BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup di alam ini. Selain itu, air juga merupakan barang milik umum, sehingga air dapat mengalami persoalan besar, yang menurut Hardin (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang milik bersama berada pada kondisi buruk karena tidak adanya kepemilikan, sehingga hampir semua orang menjadi penumpang gratis yang merasa memiliki dan boleh menggunakan sumberdaya tersebut, akibatnya semua orang menjadi penyebab rusaknya sumberdaya tersebut. Pada beberapa dasawarsa ini, keberadaan air bersih menjadi langka. Kendati dua pertiga planet kita terdiri atas air, kelangkaan air terus terjadi (Shiva, 2002). Shiva menjelaskan bahwa kelangkaan menyebabkan kesehatan dan pembangunan ekonomi suatu negara akan terhambat. Indonesia sendiri merupakan negara yang memiliki cadangan air terkaya di dunia, ketersediaan air mencapai 15.500 m³ per kapita per tahun jauh di atas ketersediaan air rata-rata di dunia yang hanya 8.000 m³ per kapita per tahun (Prihatin, 2013). Prihatin menambahkan, meskipun demikian tidak terdapat jaminan kemudahan akses bagi masyarakat untuk memperoleh air bersih, sehingga masih saja ada daerah yang mengalami krisis air bersih. Potensi krisisnya air bersih akan berpotensi menimbulkan konflik 1
(Awang, 2005). Dampak negatif tidak saja ditimbulkan dari kekurangan air, tetapi juga dari kelebihan air. Kelebihan air dapat menimbulkan bencana seperti banjir yang sering melanda beberapa daerah di Indonesia, seperti di Jakarta yang menyebabkan aktivitas ekonomi lumpuh dan kerugian lainnya. Pengelolaan sumberdaya air yang tepat sangat penting untuk mengakomodasi krisisnya sumberdaya air, mewujudkan konservasi air, dan pendayagunaan sumberdaya air yang berkelanjutan (Kodoeatie et al., 2008). Agar tujuan pengelolaan sumberdaya air terwujud, maka diperlukan peran serta dan kontribusi dari semua pemangku kepentingan (stakeholder) yang terdiri dari pemerintah, swasta, dan masyarakat. Menurut Asdak (2006), masyarakat menjadi salah satu pemegang kunci keberhasilan pelestarian air. Lebih lanjut dikatakan olehnya bahwa krisis air bersumber pada sistem produksi, distribusi, dan konsumsi. Maka upaya pelestarian air dapat dilakukan melalui pengelolaan sumberdaya air yang mampu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini karakteristik sosial budaya masyarakat, termasuk peran sertanya dalam menjaga ketersediaan sumberdaya air merupakan faktor penting yang tidak dapat dipisahkan dari suatu ekosistem. Tidak semua masyarakat bisa menghargai sumberdaya air, orang modern (kota) lebih banyak mengeksploitasinya dan menjadikan perilaku tersebut adalah hal kewajaran (Sindhunata, 1982), berbeda dengan masyarakat lokal (desa) yang masih memegang teguh adat istiadat nenek moyangnya, masyarakat desa yang dikenal masih konvensional, justru lebih 2
bisa menghargai lingkungan secara baik. Eksistensi air di suatu wilayah sangat terkait dengan cara-cara masyarakat memanfaatkan dan mengelolanya (Awang, 2005). Belajar dari negara Thailand bahwa pembangunan di Thailand yang tidak mengindahkan kearifan lokal mengakibatkan rusaknya sumberdaya alam. Sebaliknya, penerapan tradisi lokal kearifan dalam mengelola sumber daya alam semakin memungkinkan orang di Thailand untuk tinggal selaras dengan alam untuk waktu yang lama (Kongprasertamorn, 2007). Di beberapa tempat di Indonesia, kearifan lokal juga terbukti ikut berperan dalam konservasi keanekaragaman hayati di lingkungan sekitarnya (Marfai, 2012). Kearifan lokal mampu menjaga kelestarian lingkungan dalam bentuk suatu panutan ataupun kebiasaan yang disakralkan dan dalam bentuk penanda yang harus dipatuhi oleh masyarakat yang sifatnya turun temurun (Marfai, 2012). Maka dari itu, kearifan lokal perlu dilestarikan dalam suatu masyarakat guna menjaga keseimbangan dengan lingkungannya sekaligus dapat melestarikan sumberdaya air yang ada. Dengan melihat pentingnya peran masyarakat, pengelolaan sumberdaya air juga harus disesuaikan dengan kondisi lokal dan kearifan lokal yang ada. Pada suatu komunitas tertentu dapat ditemukan kearifan lokal yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya alam sebagai tata pengaturan lokal yang telah ada sejak masa lalu dengan sejarah dan adaptasi yang lama. Kearifan lokal tidak hanya berfungsi sebagai ciri khas suatu komunitas saja, 3
tetapi juga berfungsi sebagai upaya untuk pelestarian lingkungan ekologis suatu masyarakat (Aulia, 2011). Upaya konservasi air yang dilakukan oleh masyarakat sesungguhnya telah berkembang sejak lama. Upaya konservasi dilakukan dalam kegiatan sehari-hari mereka. Mereka memiliki pemahaman, program, kegiatan, pelaksanaan terkait untuk mempertahankan, memperbaiki, mengembangkan unsur kebutuhan mereka, dengan memperhatikan ekosistem serta sumberdaya manusia yang terdapat pada warga mereka sendiri (Rajab, 2006). Perubahan lingkungan menuntut masyarakat yang hidup di dalamnya untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut. Tingkat adaptasi tersebut sangat dipengaruhi oleh waktu, intensitas perubahan, dan daya juang masyarakat dalam menyikapi perubahan. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh proses alami maupun non alami. Bentuk penyesuaian diri masyarakat dalam menyikapi perubahan lingkungan terwujud dalam budaya yang khas. Pada umumnya kebudayaan bersifat adaptif dengan kebudayaan manusia, dapat menyesuaikan terhadap kebutuhan fisiologis, lingkungan fisik-geografi, dan lingkungan sosial. Salah satu budaya yang tumbuh di dalam masyarakat adalah kearifan lokal. Kearifan lokal ini terbentuk secara tidak sadar oleh masyarakat dengan melakukan pengelolaan lingkungan dan konservasi yang pada mulanya hanya bertujuan untuk mempertahankan hidupnya (Sudarmaji et al., 2011). Salah satu desa yang masyarakatnya masih tetap menjaga budaya leluhurnya adalah masyarakat di Desa Kemiren (Nur et al., 2010). 4
Masyarakat di Desa Kemiren didominasi oleh suku Using. Desa ini oleh pemerintah daerah ditetapkan sebagai cagar budaya untuk mempertahankan identitas masyarakat Using di Banyuwangi (Herawati, 2004). Sebagian masyarakat Desa Kemiren hidup sebagai petani dengan memanfaatkan 2 sungai yang berada di sebelah utara dan selatan desa. Sementara untuk keperluan mandi dan minum, masyarakat memanfaatkan mata air di sekitarnya. Lokasi seluruh mata air berada di antara lahan pertanian dan permukiman penduduk serta berjumlah 27 titik ( Nur et al., 2010). Mata air tersebut selain dimanfaatkan sebagai sumber air bersih juga disakralkan oleh masyarakat Desa Kemiren. Keberadaan sungai dan mata air bagi masyarakat Desa Kemiren sangat penting untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga dengan segala cara mereka akan terus menjaga dan melestarikannya. Tidak hanya penting untuk masyarakat, upaya konservasi yang dilakukan juga akan bermanfaat bagi lingkungan sekitar. Oleh karena itu, cara dan bentuk konservasi air di Desa Kemiren menarik untuk diteliti. Penelitian ini akan membahas tentang konservasi air yang dilihat dari penggunaan sumber air seperti mata air dan sungai oleh masyarakat Kemiren. 1.2. Rumusan Masalah Kemiren merupakan satu diantara 15 desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Desa ini merupakan salah satu wilayah yang masyarakatnya masih memiliki budaya asli Using 5
dan sebagian besar wilayahnya adalah areal persawahan (Herawati, et al., 2004). Menurut Herawati (2004), karena kondisi tanah yang subur, banyak masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Para petani di Kemiren mengairi sawahnya dengan sistem irigasi setengah teknis maupun teknis. Sistem irigasi seperti ini mengakibatkan petani ada yang selalu mendapat air selama setahun penuh, tetapi ada juga yang mendapat airnya berselang-seling selama setahun. Dengan kata lain, air selain berfungsi untuk hajat hidup sehari-hari juga merupakan nyawa bagi budidaya pertanian yang dikembangkan oleh masyarakat. Perikehidupan masyarakat Using yang berbasis pertanian mampu memunculkan kearifan masyarakat dalam penggunaan air secara bijak (Herawati et al., (2004)). Herawati menambahkan bahwa kearifan lokal masyarakat Using ternyata turut menjaga lingkungan di Kemiren dari berbagai ancaman yang muncul baik dari dalam masyarakat maupun dari luar masyarakat. Jika memang benar adanya kearifan lokal masyarakat di Desa Kemiren ini mampu menjadi alat untuk mengkonservasi air, maka hal ini baik untuk terus dipertahankan. Saat ini data pendukung yang mampu membuktikan keberhasilan penerapan kearifan lokal dalam mendukung konservasi air sangatlah minim. Kajian tentang masyarakat Using selama ini didominasi oleh kajian-kajian kesenian sementara kajian mengenai kearifan masyarakat Using dalam konservasi sumberdaya air belum pernah dilakukan. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan pada era globalisasi juga dapat mempengaruhi lingkungan dan budaya masyarakat. Namun, yang 6
terjadi, teknologi mulai disangsikan manfaatnya karena dianggap merusak tatanan lingkungan dan budaya (Sumintarsih et al., 1994). Dengan melihat kondisi yang demikian itu maka yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana manusia dapat mempertahankan kearifannya dalam mengolah lingkungan hidup khususnya air di tengah pengaruh teknologi dan ilmu pengetahuan pada era globalisasi. Berdasarkan hal tersebut di atas, kajian kearifan masyarakat di Desa Kemiren dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk-bentuk kearifan masyarakat Using di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur dalam konservasi air? 2. Bagaimana proses pewarisan kearifan masyarakat Using di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur dalam konservasi air itu berlangsung? 1.3. Tujuan Penelitian 1. Mengidentifikasi kearifan masyarakat Using di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur dalam konservasi air. 2. Mendeskripsikan proses pewarisan kearifan masyarakat Using di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur dalam konservasi air. 7
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian mengenai konservasi air berbasis kearifan lokal di Desa Kemiren merupakan penelitian yang baru pertama kali dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan dan membuka khasanah masyarakat di luar desa Kemiren atau masyarakat umum tentang nilai kearifan yang mendukung upaya konservasi air. Penelitian ini juga dapat menjadi data primer atau data awal mengenai dukungan kearifan lokal mereka terhadap konservasi air di Desa Kemiren. Penjelasan yang mendalam mengenai identifikasi kearifan masyarakat Using dalam penggunaan air dan deskripsi proses pewarisan kearifan lokal dalam konservasi air di kalangan masyarakat Using dapat menjadi pertimbangan dalam mengelola kawasan konservasi di kawasan yang lain. Informasi yang ada juga dapat menjadi bukti bahwa konservasi atau pengelolaan sumberdaya alam terutama sumberdaya air akan berhasil dengan melibatkan partisipasi dan kesadaran yang kuat dari masyrakarat. Penelitian ini juga diharapkan dapat mendukung upaya konservasi di luar kawasan yang dapat dilakukan oleh masyarakat lokal. 1.5. Keaslian Penelitian Berdasarkan pengamatan dan sepanjang pengetahuan penulis, belum ada penelitian maupun karya-karya ilmiah sejenis yang membahas dan menganalisis permasalahan yang sama persis dengan penelitian ini. Beberapa 8
penelitian dan karya ilmiah yang ada di umumnya hanya membahas sebagian dari unsur penelitian ini dan dengan subyek kajian yang berbeda. Tabel 1 berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan judul penelitian. Tabel 1. Penelitian terdahulu yang terkait dengan judul penelitian No Judul Penelitian dan Tahun Peneliti Isi Penelitian 1. Kearifan Lokal Aulia dan Penelitian ini menuliskan bahwa dengan Dalam Pengelolaan Dharmawan pamali, masyarakat telah berhasil menjaga kelestarian hutan dan sumberdaya air di Sumberdaya Air Kampung Kuta.Secara garis besar Aulia dan di Kampung Kuta (2010) Dharmawan hanya menuliskan kearifan lokal yang ternyata belum dibuktikan keberhasilan kearifan lokal terhadap pengelolaan sumberdaya air secara ilmiah maupun dengan teori dan tinjauan pustaka yang ada. 2. Konservasi Mata Air Berbasis Masyarakat di Unit Fisiografi Pegunungan Baturagung Ledok Wonosari dan Perbukitan Karst Gunung Sewu, Kabupaten Gunungkidul (2011) 3. Pelestarian Pola Permukiman Masyarakat Using di Desa Kemiren Kabupaten Banyuwangi (2010) Sudarmadji dkk Nur dkk Penelitian mengangkat tentang identifikasi karakteristik mata air dan partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian mata air sebagai informasi awal model konservasi mata air berbasis masyarakat. Pada penelitian ini tidak mengkaji tentang kearifan lokal, lebih banyak membuktian keadaan mata air dan memberikan bagaimana seharusnya upaya pelestarian air dengan partisipasi masyarakat dilakukan. Penelitian ini membahas tentang karakteristik pola pemukiman masyarakat Using yang berada di Kemiren. Menurut hasil penelitian mereka : sosial budaya, fisik bangunan, tata guna lahan, dan ruang-ruang budaya berpengaruh terhadap pola pemukiman. masyarakat. Sumber mata air dalam penelitian mereka ditempatkan sebagai salah satu ruang budaya yang dapat membentuk pola pemukiman. Penelitian ini tidak membahas tentang konservasi maupun pengelolaan air. 9
No Judul Penelitian dan Tahun 4. Studi tentang Tanggapan Masyarakat terhadap Upacara Adat Ider Bumi di Desa Kemiren Glagah Banyuwangi Peneliti Rochsun dan Lilis Lestari Isi Penelitian Penelitian ini banyak membahas tentang hubungan masyarakat Kemiren dengan produk budaya mereka, salah satunya adalah Upacara adat Ider Bumi. Ider Bumi sebagai upacara adat diposisikan menjadi obyek dan dipandang dari 2 sudut pandang yang berbeda. Sudut pandang yang pertama setuju dengan upacara ini dan sudut pandang yang kedua menolak. Pada penelitian ini juga tidak disinggung sama sekali tentang air yang ada di Kemiren. 5. Skripsi : Partisipasi Masyarakat Desa Ngambarsari Kecamatan Karang Tengah Kabupaten Wonogiri dalam Konservasi Sumberdaya Air (2006) Wiwik Handayani Peneliti banyak membahas tentang tingkatan dan besarnya partisipasi masyarakat dalam konservasi sumberdaya air. Bentuk-bentuk konservasi sumberdaya air yang diuraikan Wiwik berupa tindakan secara sadar oleh masyarakat desa Ngambarsari dalam mengkonservasi air. Misalnya dengan melakukan penghijaun dan pembuatan terasering. 6. Skripsi : Peranan Kearifan Lokal dalam Mendukung Kelestari-an Hutan Rakyat : Studi Kasus di Dusun Wonotawang, Desa Sidoharjo, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo Asdin Nur Hasil penelitian bentuk kearifan lokal masyarakat di Dusun Wonotawang terkait dengan pengelolaan sumberdaya hutan rakyat dan lingkungannya masih tumbuh dan tetap terjaga, antara lain : pantangan terhadap penebangan pohon gayam, ritual bersih-bersih disekitar pohon Gayam, penyisihan hasil panen hutan rakyat, dan kumpul rabu legi. Demikian beberapa penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian yang penulis ambil, baik dari segi masalah yang diteliti, lokasi penelitian, maupun obyek dan subyek yang diteliti. Dalam hal ini penulis melakukan penelitian mengenai kearifan masyarakat Using dalam konservasi 10
air dengan lokasi di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Dengan banyaknya perbedaan tersebut, maka penulis dapat menyatakan bahwa penelitian yang penulis lakukan ini adalah asli dan memiliki nilai kebaruan, baik di lingkup fakultas maupun di desa Kemiren sendiri. 11