BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan keragaman sumberdaya alam yang berpotensi untuk dimanfaatkan. Kualitas dan kuantitas sumberdaya alam yang ada dapat memberikan peranan potensial untuk tiap sektor dalam menyumbang pendapatan nasional, misal sektor pertanian atau pertambangan (Abdullah dkk., 1980). Namun, keberadaan sumberdaya alam tidak akan memiliki potensi dan tidak pula dapat terjaga lestari tanpa adanya sumberdaya manusia yang menunjang. Sudrajat (2011) menyatakan bahwa dengan adanya potensi sumberdaya alam, manusia yang tinggal di sekitarnya diharapkan mengalami peningkatan tingkat kesejahteraan seperti peningkatan pendapatan dan akses ekonomi ke berbagai sektor. Begitu juga dengan adanya manusia, sumberdaya alam diharapkan dapat dimanfaatkan dengan baik dan tetap lestari. Indonesia adalah negara dengan penduduk yang beragam dari aspek ideologi, adat, agama, budaya, dan kehidupan sosialnya maka terdapat bentuk-bentuk kearifan lokal yang beragam pula dalam menjalani kehidupannya (Machmud, 2013). Kearifan lokal dapat diartikan sebagai pengetahuan dasar dan khas mengenai cara menuju keseimbangan hidup antara manusia dengan lingkungan yang terakumulasi dari masa lampau, dan dipraktekkan oleh masyarakat secara turun-temurun (Mungmachon, 2012). Maryono (1995) mengungkapkan bahwa kearifan lokal atau sistem pengetahuan lokal (indigenous knowledge systems) adalah pengetahuan khas yang dimiliki suatu masyarakat dan telah berkembang sejak lama secara turun-temurun, serta timbul dari proses hubungan timbal balik antara masyarakat dengan lingkungannya (Sumintarsih dkk., 2005). Kearifan lokal muncul akibat adanya penafsiran masyarakat terhadap bagaimana suatu lingkungan atau sumberdaya alam akan memberikan manfaat baginya. Maka, penafsiran itulah yang memunculkan pengetahuan masyarakat dalam cara mempertahankan lingkungannya. 1

2 Data dari Badan Pusat Statistik (2012) menunjukkan jumlah penduduk Indonesia tahun 2000 sebanyak jiwa dan meningkat hingga tahun 2010 menjadi jiwa. Peningkatan jumlah dan kebutuhan penduduk, perkembangan teknologi informasi modern, industrialisasi, serta kebudayaan yang terus berkembang menjadikan masyarakat memiliki masalah yang semakin kompleks baik dalam kehidupannya sebagai individu, masyarakat, atau warga negara (Ibrahim, 2003). Masyarakat akan memiliki tanggapan (responses) yang berbeda terhadap masalah-masalah yang ada dari waktu ke waktu. Tanggapan dalam menghadapi masalah-masalah kompleks itu dapat berindikasi pada masih berjalan atau tidaknya praktek kearifan lokal oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Dari pernyataan itu, keutuhan kearifan lokal di suatu wilayah menarik untuk diteliti. Desa Bedoyo adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah penelitian diambil di Desa Bedoyo karena wilayah perdesaan pada umumnya masih terdapat aktivitas sosial budaya yang sangat kental dan bertujuan untuk melangsungkan hidup serta menjaga kelestarian alam sehingga bentuk kearifan lokal yang masih ataupun sudah tidak dipraktekkan di lokasi penelitian perlu diidentifikasi. Selain itu, perlu diketahui pula apakah kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat berkaitan dengan keutuhan suatu bentuk kearifan lokal di lokasi penelitian Rumusan Masalah Keutuhan kearifan lokal di Indonesia umumnya masih kental terdapat di masyarakat wilayah perdesaan baik dari segi lingkungan, sosial, maupun segi kulturalnya. Masyarakat desa dinilai lebih menghargai nilai dan pengetahuan yang bersifat turun-temurun serta menerapkannya dalam berbagai kehidupan, dibanding masyarakat kota. Hal itu dikarenakan wilayah perkotaan merupakan wilayah yang telah mengalami berbagai perkembangan seperti teknologi informasi, transportasi, industri, dan juga budaya. Selain itu, kehidupan mayoritas masyarakat kota lebih 2

3 berorientasi pada kepentingan ekonomi dan dianggap kurang memperhatikan pentingnya melestarikan kearifan lokal. Pernyataan sebelumnya tidak tentu menunjukkan semua masyarakat kota di Indonesia tidak memperhatikan kearifan lokal sama sekali, dan tidak tentu menunjukkan pula semua masyarakat desa akan selalu mempraktekkan kearifan lokal dalam kehidupannya. Di era yang semakin berkembang ini, masyarakat desa juga berhak untuk maju dan memiliki akses serta kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Dalam proses itu, terdapat kemungkinan kearifan lokal akan tetap dipraktekkan maupun tidak di kalangan masyarakat desa. Bentuk kearifan lokal yang masih dan yang tidak dipraktekkan lagi oleh masyarakat perlu diidentifikasi di daerah penelitian. Setelah itu, perlu diteliti pula keterkaitan antara kondisi sosial ekonomi dengan keberlangsungan praktek kearifan lokal di lokasi penelitian. Berdasarkan pemikiran tersebut, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Bedoyo? 2. Apa saja bentuk-bentuk kearifan lokal yang masih dipraktekkan maupun yang tidak oleh masyarakat Desa Bedoyo? 3. Adakah keterkaitan antara kondisi sosial ekonomi dengan bentuk-bentuk kearifan lokal yang masih dipraktekkan maupun yang tidak oleh masyarakat Desa Bedoyo? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Bedoyo 2. Mengetahui bentuk-bentuk kearifan lokal yang masih dipraktekkan maupun yang tidak oleh masyarakat Desa Bedoyo 3. Menganalisis keterkaitan antara kondisi sosial ekonomi dengan bentukbentuk kearifan lokal yang masih dipraktekkan maupun yang tidak oleh masyarakat Desa Bedoyo 3

4 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharap dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berminat maupun yang terkait dengan kajian kearifan lokal dalam menjalani aspek-aspek kehidupan. Terdapat dua jenis manfaat dari penelitian ini yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis Manfaat Teoritis Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan referensi dalam mengkaji kondisi kearifan lokal masyarakat dari berbagai aspek bagi akademis maupun bagi peneliti. Bagi akademis, penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk penelitian terkait selanjutnya. Bagi peneliti, penelitian ini dapat dijadikan pengetahuan dan pengalaman baru dalam mengkaji keutuhan praktek kearifan lokal di wilayah perdesaan seperti Desa Bedoyo Manfaat Praktis Hasil penelitian juga diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah daerah untuk lebih melibatkan masyarakat dalam partisipasinya melaksanakan konservasi lingkungan dan sumberdaya alam dengan tetap melestarikan sejumlah kearifan lokal yang ada di lingkungan mereka. Selain untuk pemerintah, dapat dijadikan pula untuk bahan pertimbangan masyarakat sendiri dalam peningkatan kesadaran untuk melestarikan keutuhan kearifan lokal sebagai identitas atau ciri khas bagi wilayahnya. 4

5 1.5 Telaah Pustaka Kearifan Lokal Setiap orang maupun kelompok masyarakat di Indonesia menjalani berbagai aspek kehidupannya sehari-hari dengan bentuk yang beragam, seiring dengan beragamnya etnik dan suku bangsa. Aspek kehidupan yang ada yakni seperti aspek lingkungan, aspek sosial, dan juga aspek budaya yang dapat dirinci lebih lanjut. Masyarakat dalam memenuhi haknya sebagai makhluk hidup atau manusia, mempertahankan hidupnya dengan cara memanfaatkan sumberdaya yang ada di sekitarnya. Kota-kota besar di Indonesia sekarang ini telah banyak mengalami pergeseran nilai sosial budaya dan penurunan kesadaran terhadap keutuhan sumberdaya alam. Hal itu berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya alam (SDA) hanya demi keuntungan manusia semata, tanpa memperhatikan kelestarian SDAnya di masa datang. Sementara itu, penduduk di kota-kota besar lebih banyak berfokus pada maraknya globalisasi seperti perkembangan teknologi, industri, dan sebagainya sehingga keberadaan nilai sosial budaya semakin kritis. Berbeda dengan wilayah perdesaan, desa-desa di Indonesia masih belum banyak terpengaruh sifat kekotaan dan menjaga keutuhan wilayahnya dengan bentuk tertentu yang biasa diterapkan. Tidak sedikit masyarakat perdesaan atau dapat disebut masyarakat lokal yang masih berupaya mempertahankan hidupnya sekaligus mempertahankan SDA yang dimiliki. Tidak hanya itu, masih ada masyarakat lokal yang menganggap upaya atau perilakunya terhadap lingkungan alam dan sosial budaya telah berkembang secara turun-temurun. Selain itu, mereka juga menganggap hal itu sudah menjadi ciri khas wilayahnya yang tidak serupa dengan wilayah lain. Upaya-upaya tersebut dapat dikatakan pula dengan istilah kearifan lokal. Kearifan lokal terdiri dari dua kata, yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Kearifan lokal adalah suatu pandangan hidup dan pengetahuan (dapat berbentuk nilai, norma, atau kepercayaan) serta berbagai strategi kehidupan berwujud kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup manusia (Kutanegara, dkk., 2014). Bentuk pengetahuan di komunitas masyarakat terkadang diwujudkan 5

6 dalam mitos dan tradisi. Pengertian kearifan lokal dalam UU Nomor 32 Tahun 2009 adalah: Nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari. Kearifan lokal merupakan gabungan dari seluruh bentuk pengetahuan, keyakinan, wawasan, dan adat kebiasaan atau suatu etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan suatu komunitas ekologis (Marfai, 2012). Kearifan lokal suatu masyarakat dapat dijadikan sebagai acuan dalam berperilaku, berfungsi dalam pelestarian sumberdaya alam, mempertahankan nilai adat dan budaya, serta bermanfaat untuk kehidupan (Permana, dkk., 2011). Menurut Sartini (2004), secara umum pengertian dari kearifan lokal atau local wisdom adalah: Kearifan setempat atau local wisdom dapat dipahami sebagai gagasangagasan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya Praktek-praktek Kearifan Lokal di Indonesia Masyarakat lokal yang masih terbatas dalam teknologi dan hal-hal lainnya yang bersifat modern cenderung menjadikan intensitas adaptasi dan perilaku terhadap keserasian lingkungan alam serta sosial budaya semakin intensif. Kondisi geografis, demografis, dan keadaan SDA setiap wilayah merupakan faktor yang paling memengaruhi berkembangnya perilaku komunitas atau masyarakat lokal di Indonesia (Kutanegara, dkk., 2014). Dari pernyataan itu, di setiap wilayah pula akan muncul bentuk kearifan lokal yang ada dan dipraktekkan masyarakatnya. Berikut ini beberapa contoh kearifan lokal masyarakat lokal terhadap lingkungan dan sosial budaya, yang terdiri dari berbagai lokasi geografis di Indonesia. 6

7 1. Kearifan lokal Masyarakat Wana, Sulawesi Tengah (Ilyas, dkk., 2009) Masyarakat Wana atau disebut juga Masyarakat Tau Taa Wana Bulang menjunjung tinggi adat yang sudah ada sejak dahulu. Mereka patuh kepada ketua adat yang diyakini sebagai wakil Tuhan dan diyakini mampu mengemban tugas serta tanggungjawab yang diberikan para pendahulunya. Kearifan lokal yang ada sangat berkaitan dengan pelestarian hutan. Masyarakat memiliki pengetahuan tentang ekologi secara turun-temurun yang juga diajarkan oleh ketua adat. Mereka percaya bila ada warga yang merusak hutan akan terkena sanksi, baik berwujud wabah penyakit maupun musibah lainnya. Adat di sana tidak hanya berisi larangan, tetapi juga tuntunan untuk selalu berperilaku baik kepada lingkungan alam dan lingkungan sosial. 2. Kearifan lokal masyarakat di Kampung Kuta, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat (Aulia, 2010) Kampung Kuta merupakan daerah hulu yang terletak di Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambaksari, Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat. Masyarakat di Kampung Kuta dikenal kental dengan kearifan lokalnya terkait budaya pamali. Budaya pamali atau tabu di kampung tersebut berisi tentang aturan-aturan adat yang dikemukakan ketua adat dan tokoh kunci untuk dipatuhi secara wajib di lingkungannya. Terdapat 21 aturan atau prinsip utama yang berlaku dan terdiri dari dua bagian. Prinsip nomor 1 sampai dengan nomor 5 berhubungan dengan pengelolaan SDA dan prinsip nomor 6 sampai dengan nomor 21 berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Prinsip yang paling ditekankan dalam budaya pamali di Kampung Kuta yaitu tentang pelestarian bentuk rumah, larangan penguburan mayat di Kampung Kuta, larangan membuat sumur, dan tentang peraturan terkait Hutan Keramat. 7

8 3. Kearifan lokal Masyarakat Baduy, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten (Permana, dkk., 2011) Masyarakat Baduy berada di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Kearifan lokal yang dikaji peneliti yaitu mengenai tradisi perladangan, pelestarian bangunan tradisional, serta pelestarian sumberdaya hutan dan air. Oleh peneliti pula, ketiganya dikaitkan dengan mitigasi bencana. Kearifan lokal Masyarakat Baduy dalam tradisi perladangan yaitu pemilihan lahan ladang yang berdampak pada mitigasi longsor, dan pembakaran lahan ladang yang berdampak pada mitigasi kebakaran hutan. Kearifan lokal dalam pelestarian bangunan tradisional yaitu pada konstruksi dan struktur bangunan. Contohnya seperti bahan konstruksi yang diperbolehkan hanya menggunakan kayu dan bambu, harus berbentuk rumah panggung, dilarang menggunakan paku, serta lantai yang terbuat dari bambu (palupuh). Kemudian, kearifan lokal dalam hal pelestarian sumberdaya alamnya yaitu terdapat pada fungsi serta letak hutan dan sumber air. 4. Kearifan lokal masyarakat dan kelompok santri di Dusun Nogosari, Kabupaten Bantul (Sudrajat, 2011) Hutan Santri merupakan salah satu bentuk dari hutan rakyat yang dikelola oleh Pesan-Trend (pesantren) Ilmu Giri, tersebar di Dusun Nogosari dan dusun-dusun sekitarnya di Desa Selopamioro, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Hutan Santri memiliki luas sebesar 160 hektar dan didominasi oleh pohon Jati Jawa. Hutan tersebut tidak hanya dikelola oleh kelompok santri, tetapi masyarakat Dusun Nogosari juga terlibat. Fungsi Hutan Santri sama dengan fungsi hutan rakyat lainnya, yang membedakan adalah adanya penekanan pada nilai spiritualitas dan kearifan lokal masyarakat dalam proses pengelolaannya. Tujuan pengelolaan Hutan Santri adalah melestarikan alam termasuk hutan sesuai amanah agama sekaligus memberdayakan masyarakat dari segi ekonomisnya. Penekanan nilai agama dilakukan agar tidak hanya menjadi teori saja, tetapi juga dapat 8

9 diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Pada awal pondok pesantren Ilmu Giri berdiri, bersamaan dengan pembangunan Hutan Santri, masyarakat dibina dengan bantuan instansi-instansi terkait mengenai pentingnya menanam pohon demi kelestarian lingkungan dan kehidupan manusia. 5. Kearifan lokal masyarakat di Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunungkidul, DIY (Nurhadi, dkk., 2012) Kearifan lokal masyarakat di Desa Beji yang diangkat peneliti yakni lebih mengarah pada perencanaan dan pengelolaan hutan. Mereka menjaga kelestarian sumberdaya hutan dengan nilai-nilai kearifan lingkungan yang ada secara turun-temurun seperti mitologi dan sejarah berdirinya hutan rakyat Wonosadi. Bentuk-bentuk kearifan lingkungan yang sangat diyakini dan diterapkan masyarakat antara lain: senantiasa melestarikan Hutan Wonosadi sebagai peninggalan leluhur, tidak menebang pohon di hutan, tidak mengambil kayu hutan walaupun telah roboh, tidak bicara kotor, tidak buang air sembarangan dan mengotori hutan, tidak berbuat asusila, serta tidak mengganggu satwa yang hidup di dalam hutan Wonosadi. Masyarakat meyakini bila melanggar aturan-aturan tersebut akan kualat seperti diberi bencana, musibah, dan kejadian lainnya yang tidak diinginkan. Kearifan lingkungan di sana tidak hanya diwujudkan dalam bentuk perilaku, tetapi juga diwujudkan dalam bentuk pemaknaan kata atau idiom. Idiom yang digunakan tersebut di antaranya masyarakat tekun (bersungguh-sungguh menjaga kelestarian hutan), teken (sesuai aturan yang ada), dan tekan (sampai pada tujuan yang dicapai). 6. Kearifan lokal Masyarakat Betawi di Pejaten, Jakarta Selatan (Kutanegara, dkk., 2014) Sejumlah kota besar di Indonesia kini banyak berfokus pada perkembangan industri dan pembangunan lainnya yang berskala besar. Karena itu, penduduk kota lebih dicerminkan sebagai orang yang sangat mengutamakan kepentingan ekonomi bagi kalangan kecil. Sangat mungkin 9

10 bila banyak kalangan bawah mengatakan penduduk kota lebih mementingkan finansial dibanding nilai sosial budaya di kehidupannya. Namun, tidak selalu pernyataan tersebut berlaku, seperti masyarakat Betawi di daerah Pejaten, Jakarta Selatan. Di samping semakin kritisnya keutuhan nilai sosial budaya di perkotaan, mereka tetap mempraktekkan kearifan lokal yang ada untuk menunjang kehidupannya. Masyarakat Betawi mempotensikan tanah sebagai aset yang berfungsi secara ekonomis maupun lingkungan. Mereka membiasakan budaya menanam tanaman seperti buahbuahan, sayuran, dan tanaman obat-obatan. Selain untuk mempertahankan usaha pertanian di perkotaan, juga berfungsi sebagai paru-paru kota dan apotek hidup. 10

11 1.6 Penelitian Sebelumnya Telah banyak penelitian mengenai bentuk praktek kearifan lokal berbagai daerah di Indonesia. Kearifan lokal yang dikaji para peneliti beragam, baik kearifan lokal terhadap lingkungan alam, terhadap kondisi sosial budaya, maupun kearifan lokal ditinjau dari keseluruhan aspek. Namun, penelitian-penelitian yang dijumpai lebih dominan pada mengkaji kearifan lokal hanya dari satu aspek saja. Misal, kearifan lokal masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya air, kearifan lokal dalam pengelolaan hutan, dan sebagainya. Penelitian ini ditujukan untuk mengidentifikasi kearifan lokal secara umum di daerah kajian penelitian, yang dirujuk terdiri dari kearifan lokal dalam kegiatan pertanian, dalam pengelolaan SDA, dan juga dalam kegiatan sosialbudaya. Kearifan lokal secara umum dijadikan topik utama dalam penelitian ini karena umumnya semua bentuk kearifan lokal dalam lingkungan masyarakat akan dipraktekkan secara utuh dan saling berkaitan dalam kehidupannya sehari-hari. Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini, akan dicantumkan beberapa penelitian terdahulu yang dicantumkan oleh peneliti lain seperti berikut: Penelitian yang dilakukan oleh Oyon Sutarya tahun 2005 berjudul Kearifan Lokal dan Pelestarian Lingkungan Hidup di Kampung Naga Tasikmalaya. Penelitian tersebut bertujuan mengetahui efektivitas kearifan lokal masyarakat Kampung Naga dalam memelihara kelestarian lingkungan. Pengaruh aksesibilitas masyarakat luar dan usaha masyarakat Kampung Naga terhadap pelestarian SDA juga diidentifikasi oleh peneliti. Penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam diutamakan kepada responden kunci. Hasil dari penelitian adalah kearifan lokal masyarakat Kampung Naga yang bersifat religi dan berbentuk kepercayaan terhadap nenek moyang, tabu, serta pikukuhmasih efektif sebagai panduan dalam upaya pelestarian lingkungan alam di kawasan Kampung Naga. Selain itu, terdapat pengaruh negatif aksesibilitas masyarakat luar terhadap masyarakat Kampung Naga dalam pelestarian lingkungan, yakni program panca usaha tani yang mengakibatkan menurunnya kesuburan tanah. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Sahlan Ilyas, M. Ayyub, dan Pattaparang tahun 2009 dengan judul Model Konservasi Hutan Berdasar 11

12 Kearifan Lokal dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Wana (Tau Taa Wana Bulang) di Propinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam. Hasil menunjukkan bahwa sebesar 88,1 persen responden yang merupakan masyarakat Wana masih melaksanakan kearifan lokal dalam hal mengelola hutan. Tingkat partisipasi masyarakat dalam mengelola hutan tergolong tinggi yaitu sebesar 93,6 persen responden yang dipengaruhi faktor umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, wawasan, sikap, dan motivasi. Peneliti juga menyimpulkan bahwa diperlukan strategi dalam melestarikan kearifan lokal pada masyarakat Wana, di antaranya mempertahankan eksistensi hukum adat, melakukan kerjasama dengan pemerintah dalam mengkonservasi hutan, serta melakukan pembinaan dengan meningkatkan kualitas pendidikan. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Made Putri Karidewi tahun 2010 dengan judul Kajian Eksistensi Kearifan Lokal Masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan dalam Pengelolaan Hutan di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali. Penelitian ini menggunakan metode observasi non partisipatif dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan tingkat efektivitas pelaksanaan kearifan lokal dalam pengelolaan hutan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan masih cukup tinggi. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat efektivitas dalam pengelolaan hutan terdiri dari faktor internal (substansi awig-awig atau aturan adat, penguasaan kawasan hutan, pola pengelolaan hutan, peran lembaga adat, pengakuan dari masyarakat adat, dan pelaksanaan awig-awig) serta faktor eksternal (peran institusi pemerintah). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Ratna Mutiarini tahun 2013 dengan judul Peran Masyarakat Suku Tengger dalam Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Resort Ranupani, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan metode observasi partisipatif dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal yang dimiliki masyarakat Suku Tengger adalah berupa larangan menebang pohon pada lokasi yang sakral. Dari penelitian itu, diketahui pula peran masyarakat Suku Tengger terkait pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yaitu 12

13 dalam aktivitas perlindungan hutan, resotari ekosistem, serta pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Yudha Arif Nugroho tahun 2014 dengan judul Kearifan Masyarakat Using di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Dalam Konservasi Air. Perolehan hasil penelitian didapat dengan cara tinggal bersama masyarakat (live in), wawancara, dan diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion/FGD). Hasil menunjukkan bahwa proses pewarisan kearifan masyarakat Using di Kemiren dalam konservasi sumberdaya air dilakukan dengan cara turun-temurun atau kaderisasi dan melalui seni budaya. Kearifan dapat dilihat dalam tiga aspek konservasi air yakni pemanfaaatan, perlindungan, dan pemeliharaan vegetasi sekitar sumberdaya air yang dijiwai oleh adanya nilai, norma, atau aturan khusus, kepercayaan, mitos, dan aktivitas sosial. Perbandingan penelitian sekarang dengan penelitian-penelitian sebelumnya ditampilkan dalam Tabel

14 Tabel 1.1.Perbandingan Penelitian Sekarang dengan Penelitian Sebelumnya No. Peneliti Judul Lokasi Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian 1. Oyon Sutarya (2005) Kearifan Lokal dan Pelestarian Lingkungan Hidup di Kampung Naga Tasikmalaya Kampung Naga, Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat 1. Mengetahui efektivitas kearifan lokal yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga dalam memelihara kelestarian lingkungan 2. Mengetahui pengaruh aksesibilitas masyarakat luar Kampung Naga dan aktivitas masyarakat Kampung Naga dari pemanfaatan dan pendayagunaan SDA 3. Mengetahui usaha yang dilakukan masyarakat Kampung Naga terhadap pelestarian SDA di kawasan Kampung Naga Pengamatan, wawancara mendalam terutama responden kunci, dokumentasi 1. Kepercayaan terhadap nenek moyang, tabu, dan pikukuh masih efektif sebagai pedoman hidup dan panduan dalam upaya melestarikan lingkungan alam di kawasan Kampung Naga 2. Pengaruh aksesibilitas masyarakat luar terhadap masyarakat Kampung Naga khususnya dalam pelestarian lingkungan yang dianggap mengganggu adalah panca usaha tani, hasil padi baik namun kesuburan tanah menurun 3. Usaha yang dilakukan masyarakat terhadap pelestarian SDA di kawasan Kampung Naga lebih ditujukan kepada pelestarian pemanfaatan untuk permukiman, mata pencaharian, dan kestabilan ekosistem kawasan Kampung Naga 14

15 Lanjutan Tabel 1.1 No. Peneliti Judul Lokasi Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian 2. Sahlan Ilyas, M. Ayyub, dan Pattaparang (2009) Model Konservasi Hutan Berdasar Kearifan Lokal dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Wana (Tau Taa Wana Bulang) di Propinsi Sulawesi Tengah Kabupaten Tojo Una-Una, Kabupaten Banggai, dan Kabupaten Mowowali di Propinsi Sulawesi Tengah 1. Mengungkapkan tingkat penggunaan kearifan lokal oleh masyarakat Wana dalam mengkonservasi hutan 2. Mengungkapkan tingkat partisipasi masyarakat Wana dalam mengelola hutan yang dikaji melalui perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan monitoring serta pemanfaatan hasil hutan berdasar kearifan lokalnya 3. Mengungkapkan faktorfaktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat Wana dalam mengkonservasi hutan yaitu umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, wawasan, sikap dan motivasi 4. Mengungkapkan bagaimana masyarakat Wana memanfaatkan Pengamatan, wawancara mendalam 1. Masyarakat Wana masih sangat kuat memegang kearifannya melalui pelaksanaan ritual adat dalam rangka konservasi hutan, 88,1% responden menjawab masih melaksanakan kearifan lokal dalam mengelola hutan 2. Tingkat partisipasi masyarakat Wana dalam mengelola hutan tergolong tinggi yaitu sebesar 93,6% 3. Faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat Wana dalam mengkonservasi hutan tergolong tinggi sebesar 92,1%, yaitu umur, pendidikan, pendapatan, pengalaman, wawasan, sikap, dan motivasi 4. Fungsi hutan masuk ke dalam kategori sedang, dijawab oleh 91,7% responden, komoditi hutan masuk ke kategori tinggi, dijawab oleh 55% responden 15

16 Lanjutan Tabel 1.1 dan mengkonservasi hutan sesuai fungsifungsi hutan dan komoditi hutan 5. Mengungkapkan aspekaspek hukum adat yang terkandung dalam kearifan lokal yang sarat dengan nilai-nilai kebijakan dalam pengelolaan lingkungan, dapat dijadikan acuan dalam mengkonservasi hutan 6. Mengungkapkan strategi masyarakat Wana dalam mengembangkan dan melestarikan kearifannya dalam mengkonservasi hutan melalui kajian lingkungan internal dan eksternal 5. Diperlukan strategi dalam melestarikan kearifan lokal pada masyarakat Wana: mempertahankan eksistensi hukum adat sebagai kearifannya, kerjasama dengan pemerintah dalam mengkonservasi hutan, menggunakan kelembagaan adat, melakukan pembinaan, dan meningkatkan tingkat pendidikan 16

17 Lanjutan Tabel 1.1 No. Peneliti Judul Lokasi Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian 3. Made Putri Karidewi (2010) Kajian Eksistensi Kearifan Lokal Masyarakat Desa Adat Tenganan Pegringsingan dalam Pengelolaan Hutan di Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Propinsi Bali 1. Mengkaji efektivitas pelaksanaan kearifan lokal dalam pengelolaan hutan di Desa Adat Tenganan Pegringsingan 2. Menemukan konsep persepsi masyarakat di wilayah penelitian terhadap efektivitas kearifan lokal terutama berkaitan dengan pengelolaan hutan setempat 3. Mengkaji faktor-faktor yang memengaruhi tingkat efektivitas pelaksanaan kearifan lokal tersebut dalam pengelolaan hutan 4. Menyusun strategi pengelolaan hutan yang berbasis pada kearifan lokal sebagai upaya untuk mendukung kelestarian hutan Observasi non partisipasi, wawancara mendalam, studi pustaka, dokumentasi, interpretasi data sekunder sebagai pelengkap 1. Tingkat efektivitas pelaksanaan kearifan lokal dalam pengelolaan hutan masih cukup tinggi 2. Konsep persepsi masyarakat terhadap efektivitas kearifan lokal dalam pengelolaan hutan yaitu fleksibilitas awig-awig, mekanisme pelaksanaan awig-awig, partisipasi masyarakat, dan keberlangsungan fungsi hutan 3. Faktor-faktor yang memengaruhi tingkat efektivitas terdiri dari faktor internal (substansi awigawig, penguasaan kawasan hutan, pola pengelolaan hutan, peran lembaga adat, pengakuan dari masyarakat adat, dan pelaksanaan awigawig) serta faktor eksternal (peran institusi pemerintah) 17

18 Lanjutan Tabel 1.1 No. Peneliti Judul Lokasi Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian 4. Ratna Mutiarini (2013) Peran Masyarakat Suku Tengger dalam Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Resort Ranupani, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur Desa Ranupani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Propinsi Jawa Timur 1. Mengetahui interaksi masyarakat suku Tengger dengan kawasan Ranupani 2. Mengetahui kearifan lokal masyarakat suku Tengger di kawasan Ranupani dalam mengelola SDA 3. Mengetahui peran masyarakat suku Tengger dalam pengelolaan TNBTS tersebut 4. Mengetahui harapan ke depan pengelolaan TNBTS Observasi partisipasi, wawancara mendalam, studi dokumenter 1. Interaksi masyarakat yang terjadi berupa pemanfaatan kayu sebagai bahan bakar, pemanfaatan rumput untuk pakan ternak, pemanfaatan air untuk mencuci dan pemberantasan hama penyakit tanaman pertanian, serta pemanfaatan vegetasi untuk keperluan upacara adat 2. Suku Tengger memiliki kearifan lokal larangan menebang pohon pada lokasi yang sakral 3. Peran masyarakat Suku Tengger terkait pengelolaan TNBTS yaitu dalam aktivitas perlindungan hutan, resotari ekosistem, pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam 4. Harapan ke depan masyarakat dapat lebih terlibat dalam aktivitas pengelolaan taman nasional sehingga timbul hubungan baik dan kawasan lestari dapat dinikmati semua pihak 18

19 Lanjutan Tabel 1.1 No. Peneliti Judul Lokasi Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian 5. Yudha Arif Nugroho (2014) Kearifan Masyarakat Using di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Dalam Konservasi Air Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur 1. Mengidentifikasi kearifan masyarakat Using di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur dalam konservasi air 2. Mendeskripsikan proses pewarisan kearifan masyarakat Using di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur Observasi awal (pra-penelitian), tinggal bersama masyarakat (live in), wawancara, dan diskusi kelompok terarah (Focus Group Discussion/FGD) 1. Kearifan dapat dilihat dalam 3 aspek konservasi air yakni pemanfaaatan, perlindungan, dan pemeliharaan vegetasi dijiwai oleh adanya nilai, norma, atau aturan khusus, kepercayaan, mitos, dan aktivitas sosial 2. Proses pewarisan kearifan masyarakat Using di Kemiren dalam konservasi sumberdaya air dilakukan dengan cara turun-temurun atau kaderisasi, melalui seni budaya, serta didukung dengan lingkungan yang mampu mendorong masyarakat agar selalu menaati nilai, norma atau aturan khusus, kepercayaan, mitos, dan aktivitas sosial yang ada 19

20 Lanjutan Tabel 1.1 No. Peneliti Judul Lokasi Penelitian Tujuan Metode Hasil Penelitian 6. Nesti Listianingrum (2015) Kearifan Lokal Masyarakat Desa Bedoyo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul Desa Bedoyo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul 1. Mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat Desa Bedoyo 2. Mengetahui bentukbentuk kearifan lokal yang masih dipraktekkan maupun yang tidak oleh masyarakat Desa Bedoyo 3. Menganalisis keterkaitan antara kondisi sosial ekonomi dengan bentuk-bentuk kearifan lokal yang masih dipraktekkan maupun yang tidak oleh masyarakat Desa Bedoyo Observasi non partisipatif, wawancara, studi pustaka, dokumentasi 1. Desa Bedoyo ditinggali oleh penduduk dominan usia tua, masyarakat mayoritas memiliki tingkat pendidikan tamat sekolah dasar (SD). Masyarakat lebih banyak bergantung pada sektor pertanian. 2. Bentuk kearifan lokal masih banyak yang dipertahankan karena sudah mengakar bahwa kearifan lokal adalah tradisi yang turun-temurun. Keutuhan kearifan lokal dalam pengelolaan SDA masih minim dilihat dari pengetahuan mereka terhadap keberadaan dan kondisi SDA. 3. Kondisi sosial ekonomi masyarakat memiliki keterkaitan yang bervariasi terhadap keutuhan kearifan lokal. 20

21 1.7 Kerangka Pemikiran Masyarakat di Desa Bedoyo, Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunungkidul dalam menjalankan kehidupan sehari-hari telah didukung dengan karakteristik alam dan karakteristik sosial yang khas. Untuk mewujudkan kesejahteraan hidup dan kelestarian alam yang tetap terjaga, masyarakat dapat melakukan bentukbentuk upaya yang dikenal dengan istilah kearifan lokal. Terdapat beberapa bentuk kearifan lokal yang diulas dalam penelitian ini seperti kearifan lokal dalam aspek lingkungan dan aspek sosial budaya. Meskipun begitu, bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada akan tetap saling berkaitan dalam penerapannya. Contoh bentuk kearifan lokal sosial budaya yang dapat diketahui di Desa Bedoyo antara lain: ada tidaknya kegiatan-kegiatan sosial (seperti tahlilan, kenduri, ruwahan, padusan, dan syawalan), tempat keramat, dan ada tidaknya acara adat. Contoh bentuk kearifan lingkungan yang dapat diketahui terkait dengan kegiatan pertanian dan pertambangan, misal masih diterapkannya perhitungan pranata mangsa sebagai aturan musim tanam, larangan menambang di tempat atau gunung tertentu, dan lain-lain. Tidak seluruhnya masyarakat menjalankan segala aktivitas dengan berpedoman pada kearifan lokal. Kondisi sosial ekonomi seperti umur, tingkat pendidikan, dan tingkat pendapatan dapat memengaruhi seseorang terhadap dorongan untuk tetap mempraktekkan bentuk-bentuk kearifan lokal maupun tidak. Dalam penelitian, akan dianalisis ada tidaknya keterkaitan antara kondisi sosial ekonomi dengan masih dipraktekkan atau tidaknya suatu bentuk kearifan lokal di Bedoyo. Kerangka pikir penelitian dapat dilihat pada Gambar

22 Kehidupan Masyarakat Bedoyo Kondisi Sosial Ekonomi - Umur - Tingkat pendidikan - Tingkat pendapatan Aktivitas Masyarakat Bedoyo Bentuk kearifan lokal dalam aspek sosial budaya - Perhitungan Jawa - Perhitungan hari baik - Penentuan arah hadap rumah yang baik - Sedekah pantai selatan - Kenduri - Tahlilan - Ruwahan - Padusan - Syawalan - Tirakat 17 Agustus - Tradisi rasulan Bentuk kearifan lokal dalam aspek lingkungan - Penggunaan pranata mangsa - Penerapan aturan menebang pohon untuk bangunan - Penggunaan alat pertanian tradisional - Cara membasmi hama - Pengetahuan terkait luweng - Pengetahuan terkait lokasi penambangan gamping - Pengetahuan terkait aturan menebang pohon di hutan - Menjaga pohon keramat Bentuk kearifan lokal dalam aspek ekonomi - Kegiatan pertanian - Kegiatan nonpertanian Kearifan Lokal Aktivitas masyarakat yang berpedoman kearifan lokal Gambar 1.1. Kerangka Pemikiran 22

23 23

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup di alam ini. Selain itu, air juga merupakan barang milik umum, sehingga air dapat mengalami

Lebih terperinci

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA BEDOYO, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL. Nesti Listianingrum

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA BEDOYO, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL. Nesti Listianingrum KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT DESA BEDOYO, KECAMATAN PONJONG, KABUPATEN GUNUNGKIDUL Nesti Listianingrum nesti.listianingrum@yahoo.co.id Sudrajat sudrajatgeo@yahoo.com Abstract The regional development nowadays

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia dengan luas daratan 1,3% dari luas permukaan bumi merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman ekosistem dan juga keanekaragam hayati yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm/tahun. Hutan Hujan

BAB I PENDAHULUAN. klimaks pada daerah dengan curah hujan mm/tahun. Hutan Hujan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Hujan Tropis merupakan salah satu tipe hutan yang memiliki keanekaragaman tinggi. Ekosistem hutan tropis terbentuk oleh vegetasi yang klimaks pada daerah dengan

Lebih terperinci

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR

STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR STUDI EVALUASI PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH (TNBT) KABUPATEN INDRAGIRI HULU - RIAU TUGAS AKHIR Oleh: HERIASMAN L2D300363 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut menjadi isu yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena akhir-akhir ini eksploitasi terhadap sumberdaya pesisir dan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati (biodiversity) maupun keberagaman tradisi (culture diversity).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti luas. Masyarakat sebagai kumpulan individu-individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang

BAB I PENDAHULUAN. Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wisata alam dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan lingkungan. Kegiatan wisata alam itu sendiri dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia pendidikan dewasa ini lebih menekankan pada penanaman nilai dan karakter bangsa. Nilai dan karakter bangsa merupakan akumulasi dari nilai dan karakter

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang masalah Manusia merupakan makhluk individu dan juga makhluk sosial yang hidup saling membutuhkan. Sebagai makhluk sosial manusia saling berinteraksi satu dengan lainnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ilmu sosial yang sangat penting. Masyarakat atau komunitas desa yang syarat

BAB I PENDAHULUAN. ilmu sosial yang sangat penting. Masyarakat atau komunitas desa yang syarat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kajian tentang masyarakat nelayan pedesaan merupakan salah satu kajian ilmu sosial yang sangat penting. Masyarakat atau komunitas desa yang syarat dengan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Konservasi No. 5 Tahun 1990, sumberdaya alam hayati adalah unsur-unsur hayati di alam yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Cisolok Kabupaten Sukabumi Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki banyak hutan tropis, dan bahkan hutan tropis di Indonesia merupakan yang terluas ke dua di dunia setelah negara Brazil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaannya diserahkan hukum adat (Pasal 1 UU No.41 tahun 1999). Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaannya diserahkan hukum adat (Pasal 1 UU No.41 tahun 1999). Masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan adat adalah hutan negara yang berada dalam wilayah adat yang pengelolaannya diserahkan hukum adat (Pasal 1 UU No.41 tahun 1999). Masyarakat hukum adat tidak diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan

BAB I PENDAHULUAN. menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang mampu menyediakan kebutuhan dasar masyarakat seperti pangan, obat-obatan, dan pendapatan bagi keluarga, sehingga hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi komunikasi dan media massa, mengakibatkan munculnya New 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Informasi merupakan suatu hal terpenting dalam kehidupan. Banyak cara untuk mendapatkan informasi, melalui media televisi maupun radio. Majalah dan koran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kearifan merupakan salah satu bagian yang melekat pada masyarakat, khususnya masyarakat lokal. Kondisi lingkungan dan pengalaman belajar yang spesifik membuat masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya. Pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Kehidupan berbangsa dan bernegara mempengaruhi pembentukan pola perilaku masyarakat. Perilaku ini tercermin dari perilaku individu selaku anggota masyarakat. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan kumpulan pohon pohon atau tumbuhan berkayu yang menempati suatu wilayah yang luas dan mampu menciptakan iklim yang berbeda dengan luarnya sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dilakukan secara tradisional untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat di sekitar hutan memiliki ketergantungan yang sangat besar dengan keberadaan hutan disekitarnya, pemanfaatan hutan dan hasil hutan oleh masyarakat dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kota Jakarta yang merupakan pusat pemerintahan, perdagangan, jasa, pariwisata dan kebudayaan juga merupakan pintu gerbang keluar masuknya nilai-nilai budaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Hubungan Masyarakat Lokal dengan Kearifan Lokal. Kearifan lokal dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Hubungan Masyarakat Lokal dengan Kearifan Lokal. Kearifan lokal dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan TINJAUAN PUSTAKA Hubungan Masyarakat Lokal dengan Kearifan Lokal Kearifan lokal dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya untuk bertindak dan bersikap terhadap sesuatu, objek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya

PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL. Oleh: Gurniwan Kamil Pasya PERLINDUNGAN HUTAN MELALUI KEARIFAN LOKAL Oleh: Gurniwan Kamil Pasya ABSTRAK Kerusakan hutan di Indonesia sudah sangat parah sebagai akibat banyak perusahaan kayu yang membabat hutan secara besar-besaran,

Lebih terperinci

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH

-1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH -1- PENJELASAN ATAS QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG KEHUTANAN ACEH I. UMUM Sejalan dengan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional yang mengamanatkan agar bumi, air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang salah satunya dikenal dengan bila diterapkan di alam, merupakan sebuah peluang besar

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

Eksplorasi Karakteristik Pembangunan Ekonomi Desa Melalui Unsur-Unsur Budaya Universal di Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang

Eksplorasi Karakteristik Pembangunan Ekonomi Desa Melalui Unsur-Unsur Budaya Universal di Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang Eksplorasi Karakteristik Pembangunan Ekonomi Desa Melalui Unsur-Unsur Budaya Universal di Desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang Endro Pebi Trilaksono Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Malang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang sekarang ini sedang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Selain bertujuan untuk memperkenalkan dan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT KAMPUNG KUTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat dari kemajemukan tersebut adalah terdapat beraneka ragam ritual yang dilaksanakan dan dilestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk di dalamnya berupa sumberdaya hutan. Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang tersimpan di

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dengan sumber daya Hutan Wonosadi antara lain :

BAB III PENUTUP. dengan sumber daya Hutan Wonosadi antara lain : BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Wujud-wujud kearifan lokal warga masyarakat adat dalam interaksi dengan sumber daya Hutan Wonosadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sangat kaya dengan budaya yang berbeda-beda. Salah saru diantaranya adalah masyarakat Kanekes (Baduy) yang tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar,

Lebih terperinci

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENETAPAN KAWASAN, HEMAQ BENIUNG, HUTAN ADAT KEKAU DAN HEMAQ PASOQ SEBAGAI HUTAN ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahluk hidup memiliki hak hidup yang perlu menghargai dan memandang makhluk hidup lain sebagai bagian dari komunitas hidup. Semua spesies hidup memiliki

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 12 TAHUN 2003 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHUTANAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang terkenal akan kemajemukan suku bangsanya, terdapat lebih dari 654 komunitas lokal atau sub suku bangsa dari 19 suku bangsa tersebar di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kawasan Konservasi Kawasan konservasi dalam arti yang luas, yaitu kawasan konservasi sumber daya alam hayati dilakukan. Di dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakikatnya akan hidup sebagai kelompok, hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Manusia pada hakikatnya akan hidup sebagai kelompok, hal tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada hakikatnya akan hidup sebagai kelompok, hal tersebut dikarenakan manusia adalah makhluk sosial. Kelompok-kelompok tersebut akan tergabung pada suatu lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam merupakan

Lebih terperinci

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS)

VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) VII. PERSEPSI MASYARAKAT KASEPUHAN SINAR RESMI TERHADAP PERLUASAN KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG HALIMUN SALAK (TNGHS) 7.1. Persepsi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi terhadap Keberadaan Hutan Penilaian

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci : masyarakat adat, Suku Dayak Limbai, Goa Kelasi, aturan adat, perlindungan sumberdaya hutan

ABSTRAK. Kata kunci : masyarakat adat, Suku Dayak Limbai, Goa Kelasi, aturan adat, perlindungan sumberdaya hutan 1 PERAN ATURAN ADAT SUKU DAYAK LIMBAI DALAM PERLINDUNGAN SUMBERDAYA HUTAN : STUDI KASUS GOA KELASI DI ZONA PENYANGGA TAMAN NASIONAL BUKIT BAKA BUKIT RAYA, PROVINSI KALIMANTAN BARAT Nurul Iman Suansa, Amrizal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kaum tua, dan lambat laun mulai ditinggalkan karena berbagai faktor penyebab.

BAB I PENDAHULUAN. kaum tua, dan lambat laun mulai ditinggalkan karena berbagai faktor penyebab. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Umumnya pengetahuan pengobatan tradisional hanya dikuasai oleh kaum tua. Generasi muda saat ini kurang termotivasi untuk menggali pengetahuan dari kaum tua,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seperti kita ketahui, Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan kesenian. Keberagaman budaya inilah yang membuat Indonesia dikenal oleh negara-negara

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Simpulan Pada bagian ini akan disimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penulisan skripsi yang berjudul. Kehidupan Masyarakat Baduy Luar Di Desa Kanekes

Lebih terperinci

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PERLINDUNGAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG, Menimbang : a. bahwa Taman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan. Manusia diciptakan dari tanah, hidup

Lebih terperinci

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6.

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3. Cukup jelas. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. macam fungsi. Fungsi fungsi hutan di antaranya adalah sebagai pengatur siklus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. macam fungsi. Fungsi fungsi hutan di antaranya adalah sebagai pengatur siklus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya yang dapat menghasilkan berbagai macam produk. Manusia menggunakan berbagai macam produk yang dihasilkan hutan untuk mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan berasal dari kata tahu yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tahun 2008, artinya mengerti setelah melihat suatu fenomena alam. Berdasarkan pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang merupakan daerah yang memiliki potensi budaya yang masih berkembang secara optimal. Keanekaragaman budaya mencerminkan kepercayaan dan kebudayaan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup,

BAB I PENDAHULUAN. seseorang akan mampu menilai banyak hal mengenai budaya seperti gaya hidup, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Arsitektur merupakan produk budaya yang tidak lepas dari kehidupan manusia. Permukiman, perkotaan dan lansekap suatu daerah terbentuk sebagai hasil dari sistem kebudayaan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI 189 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, REKOMENDASI A. Simpulan Umum Kampung Kuta yang berada di wilayah Kabupaten Ciamis, merupakan komunitas masyarakat adat yang masih teguh memegang dan menjalankan tradisi nenek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Manusia dengan Lingkungan Interaksi merupakan suatu hubungan yang terjadi antara dua faktor atau lebih yang saling mempengaruhi dan saling memberikan aksi dan reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal

BAB I PENDAHULUAN. 1 Y, Wartaya Winangun, Tanah Sumber Nilai Hidup, Yogyakarta: Kanisius, 2004, hal BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN A.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam kehidupan di dunia, setiap makhluk hidup pasti tergantung pada 3 unsur pokok, yaitu: tanah, air, dan udara. Ketiga unsur tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya pemerintah Indonesia dalam pengembangan kepariwisataan diwujudkan dalam program Visit Indonesia yang telah dicanangkannya sejak tahun 2007. Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya alam yang terdapat pada suatu wilayah pada dasarnya merupakan modal dasar pembangunan yang perlu digali dan dimanfaatkan secara tepat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya.

Tenggara yakni Malaysia, Singapura, dan Brunai Darusalam. Oleh karena itu perlu ditetapkan berbagai langkah kebijakan pengendaliannya. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang 1 BAB I PENDAHULUAN Pelaksanaan studi ini dilatarbelakangi oleh terjadinya satu dilema yang sangat sering dihadapi dalam perencanaan keruangan di daerah pada saat ini, yaitu konversi kawasan lindung menjadi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN I.. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki perhatian cukup tinggi terhadap pengelolaan sumber daya alam (SDA) dengan menetapkan kebijakan pengelolaannya harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu aset penting bagi negara, yang juga merupakan modal dasar bagi pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Hutan sebagai sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Upacara adat Belian merupakan suatu bentuk kebudayaan asli Indonesia yang sampai saat ini masih ada dan terlaksana di masyarakat Dayak Paser, Kalimantan Timur. Sebagai salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesenian merupakan salah satu jenis kebutuhan manusia yang berkaitan dengan pengungkapan rasa keindahan. Menurut kodratnya manusia adalah makhluk yang sepanjang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan seluas 2,4 juta Ha di hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia mendapat julukan sebagai Macan Asia dan keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia mendapat julukan sebagai Macan Asia dan keberhasilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan Indonesia periode Orde baru menunjukkan hasil yang signifikan dalam beberapa bidang, mulai dari pengentasan kemiskinan, pembangunan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan konservasi merupakan suatu kawasan yang dikelola dan dilindungi dalam rangka pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Penetapan status sebuah kawasan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasilhutan non kayu adalah hasil hutan yang didapat secara langsung.air bersih

BAB I PENDAHULUAN. hasilhutan non kayu adalah hasil hutan yang didapat secara langsung.air bersih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan memiliki peran penting bagi kehidupan manusia.manusia sangat tergantungdalam pengelolaan sumberdaya hutan.manfaatsecara langsung maupun tidak langsung berguna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nurshopia Agustina, 2013 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, orang Sunda dapat mengembangkan jenis-jenis khas yang menarik yaitu mengembangkan macam-macam agroekosistem seperti berladang, bercocok tanam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.1.1 Kasus Proyek Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak kesegala bidang, tidak terkecuali pengembangan potensi pariwisata suatu kawasan maupun kota. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan. Menurut Dangler (1930) dalam Hardiwinoto (2005), hutan adalah suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang mampu dan dapat diperbaharui. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang besar peranannya dalam berbagai aspek kehidupan

Lebih terperinci

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA

BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 36 BAB V PENGETAHUAN DAN SIKAP MASYARAKAT TERHADAP MITOS DAN NORMA 5.1 Gambaran Sosial-Budaya Masyarakat Lokal Masyarakat Kampung Batusuhunan merupakan masyarakat yang identik dengan agama Islam dikarenakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal dengan kemajemukannya yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan hidup bersama dalam negara kesatuan RI dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika. Dalam keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satu pengelompokan hutan berdasarkan fungsinya adalah hutan konservasi. Hutan konservasi merupakan

Lebih terperinci

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI

BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI BAB 8 KESIMPULAN DAN KONTRIBUSI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan analisis dan pembahasan dalam penelitan ini maka dibuat kesimpulan dari fokus kajian mengenai, perubahan ruang hunian, gaya hidup dan gender,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara kepulauan yang memiliki beraneka ragam bentuk seni kerajinan yang sudah sangat terkenal di seluruh dunia. Sejak jaman kerajaan-kerajaan

Lebih terperinci

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI

BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan,

Lebih terperinci

LOKAL GENIUS DALAM KAJIAN MANAJEMEN Oleh Drs. I Made Madiarsa, M.M.A. 6

LOKAL GENIUS DALAM KAJIAN MANAJEMEN Oleh Drs. I Made Madiarsa, M.M.A. 6 LOKAL GENIUS DALAM KAJIAN MANAJEMEN Oleh Drs. I Made Madiarsa, M.M.A. 6 Abstrak: Kearifan lokal berkaitan erat dengan manajemen sumber daya manusia. Dewasa ini, kearifan lokal mengalami tantangan-tantangan,

Lebih terperinci