BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi. diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Asuransi Pengertian Asuransi

BAB III TINJAUAN TEORI. 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya. a. Pengertian Asuransi

ASURANSI. Created by Lizza Suzanti 1

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh

ASURANSI. Prepared by Ari Raharjo

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

PERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/

BAB II ASURANSI PADA UMUMNYA. Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II LANDASAN TEORI. kondisi teori-teori yang mendukung di dalam mengkaji masalah wanprestasi

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi.

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam Kajian Pustaka ini akan dijelaskan mengenai pengertian-pengertian

BAB II ASURANSI SEBAGAI LEMBAGA PENGALIHAN RESIKO. Asuransi adalah kontrak perjanjian antara yang diasuransikan (insured)

Dokumen Perjanjian Asuransi

STIE DEWANTARA Manajemen Asuransi, Pegadaian & Anjak Piutang

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Asuransi dalam bahasa Belanda di sebut verzekering yang berarti pertanggungan

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan telah berkembang

TIU: Mahasiswa memlki pengetahuan dan keterampilan tentang peusahaan asuransi dan apa macamnya yang ditanggung oleh perusahaan asuransi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pandang yang berbeda-beda. Definisi definisi tersebut antara lain : dapat terjadi dengan cara membayar premi asuransi.

PEMBAYARAN KLAIM ASURANSI JIWA AKIBAT TERTANGGUNG BUNUH DIRI (PT ASURANSI JIWA MANULIFE INDONESIA)

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PENGENALAN ASURANSI. Sistem Informasi Asuransi dan Keuangan

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

PERAN ASURANSI KEPADA PERUSAHAAN PENGANGKUTAN BARANG MELALUI DARAT YANG MENGALAMI KERUSAKAN ATAU KEHILANGAN BARANG

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal pasal 308

BAB I PENGENALAN ASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pengertian Prosedur menurut Mulyadi (2008:5) Pengertian Prosedur menurut M. Nafarin (2009:9)

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK-HAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI JIWA. bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan

νµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτ ψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπα σδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκ χϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθ

BAB IV RISIKO DALAM ASURANSI

Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam

A. INSURED B. INSURER C. ACCIDENT D. INTEREST

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan penyakit serta karena usia tua, yang dapat mengakibatkan

JURNAL HUKUM PENERAPAN PRINSIP UTMOST GOOD FAITH PADA PIHAK TERTANGGUNG DALAM POLIS ASURANSI JIWA TERKAIT PENGAJUAN KLAIM ASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

KAJIAN HUKUM TERHADAP AKTUALISASI ASAS INDEMNITAS DALAM POLIS STANDAR ASURANSI KENDARAAN BERMOTOR INDONESIA PT. ASURANSI RAMAYANA Tbk.

RESIKO DALAM ASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya manusia juga tidak bisa terlepas dari kejadian-kejadian yang tidak

SOSIALIASI ASURANSI Dalam Rangka Penggunaan Transaksi Non Tunai Dalam Asuransi TKI. Jakarta, Februari 2015

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi adalah serapan dari istilah bahasa Belanda assurantie, dalam

ANALISIS HUKUM PEMBERATAN RISIKO DALAM ASURANSI JIWA PADA PERUSAHAAN AJB BUMIPUTERA 1912 BANDAR LAMPUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi

BAB I PENDAHULUAN. selama orang tersebut memiliki kepentingan tanpa memandang status,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak pernah terlepas dari bahaya, Beberapa

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB I PENDAHULUAN. suatu peristiwa yang tidak terduga semula, misalnya rumahnya terbakar, barangbarangnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan bertambahnya populasi kendaraan pribadi yang merupakan faktor penunjang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA


Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential. Ratna Syamsiar. Abstrak

II. LANDASAN TEORI. Pengertian pemasaran sangat luas,banyak ahli yang telah memberikan definisi atas

Klaim Ganti Rugi dalam Perjanjian Asuransi Kendaraaan Bermotor

ASPEK HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN ASURANSI 1 Oleh : Irius Yikwa 2

Oleh R. Hari Purwanto ABSTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Dalam menjalani hidup. keinginan untuk mengatasi ketidakpastian (uncertainty).

SISTEM INFORMASI ASURANSI. Materi 1 PENGENALAN ASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I. Perkembangan ekonomi Indonesia melalui perusahaan asuransi adalah

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI. undang-undang telah memberikan nama tersendiri dan memberikan

PRINSIP UTMOST GOOD FAITH DALAM PERJANJIAN ASURANSI KERUGIAN

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi

Transkripsi:

BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi Manusia selalu dihadapkan dengan peristiwa yang tidak pasti. Peristiwa yang tidak pasti tersebut dapat berupa peristiwa menguntungkan atau menyenangkan atau merupakan keuntungan yang mungkin diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang merugikan baik bagi dirinya, keluarganya maupun harta bendanya. 18 Oleh sebab itu manusia memerlukan proteksi atau perlindungan. Asuransi dalam bahasa belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dalam bahasa inggris disebut inssurance 19. Asuransi berasal dari bahasa inggris assure yang berarti menanggung dan assurance yang berarti tanggungan 20 Dalam hukum asuransi dikenal bermacam macam istilah. Ada istilah hukum pertanggungan, hukum asuransi. dalam bahasa belanda disebut verzekering recht dan dalam istilah bahasa inggris disebut insurance law, sedangkan dalam praktek sejak dalam hindia belanda sampai sekarang banyak dipakai orang istilah asuransi (assurantie) 21 18 M. Suparman sastrawidjaya, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Alumni, Bandung, 1997, hal. 1 19 J.C.T.Simorangkir, Rudy erwin, J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, (Jakarta; Sinar Grafika, 2009) hal 182 20 I.P.M. Ranuhandoko, Terminal Hukum : Inggris-Indonesia, (Jakarta; Sinar Grafika, 2006), hal 75 21 Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, (Medan; Fakultas Hukum, 2005), hal 1 19

20 Asuransi merupakan suatu sistem atau tindakan untuk melimpahkan, mengalihkan, atau mentransfer risiko yang ditanggung kepada pihak lain dengan syarat melakukan pembayaran premi dalam rentang waktu tertentu secara teratur sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan terhadap risiko yang dimungkinkan terjadi di masa depan seiring dengan ketidakpastian itu sendiri. 22 Adapun pengertian asuransi sendiri memiliki beberapa defenisi. Pertama, definisi asuransi menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dalam undang-undang ini, disebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih. Dalam konteks, pihak penanggung mengingkatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi asuransi guna memberikan penggantian pada tertanggung yang disebabkan oleh kerugian yang dialaminya, semisal berupa kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum terhadap pihak ketiga yang dimungkinkan akan dialami oleh pihak tertanggung yang disebabkan oleh berbagai macam peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu pembayaran didasarkan pada meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan Pengaturan ini diperbaharui dengan diterbitkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian Pasal 1 yang mengemukakan 22 Zian Farodis, Buku Pintar Asuransi, (Jogjakarta; Laksana, 2014), hal.1

21 bahwa asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk : a. Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau b. Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meningganya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana 23 Menurut Abbas Salim, asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substansi) kerugian-kerugian yang besar yang belum pasti. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, orang bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang, agar bisa menghadapi kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada waktu mendatang 24 Dasar hukum perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1774 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut: 23 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 jo Undang-Undang 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian 24 Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Risiko, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2007) hal 1

22 Suatu perjanjian untung untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tetntu. Demikian adalah: perjanjian pertanggungan; bunga cagak hidup; perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab undang undang hukum dagang Menurut pasal di atas, perjanjian asuransi digolongkan ke dalam perjanjian untung untungan. Penggolongan perjanjian asuransi sebagai perjanjian untung untungan tidak sesuai dengan sifat perjanjian asuransi yang sesungguhnya. Dorhout mess mengatakan bahwa pembuat undang undang memasukkan asuransi sebagai perjanjian untung untungan, seperti perjudian dan pertaruhan yang diatur dalam Pasal 1774 tersebut berdasarkan pertimbangan bahwa besarnya kewajiban penanggung digantungkan pada peristiwa yang tidak pasti. Kewajiban tersebut baru dapat dipenuhi jika peristiwa yang ditanggung benar benar terjadi. Penggolongan perjanjian asuransi secara umum oleh KUH Perdata sebagai salah satu bentuk perjanjian untung untungan sebenarnya merupakan satu penerapan yang sama sekali tidak tepat di samping bertentangan dengan prinsip prinsip yang harus dipenuhi dalam perjanjian asuransi itu sendiri. Karakteristik perjanjian untung untungan adalah berdasarkan kemungkinan yang sangat bersifat spekulatif dengan tujuan utama hanya kepentingan keuangan sementara perjanjian asuransi pada dasarnya

23 mempunyai tujuan yang lebih pasti, yaitu memperalihkan risiko yang sudah ada yang berkaitan pada kemanfaatan ekonomi tertentu sehingga tetap berada dalam posisi yang sama. Pasal 1774 KUH Perdata yang menyatakan perjanjian asuransi diatur selanjutnya dalam KUH Dagang menjadikan asuransi sebagai perbuatan ekonomi yang sah oleh hukum dan pengakuan sah tersebut telah diatur pula dalam berbagai undang undang dinluar KUH Dagang antara lain Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dengan demikian ketentuan Pasal 1774 KUH Perdata tidak dapat dijadikan dasar hukum perjanjian asuransi. Dari sudut pandang dewasa ini, penggolongan asuransi ke dalam perjanjian untung untungan dan pertaruhan tersebut tidak sesuai dengan sifat perjanjian asuransi sesungguhnya. Kejanggalan penggolongan tersebut dapat dibuktikan dari alasan alasan berikut : 1. Dasar perjanjian asuransi adalah kesanggupan penanggung, dengan imbalan pembayaran premi dari tertanggung, untuk mengganti kerugian atau memberikan manfaat apabila peristiwa yang diasuransikan terjadi, bukan faktor terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang diasuransikan. Pada perjudian dan pertaruhan, dasar perjanjian adalah terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang diperjanjikan 2. Keberadaan kepentingan yang dimiliki (insurable interest) pada tertanggung atas objek asuransi sebagai syarat mutlak untuk mengingatkan diri dengan penanggung yaitu dapat

24 diukur dari apakah tertanggung akan dirugikan apabila peristiwa yang diasuransikan terjadi (Pasal 250 KUH Dagang). Penanggung tidak berkewajiban mengganti kerugian atau membayar manfaat kepada siapa pun yang tidak mempunyai kepentingan atas objek asuransi. perjudian dan pertaruhan tidak memberikan persyaratan tersebut dan siapa pun dapat ikut serta, dan kepentingan itu ada setelah peristiwa terjadi. 3. Penjudi berharap peristiwa yang diperjanjikan terjadi sehingga memperoleh keuntungan finansial. Tertanggung tidak berharap peristiwa yang diasuransikan karena tertanggung tidak akan mendapat keuntungan finansial tetapi ganti kerugian 4. Perjanjian asuransi merupakan mekanisme pengalihan risiko sedangkan perjudian dan pertaruhan bukan merupakan pengalihan risiko, tetapi perjanjian untung untungan (chance game) yang semata mata berdasarkan kesempatan terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang diperjanjikan 5. Pengalihan risiko dalam perjanjian asuransi dilakukan dengan imbalan pembayaran premi oleh tertanggung yang dianggap setimpal dengan risiko yang harus diasuransikan walaupun pembayaran klaim sebagai pemenuhan prestasi

25 belum tentu seimbang dengan jumlah premi. Perjudian atau pertaruhan dapat dilakukan tanpa menggantungkannya pada keseimbangan antara prestasi dan biaya penyertaan. 6. Pada perjanjian perjudian dan pertaruhan, pihak yang wanprestasi tidak dapat digugat secara hukum karena merupakan perikatan alamiah. Dalam perjanjian asuransi, tertanggung atau penanggung yang tidak memenuhi kewajibannya dapat dituntut secara hukum karena merupakan perikatan perdata 25 Pengaturan asuransi sebagai sebuah perjanijan diatur di bawah KUH Dagang. Berdasarkan Pasal 1 KUH Dagang, hukum dagang dapat dikatakan merupakan lanjutan dari hukum perdata. Oleh sebab itu, ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata sebagai ketentuan khusus, selama oleh ketentuan yang terakhir itu belum diatur sebaliknya. Secara positif, asuransi dan lembaga asuransi beserta pengaturannya telah berlaku di indonesia sejak tahun 1848, yaitu sejak KUH Dagang berdasarkan asas kondordansi berlaku di indonesia. KUH Dagang merupakan induk berbagai ketentuan ketentuan hukum dagang indonesia. KUH Dagang memuat bab bab tersendiri mengenai asuransi sebagai sebuah perjanjian yang dibagi dalam dua bagian, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan pengaturan yang bersifat khusus. Sebagai aturan induk selain dari ketentuan umum mengenai 25 A. Junaedy ganie, Op.Cit hal. 64

26 perikatan yang merupakan asas asas yang dikandung oleh KUH Perdata, ketentuan ketentuan KUH Dagang akan selalu menjadi dasar suatu perjanjian asuransi apabila tidak diatur secara khusus dalam perjanjian asuransi itu sendiri. Pengertian asuransi menurut KUH Dagang Menurut Pasal 246 KUH Dagang, asuransi adalah Suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa perjanjian asuransi merupakan suatu perikatan timbal balik antara penanggung yang memberikan jaminan dan dengan tertanggung yang memberikan imbalan pembayaran premi asuransi. pengertian dalam Pasal 246 KUH Dagang tersebut hanya mengatur penggantian kepada tertanggung atas kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Dalam asuransi jiwa, yang menjadi objek asuransi adalah jiwa tertanggung atau mereka yang diasuransikan dan manfaat yang diberikan dapat berupa santunan kepada seseorang atau lebih yang ditunjuk sebagai penerima manfaat apabila tertanggung atau yang dipertanggungkan meninggal dunia atau penerimaaan manfaat yang disepakati oleh tertanggung yang selamat sampai akhir masa asuransi.

27 Adapun yang paling penting untuk diperhatikan adalah bahwa perjanjian asuransi adalah perjanjian atas dasar uberrimae fidei, utmost goodfaith. Dalam sistem common law, terdapat kewajiban yang luas bagi para pihak untuk melakukan keterbukaan (disclosure). Tetapi untuk tujuan yang lebih umum, sebuah perjanjian di mana satu pihak (penanggung) dengan imbalan tertentu, sepakat untuk menanggung risiko dari suatu peristiwa, kejadian yang waktunya tidak dapat ditentukan, atas hal tersebut pihak yang lain (tertanggung) terancam (exposed) dan mempunyai kepentingan dan sepakat dalam hal timbulnya peristiwa, kejadian yang ditanggung, penanggung akan membayar kepada tertanggung sejumlah uang, atau menyediakan manfaat dalam bentuk lain yang memiliki nilai keuangan (tidak selalu harus membayar dalam bentuk uang). Meskipun demikian, sementara defenisi ini mencukupi untuk tujuan tujuan tertentu, dapat saja diperlukan suatu defenisi yang lain yang akan tepat untuk keperluan keperluan yang berbeda beda. 26 Dalam KUH Dagang ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umu dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam buku I Bab 9 Pasal 246 Pasal 286 KUH Dagang yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUHD maupun yang diatur di luar KUHD, kecuali jika secara khusus terdapat dalam Buku I Bab 10 Pasal 287 Pasal 308 KUHD dan 26 Ibid, hal 84-85

28 Buku II Bab 9 dan Bab 10 Pasal 592 Pasal 695 KUHD dengan rincian sebagai berikut : a. Asuransi kebakaran Pasal 287 Pasal 298 KUHD b. Asuransi hasil pertanian Pasal 299 Pasal 301 KUHD c. Asuransi jiwa Pasal 302 Pasal 308 KUHD d. Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592 Pasal 658 KUHD e. Asuransi pengangkutan darat, sungai dan perairan pedalaman Pasal 686 Pasal 695 KUHD 27 B. Asuransi sebagai perjanjian Inti atau jiwa atau ruh dalam asuransi adalah perjanjian. 28 Menurut Apeldoorn perjanjian disebut faktor yang membantu pembentukan hukum, sedangkan menurut Lemaire perjanjian adalah determinan hukum. 29 Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD. Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam KUH Perdata berlaku juga bagi perjanjian asuransi. karena perjanjian asuransi merupakan perjanjian khusus, maka di samping ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian, berlaku juga syarat-syarat khusus yang diatur dalam dalam Kitab Undangundang Hukum Dagang. Syarat-syarat sah suatu perjanjian diatur 27 Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT CITRA ADITYA BAKTI, Bandung, 2006, hal. 18 28 H.K. Martono & Eka Budi Tjahjono, Asuransi Transportasi Darat-Laut-Udara, Mandar Maju, Bandung, 2011, hal. 55 29 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Liberty, Yogyakarta, 1985, hal. 117

29 dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Menurut ketentuan pasal tersebut, ada 4 (empat) syarat sah suatu perjanjian, yaitu kesepakatan para pihak, kewenangan berbuat, objek tertentu, dan kausa yang halal. Syarat yang diatur dalam KUHD adalah kewajiban pemberitahuan yang diatur dalam Pasal 251 KUHD 1. Kesepakatan (Consensus) Tertanggung dan penanggung sepakat mengadakan perjanjian asuransi, kesepakatan tersebut meliputi : a. Benda yang menjadi obyek asuransi b. Pengalihan risiko dan pembayaran premi c. Evenemen dan ganti kerugian d. Syarat-syarat khusus asuransi e. Dibuat secara tertulis yang disebut polis Kesepakatan aatara tertanggung dan penanggung dibuat secara bebas, tidak berada di bawah pengaruh, tekanan, atau paksaan pihak tertentu. Kedua belah pihak sepakat menentukan syaratsyarat perjanjian asuransi sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku 2. Kewenangan (authority) Kedua pihak tertanggung dan penanggung wenang melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif dan ada yang bersifat objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak sudah dewasa,

30 sehat ingatan, tidak berada di bawah perwalian atau pemegang kuasa yang sah. Kewenangan objektif artinya tertanggung mampunyai hubungan yang sah dengan objek asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. Penanggung adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi berdasarkan anggaran dasar perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu untuk kepentingan pihak ketiga, maka tertanggung yang mengadakan asuransi itu mendapat kuasa atau pembenaran dari pihak ketiga yang bersangkutan 3. Objek tertentu (fixed object) Objek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah objek yang diasuransikan, dapat berupa harta kekayaan, dapat berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan, dapat pula berupa jiwa atau raga manusia. Objek tertentu berupa harta kekayaan dan kepentingan yang melekat pada harta kekayaan terdapat pada perjanjian asuransi kerugian. Objek tertentu berupa jiwa atau raga manusia terdapat pada perjanjian asuransi jiwa. Karena yang mengasuransikan objek itu adalah tertanggung, maka dia harus mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan objek asuransi itu. 4. Kausa Yang Halal (Legal Cause) Kausa yang halal maksudnya adalah isi perjanjian asuransi itu tidak dilarang undang-undang, tidak bertentangan dengan

31 ketertiban umum, tidak bertentangan dengan kesusilaan. Berdasarkan kausa yang halal itu, tujuan yang hendak dicapai oleh tertanggung dan penanggung adalah beralihnya risiko atas objek asuransi yang diimbangi dengan pembayaran premi, penanggung menerima peralihan risiko atas objek asuransi. jika premi dibayar maka risiko beralih. Jika premi tidak dibayar risiko tidak beralih 5. Pemberitahuan (notification) a. Teori objektivitas (objectivity theory) Salah satu teori ilmu hukum yang dikenal dalam hukum asuransi adalah teori objektivitas. Menurut teori ini setiap asuransi harus mempunyai objek tertentu. Objek tertentu artinya jenis, identitas dan sifat yang dimiliki objek tersebut harus jelas dan pasti. sifat objek asuransi mungkin dapat menjadi sebab timbulnya kerugian. Berdasarkan pemberitahuan itu penanggung dapat mempertimbangkan apakah dia akan menerima pengalihan risiko dari tertanggung atau tidak. keunggulan teori ini adalah penanggung dilindungi dari perbuatan tertanggung yang tidak jujur (in bad faith) sebaliknya tertanggung selalu dimotivasi untuk berbuat jujur (in good faith) dan selalu berhati-hati melakukan pemberitahuan sifat objek asuransi kepada penanggung. Teori ini berfungsi untuk mengarahkan tertanggung dan penanggung

32 agar mengadakan perjanjian asuransi dilandasi asas kebebasan berkontrak yang adil (fair) b. Pengaturan pemberitahuan dalam KUHD Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek asuransi. kewajiban ini dilakukan saat mengadakan asuransi. jika tertanggung lalai maka akibat hukumnya asuransi batal 30 Dalam sahnya suatu perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1320 KUH Perdata, dua syarat pertama dinamakan syaratsyarat subjektif karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjiannya sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu 31 C. Tujuan asuransi Pada umumnya perjanjian asuransi itu mempunyai tujuan untuk mengganti kerugian pada tertanggung, jadi tertanggung harus dapat menunjukkan bahwa dia menderita kerugian dan benar benar menderita kerugian. Di dalam asuransi itu setiap waktu selalu dijaga supaya jangan sampai seorang tertanggung yang hanya bermaksud menyingkirkan suatu kerugian saja dan mengharapkan suatu untung 30 Abdulkadir Muhammad. Op.Cit hal. 49-54 31 Subekti, Hukum Perjanjian, PT Intermasa, Jakarta, 1987, hal. 17

33 menikmati asuransi itu dengan cara memkai spekulasi, yang penting ialah bahwa tertanggung harus mempunyai kepentingan bahwa kerugian untuk mana ia mempertertanggungkan dirinya itu tidak akan menimpanya. Ajaran kepentingan ini sangat penting di dalam seluruh hukum asuransi yang kita dapati di dalam beberapa pasal tertentu dalam KUHD. Adapun tujuan lain dari asuransi sebagai berikut : 1. Teori pengalihan risiko Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer teory), tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa memikul beban risiko yang sewaktu waktu dapat terjadi. untuk mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban risiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut premi. Dalam dunia bisnis perusahaan asuransi selalu siap menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk mengambil alih risiko dengan imbalan pembayaran premi. Tertanggung mengadakan asuransi dengan tujuan mengalihkan risiko yang mengancam

34 harta kekayaan atau jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi (penanggung), sejak itu pula risiko beralih kepada penanggung. Apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung beruntung memiliki dan menikmati premi yang telah diterimanya dari tertanggung. Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila sampai berakhirnya jangka waktu asuransi tidak terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan yang menimpa diri tertanggung, maka tertanggung akan memperoleh pengembalian sejumlah uang dari penanggung sesuai dengan isi perjanjian asuransi. premi yang dibayar oleh tertanggung itu seolah olah sebagai tabungan pada penanggung. Timbulnya perbedaan dengan asuransi kerugian karena pembayaran premi pada asuransi jiwa dilakukan secara berkala biasanya secara bulanan. Dalam jangka waktu yang cukup lama premi yang disetor kepada penanggung dapat berfungsi sebagai modal usaha dengan mana tertanggung diberi hak untuk menikmati hasilnya setelah jangka waktu asuransi berakhir tanpa terjadi evenemen. 2. Pembayaran ganti kerugian Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu sungguh sungguh terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri kepadanya. Jika pada suatu ketika

35 sungguh sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam praktiknya, kerugian yang timbul itu bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss) dengan demikian tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh sungguh dideritanya. Jika dibandingkan dengan jumlah premi diterima dari dari beberapa tertanggung, maka jumlah ganti kerugian yang dibayarkan kepada tertanggung yang menderita kerugian itu tidaklah begitu besar jumlahnya. Kerugian yang diganti oleh penanggung itu hanya sebagian kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung. Dari sudut perhitungan ekonomi keadaan ini merupakan faktor pendorong perkembangan perusahaan asuransi, di samping faktor tingginya pendapatan per kapita warga negara 3. Pembayaran santunan Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary insurance). Akan tetapi, undang undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory insurance) artinya tertanggung terikat dengan penanggung karena perintah undang undang, bukan karena perjanjian. Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial (social security insurance) yang bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yang

36 mengakibatkan kematian atau cacat tubuh. Dengan membayar sejumlah kontribusi (semacam premi) tertanggung berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya 4. Kesejahteraan anggota Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung sedangkan anggota perkumpulan berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota (tertanggung) yang bersangkutan. Wirjono prodjodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan perkumpulan koperasi. Asuransi ini merupakan asuransi saling menanggung (onderlinge verzekering) atau asuransi usaha bersama (mutual insurance) yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anggota. 32 Tujuan asuransi lainnya adalah rasa aman sekaligus sebagai perlindungan, membantu meningkatkan kegiatan usaha pendistribusian biaya sekaligus manfaat yang lebih adil, bahan jaminan untuk mendapatkan kredit serta berfungsi sebagai tabungan 32 Abdulkadir Muhammad. Op.Cit. hl. 12

37 D. Prinsip-prinsip Asuransi Prinsip prinsip dasar asuransi sering kali juga disebut sebagai doktrin asuransi. dalam hal ini, prinsip prinsip asuransi mencakup insurable interest, utmost goodfaith, indemnity, proximate cause, serta subrogation and contribution. Berikut ini penjelasan lebih jelas dari kelima prinsip tersebut 1. Insurable interest Insurable interest pada prinsipnya adalah hak berdasarkan hukum guna mempertanggungkan suatu risiko yang berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah secara hukum, antara tertanggung dan sesuatu yang dipertanggungkan. Insurable interest merupakan prinsip paling fundamental dalam kontrak asuransi. sebab hal itu bertalian langsung dengan bentuk maupun rupa pertanggungan yang dijamin dalam suatu kontrak asuransi. sesuatu yang dipertanggungkan dalam konteks ini bisa berupa benda, harta, atau peristiwa yang bisa menimbulkan hak serta kewajiban keuangan secara hukum. Dalam prinsip insurable interest, sesuatu yang dipertanggungkan semata mata hanya menyangkut kepentingan yang bisa mengakibatkan kerugian dalam konteks finansial atas sesuatu yang dipertanggungkan. Inilah hal penting yang perlu diketahui oleh tertanggung atau nasabah. Beberapa unsur dalam insurable interest adalah : a. Harus berupa suatu hak, kepentingan, harta, jiwa, atau tanggung gugat

38 b. Keadaan yang dimaksud dalam penjelasan pertama adalah sesuatu yang dapat dipertanggungkan (subject matter of insurance) c. Tertanggung harus memiliki hubungan hukum dengan sesuatu yang bisa dipertanggungkan dalam hal ini pihak tertanggung bisa menuai manfaat apabila tidak terjadi peristiwa kerusakan dan akan menderita berupa kerugian apabila yang dipertanggungkan mengalami kerusakan serta d. Antara pihak tertanggung dan sesuatu yang dipertanggungkan harus memiliki hubungan yang disahkan secara hukum 2. Utmost good faith Utmost good faith secara sederhana bisa diterjemahkan sebagai niatan baik. Dalam hal ini hal yang dimaksud adalah dalam menetapkan kontrak atau persetujuan, sudah seharusnya dilakukan semata mata berlandaskan dengan niatan baik. Dengan demikian tidak dibenarkan jika kemudian baik dari pihak tertanggung maupun penanggung menyembunyikan suatu fakta yang bisa mengakibatkan timbulnya kerugian bagi salah satu pihak di antara keduanya. Prinsip semacam ini sebenarnya berlaku dalam segala bentuk perjanjian maupun persetujuan. Kewajiban dalam memberikan informasi serta fakta yang benar oleh kedua belah pihak tertanggung dan penanggung disebut sebagai duty

39 of disclosure. Selain itu dalam prinsip utmost good faith juga terdapat beberapa unsur unsur yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran yaitu : a. Non disclosure yakni suatu unsur yang pada dasarnya mengemukakan bahwa informasi atau fakta yang tidak diungkap disebabkan oleh unsur ketidaktahuan atau karena dianggap bahwa fakta tersebut tidak diperlukan atau tidak penting. Apabila berpijak pada prinsip utmost good faith hal itu tidak bisa dibenarkan dan bisa dikategorikan sebagai pelanggaran b. Concealment yakni kesengajaan untuk tidak mengungkap atau menginformasi suatu fakta materil dengan tujuan untuk menyembunyikan c. Fraudulent misrepresentation yakni kesengajaan memberikan gambaran palsu atau tidak yang tidak sebenarnya atas suatu fakta materil d. Innocent misrepresentatio yakni ketidaksengajaan dalam memberikan gambaran atau informasi yang tidak sebenarnya tentang suatu fakta materil 3. Indemnity Indemnity yakni berarti mengembalikan posisi finansial tertanggung pada saat setelah mengalami kerugian sebagaimana pada posisi sebelum menuai kerugian yang disebabkan peristiwa yang tidak

40 diinginkan seiring dengan ketidakpastian itu sendiri. Dengan demikian dapat dipahami bahwa indemnity merupakan prinsip ganti rugi oleh pihak penanggung kepada pihak tertanggung. Prinsip ini tidak berlaku bagi produk asuransi jiwa atau asuransi kecelakaan karena pada dasarnya prinsip ini sama sekali tidak bertalian dengan penggantian kerugian finansial yang dialami tertanggung 4. Proximate cause Proximate cause merupakan suatu sebab aktif, efisien, yang memicu terjadinya suatu peristiwa secara berantai tanpa adanya intervensi oleh suatu kekuatan lain, yang diawali dan bekerja dengan aktif dari suatu sumber baru serta independen. 5. Subrogation and contribution Prinsip indemnity atau ganti rugi merupakan suatu konsekuensi logis atas suatu klaim. Konsekuensi logis tersebut merupakan prinsip ganti rugi yang terdiri dari subrogation (subrogasi) dan contribution (kontribusi). Berikut penjelasan kedua hal tersebut. a. Subrogation (subrogasi) Subrogation atau subrogasi pada prinsipnya merupakan hak penanggung selaku pihak yang telah memberikan ganti rugi kepada pihak tertanggung, di mana dalam hal ini penanggung memiliki hak untuk pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu peristiwa yang tidak diinginkan sehingga mengakibatkan kerugian. Dengan adanya prinsip semacam ini

41 maka pada saat bersamaan pihak tertanggung tidak memungkinkan untuk memperoleh biaya ganti rugi melebihi kerugian yang dialami atau dideritanya. b. Contribution (kontribusi) Prinsip kontribusi merupakan bagian dari konsekuensi logis prinsip indemnity. Dalam prinsip ini semacam ini penanggung memiliki hak otoritas guna mengajak penanggung-penanggung lain yang memiliki kepentingan serupa untuk turut andil dalam membayar ganti rugi kepada pihak tertanggung meskipun secara jumlah nomial masing-masing penanggung tidak lantas harus sama. Hal tersebut bisa saja terjadi apabila pihak tertanggung pada saat bersamaan mempertanggungkan suatu objek benda atas suatu risiko yang sama kepada beberapa penanggung atau pihak perusahaan asuransi. 33 33 Zian Farodis. Op.Cit., hal. 36