkan perkawinan itu..sehingga, Perkawinan A dan B terjadi pada masa iddah. Pengadilan membatalkan perkawinan itu atau Pengadilan tidak membatalkan perkawinan itu.

4. Madzhab Sejarah Pola penalaran yang dikembangkan oleh Madzhab Sejarah bahwa hukum tidak dibuat melainkan tumbuh bersama dengan masyarakat. Aspek ontologis dari Madzhab Sejarah menekankan hukum merupakan pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan. Pola perilaku yang terlembagakan mengonrol secara normatif perilaku individu dan masyarakat, sesuai dengan asas bahwa: Fakta yang berulang-ulang terjadi akan mengikat secara normatif (Die Normatieve des Faktischen) Aspek aksiologis model penalaran Madzhab Sejarah menggabungkan sekaligus antara kemanfaatan (pola penalaran nondktrinal-induktif) dan keadilan (hasil pola penalaran doktrinal-deduktif atas nilai-nilai yang terinternalisasi)

Pola Panalaran Madzhab Sejarah A dan B melangsungkan perkawinan dalam masa iddah. Menurut kebiasaan, perkawinan yang tidak dijalankan menurut hukum agama adalah tidak sah (dalam perspektif sosial). Menurut nilai-nilai terinternalisasi yang diyakini volksgeist, kebiasaan yang tidak sejalan dengan ajaran agama, tidak sah untuk tetap dipertahankan keberadaannya (dalam perspektif sosial). Perkawinan yang tidak dijalankan menurut kebiasaan dan agama adalah tidak sah(dalam perspektf sosial). A dan B melangsungkan perkawinan dalam masa iddah yang tidak sesuai dengan kebiasaan dan ajaran agama. Perkawinan A dan B adalah tidak sah (dalam perspektif sosial)

Penalaran Madzhab Sejarah Ontologis : Hukum = Pola perilaku yang terlembagakan Epistemologis : Nondoktrinal-induktif Internalisasi doktirinal deduktif Aksiologis : Kemanfaatan, keadilan Tokoh : FC von Savigny (1770-1861)

5. SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE Sociological Jurisprudence merupakan model penalaran yang lahir dalam hukum Anglo-Amerika. Karakteristik dari sistem Amerika adalah berakar dari sistem common law, yang mengidentifikasi hukum sebagai putusan hakim in-concreto. Hukum adalah jugde made law. Pola penalaran yang digunakan hakim dalam menyelesaikan kasuskasus konkret dengan menggunakan dua pendekatan sekaligus secara bersamaan, yakni pola bottom up yang nondoktrinal-induktif dan pola top-down yang doktrinal-deduktif. Sociological Jurisprudence merupakan sintesis dari dua aliran filsafat hukum, yaitu Positivisme Hukum dan Madzhab Sejarah. Positivisme Hukum merupakan tesis, sementara Madzhab Sejarah sebagai antitesis.

Model Penalaran Sociological Jurisprudence A dan B melangsungkan perkawinan dalam masa iddah. Menurut kebiasaan, perkawinan yang dilangsungkan dalam masa iddah adalah tidak sah. Menurut norma positif, jika terjadi perkawinan dalam masa iddah maka Pengadilan membatalkan perkawinan itu.atau Menurut norma positif, jika terjadi perkawinan dalam masa iddah maka Pengadilan Agama tidak membatalkan perkawinan itu. A dan B melangsungkan perkawinan dalam masa iddah yang tidak sesuai dengan kebiasaan dan norma positif. Pengadilan Agama membatalkan perkawinan A dan B.

SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE Ontologis Epistemologis Aksiologis : Hukum= putusan hakim in-concreto : Nondoktrinal-induktif Doktrinal-deduktif : Kemanfaatan, kepastian Tokoh : Roscoe Pound (1870-1964)

6. REALISME HUKUM Realisme Hukum mengartikan hukums ebagai manifestasi maknamakna simbolik para pelaku sosial. Ada dua versi Realisme Hukum: 1. Realisme Amerika Memberi perhatian pada perilaku (behavior orienation) 2. Realisme Skandinavia Lebih mempersoalkan landasan metafisis hukum dengan titik berat pada keseluruhan sistem hukum, bukan sekedar perilaku pengadilan

Model Penalaran Realisme Hukum Pengadilan Agama 1 membatalkan perkawinan antara A dan B yang dilangsungkan dalam masa iddah. Pengadilan Agama 2 tidak membatalkan perkawinan antara C dan D yang dilangsungkan dalam masa iddah. Perkawinan antara E dan F dilangsungkan dalam masa iddah. Pengadilan Agama 3 membatalkan perkawinan E dan F. Atau. Pengadilan Agama 3 tidak membatalkan perkawinan E dan F. Atau.. Pengadilan agama 3 menyatakan dirinya tidak berwenang mendaili kasus tersebut.

Realisme Hukum Ontologis Epistemologi Aksiologis : Hukum = Manifestasi maknamakna simbolik para pelaku sosial : Nondoktrinal-induktif : Kemanfaatan

Sillabi MK Penalaran Hukum 1. Pengertian Penalaran Hukum 2. Model-model Penalaran Hukum 3. Hukum Kodrat Makna Penalaran Hukum Kodrat Aspek Ontologis Aliran Hukum Kodrat Aspek Epistemologis Aliran Hukum Kodrat Aspek Aksiologis Aliran Hukum Kodrat 4. Positivisme Hukum Makna Penalaran Positivisme Hukum Aspek Ontologis Aliran Positivisme Hukum Aspek Epistemologis Aliran Positivisme Hukum Aspek Aksiologis Aliran Positivisme Hukum

Sillabi MK Penalaran Hukum 5. Utilitarianisme Makna Penalaran Utilitarianisme Hukum Aspek Ontologis Aliran Utilitarianisme Hukum Aspek Epistemologis Aliran Utilitarianisme Hukum Aspek Aksiologis Aliran Utilitarianisme Hukum 6. Madzhab Sejarah Makna Penalaran Hukum Madzhab Sejarah Aspek Ontologis Aliran Hukum Madzhab Sejarah Aspek Epistemologis Aliran Hukum Madzhab Sejarah Aspek Aksiologis Aliran Hukum Madzhab Sejarah

Sillabi MK Penalaran Hukum 7. Sociological Jurisprudence Makna Penalaran Hukum Sociological Jurisprudence Aspek Ontologis Aliran Sociological Jurisprudence Aspek Epistemologis Aliran Sociological Jurisprudence Aspek Aksiologis Aliran Sociological Jurisprudence 8. Realisme Hukum Makna Penalaran Realisme Hukum Aspek Ontologis Aliran Realisme Hukum Aspek Epistemologis Aliran Realisme Hukum Aspek Aksiologis Aliran Realisme Hukum

REFERENSI Bruggink, J.J.H. 1996. Refleksi Tentang Hukum: Pengertianpengertian Dasar Dalam Teori Hukum. Alih bahasa Arief Sidharta, Bandung: Citra Aditya Bakti. Dimyati, Khudzaifah. 2005. Teorisasi Hukum: Studi tentang Pemikiran Hukum1945-1990. Surakarta: UMS Press. Foucault, Michel. 2002. Menggugat Sejarah Ide. Yogyakarta: IRCISoD. L a v i n e, T.Z. 2003. Hegel: Revolusi dalam Pemikiran. Yogyakarta: Jendela. Poedjawijatna, I.R. 2002. Logika: Filsafat Berfikir. Jakarta: Renika Cipta Poespoprodjo, W. 1999. Logika Scientifika: Pengantar Dialektika dan Ilmu. Bandung: Pustaka Grafika. Putra, Anom Surya. 2003. Teori Hukum Kritis: Struktur Ilmu dan Riset Teks.Bandung: Citra Aditya Bakti. Rahardjo, Satjipto. 2004. Ilmu Hukum : Pencarian Pembebasan (Khudzaifah Dimyati, editor). Surakarta:UMS Press Shidarta. 2006. Karakteristik Penalaran Hukum Dalam Konteks Keindonesiaan. Bandung: CV Utomo.