BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK-HAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI JIWA. bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK-HAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI JIWA. bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HAK-HAK TERTANGGUNG DALAM ASURANSI JIWA A. Ruang Lingkup Asuransi Jiwa 1. Pengertian Asuransi Jiwa Dalam Asuransi, kita mengenal bermacam-macam istilah. Asuransi dalam bahasa Belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dan dalam bahasa Inggris disebut insurance. 1 Sedangkan dalam praktek sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang banyak dipakai orang istilah Asuransi (Assurantie). Istilah pertanggungan umumnya digunakan dalam literatur hukum dan kurikulum perguruan tinggi hukum di Indonesia, sedangkan istilah asuransi banyak digunakan dalam praktik dunia usaha. 2 Istilah pertanggungan melahirkan istilah penanggung (verzekeraar) dan tertanggung (verzekerde). Istilah asuransi melahirkan assurador atau assuradeur penanggung) dan geassuraarde (tertanggung). 3 Menurut Pasal 246 KUH Dagang, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seseorang penangggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan, kerusakan, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dideritanya karena kejadian yang tidak pasti. 1 J.C.T.Simorangkir,dkk, Kamus Hukum, 2009, Sinar Grafika, Jakarta, hal Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal. 6 3 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Dagang, 2006, FH UII PRESS, Yogyakarta, hal

2 15 Dari definisi yang dirumuskan Pasal 246 KUH Dagang tersebut, dapat ditarik beberapa unsur yang terdapat di dalam asuransi, yakni : a. Ada dua pihak yang terkait dalam asuransi, yakni penanggung dan tertanggung; b. Adanya peralihan risiko dari tertanggung kepada penanggung; c. Adanya premi yang harus dibayar tertanggung kepada penanggung d. Adanya unsur peristiwa yang tidak pasti (onzeker vooral, evenement); dan e. Adanya unsur ganti rugi apabila terjadi sesuatu peristiwa yang tidak pasti. Definisi tersebut di atas, oleh KUH Dagang dimaksudkan sebagai pengertian asuransi pada umumnya, yang berlaku baik-baik untuk asuransi kerugian maupun asuransi jumlah. 4 Wirdjono Projodikoro menulis dalam buku Hukum Asuransi Indonesia, pengertian asuransi adalah suatu pertanggungan yang melibatkan dua pihak, sau pihak sanggup menanggung atau menjamin, dan pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. Selanjutnya Santoso Poejosubroto, memberikan definisi asuransi pada umumnya adalah perjanjian timbal balik dalam mana pihak penanggung dengan mana menerima premi, mengikatkan dirinya untuk memberikan pembayaran kepada pengambil asuransi atau orang yang ditunjuk, karena terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti disebutkan dalam perjanjian baik karena pengambil 4 Ibid., hal. 195

3 16 asuransi atau tertunjuk menderita kerugian yang disebabkan oleh peristiwa tadi mengenai hidup kesehatan atau validitet seorang penanggung. Sedangkan Mehr dan Cammack menulis dalam buku Principles of Insurance menyatakan bahwa pengertian asuransi adalah suatu pengalihan risiko (transfer of risk). 5 Adapun definisi yang lebih luas dari asuransi yaitu diberikan dalam Pasal 41 New York Insurance Law. Menurut ketentuan Pasal 41 New York Insurance Law ini: The Insurance contract is any agreement or other transaction where by one party herein called the insurer, is obligated to confer benefit of precuniary value upon another party, herein called the isured of beneficiary, dependent up on the happening of a fortuitous event in which the insured or beneficiary has, or expected to have the time of such happening a material interest which will be adversely affected by the happening of such event. A lortuitous event is any occurance or failure to occur which is, or is assumed by the parties to be a substantial extended beyond the control of either party. (Perjanjian asuransi adalah suatu persetujuan atau transaksi dengan orang lain dimana satu orang di dalam hal ini disebut penanggung, diwajibkan untuk memberikan perlindungan yang ada manfaatnya bagi pihak yang lainnya, inilah yang disebut dengan tertanggung atau penerima manfaat. Peristiwa apa yang secara kebetulan terjadi yang menimpa tertanggung atau penerima manfaat, atau merugikan harta benda yang diasuransikan yang menyebabkan kerugian dari peristiwa tersebut. Peristiwa 6 atau kejadian tersebut terjadi di luar dari kehendak para pihak). Definisi tersebut menggunakan kata-kata to confer benefit of precuniary value, tidak digunakan kata-kata confer indemnity of precuniary value. Pengertian benefit tidak hanya meliputi ganti kerugian terhadap harta kekayaan, tetapi juga meliputi pengertian yang ada manfaatnya bagi tertanggung. Jadi, termasuk juga pembayaran sejumlah uang pada asuransi jiwa. Defenisi dalam Pasal 41 New York Insurance law meliputi asuransi kerugian (Schade Verzekering) dan asuransi 5 Asuransi. Dalam diakses pada tanggal 19 Mei Pengertian Perjanjian Asuransi. Dalam diakses pada tanggal 19 Mei 2016

4 17 sejumlah uang (Sommen Verzekering). Rumusan tersebut juga lebih luas daripada rumusan Pasal 246 KUHD. 7 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 menyatakan bahwa Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk: a. Memberikan penggantian kepada tertangung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti; atau b. Memberikan pelayanan yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung atau pembayaran yang didasarkan pada hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana. Dunia asuransi juga sering memakai istilah usaha perasuransian. Usaha perasuransian merupakan kegiatan usaha yang bergerak di bidang usaha asuransi dan usaha penunjang usaha asuransi. Menurut Undang-Undang No 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian Pasal 1 angka 4, usaha perasuransian adalah segala usaha menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan risiko, pertanggungan ulang risiko, pemasaran dan distribusi produk asuransi atau produk asuransi syariah, konsultasi dan keperantaraan asuransi, asuransi syariah, reasuransi, atau reasuransi syariah, atau penilaian kerugian asuransi atau asuransi syariah. 7 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 9

5 18 Jika dihubungkan dengan asuransi jiwa maka fokus pembahasan diarahkan pada Pasal 1 angka (1) butir (b) Undang-Undang No 40 tahun Asuransi Jiwa dapat diartikan sebagai suatu perjanjian asuransi yang kewajiban penanggung untuk membayar sejumlah uang kepada tertanggung didasarkan kepada meninggal atau hidupnya seseorang. Di Indonesia mengenai asuransi jiwa ini pengaturannya terdapat dalam Buku I Bab X Bagian Ketiga mulai Pasal 302 s.d. Pasal 308 KUH Dagang. 8 Menurut ketentuan Pasal 302 KUH Dagang: Jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik untuk selama hidupnya maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjian. Dari ketentuan di atas dapat diketahui bahwa: pertama, yang berkepentingan dalam asuransi jiwa adalah orang yang bersangkutan. Untuk itu orang tersebut dapat mengasuransikan jiwanya sendiri. Jadi yang bertindak sebagai Tertanggung adalah yang bersangkutan. Kedua, yang berkepentingan dalam hal ini bukan yang bersangkutan akan tetapi orang lain. Sekalipun demikian, orang yang akan mengasuransikan jiwa seseorang tersebut harus ada hubungan hukum, misalnya orang tua mengasuransikan anak. Pemberi kerja atau perusahaan mengasuransikan karyawannya. Dalam hal ini orang tua dan ataupun perusahaan dapat mengasuransikan jiwa orang tersebut karena mempunyai kepentingan, bahkan sekalipun orang yang jiwanya diasuransikan tidak mengetahui. 9 8 Man S. Sastra Widjaja, Bunga Rampai Hukum Dagang, 2005, PT. Alumni, Bandung, hal Sentosa Sembiring, Hukum Asuransi, 2014, Nuansa Aulia, Bandung, hal. 80

6 19 Selanjutnya, dalam Pasal 303 KUH Dagang ditentukan: Orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya itu. Berdasarkan kedua pasal tersebut, jelaslah bahwa setiap orang dapat mengasuransikan jiwanya, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa dapat diadakan selama hidup atau selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian. Sehubungan dengan uraian pasal-pasal di atas, Purwosutjipto memperjelas lagi pengertian asuransi jiwa dengan mengemukakan definisi: Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dengan mana penutup (pengambil) asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dan meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 dikatakan bahwa usaha asuransi jiwa adalah usaha yang menyelenggarakan jasa penanggulangan risiko yang memberikan pembayaran kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak dalam hal tertanggung meninggal dunia atau tetap hidup, atau pembayaran lain kepada pemegang polis, tertanggung, atau pihak lain yang berhak pada waktu tertentu yang diatur dalam perjanjian, yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan data. 2. Pengaturan Asuransi Jiwa di Indonesia

7 20 Kegiatan usaha perasuransian, khususnya usaha asuransi, merupakan jenis yang termasuk dalam kategori kegiatan usaha yang sangat diatur oleh pemerintah. Hal ini dilakukan karena usaha asuransi sangat berkaitan dengan pengumpulan dana masyarakat. Secara yuridis, hukum asuransi di Indonesia tertuang dalam beberapa produk hukum seperti Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Undang- Undang, Peraturan Pemerintah, dan Keputusan Menteri Keuangan. Usaha perasuransian ini telah diatur sejak tanggal 11 Februari 1992, yaitu melalui Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian. Selain undang-undang, terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian, Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. KMK No. 426/KMK/2003 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. KMK No. 425/KMK/2003 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi. KMK No. 423/KMK/2003 tentang Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian. KUH Dagang ada 2 (dua) cara pengaturan asuransi, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan khusus 10. Pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam Buku I Bab IX Pasal 246 Pasal 286 KUH Dagang yang berlaku bagi semua jenis asuransi, baik yang sudah diatur dalam KUH Dagang maupun yang diluar KUH Dagang, kecuali jika secara khusus ditentukan lain. Pengaturan yang bersifat khusus terdapat dalam Buku I Bab X Pasal 287 Pasal 308 KUH Dagang dan 10 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 18

8 21 Buku II Bab IX dan Bab X Pasal 592 Pasal 695 KUH Dagang dengan rincian sebagai berikut : a. Asuransi kebakaran Pasal 287 Pasal 298 KUH Dagang b. Asuransi hasil pertanian Pasal 299 Pasal 301 KUH Dagang c. Asuransi jiwa Pasal 302 Pasal 308 KUH Dagang d. Asuransi pengangkutan laut dan perbudakan Pasal 592 Pasal 685 KUH Dagang e. Asuransi pengangkutan darat, sungai, dan perairan pedalaman Pasal 686 Pasal 695 KUH Dagang. Keberadaan Undang-Undang sekaligus peraturan tersebut merupakan hal yang sangat penting untuk senantiasa diperhatikan dan dipatuhi. Hal itu berlaku bagi perusahaan asuransi dan nasabah asuransi (tertanggung). Apabila keberadaan Undang-Undang dan peraturan tersebut ternyata tidak dipatuhi, atau ditemukan terjadinya pelanggaran terhadap keberadaan Undang-Undang dan peraturan tersebut, maka akan terdapat beberapa konsekuensi logis yang disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya. Hal tersebut tidak hanya berlaku bagi perusahaan asuransi (pihak penanggung) saja, akan tetapi berlaku pula bagi nasabah (pihak tertanggung) Syarat Sah Perjanjian Asuransi Jiwa Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUH Dagang. Sebagai perjanjian, maka ketentuan syarat-syarat sah suatu perjanjian dalam KUHPdt berlaku juga bagi perjanjian asuransi. 11 Zian Farodis, Buku Pintar Asuransi, 2014, Laksana, Jogjakarta, hal. 24

9 22 Di dalam Pasal 247 KUH Dagang terdapat kata-kata antara lain yang menurut Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Pasal 247 KUH Dagang itu secara yuridis tidak membatasi atau menghalangi timbulnya jenis-jenis pertanggungan lain menurut kebutuhan masyarakat. Hal ini dapat kita dasarkan pada kata-kata antara lain yang terdapat di dalam Pasal 247 KUH Dagang hanyalah menyebutkan beberapa contoh saja atau numeratif. Dengan demikian para pihak dapat juga memperjanjikan adanya pertanggungan dalam bentuk lain. R. Subekti mengemukakan bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Dengan demikian adanya jenis-jenis baru di bidang asuransi yang menjadi dasar hukumnya adalah Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Bunyi Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata : Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata di atas disebutkan perjanjian yang sah. Adapun syarat-syarat sahnya asuransi, antara lain meliputi: a. Adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang keberadaannya saling mengikat satu sama lain. Dalam mengadakan perjanjian asuransi, maka terlebih dahulu dibuat suatu kesepakatan antara tertanggung dan penanggung, kesepakatan tersebut pada pokoknya meliputi: 1) Benda yang menjadi objek asuransi;

10 23 2) Pengalihan resiko dan pembayaran premi; 3) Evenemen dan ganti kerugian; 4) Syarat-syarat khusus asuransi; 5) Dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang disebut polis. Akan tetapi perjanjian asuransi itu tidak akan terjadi karena paksaan (dwaang), kekhilafan (dwaling), ataupun penipuan (berdog). Ini dipertegas lagi seperti yang telah ditentukan dalam Pasal 1321 KUH Perdata, yang menentukan tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena paksaan, kekhilafan, atau penipuan. Jadi jelaslah sudah bahwa kata sepakat dalam perjanjian asuransi baru terjadi apabila masing-masing pihak mempunyai persesuaian kehendak secara timbal balik dan tanpa ada kekhilafan, penipuan maupun paksaan seperti apa yang telah disebutkan dalam Pasal 1321 KUH Perdata. Kemudian kesepakatan antara tertanggung dan penanggung itu dibuat secara bebas, artinya tidak berada di bawah pengaruh, tekanan, atau paksaan pihak tertentu. Kedua belah pihak sepakat menentukan syarat-syarat perjanjian asuransi dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; Kedua pihak antara tertanggung dan penanggung berwenang melakukan perbuatan hukum yang diakui oleh undang-undang. Kewenangan berbuat tersebut ada yang bersifat subjektif dan objektif. Kewenangan subjektif artinya kedua pihak sudah dewasa, sehat ingatan, tidak berada di bawah perwalian (trusteeship), atau pemegang kuasa yang sah. Kewenangan objektif artinya tertanggung mempunyai hubungan yang sah dengan benda objek

11 24 asuransi karena benda tersebut adalah kekayaan miliknya sendiri. Penanggung adalah pihak yang sah mewakili perusahaan asuransi berdasarkan anggaran dasar perusahaan. Apabila asuransi yang diadakan itu untuk kepentingan pihak ketiga, maka tertanggung yang mengadakan asuransi itu mendapat kuasa atau pembenar dari pihak ketiga yang bersangkutan. Menurut KUH Perdata, orang yang dikatakan cakap menurut hukum dalam membuat suatu perjanjian adalah orang yang sudah dewasa. Sedangkan dewasa tidaklah diatur secara tegas dalam Undang-Undang. Untuk itulah kita melihat dengan menyimpulkan sebagaimana diatur dalam Pasal 330 KUH Perdata. Dalam Pasal terseut pengertian dewasa adalah sebagai berikut: 1) Mereka yang sudah berumur 21 tahun 2) Mereka yang belum berumur 21 tahun tetapi telah kawin terlebih dahulu 3) Mereka yang telah pernah kawin dan bercerai, walaupun belum berumur 21 tahun. Pengertian dewasa seperti yang telah disimpulkan dari Pasal 330 KUH Perdata di atas tidaklah sepenuhnya bahwa mereka dapat membuat suatu perjanjian. Maka dalam hal ini selain syarat umur, juga kita harus memperhatikan faktor lainnya, seperti faktor kecakapan seseorang untuk mengadakan suatu perjanjian. Jadi ketentuan dewasa menurut umur belumlah merupakan jaminan bahwa orang tersebut cakap untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu. Harus ada faktor lain seperti sehat pikiran, tidak dilarang atau dibatasi dalam melakukan perbuatan hukum, misalnya orang yang membuat suatu perjanjian

12 25 tidak sakit ingatan. Karena orang tersebut tidak mampu untuk menginsyafi tanggung jawab yang dipikul sebagai akibat dari perjanjian tersebut. Demikian pula orang yang akan membuat suatu perjanjian harus tidak dilarang oleh Undang-Undang, seperti orang yang di bawah pengampunan. Di samping kecakapan dikenal juga adanya kewenangan untuk melakukan suatu perbuatan hukum. Dikatakan mempunyai kewenangan apabila ia mendapat kuasa dari pihak ketiga untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu, seperti membuat perjanjian tertentu. Akibat hukum dari ketidakwenangan membuat perjanjian, maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalannya kepada hakim. Jika tidak dimintakan pembatalannya oleh pihak yang berkepentingan, maka perjanjian tersebut tetao berlaku bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian itu. Hal tersebut di atas juga berlaku dalam perjanjian asuransi. c. Adanya hal tertentu yang menjadi sebab Perjanjian harus menentukan jenis objek yang diperjanjikan. Jika tidak, maka perjanjian itu batal demi hukum. Objek tertentu dalam perjanjian asuransi merupakan objek atau benda yang dapat diasuransikan, objek tersebut berdasarkan Pasal 1 angka 25 Undang-Undang Nomor. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian adalah jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum, benda dan jasa, serta semua kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan/atau berkurang nilainya. Untuk itu tertanggung harus mempunyai hubungan langsung atau tidak langsung dengan benda yang diasuransikan itu. Hubungan langsung maksudnya adalah tertanggung memiliki langsung benda tersebut. Sedangkan hubungan tak

13 26 langsung maksudnya adalah bahwa tertanggung mempunyai kepentingan atas sesuatu yang dipertanggungkan itu. Jadi dalam hal ini tertanggung harus dapat membuktikan bahwa ia benarbenar mempunyai kepentingan atas sesuatu yang dipertanggungkan. Dan jika tidak, maka asuransi itu menjadi batal. Karena kepentingan adalah juga merupakan syarat dalam perjanjian asuransi. d. Adanya kausa yang halal Sahnya kausa dari suatu persetujuan ditentukan pada saat perjanjian dibuat. Perjanjian tanpa kausa yang halal adalah batal demi hukum, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Suatu sebab dikatakan halal apabila: 1) Tidak bertentangan dengan undang-undang 2) Tidak bertentangan dengan ketertiban umum 3) Tidak bertentangan dengan kesusilaan. 12 Dan suatu perjanjian tanpa sebab, atau dibuat karena sesuatu yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum (Pasal 1335 KUH Perdata). Jadi perjanjian yang dibuat itu tidak mengikat. Sebaliknya perjanjian yang berisi sebab/causa yang halal adalah sah (Pasal 1336 KUH Perdata). Sebenarnya undang-undang tidak memperdulikan sebab orang membuat suatu perjanjian. Yang diperhatikan atau diawasi oleh undang-undang adalah isi perjanjian itu. Oleh karena itu suatu perjanjian harus benar-benar mempunyai maksud dan tujuan yang jelas sehingga tidak merugikan masing-masing pihak. 12 R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Pasal 1337 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 2004, PT. Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 342

14 27 Jadi perjanjian asuransi supaya sah harus memenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian menurut Pasal 1320 KUH Perdata. H.M.N. Purwosutjipto menulis bahwa Syarat-syarat sebagai yang ditentukan dalam Pasal 1320 dan Pasal 1321 KUH Perdata itu bagi perjanjian pertanggungan masih belum memuaskan, karena itu ditambah lagi dengan ketentuan Pasal 251 KUH Dagang, yang mewajibkan adanya pemberitahuan tentang semua mengenai keadaan yang diketahui oleh tertanggung mengenai benda pertanggungan. Jadi untuk perjanjian asuransi selain Pasal 1320 KUH Perdata juga ditambah dengan Pasal 251 KUH Dagang dalam sub c dari Pasal 1320 KUH Perdata mengenai obyek tertentu dalam perjanjian asuransi adalah kepentingan yang diasuransikan. Kepentingan dalam perjanjian asuransi mutlak harus ada. Apabila tidak ada maka perjanjian asuransi itu batal (Pasal 250 KUH Dagang). Tertanggung wajib memberitahukan kepada penanggung mengenai keadaan objek asuransi. Kewajiban ini dilakukan pada saat mengadakan asuransi. Apabila tertanggung lalai, maka akibat hukumnya asuransi batal. Menurut ketentuan Pasal 251 KUH Dagang, semua pemberitahuan yang salah, atau tidak benar, atau penyembunyian keadaan yang diketahui oleh tertanggung tentang objek asuransi, mengakibatkan asuransi itu batal. Kewajiban pemberitahuan itu berlaku juga apabila setelah diadakan asuransi terjadi pemberatan risiko atas objek asuransi. Kewajiban pemberitahuan Pasal 251 KUH Dagang tidak bergantung pada ada itikad baik atau tidak dari tertanggung. Apabila tertanggung keliru memberitahukan, tanpa kesengajaan, juga mengakibatkan batalnya asuransi, kecuali jika tertanggung dan penanggung telah memperjanjikan lain. Biasanya

15 28 perjanjian seperti ini dinyatakan dengan tegas dalam polis dengan klausula sudah diketahui. 4. Premi dan Polis Asuransi Jiwa Dalam hukum asuransi, terdapat istilah yang dikenal dengan kata premi dan polis. Dua istilah tersebut merupakan bagian dari komponen penting dalam asuransi. Keduanya merupakan suatu istilah yang keberadaannya sudah tidak asing bagi masing-masing individu yang sudah kerap berhubungan dengan urusan asuransi. Dalam hukum asuransi, premi merupakan suatu prestasi yang diberikan oleh pihak tertanggung kepada pihak penanggung atas jasa yang telah diberikan oleh pihak penanggung untuk mengambil alih risiko. Premi merupakan kewajiban pokok yang keberadaannya harus dipenuhi oleh tertanggung. Hal itu bisa pula dimaknai sebagai imbalan atas jasa yang diberikan oleh penanggung. Perjanjian asuransi merupakan sebuah kontrak yang bersifat legal. Kontrak tersebut menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi, premi yang harus dibayar oleh pihak tertanggung kepada pihak penanggung sebagai jasa pengalihan risiko, sekaligus besarnya dana yang keberadaannya bisa diklaim di masa depan, termasuk biaya administratif dan keuntungan. Perjanjian asuransi merupakan bagian dari hukum asuransi itu sendiri. Dalam hukum asuransi, ditetapkan bahwa objek pertanggungan dalam perjanjian asuransi bisa berupa benda dan jasa, jiwa, dan raga, kesehatan, tanggung jawab hukum, serta berbagai kepentingan lainnya yang dimungkinkan bisa hilang, rusak, ataupun berkurang nilainya.

16 29 Adapun unsur-unsur dalam sebuah perjanjian asuransi atau hukum asuransi antara lain, meliputi: a. Subjek hukum, yaitu mencakup perusahaan asuransi sebagai pihak penanggung dan nasabah sebagai pihak tertanggung; b. Substansi hukum berupa pengalihan risiko; c. Objek pertanggungan, bisa berupa benda maupun kepentingan lain yang melekat padanya keberadaannya bisa dinilai dengan finansial; serta d. Adanya peristiwa yang tidak tentu yang dimungkinkan bisa terjadi kapan saja di masa depan. 13 Pada ketentuan yang termaktub dalam Pasal 225 KUH Dagang, disebutkan bahwa perjanjian asuransi hendaknya dibuat secara tertulis dalam bentuk akta yang kemudian disebut sebagai polis, yang keberadaannya memuat mengenai kesepakatan, syarat-syarat khusus, serta janji-janji khusus yang kemudian dijadikan sebagai dasar dalam pemenuhan hak sekaligus kewajiban-kewajiban pihak-pihak yang terikat di dalamnya yaitu pihak penanggung dan pihak tertanggung dalam rangka mencapai tujuan asuransi. Fungsi polis bagi penanggung adalah sebagai bukti tertulis atas jaminan yang diberikannya kepada tertanggung untuk membayar ganti rugi kerugian yang mungkin akan diderita oleh tertanggung dan sebagai bukti yang kuat untuk menolak klaim yang diajukan oleh tertanggung apabila penyebab kerugian tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan dalam polis, sedangkan fungsi polis bagi tertanggung adalah sebagai bukti tertulis atas jaminan penanggungan untuk mengganti kerugian yang mungkin dideritanya dan sebagai bukti otentik yang dapat digunakan tertanggung apabila pihak penanggung mengabaikan tanggung jawabnya untuk mengganti 13 Hukum Asuransi - Perlindungan Bagi Para Pelanggan Asuransi. diakses pada tanggal 21 Mei 2016 Dalam

17 30 kerugian yang telah diperjanjikan, selain itu bagi tertanggung polis juga berfungsi sebagai bukti pembayaran premi 14. Hal itu kemudian bersinyalir dengan fungsi dari polis tersebut, yaitu sebagai bukti tertulis. Oleh sebab itu, sudah menjadi suatu keharusan kemudian bagi para pihak, utamanya bagi nasabah sebagai pihak tertanggung, untuk memperhatikan secara sungguh-sungguh hal-hal yang berkenaan dengan kejelasan isi polis. 15 Adapun mengenai isi polis itu sendiri, hendaknya selalu diperhatikan bahwa isi polis seharusnya tidak mengandung kata-kata atau kalimat yang memiliki kemungkinan perbedaan interpretasi. Sebab, jika polis mengandung kata-kata atau kalimat yang memiliki kemungkinan perbedaan interpretasi, hal tersebut akan menjadi pemantik terjadinya suatu perselisihan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 255 KUH Dagang, asuransi jiwa harus diadakan secara tertulis dengan bentuk akta yang disebut polis. Menurut ketentuan Pasal 304 KUH Dagang, polis asuransi jiwa memuat: a. Hari diadakannya asuransi; Dalam polis harus dicantumkan hari dan tanggal diadakan asuransi. Hal ini penting untuk mengetahui kapan asuransi itu mulai berjalan dan dapat diketahui pula sejak hari dan tanggal itu risiko menjadi beban penanggung. b. Nama tertanggung; Suatu polis harus mencantumkan nama tertanggung sebagai pihak yang wajib membayar premi dan berhak menerima polis. Apabila terjadi evenemen atau apabila jangka waktu berlakunya asuransi berakhir, 14 Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan, Perusahaan, dan Asuransi, 2007, PT. Alumni, Bandung, hal Ibid., hal 15-17

18 31 tertanggung berhak menerima sejumlah uang santunan atau pengembalian dari penanggung. Selain tertanggung, dalam praktik asuransi jiwa dikenal pula penikmat (beneficiary), yaitu orang yang berhak menerima sejumlah uang tertentu dari penanggung karena ditunjuk oleh tertanggung atau karena ahli warisnya, dan tercantum dalam polis. Penikmat berkedudukan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. c. Nama orang yang jiwanya diasuransikan; Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan manusia sebagai satu kesatuan. Jiwa tanpa badan tidak ada, sebaliknya tanpa jiwa tidak ada arti apa-apa bagi asuransi jiwa. Jiwa seseorang merupakan objek asuransi yang tidak berwujud, yang hanya dapat dikenal melalui wujud badannya. Orang yang punya bada itu mempunyai nama yang jiwanya diasuransikan, baik sebagai pihak tertanggung ataupun sebagai pihak ketiga yang berkepentingan. Namanya itu harus dicantumkan dalam polis. Dalam hal ini, tertanggung dan orang yang jiwanya diasuransikan itu berlainan. d. Saat mulai dan berakhirnya evenemen; Saat mulai dan berakhirnya evenemen merupakan jangka waktu berlaku asuransi, artinya dalam jangka waktu itu risiko menjadi beban penanggung. e. Jumlah asuransi; Jumlah asuransi adalah sejumlah uang tertentu yang diperjanjikan pada saat diadakannya asuransi sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh penanggung kepada penikmat dalam hal terjadi evenemen, atau pengembalian kepada tertanggung sendiri dalam hal berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa terjadi evenemen. Menurut ketentuan Pasal 305 KUH

19 32 Dagang, perkiraan jumlah dan syarat-syarat asuransi sama sekali ditentukan oleh perjanjian bebas antara tertanggung dan penanggung. Dengan adanya perjanjian bebas tersebut, asas kepentingan dan asas keseimbangan dalam asuransi jiwa dikesampingkan. f. Premi asuransi. Premi asuransi adalah sejumlah uang yang wajib dibayar oleh tertanggung kepada penanggung setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap bulan selama asuransi berlangsung. Besarnya jumlah premi asuransi bergantung pada jumlah asuransi yang disetujui oleh tertanggung pada saat diadakan asuransi. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa polis tetap mempunyai arti besar bagi tertanggung, sebab polis merupakan bukti yang sempurna tentang apa yang mereka perjanjikan dalam perjanjian pertanggungan. Berdasarkan praktik pertanggungan, hampir tidak ada perjanjian pertanggungan dibuat tanpa dibuatnya polis. Polis ini hanyalah merumuskan isi dari perjanjian antara para pihak, sehingga polis merupakan alat bukti tentang isi perjanjian. Beberapa perusahaan telah mempunyai polis standar dengan maksud untuk mempermudah pembuktian adanya pertanggungan itu. Di dalam polis standar ini, isi polis telah diberikan rumusan secara spesifik dan sepihak oleh penanggung, sehingga menyerupai perjanjian standar. Pasal 256 KUH Dagang memberi ketentuan tentang syarat-syarat suatu akta dapat disebut sebagai polis merupakan syarat-syarat umum terjadinya perjanjian asuransi. Oleh karena itu timbullah kebutuhan untuk menambah syarat-

20 33 syarat lain yang khusus berlaku bagi para pihak. Poin 8 (delapan) dari Pasal 256 KUH Dagang, memberi kesempatan kepada para pihak untuk mengatur sendiri hal-hal yang kiranya dianggap penting untuk diatur. Syarat-syarat lain yang khusus ini adalah syarat-syarat yang belum diatur dalam polis, tetapi oleh para pihak dianggap penting baginya. Sri Redjeki Hartono membagi syarat-syarat khusus ke dalam dua jenis, yaitu: a. Syarat-syarat yang bersifat larangan Yaitu syarat-syarat dimana dinyatakan bahwa pihak tertanggung dilarang melakukan suatu perbuatan tertentu dengan ancaman bilamana larangan termaksud dilanggar oleh tertanggung, maka perjanjian pertanggungan itu menjadi batal. b. Syarat-syarat lain Yaitu semua syarat-syarat yang tidak mengandung anacaman batalnya perjanjian pertanggungan, syarat untuk melanjutkan perjanjian pertanggungan dan sebagainya. Misalanya, selesainya jangka waktu yang tersebut dalam polis itu dan sehabisnya tiap-tiap jangka waktu yang berikut, maka perjanjian pertanggungan ini dianggap menurut hukum telah diperpanjang untuk jangka waktu yang sama, bilamana sekurang-kurangnya satu bulan di muka tidak menyatakan penghentian pertanggungan ini oleh salah satu pihak yang bersangkutan kepada pihak lain dengan surat tercatat. Dengan syarat ini diberi kesempatan kepada pihak tertanggung atau penanggung untuk melanjutkan pertanggungan secara otomatis, dengan kelonggaran membatalkan pertanggungan itu pada tanggal tersebut dalam polis

21 34 dengan suatu pemberitahuan maksud tersebut oleh pihak yang menghendaki kepada pihak lain. Jadi, dalam hal ini adanya syarat lanjutan pertanggungan, apabila tertanggung tidak berminat untuk melanjutkan pertanggungan atau ia lalai melakukan kewajibannya seperti tersebut dalam syarat lanjutan pertanggungan, maka penanggung berhak menuntut dari tertanggung premi yang bersangkutan dengan lanjutan pertanggungan. Sebaliknya bila penanggung bermaksud untuk menghentikan atau membatalkan pertanggungan pada saat jangka waktu pertanggungan habis masa berlakunya, maka ia diwajibkan memberitahukan tersebut pada pihak tertanggung. 5. Risiko dan Evenemen Dalam hukum asuransi, terdapat istilah risiko. Risiko yang dialihkan dari tertanggung kepada penanggung bisa dimaknai sebagai kemungkinan terjadinya kerugian sekaligus batalnya sebagian atau keseluruhan keuntungan yang diharapkan, yang keberadaannya disebabkan oleh suatu kejadian luar biasa dan tidak terprediksikan sebelumnya, atau bisa pula dikatakan berada di luar kekuasaan manusia. berikut: Jadi, dapat dipahami kriteria atau ciri risiko dalam asuransi sebagai a. Bahaya yang mengancam benda atau obyek asuransi b. Berasal dari faktor ekonomi, alam, atau manusia c. Diklasifikasikan menjadi risiko pribadi, kekayaan, tanggung jawab d. Hanya berpeluang menimbulkan kerugian. 16 Dalam praktiknya risiko-risiko yang timbul dari setiap pemberian usaha pertanggungan adalah sebagai berikut: 16 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 118

22 35 a. Risiko spekulatif Risiko spekulatif adalah suatu keadaan yang dihadapi perusahaan yang dapat memberikan keuntungan dan juga dapat memberikan kerugiaan. Risiko spekulatif ini juga dikenal dengan risikobisnis (business risk). Seseorang yang menginvestasikan dananya di suatu tempat mengahadapi dua kemungkinan, investasinya menguntungkan atau justru merugikan. 17 b. Risiko murni Risiko murni (pure risk) adalah sesuatu yang dapat berakibat merugikan atau tidak terjadi apa-apa dan tidak mungkin menguntungkan. Salah satu cara menghindari risiko murni adalah asuransi. Dengan demikian, besarnya kerugian dapat diminimalisasi karena dapat diasuransikan (insurable risk). 18 c. Risiko individu Risiko individu adalah risiko dalam kehidupan sehari-hari. Risiko individu ini dibagi dalam tiga macam yaitu: 1) Risiko pribadi, yaitu risiko kemampuan seseorang untuk memperoleh keuntungan, akibat sesuatu hal seperti sakit, kehilangan pekerjaan atau mati. 2) Risiko harta, adalah risiko kehilangan harta apakah dicuri, hilang, rusak, yang menyebabkan kerugian keuangan. 3) Risiko tanggung-gugat, yaitu risiko yang disebabkan apabila kita menanggung kerugian seseorang dan kita harus membayarnya. Contohnya kelalaian di jalan yang menyebabkan orang lain tertabrak dan harus mengganti kerugian tersebut 19. Robert Mehr mengemukakan 5 (lima) cara mengatasi risiko, yaitu: a. Menghindari risiko (risk avoidance), tidak melakukan kegiatan yang memberi peluang kerugian, misalnya menghindari pembangunan gedung bertingkat di daerah rawan gempa. b. Mengurangi risiko (risk reduction), memperkecil peluang terjadi kerugian, misalnya menyediakan alat penyemprot antikebakaran di perkantoran. c. Menahan risiko (risk retention), tidak melakukan apa-apa terhadap risiko karena dapat menimbulkan kerugian. d. Membagi risiko (risk sharing), membagi risiko dengan pihak lain, misalnya melalui reasuransi. e. Mengalihkan risiko (risk transfer), memindahkan risiko kepada pihak lain, yaitu: perusahaan asuransi Sigit Triandaru dan Totok Budisantoso, Bank Dan Lembaga Keuangan Lain (Edisi Kedua), 2006, Salemba Empat, Jakarta, hal Suswinarno, Mengantisipasi Risiko Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, 2013, Visimedia, Jakarta, hal Ibid., hal Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, hal

23 36 Agar risiko dapat diasuransikan, maka perlu dipenuhi kriteria berikut ini: a. Dapat dinilai dengan uang; b. Harus risiko murni, artinya hanya berpeluang menimbulkan kerugian; c. Kerugian timbul akibat bahaya/peristiwa tidak pasti; d. Tertanggung harus memiliki insurable interest; e. Tidak dilarang undang-undang dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum. 21 Peristiwa yang tidak terduga disebut sebagai evenemen. Evenemen yaitu suatu peristiwa yang keberadaannya tidak terduga atau peristiwa yang keluar dari kondisi normal, atau bisa pula dipahami sebagai sesuatu yang keberadaannya tidak bisa dipastikan akan terjadi. Seandainya hal itu pun bisa diprediksikan akan terjadi, semisal kematian, tetapi waktu kedatangannya tidak bisa diprediksi. Peristiwa semacam itu bisa pula berupa sesuatu yang keberadaannya tidak diharapkan terjadi. Akan tetapi, apabila terjadi, maka akan menimbulkan kerugian bahkan bisa pula membatalkan keuntungan. Evenemen dalam asuransi adalah peristiwa yang menurut pengalaman manusia normal tidak dapat dipastikan terjadi, atau walaupun sudah pasti terjadi, saat terjadinya itu tidak dapat ditentukan dan juga tidak diharapkan akan terjadi, jika terjadi juga mengakibatkan kerugian. Ciri-ciri evenemen yaitu: a. Peristiwa yang terjadi itu menimbulkan kerugian b. Terjadinya itu tidak diketahui, tidak dapat diprediksi lebih dahulu c. Berasal dari faktor ekonomi, alam, dan manusia d. Kerugian terhadap diri, kekayaan, dan tanggung jawab seseorang. 21 Ibid, hal. 119

24 37 Dalam Pasal 304 KUH Dagang yang mengatur tentang isi polis, tidak ada ketentuan keharusan mencantumkan enevemen dalam polis asuransi jiwa. Berbeda dengan asuransi kerugian, Pasal 256 ayat (1) KUH Dagang mengenai isi polis mengharuskan pencantuman bahaya-bahaya yang menjadi beban penanggung. Dalam asuransi jiwa yang dimaksud dengan bahaya adalah meninggalnya orang yang jiwanya diasuransikan. Meninggalnya seseorang itu merupakan hal yang sudah pasti, setiap makhluk bernyawa pasti mengalami kematian. Akan tetapi, kapan meninggalnya seseorang tidak dapat dipastikan. Inilah yang disebut peristiwa tidak pasti (evenemen) dalam asuransi jiwa. Evenemen ini hanya 1 (satu), yaitu ketidakpastian kapan meninggalnya seseorang, sebagai salah satu unsur yang dinyatakan dalam definisi asuransi jiwa. Dengan begitu, maka tidak perlu dicantumkan dalam polis. Ketidakpastian kapan meninggalnya seorang tertanggung atau orang yang jiwanya diasuransikan merupakan risiko yang menjadi beban penanggung dalam asuransi jiwa. Evenemen meninggalnya tertanggung itu bersisi 2 (dua), yaitu meninggalnya itu benar-benar terjadi dalam jangka waktu asuransi, dan benar-benar tidak terjadi sampai jangka waktu asuransi berakhir. Kedua-duanya menjadi beban penanggung Jenis-Jenis Asuransi Jiwa Sasaran asuransi jiwa menunjukkan kelas dan jenis asuransi jiwa yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan asuransi jiwa, yaitu: a. Sasaran terhadap perorangan (asuransi biasa/perorangan) Asuransi jiwa biasa (ordinary life) diperuntukkan bagi perorangan adalah asuransi jiwa yang umumnya dipasarkan oleh perusahaan-perusahaan asuransi jiwa. Pada umumnya asuransi ini diperuntukkan bagi golongan 22 Ibid, hal. 200

25 38 masyarakat menengah ke atas. Pada dasarnya premi di bayarkan oleh pembeli polis setiap tahun atau setiap semester atau setiap triwulan dan boleh juga setiap bulan, atau dibayar sekaligus sebagai premi tunggal bagi mereka yang mempunyai cukup uang. b. Sasaran terhadap masyarakat (asuransi rakyat) Asuransi rakyat diperuntukkan bagi anggota masyarakat yang berpenghasilan kecil seperti buruh, karyawan rendah, pedagang kecil, pelayan, petani, nelayan, dan sebagainya. Asuransi ini dibayar preminya dengan frekuensi tinggi (setiap minggu) dan besarnya premi disesuaikan dengan kesanggupann calon tertanggung membayar setiap minggu. Besarnya uang pertanggungan dengan berpedoman kepada besarnya premi setiap minggu dan lamanya pertanggungan apakah seumur hidup atau hingga calon tertanggung mencapai usia tertentu. c. Sasaran terhadap kumpulan orang/karyawan (asuransi kumpulan kolektif) Asuransi kumpulan (group insurance) disebut juga asuransi kolektif dengan ciri-ciri sebagai berikut : 1) Satu polis untuk sekelompok tertanggung, misalnya para karyawan suatu perusahaan diasuransikan dengan menggunakan satu polis yang disebut polis induk (master policy). 2) Pemegang polis adalah perusahaan kepada masing-masing karyawan yang diberikan sertifikat tanda bukti peserta asuransi kumpulan. 3) Pada umumnya para peserta tidak perlu melalui pemeriksaan medis. 4) Pembayaran premi asuransi kumpulan biasanya terdiri dari tiga macam yaitu: (a) Dibayar sendiri oleh masing-masing peserta berupa kontribusi yang dipungut secara berkala dari setiap peserta. (b) Semua premi ditanggung oleh perusahaan. (c) Sebagian dibayar oleh perusahaan dan sebagian lagi dibayar oleh para peserta misalnya 50%-50% atau 60%-40%. d. Sasaran terhadap dunia usaha (asuransi dunia usaha) Pada umumnya ada 4 (empat) macam sasaran pokok dari asuransi jiwa dunia usaha, yaitu: 1) Asuransi orang penting, tenaga yang memegang peranan penting, seperti direktur urama, para manajer. Apabila meninggal dunia dapat menimbulkan kerugian ekonomis bagi perusahaan berupa pemberian santunan besar kepada keluarga almarhum. 2) Rencana kesejahteraan karyawan. Dengan menutup asuransi kumpulan, asuransi keselamatan kerja, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan bagi karyawan maka semakin sempurnalah peranan dan bantuan perusahaan dalam memberi kesejahteraan bagi karyawan. 3) Meningkatkan kepercayaan. Asuransi jiwa dapat berperan untuk meningkatkan kepercayaan kepada relasi terhadap perusahaan karena

26 39 asuransi dapat memberikan jaminan stabilitas posisi finansial perusahaan, yang sekaligus menjadi gambaran yang baik kreditur. 4) Kelangsungan usaha. Bagi perusahaan yang dimilikinya bersifat partnership seperti kongsi, firma, CV, apabila salah seorang pemiliknya meninggal, maka akan timbul masalah yaitu membayar terus-menerus hak-hak almarhum kepada jandanya, tanpa mengikutsertakannya dalam pimpinan perusahaan. Polis asuransi jiwa dapat menghindarkan keadaan tersebut yaitu dengan memberi santunan kepada janda almarhum sehingga hak-hak dari almarhum tidak perlu terus-menerus dibayar oleh perusahaan. e. Sasaran terhadap orang-orang yang muda (asuransi orang muda) Seseorang yang masih muda dan mempunyai penghasilan dapat membeli polis asuransi jiwa atas dirinya dan menunjuk orangtuanya atau adikadiknya sebagai penerima manfaat. f. Sasaran terhadap keluarga (asuransi keluarga) Dengan memiliki polis asuransi jiwa dapat memberikan rassa tenteram terhadap kehidupan ekonomi keluarga, juga menjamin kelangsungan pendidikan anak-anak. Asuransi keluarga mempunyai tiga macam jaminan yaitu jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan atas kelangsungan pendidikan anak-anak Tujuan dan Manfaat Asuransi Jiwa Hidup tak ubahnya seperti permainan dari ketidakpastian. Secara awam, ketidakpastian itu diterjemahkan sebagai risiko. Sesuatu yang belum pasti terjadi, akibatnya tentu tidak dikehendaki juga. Misalnya risiko kecelakaan, kematian, kerugian dan lain sebagainya. Tak seorang pun mengetahui secara pasti kapan risiko itu akan terjadi. Berdasarkan uraian di atas, sejatinya yang menjadi fokus utama adalah risiko dibalik ketidakpastian yang umumnya tidak dikehendaki Herlina, Pelaksanaan Perjanjian Asuransi Jiwa Pada PT. Prudential Life Assurance Cab. Kota Sungai Penuh, 2015, Fak. Hukum Universitas Tamansiswa Padang 24 Menurut Agus Purwanto 1995 bahwa di dalam industri asuransi, resiko diartikan sangat khusus dan sederhana. Secara operasional, resiko diartikan sebagai Uncertainty of financial loss atau kerugian yang tidak pasti. Jadi, risiko memiliki 2 (dua) unsur yaitu ketidakpastian dan kerugian (uncertainty and loss). Oleh karena itu, apapun yang dapat menimbulkan kerugian disebut risiko. Dalam Kun Wahyu Wardana, Hukum Asuransi, 2009, CV. Mandar Maju, Bandung, hal. 15

27 40 Namun, risiko itu dapat dialihkan kepada pihak lain (perusahaan asuransi) bila mereka menjadi anggota asuransi. Berdasarkan uraian di atas, asuransi sebenarnya memiliki tujuan-tujuan utama yang hendak dicapai. Tujuan-tujuan tersebut antara lain: a. Teori Pengalihan Risiko Menurut teori pengalihan risiko (risk transfer theory) tertanggung menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya atau terhadap jiwanya. Jika bahaya tersebut menimpa harta kekayaan atau jiwanya, dia akan menderita kerugian atau korban jiwa atau cacat raganya. Secara ekonomi, kerugian material atau korban jiwa atau cacat raga akan mempengaruhi perjalanan hidup seseorang atau ahli warisnya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya merasa berat memikul beban risiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Untuk mengurangi atau menghilangkan beban risiko tersebut, pihak tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia mengambil alih beban risiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar kontra prestasi yang disebut premi. Dalam dunia bisnis Perusahaan Asuransi selalu siap menerima tawaran dari pihak tertanggung untuk mengambil alih risiko dengan imbalan pembayaran premi. b. Pembayaran Ganti Kerugian Dalam hal tidak terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian, maka tidak ada masalah terhadap risiko yang ditanggung oleh penanggung. Dalam praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu sungguh-sungguh terjadi. Ini merupakan kesempatan baik bagi penanggung mengumpulkan premi yang dibayar oleh beberapa tertanggung yang mengikatkan diri padanya. Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian (risiko berubah menjadi kerugian), maka kepada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian seimbang dengan jumlah asuransinya. Dalam praktiknya, kerugian yang timbul itu bersifat sebagian (partial loss), tidak semuanya berupa kerugia total (total loss). Dengan demikian, tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh dideritanya. c. Pembayaran Santunan Asuransi bertujuan melindungi masyarakat dari ancaman bahaya kecelakaan yag mengakibatkan kematian atau cacat tubuh. Dengan membayar sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya. Tertanggung yang membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang terikat pada suatu hubungan hukum tertentu yang ditetapkan undangundang, misalnya hubungan kerja, penumpang angkutan umum. Apabila mereka mendapat musibah kecelakaan dalam pekerjaannya atau selama angkutan berlangsung, mereka (atau ahli warisnya) akan memperoleh santunan dari penanggung (BUMN), yang jumlahnya telah ditetapkan oleh

28 41 undang-undang. Jadi tujuan mengadakan asuransi menurut pembentuk undang-undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang. d. Kesejahteraan Anggota Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu berkedudukan sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung), perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota tersebut. Prof. Wirjono Prodjodikoro menyebut asuransi seperti ini mirip dengan perkumpulan koperasi. Asuransi ini merupakan asuransi saling menanggung atau asuransi usaha bersama yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan anggota. 25 Dalam asuransi jiwa, nasabah atau pihak tertanggung bisa menuai beberapa bentuk manfaat yang bertalian erat dengan beberapa bentuk ketidakpastian berupa produktivitas ekonomi yang kerap menghampiri kehidupan masing-masing orang. Ketidakpastian tersebut, secara prinsipil, dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu kematian, cacat, pemutusan hubungan kerja, dan pengangguran. Dalam menghadapi beberapa bentuk risiko yang bermuara dari ragam kemungkinan seiring dengan ketidakpastian dari keempat hal tersebut, asuransi jiwa dalam konteks ini berperan sebagai instrumental finansial guna melingkupi beberapa hal, yaitu: a. Memberikan dukungan bagi pihak yang selamat dari suatu kecelakaan; b. Membayar santunan bagi tertanggung yang meninggal; c. Membantu usaha dari kerugian yang disebabkan meninggalnya pejabat kunci perusahaan; d. Penghimpunan dana untuk persiapan pensiun, keperluan penting dan penggunaan untuk bisnis; e. Menunda atau menghindari pajak pendapatan Berakhirnya Asuransi Jiwa 25 Abdulkadir Muhammad, Op. Cit. hal Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan Edisi Keempat, 2004, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, hal. 453

29 42 Satu-satunya evenemen yang menjadi beban penanggung dalam asuransi jiwa adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap evenemen inilah diadakan asuransi jiwa antara tertanggung dan penanggung. Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya tertanggung, maka penanggung berkewajiban membayar uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak penanggung melunasi pembayaran uang santunan tersebut. Sejak itu pula asuransi berakhir. Menurut hukum perjanjian, suatu perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak berakhir apabila prestasi masing-masing pihak telah terpenuhi. Karena asuransi jiwa adalah perjanjian, maka asuransi jiwa berakhir sejak penanggung melunasi uang santunan sebagai akibat dari meninggalnya tertanggung. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak terjadi evenemen yang diikuti dengan pelunasan klaim. Evenemen dalam asuransi jiwa tidak selalu yang menjadi beban penanggung itu terjadi bahkan sampai berkhirnya jangka waktu asuransi. Apabila jangka waktu berlaku asuransi jiwa itu habis tanpa terjadi evenemen, maka beban risiko penanggung berakhir. Akan tetapi, dalam perjanjian ditentukan bahwa penanggung akan mengembalikan sejumlah uang kepada tertanggung apabila sampai jangka waktu asuransi habis tidak terjadi evenemen. Dengan kata lain, asuransi jiwa berakhir sejak jangka waktu berlaku asuransi habis diikuti dengan pengembalian sejumlah uang kepada tertanggung. 27 Menurut ketentuan Pasal 306 KUH Dagang, apabila orang yang diasuransikan jiwanya pada saat diadakan asuransi ternyata sudah meninggal, 27 Hukum Asuransi. Dalam diakses pada tanggal 2 April 2016

30 43 maka asuransinya gugur, meskipun tertanggung tidak mengetahui kematian tersebut, kecuali jika diperjanjikan lain. Kata-kata bagian terakhir pasal ini kecuali jika diperjanjikan lain memberi peluang kepada pihak-pihak untuk memperjanjikan menyimpang dari ketentuan pasal ini, misalnya asuransi yang diadakan itu tetap dinyatakan sah asalkan tertanggung betul-betul tidak mengetahui telah meninggalnya itu. Pasal 306 KUH Dagang ini mengatur asuransi jiwa untuk kepentingan pihak ketiga, yang berbunyi apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri atau dijatuhi hukuman mati, maka asuransi jiwa itu gugur. Asuransi jiwa dapat berakhir karena pembatalan sebelum jangka waktu berakhir. Pembatalan tersebut dapat terjadi karena tertanggung tidak melanjutkan pembayaran premi sesuai dengan perjanjian atau karena permohonan tertanggung sendiri. Pembatalan asuransi jiwa dapat terjadi sebelum premi mulai dibayar ataupun sesudah premi dibayar menurut jangka waktunya. B. Hak-Hak Tertanggung Menurut Hukum Asuransi Indonesia Pada saat tertanggung sudah menyelesaikan sekaligus memenuhi kewajibannya, maka pada saat bersamaan dirinya memiliki hak untuk memperoleh penyelesaian ganti rugi berdasarkan dengan syarat-syarat polis. Penyelesaian ganti rugi tersebut tidak dibenarkan untuk ditahan oleh pihak penganggung hanya dengan berdasarkan pada alasan masih menunggu recovery dari hasil penggunaan hak subrogasi maupun hak kontribusi. 1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) Perjanjian Asuransi tidak termasuk perjanjian yang secara khusus diatur dalam KUH Perdata, tetapi pengaturannya dalam KUH Dagang. Walaupun

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI A. Defenisi Perjanjian Asuransi dan Tujuan Asuransi 1. Defenisi Perjanjian Asuransi Terdapat beberapa batasan dan perbedaan dari pengertian asuransi hal ini disebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang itu berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Menurut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM. sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai

BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM. sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM A. Pengertian Asuransi Jiwa Dalam KUHDagang yang mengatur tentang asuransi jiwa, pengaturannya sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi Kendaraan Bermotor Berdasarkan Pasal 1 sub (1) UU No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, dinyatakan bahwa pengertian asuransi atau pertanggungan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat pada saat ini diperlukan adanya perlindungan, salah satu nya dengan adanya perlindungan asuransi. Hal itu terjadi karena dampak dari adanya

Lebih terperinci

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8 MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : ------- Disusun oleh : Kelompok 8 Dickxie Audiyanto (125020305111001) Gatra Bagus Sanubari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Asuransi dan Jenis-Jenis Asuransi 1. Pengertian Asuransi Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh R Sukardono diterjemahkan dengan pertanggungan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA 2.1 Asuransi Jiwa 2.1.1 Pengertian asuransi jiwa Manusia sepanjang hidupnya selalu dihadapkan pada kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD 17 BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD A. Pengertian Asuransi Dalam ketentuan Pasal 1774 KUHPerdata yang sudah dikemukakan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi. diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang

BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA. A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi. diharapkan. Disamping itu dapat pula berupa peristiwa negatif yang BAB II PENGATURAN ASURANSI DI INDONESIA A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi Manusia selalu dihadapkan dengan peristiwa yang tidak pasti. Peristiwa yang tidak pasti tersebut dapat berupa peristiwa menguntungkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi 1. Pengertian Asuransi Apabila seseorang menginginkan supaya sebuah resiko tidak terjadi, maka seharusnyalah orang tersebut mengusahakan

Lebih terperinci

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014 Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI - Menurut Pasal 246 KUHD, asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian di mana seorang penanggung dengan menikmati suatu premi mengikatkan dirinya kepada

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Asuransi Pengertian Asuransi

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Asuransi Pengertian Asuransi 6 BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Asuransi 2.1.1 Pengertian Asuransi Terdapat beberapa pengertian atau definisi mengenai asuransi berdasarkan pendapat para ahli yang nampak berbeda namun mempunyai inti dan tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi Di Indonesia, selain istilah asuransi digunakan juga istilah pertanggungan. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah

Lebih terperinci

Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential. Ratna Syamsiar. Abstrak

Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential. Ratna Syamsiar. Abstrak Manfaat Dan Mekanisme Penyelesaian Klaim Asuransi Prudential Ratna Syamsiar Dosen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung Abstrak PT Prudential Life Assurance memberikan perlindungan bagi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI. 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya. a. Pengertian Asuransi

BAB III TINJAUAN TEORI. 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya. a. Pengertian Asuransi 1 BAB III TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Umum Tentang Asuransi 1. Pengertian Asuransi dan Pengaturannya a. Pengertian Asuransi Dalam kamus Hukum kata Asuransi berasal dari Assurantie yang berarti asuransi,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal pasal 308

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal pasal 308 8 I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Perjanjian Asuransi Jiwa 1. Dasar Hukum dan Pengertian Asuransi Jiwa Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal 302 - pasal 308 KUHD. Jadi hanya 7 (tujuh)

Lebih terperinci

ASURANSI. Prepared by Ari Raharjo

ASURANSI. Prepared by Ari Raharjo ASURANSI Prepared by Ari Raharjo Email: ariraharjo2013@gmail.com Definisi Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI ASURANSI. Materi 1 PENGENALAN ASURANSI

SISTEM INFORMASI ASURANSI. Materi 1 PENGENALAN ASURANSI SISTEM INFORMASI ASURANSI Materi 1 PENGENALAN ASURANSI Dr. Kartika Sari U niversitas G unadarma Materi 1-1 Pengertian Asuransi Asuransi adalah: Suatu mekanisme pemindahan risiko dari tertanggung (nasabah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya manusia juga tidak bisa terlepas dari kejadian-kejadian yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya manusia juga tidak bisa terlepas dari kejadian-kejadian yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan bagian dari masyarakat. Dalam kehidupannya manusia juga tidak bisa terlepas dari kejadian-kejadian yang tidak diharapkan, kehidupan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Tinjauan umum tentang asuransi

BAB II. Tinjauan Pustaka. Tinjauan umum tentang asuransi BAB II Tinjauan Pustaka Tinjauan umum tentang asuransi A. Pengertian Asuransi Istilah asuransi atau pertanggungan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu dari kata verzekering. Di indonesia, para

Lebih terperinci

Dokumen Perjanjian Asuransi

Dokumen Perjanjian Asuransi 1 Dokumen Perjanjian Asuransi Pada prinsipnya setiap perbuatan hukum yang dilakukan para pihak dalam perjanjian asuransi perlu dilandasi dokumen perjanjian. Dari dokumen tersebut akan dapat diketahui berbagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan yang berasal dari perjanjian dikehendaki

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Perjanjian Dalam istilah perjanjian atau kontrak terkadang masih dipahami secara rancu, banyak pelaku bisnis mencampuradukkan kedua istilah tersebut seolah merupakan

Lebih terperinci

PERANAN POLIS ASURANSI JIWA DALAM PENUNTUTAN KLAIM (STUDI PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE DENPASAR)

PERANAN POLIS ASURANSI JIWA DALAM PENUNTUTAN KLAIM (STUDI PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE DENPASAR) PERANAN POLIS ASURANSI JIWA DALAM PENUNTUTAN KLAIM (STUDI PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE DENPASAR) Oleh Anak Agung Gede Agung Ngakan Ketut Dunia I Ketut Markeling Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

ASURANSI. Created by Lizza Suzanti 1

ASURANSI. Created by Lizza Suzanti 1 ASURANSI 1 Pengertian Asuransi adalah mekanisme proteksi atau perlindungan dari risiko kerugian keuangan dengan cara mengalihkan risiko kepada pihak lain. Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia selalu terdapat kejadian kejadian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan manusia selalu terdapat kejadian kejadian yang tidak dapat 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia selalu terdapat kejadian kejadian yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Kejadian yang tidak dapat diperkirakan yang dapat menimpa manusia

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI 15 BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI A. Perjanjian Asuransi Asuransi merupakan salah satu jenis perjanjian khusus yang diatur dalam KUHD, sebagai

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN 2.1 Pengertian Perjanjian Pengangkutan Istilah pengangkutan belum didefinisikan dalam peraturan perundangundangan, namun banyak sarjana yang mengemukakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi di Indonesia Kata asuransi dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah Insurance yang artinya jaminan atau pertanggungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejak Indonesia merdeka dari Belanda pada tahun 1945 hingga sekarang, banyak hal telah terjadi dan berubah seiring dengan perkembangan zaman. Bangsa Indonesia menjadi

Lebih terperinci

Mengenal Hukum Asuransi di Indonesia. Oleh: Mustari Soleman Masiswa Fakultas Hukum Univ.Nasional

Mengenal Hukum Asuransi di Indonesia. Oleh: Mustari Soleman Masiswa Fakultas Hukum Univ.Nasional Mengenal Hukum Asuransi di Indonesia Oleh: Mustari Soleman Masiswa Fakultas Hukum Univ.Nasional Sejarah Singkat Asuransi Asuransi berasal dari masyarakat Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian

Lebih terperinci

PERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/

PERUSAHAAN ASURANSI ATA 2014/2015 M6/IT /NICKY/ PERUSAHAAN ASURANSI 1. PENGERTIAN USAHA DAN KARAKTERISTIK ASURANSI Definisi (UU no. 2 tahun 1992) Perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan nama penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti 26 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI 2.1. Pengertian dan Unsur unsur Asuransi 2.1.1. Pengertian Asuransi. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti pertanggungan. Dalam pasal 246

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM A. Segi-segi Hukum Perjanjian Mengenai ketentuan-ketentuan yang mengatur perjanjian pada umumnya terdapat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada Buku

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015 PEMBERLAKUAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK MENURUT HUKUM PERDATA TERHADAP PELAKSANAANNYA DALAM PRAKTEK 1 Oleh : Suryono Suwikromo 2 A. Latar Belakang Didalam kehidupan sehari-hari, setiap manusia akan selalu

Lebih terperinci

Minggu Ke III ASURANSI JIWA

Minggu Ke III ASURANSI JIWA Minggu Ke III ASURANSI JIWA A. PENGERTIAN A. Abbas Salim dalam buku Dasar-Dasar Asuransi (Principles of Insurance) memberi definisi tentang asuransi jiwa, bahwa : Asuransi Jiwa adalah asuransi yang bertujuan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut

II. TINJAUAN PUSTAKA. pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut 1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Ekspedisi Perjanjian ekspedisi adalah perjanjian timbal balik antara ekspeditur dengan pengirim. Dimana ekspeditur mengikatkan diri untuk mencarikan pengangkut yang

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifatsifat hakiki yang dimaksud di

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini

BAB I PENDAHULUAN. adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu alat transportasi yang banyak dibutuhkan oleh manusia adalah, kendaraan bermotor roda empat (mobil). kendaraan roda empat saat ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. otomatis terkait dengan kebutuhan dasar yang diperlukan oleh manusia. Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha untuk mendapatkan derajat kesehatan pada masyarakat yang tinggi dewasa ini diupayakan oleh pemerintah maupun swasta. Salah satu langkah yang ditempuh adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian 2.1.1 Pengertian Perjanjian Definisi perjanjian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 25 BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Hukum perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya selalu dipenuhi dengan risiko. Risiko adalah kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya selalu dipenuhi dengan risiko. Risiko adalah kemungkinan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Setiap keputusan yang diambil manusia dalam menjalani kehidupannya selalu dipenuhi dengan risiko. Risiko adalah kemungkinan kerugian yang akan dialami, yang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT

CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT CONTOH SURAT PERJANJIAN KREDIT PERJANJIAN KREDIT Yang bertanda tangan di bawah ini : I. ------------------------------------- dalam hal ini bertindak dalam kedudukan selaku ( ------ jabatan ------- ) dari

Lebih terperinci

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA Oleh : ALIS YULIA, S.H., M.H. *) ABSTRACT Based on the facts and realities that occur in the field

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi adalah serapan dari istilah bahasa Belanda assurantie, dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi adalah serapan dari istilah bahasa Belanda assurantie, dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian Asuransi 1. Pengertian dan Pengaturan Asuransi Istilah asuransi adalah serapan dari istilah bahasa Belanda assurantie, dalam bahasa Inggris assurance. Istilah lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya jumlah populasi manusia semakin meningkatkan kebutuhan. Untuk itu mereka melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola dasar Pembangunan Nasional meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan bangsa dan mewujudkan pembangunan nasional.dalam poladasar juga ditandaskan bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan itu berfungsi untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan telah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan telah berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan dan kegiatan manusia, pada hakikatnya mengandung berbagai hal yang menunjukkan sifat hakiki dari kehidupan itu sendiri. Sifat hakiki yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran

BAB I PENDAHULUAN. dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sudah mengalami perkembangan yang begitu signifikan dibidang asuransi. Mulai sejak zaman sebelum masehi yaitu pada masa kekaisaran Yunani kuno yang dipimpin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa latin testamentum, 19 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN 2.1 Perjanjian Pembiayaan Konsumen 2.1.1 Pengertian Perjanjian Pembiayaan konsumen Istilah perjanjian secara etimologi berasal dari bahasa

Lebih terperinci

WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA

WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA WANPRESTASI DALAM PEMBAYARAN PREMI ASURANSI DIHUBUNGKAN DENGAN TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG ASURANSI JIWA Oleh : Dewa Ayu Widiastuti Meranggi A.A. Sagung Ari Atu Dewi Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN A. PENGERTIAN ASURANSI Asuransi atau dalam bahasa Indonesianya disebut pertanggungan, dalam bahasa inggris disebut insurance,sedangkan dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau kepentingan-kepentingan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Manusia di dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI DAN ASURANSI KREDIT A. Pengertian dan Persyaratan Perjanjian Asuransi 1. Pengertian Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan terhadap istilah asuransi, dimana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Asuransi Banyak definisi yang telah diberikan kepada istilah asuransi. Dimana secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan yang lainnya. Hal

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata 23 BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM A. Pengertian Pinjam Meminjam Perjanjian Pinjam Meminjam menurut Bab XIII Buku III KUH Pedata mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

νµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτ ψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπα σδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκ χϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθ

νµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτ ψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπα σδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκ χϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθ θωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψ υιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδ φγηϕκλζξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζ HUKUM ASURANSI ξχϖβνµθωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµ DIKTAT θωερτψυιοπασδφγηϕκλζξχϖβνµθωερτψ Arif Rahman,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi

PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi 142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perjanjian Dalam Pasal 1313 KUH Perdata, bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang

Lebih terperinci

BAB IV RISIKO DALAM ASURANSI

BAB IV RISIKO DALAM ASURANSI BAB IV RISIKO DALAM ASURANSI A. Definisi Risiko RISIKO adalah : a. Risiko adalah kans kerugian b. Risiko adalah kemungkinan kerugian c. Risiko adalah ketidak pastian d. Risiko adalah penyimpangan kenyataan

Lebih terperinci

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian adalah untuk mengetahui bagaimana ketentuan hukum mengenai pembuatan suatu kontrak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya 36 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya Perjanjan memiliki definisi yang berbeda-beda menurut pendapat para ahli yang satu dengan

Lebih terperinci

BAB I PENGENALAN ASURANSI

BAB I PENGENALAN ASURANSI BAB I PENGENALAN ASURANSI A. Pengertian Asuransi Asuransi ialah: suatu kemauan untuk menetapkan keruguan-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai pengganti (substitusi) kerugian-kerugian besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asuransi atau pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat Indonesia sudah melakukan

Lebih terperinci

BAB X ASURANSI A. DEFINISI ASURANSI

BAB X ASURANSI A. DEFINISI ASURANSI BAB X ASURANSI Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada saat ini sangat memberikan manfaat dan kemudahan bagi kehidupan manusia, dampak positif yang ada sangat mendukung manusia modern

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai penghidupan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai penghidupan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pensiun dan Program Pensiun 1. Pengertian Pensiun Pensiun adalah suatu penghasilan yang diterima setiap bulan oleh seorang bekas pegawai yang tidak dapat bekerja lagi, untuk membiayai

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017

Lex Administratum, Vol. V/No. 9/Nov/2017 KEPASTIAN HUKUM PEMBAYARAN POLIS ASURANSI NASABAH YANG SUDAH JATUH TEMPO PADA PERUSAHAAN ASURANSI BERDASARKAN UU NO. 40 TAHUN 2014 1 Oleh : Febri Repi 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Asuransi Kerugian Dalam perkembangan dunia usaha tidak seorang pun yang dapat meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang secara tepat, setiap ramalan

Lebih terperinci

BAB II ASURANSI KONVENSIONAL

BAB II ASURANSI KONVENSIONAL BAB II ASURANSI KONVENSIONAL A. Sejarah Asuransi 1. Sebelum Masehi Pada jaman kebesaran Yunani di bawah kekuasaan Alexander The Great seorang pembantunya yang bernama Antimenes memerlukan banyak uang untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus merupakan proses pengembangan keseluruhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dilakukan baik menggunakan sarana pengangkutan laut maupun melalui

BAB I PENDAHULUAN. hal yang dilakukan baik menggunakan sarana pengangkutan laut maupun melalui 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri atas beragam suku bangsa dan terdiri dari beribu ribu pulau. Untuk memudahkan hubungan atau interaksi antar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asuransi Asuransi atau Pertanggungan menurut Kitab Undang-undang Hukum Dagang (K.U.H.D) Republik Indonesia pasal 246 adalah Suatu perjanjian dengan mana seorang penanggung mengikatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa industri perasuransian yang sehat, dapat diandalkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat menjamin secara mutlak dan memberi kebahagiaan bagi manusia namun

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat menjamin secara mutlak dan memberi kebahagiaan bagi manusia namun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman era globalisasi ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat,kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang canggih dan modern tidak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan

BAB 1 PENDAHULUAN. khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan kehidupan manusia untuk mencapai suatu tujuan ekonomi khususnya dalam bidang harta kekayaan menjadi pendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.337, 2014 EKONOMI. Asuransi. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5618). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang. sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang. sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang membangun terutama bidang pendidikan dan ekonomi. Pembangunan nasional dilaksanakan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. hukum Pertanggungan, hukum Asuransi. Dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. hukum Pertanggungan, hukum Asuransi. Dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI A. Pengertian dan Pengaturan Asuransi 1. Pengertian Asuransi Hukum Asuransi mengenal bermacam-macam istilah. Ada yang mempergunakan istilah hukum Pertanggungan, hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi 29 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Jenis Asuransi Verzekering (bahasa Belanda) berarti pertanggungan dalam suatu asuransi terlibat dua pihak, yaitu orang yang satu sanggup menanggung atau menjamin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ASURANSI DAN PERATURANNYA. A. Pengertian, Jenis, dan Aspek Hukum Perjanjian Asuransi

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ASURANSI DAN PERATURANNYA. A. Pengertian, Jenis, dan Aspek Hukum Perjanjian Asuransi BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI ASURANSI DAN PERATURANNYA A. Pengertian, Jenis, dan Aspek Hukum Perjanjian Asuransi Istilah asuransi di Indonesia berasal dari kata Belanda, assurantie yang kemudian menjadi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG PERLINDUNGAN UPAH PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sistem pengupahan yang berlaku sekarang ini sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN BAKU PADA POLIS ASURANSI JIWA di KOTA DENPASAR

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN BAKU PADA POLIS ASURANSI JIWA di KOTA DENPASAR TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN ASURANSI ATAS PEMBATALAN PERJANJIAN BAKU PADA POLIS ASURANSI JIWA di KOTA DENPASAR ABSTRAKSI Oleh: Kadek Hita Kartika Sari I Gusti Nyoman Agung I Ketut Markeling Hukum Bisnis

Lebih terperinci