Boks III Pengaruh Perkembangan Harga Komoditas pada Perekonomian Daerah 8 LATAR BELAKANG Berlanjutnya krisis keuangan global yang berepisentrum di Amerika Serikat telah merambat ke berbagai sendi perekonomian negara-negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Setelah sampai dengan triwulan III 2008 perekonomian tumbuh tinggi, maka memasuki triwulan IV perekonomian Indonesia yang didominasi oleh sektor tradable mulai tertekan dengan anjoknya harga komoditas akibat melemahnya permintaan di pasar dunia. Penurunan kinerja perekonomian Indonesia, terutama terjadi di daerahdaerah yang berbasis ekspor. Secara mikro, menurunnya permintaan pada beberapa produk komoditas primer dan produk industri yang diekspor mengancam penurunan penggunaan kapasitas dan akan mendorong dunia usaha melakukan efesiensi yang salah satunya dilakukan melalui pengurangan jumlah jam kerja dan bahkan pemutusan hubungan kerja. Implikasi selanjutnya adalah terganggu daya beli dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Di sisi pembiayaan, berlanjutnya krisis keuangan global berpotensi menurunkan kinerja dan kualitas pembiayaan kredit di daerah. Di sisi harga, perkembangan inflasi daerah 2008 juga dipengaruhi oleh dinamika perkembangan ekonomi global. Kenaikan harga komoditas yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir 9 menjadi salah satu faktor yang menyebabkan kenaikan tekanan inflasi di hampir semua wilayah di Indonesia. Tekanan inflasi yang lebih tinggi terutama terjadi di daerah yang perekonomiannya cukup dominan disupport oleh produk komoditas berbasis primer yang memperoleh wind profit dari tingginya harga komoditas, struktur konsumsinya lebih di dominasi makanan, dan memiliki ketergantungan pasokan bahan pangan dari daerah lain. Namun memasuki 8 Catatan Analisis 9 Kenaikan harga komoditas dunia menurut IMF dalam publikasi World Economic Outlook, Oktober 2008 disebabkan oleh (1) pertumbuhan ekonomi dunia yang tinggi, (2) terbatasnya inventory dan tingkat kapasitas produksi yang pada gilirannya menyebabkan (3) supply inellasticity dalam merespon permintaan dalam jangka pendek (4) ekspektasi yang lebih dipengaruhi sentimen dan investor behavior sehingga dalam jangka pendek menyebabkan fluktuasi harga berlebihan. 31
triwulan IV-2008, seiring dengan anjloknya harga komoditas dunia, hargaharga di dalam negeri terkoreksi secara signifikan sehingga tekanan inflasi pada akhir Tw-IV menurun. PERKEMBANGAN EKONOMI DAERAH TERKINI Periode awal 2008 s.d triwulan III-2008 Memasuki tahun 2008, peningkatan harga komoditas internasional mulai mempengaruhi perekonomian daerah secara signifikan terutama pada sektor yang tradable. Kenaikan harga berbagai komoditas primer di pasar dunia telah memberikan berkah tersendiri pada meningkatnya perekonomian di berbagai wilayah di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang struktur ekonominya didominasi oleh hasil-hasil pertambangan (batu bara, timah, tembaga) dan perkebunan (kelapa sawit, karet, kopi, dan coklat). Peningkatan harga komoditas tersebut telah menyebabkan pendapatan dan daya beli masyarakat terdongkrak sehingga konsumsi di daerahpun meningkat. Beberapa komoditas yang memberikan sumbangan signifikan terhadap perekonomian daerah, diantaranya adalah komoditas minyak kelapa sawit 10, karet alam 11, dan batubara 12 : Pertumbuhan ekonomi daerah yang pesat terutama terjadi di zona Sumatera Bagian Tengah dan Selatan, zona Kalimantan dan Zona Sulawesi dengan rata-rata pertumbuhan triwulanan hingga triwulan III-2008 masing-masing 6,4%, 5,8%, 6,3%, dan 6,9%. Peningkatan pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kali-Sulampua telah mendorong terjadinya konvergensi pertumbuhan ekonomi antar daerah (Gambar 1-3 : Peta Deviasi gpdrb Tw I - III 2008). Terdapat hubungan yang relatif simetris antara peningkatan harga komoditas primer tersebut dengan pertumbuhan PDRB di masing-masing wilayah (Sulawesi, Kalimantan dan sebagian wilayah Sumatra). Di sisi lain, meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kali-Sulampua turut pula memberikan sumbangan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa terutama pada sektor industri dan sektor perdagangan. 10 Harga CPO pada tahun 2007 naik hingga 75% dibandingkan dengan rata-rata harga tahun 2006, dan mencapai puncaknya pada Maret 2008 yaitu naik hingga 218% dari harga rata-rata tahun 2006. Kenaikan harga CPO ini mendorong terjadinya perluasan lahan kelapa sawit dari 4,2 juta ha menjadi 5,5 juta ha di Sumatera, dan menjadikan Sumatera sebagai wilayah pengekspor sawit terbesar di Indonesia (90,1%) pada tahun 2007. 11 Produksi karet alam pada tahun 2007 mencapai 2,55 juta ton sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara penghasil karet terbesar kedua setelah Thailand. 12 Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor batu bara terbesar di dunia. 32
Deviasi gpdrb dg gpdb Tw I-08 Deviasi gpdrb dg gpdb Tw II-08 Deviasi gpdrb dg Nasional gpdb Tw I-08: 6,0% Q1-08 Sumatera Jabalnusra Kali-Sulampua B.Utara B.Tengah B.Selatan B.Barat B.Tengah B.Timur Balnusra Kalimantan Sulampua gkredit,% 32,9 40,8 7,6 22,0 21,5 27,0 21,7 28,8 31,9 NPL, % 3,4 2,6 2,5 3,7 3,5 3,4 3,0 3,1 7,0 Deviasi gpdrb dg Nasional gpdb Tw II-08: 6,4% Q2-08 Sumatera Jabalnusra Kali-Sulampua B.Utara B.Tengah B.Selatan B.Barat B.Tengah B.Timur Balnusra Kalimantan Sulampua gkredit,% 40,0 47,7 12,7 25,9 27,8 33,3 26,6 35,6 36,3 NPL, % 3,2 2,4 2,6 3,5 3,2 3,1 2,4 3,3 6,2 Gambar 1 Gambar 2 Deviasi gpdrb dg gpdb Tw III-08 Deviasi gpdrb dg Nasional gpdb Tw III-08: 6,1% Sumatera Jabalnusra Kali-Sulampua Q3-08 B.Utara B.Tengah B.Selatan B.Barat B.Tengah B.Timur Balnusra Kalimantan Sulampua gkredit,% NPL, % 35,2 33,9 38,3 29,2 29,7 30,6 30,1 37,1 36,0 3,1 2,1 2,7 3,3 2,9 3,0 2,2 2,9 5,2 Gambar 3 Gambar 1-3 Deviasi Perkembangan PDRB Tw I - III 2008 Deviasi Inflasi Daerah dan Nasional Tw I-08 Deviasi Inflasi Daerah dan Nasional Tw II-08 Deviasi Inflasi dg Nasional Gambar 4 Inflasi Nasional (yoy) Tw I-08: 7,1% Deviasi Inflasi dg Nasional Gambar 5 Inflasi Nasional (yoy) Tw II-08: 11,0% Deviasi Inflasi Daerah dan Nasional Tw III-08 Deviasi Inflasi dg Nasional Gambar 6 Inflasi Nasional (yoy) Tw III-08: 12,1% Gambar 4-6 Deviasi Perkembangan Inflasi Tw I - III 2008 33
2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 Dispersi Inflasi (Std.Dev) Dispersi gpdrb (Std.Dev.) Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 2007 2008 Grafik 1 Dispersi Pertumbuhan dan Inflasi antar Daerah Disisi pembiayaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kali-Sulampua yang bersumber dari sektor tradable juga didukung oleh peningkatan pembiayaan kredit. Di wilayah Sumatera, penyaluran kredit ke sektor pertanian yang juga sebagai penyerap kredit terbesar, pada paruh pertama 2008 rata-rata tumbuh sebesar 36,1%. Sementara di wilayah Kali- Sulampua, penyaluran kredit ke sektor pertambangan rata-rata tumbuh 35,1%. Sebagian besar penyaluran kredit di kedua wilayah ini bersifat produktif, yaitu kredit modal kerja yang memiliki porsi 49,3% dari total oustanding kredit di Sumatera dan 41,4% di Kali-Sulampua. Di sisi lain, membaiknya pendapatan penduduk di kedua wilayah tersebut telah memacu penyaluran kredit konsumsi meningkat cukup tinggi, yaitu mengalami pertumbuhan 35,7% di Sumatera dan 36,5% di Kali-Sulampua. Sementara itu, pesatnya ekonomi Sumatera dan Kali-Sulampua juga berdampak pada sektor industri dan perdagangan di Jawa sehingga kredit di kedua sektor tersebut di Jawa meningkat. Pertumbuhan kredit sektor industri dan perdagangan di Jawa tumbuh masing-masing sebesar 37,2% dan 30,2%. Sampai dengan triwulan III 2008, peningkatan kredit di seluruh daerah diikuti oleh kualitas kredit yang masih baik, sebagaimana tercermin dari NPL yang rendah di semua wilayah bahkan lebih rendah dibanding periode akhir tahun 2007. Di sisi inflasi, perkembangan harga komoditas di pasar dunia yang meningkat cukup tinggi turut pula meningkatkan tekanan inflasi di daerah. Kenaikan harga berbagai komoditas di pasar internasional, khususnya harga komoditas 34
yang termasuk di dalam kelompok makanan, seperti kedelai, minyak goreng dan gandum menjadi salah satu faktor yang cukup kuat mendorong tekanan inflasi daerah, terutama di daerah yang pola konsumsinya lebih didominasi oleh kelompok makanan dan juga daerah-daerah yang memiliki ketergantungan pada pasokan dari daerah lain yang ongkos transportasinyapun meningkat. Hal ini terutama terlihat dari meningkatnya laju inflasi di wilayah luar Jawa dengan deviasi positif yang melebar terhadap inflasi nasional (Gamba 4-6 : Deviasi Inflasi Tw I sd. III 2008). Kota-kota di wilayah Kalimantan, Sulawesi, Sumatera Selatan dan Irian Jaya deviasianya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal. Periode Triwulan IV-2008 Memasuki triwulan ke IV 2008, perlambatan ekonomi dunia yang berimbas pada anjloknya harga komoditas mulai memberikan dampak terhadap perekonomian di berbagai daerah. Di wilayah Sumatera dan sebagian Kali- Sulampua penurunan permintaan ekspor - berupa penundaan pengiriman dan pembatalan sepihak kontrak ekspor - hasil-hasil perkebunan mulai terjadi. Di sisi lain, harga CPO di pasar dunia yang turun tajam hingga mencapai 70% (pertengahan November 2008) 13 langsung berimbas pada turunnya harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani menjadi Rp300/ Kg 14. Wilayah Sumatera dan sebagian Kali-Sulampua merupakan wilayah yang paling terkena dampak turunnya harga CPO dan turunnya volume ekspor, yang selanjutnya menekan daya beli masyarakat sebagaimana diindikasikan oleh turunnya indeks Nilai Tukar Petani di kedua wilayah ini. Melambatnya ekspor di kedua wilayah telah menjadi faktor pemicu melambatnya ekonomi pada beberpa sektor unggulan, seperti pertanian, pertambangan dan perdagangan. Perlambatan ekonomi ini juga menyebabkan deviasi pertumbuhan ekonomi daerah-daerah dimaksud terhadap pertumbuhan nasional kembali melebar (1,5%, deviasi negatif) dan perekonomian tumbuh di bawah rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional (lihat peta dibawah). 13 Terhadap harga tertingginya pada Maret 2008 14 Harga TBS tertinggi sebelumnya mencapai rerata Rp 1.800/Kg 35
Semakin dalamnya krisis keuangan global berimbas pula pada perkembangan ekonomi daerah yang berbasis industri manufaktur yang export-oriented. Di wilayah Jabalnustra, permintaan ekspor berbagai produk industri manufaktur mulai terindikasi mengalami penurunan dengan berkurangnya pesanan dan pembatalan sepihak pembeli di luar negeri. Permintaan dari dalam negeri juga sedikit mengalami tekanan searah dengan tertekannya perekonomian di luar Jawa. Hal ini berdampak langsung pada berkurangnya penggunaan kapasitas dan mendorong perusahaan melakukan berbagai upaya efisiensi yang antara lain dilakukan dengan cara melakukan pengurangan jam kerja maupun jumlah tenaga kerja. Deviasi gpdrb dg gpdb Tw IV-08 Deviasi Inflasi Daerah dan Nasional Tw IV-08 Deviasi gpdrb dg Nasional gpdb Tw IV-08: 5,7% Q4-08* Sumatera Jabalnusra Kali-Sulampua B.Utara B.Tengah B.Selatan B.Barat B.Tengah B.Timur Balnusra Kalimantan Sulampua gkredit,% NPL, % 31,2 3,2 30,7 2,2 35,2 2,7 32,4 3,6 31,2 2,8 32,7 2,9 30,1 2,2 37,4 3,2 34,4 5,4 * November 2008 Deviasi Inflasi dg Nasional (1,5)-(0,6) (0,5)-0,5 Inflasi Nasional (yoy) Tw IV-08: 11,1% Gambar 7 Deviasi Perkembangan PDRB Tw IV 2008 Gambar 8 Deviasi Perkembangan Inflasi Tw IV 2008 Perekonomian yang melambat, walaupun tidak signifikan diikuti oleh perlambatan pertumbuhan kredit di daerah. Di sebagian besar daerah, kredit tumbuh namun mulai melambat karena potensi resiko meningkat yang antara lain tercermin pada peningkatan nilai nominal NPLs. NPL secara nominal yang meningkat dari Rp40,687 milyar pada Juni 2008 menjadi Rp45,831 milyar pada November 2008. Kenaikan NPL tersebut terutama terjadi pada penyaluran kredit pada sektor-sektor yang mulai melambat pertumbuhannya, seperti : pertanian, perdagangan, perindustrian dan sektor lain-lain (konsumsi). Di sisi inflasi, menurunnya harga komoditas di pasar dunia berperan dalam memperlemah tekanan inflasi di daerah. Inflasi di daerah secara umum turun, namun mengingat tingkat ketergantungan luar Jawa terhadap supply barang 36
dari Jawa, maka perlambatan inflasi di daerah relatif tidak terlalu kuat (Lihat Grafik Perkembangan Inflasi dan Kontribusi Makanan per Wilayah). Inflasi di luar Jawa, secara rata-rata masih di atas angka inflasi nasional, namun deviasi inflasi di daerah-daerah yang sebelumnya mengalami booming ekonomi karena kenaikan harga komoditas, terhadap inflasi nasional secara umum turun (wilayah Kalimantan dan Sulawesi), walaupun cenderung tidak sesimetris sebagaimana dampak terhadap PDRB. Di wilayah Irian Jaya deviasi inflasinya terhadap angka inflasi nasional cenderung tetap di level yang tinggi. faktor ketergantungan pasokan barang dari Jawa diduga merupakan salah satu faktor yang cukup signifikan mempengaruhi inflasi. Sementara itu, inflasi di pulau Jawa secara umum di bawah angka rata-rata inflasi nasional. POTENSI RISIKO EKONOMI DAERAH KE DEPAN Krisis keuangan global yang semakin berimbas pada melambatnya perekonomian daerah akan dapat menyebabkan terjadinya kembali divergensi pertumbuhan ekonomi antar daerah. Wilayah Sumatera dan Kali- Sulampua yang pada saat terjadinya kenaikan harga komoditas mampu mengejar pertumbuhan ekonomi daerah di Jawa akan menghadapi potensi risiko perlambatan ekonomi yang lebih besar. Sementara itu, ekonomi Jawa yang menopang perekonomian di kedua wilayah tersebut, melalui penyerapan input produksi industri manufaktur, secara perlahan-lahan mulai terimbas perlambatan ekonomi Sumatera dan Kali-Sulampua, meskipun tidak terlalu signifikan. Hal ini mengingat struktur ekonomi di Jawa masih bertumpu pada domestic demand dari wilayah Jawa itu sendiri. Namun demikian, dampak melemahnya permintaan dunia pada ekspor hasil industri pengolahan dan mulai terbatasnya domestic demand akibat tertekannya daya beli akan dapat melemahkan perekonomian Jawa. Sementara itu, di sisi harga-harga masih menurunnya harga komoditas internasional akan memberikan sumbangan positif terhadap melemahnya tekanan inflasi di daerah. Penurunan inflasi juga akan dipengaruhi oleh penurunan harga BBM bersubsidi dan dampak lanjutannya, dan di sisi lain daya beli masyarakat relatif melemah. Namun demikian, potensi terhadap tekanan inflasi tetap harus diwaspadai, seperti gangguan pasokan karena musim pada komoditas 37
pangan, pelemahan nilai tukar dan ekkspektasi masyarakat terhadap inflasi. Sedangkan, di sisi pembiayaan, meningkatnya risiko kredit terutama di sektorsektor yang terkena dampak krisis keuangan global perlu dicermati mengingat peningkatan nilai nominal mulai terindikasi di berbagai daerah. KESIMPULAN 1. Perkembangan harga komoditas dunia memberikan dampak yang cukup signifikan pada perekonomian daerah, khususnya pada daerah-daerah yang berbasis komoditas (tradable), seperti Sumatera dan Kalimantan. Terdapat hubungan yang cenderung simetris antara peningkatan harga komoditas dengan peningkatan PDRB yang juga memberikan dampak kearah konvergensi pertumbuhan ekonomi di Sumatera dan Kali-Sula terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sebaliknya, seiring dengan penurunan permintaan dunia yang juga berakibat turunnya harga komoditas telah menyebabkan pertumbuhan PDRB di wilayah-wilayah dimaksud terkoreksi, potensi risiko perlambatan ekonomi cukup besar dan konvergensi meningkat. 2. Imbas krisis keuangan global juga berdampak negatif pada daerah berbasis sektor industri expor-oriented, dimana terdapat upaya efisiensi produksi sebagai akibat dari menurunnya permintaan luar negeri. Penurunan produksi berdampak pada penurunan penggunaan kapasitas yang berpotensi terjadinya pengurangan jam kerja dan peningkatan PHK. 3. Di sisi harga, fluktuasi harga komoditas di pasar dunia mempengaruhi tingkat inflasi terutama pada daerah-daerah yang memiliki tingkat komposisi konsumsi makanan yang besar. Tekanan Inflasi di daerah-daerah luar Jawa cenderung meningkat lebih tinggi dibandingkan di Jawa, terutama disebabkan Oleh tingginya ketergantungan pasokan dari Jawa. Secara umum kenaikan harga komoditas telah menyebabkan deviasi inflasi kota-kota di luar Jawa terhadap angka inflasi nasional meningkat, atau lebih tinggi dibandingkan dengan kondisi normal. Sementara itu penurunan harga komoditas, secara umum hanya berdampak pada semakin kecilnya deviasi angka inflasi, kecuali di Irian Jaya yang deviasi inflasi cenderung tetap tinggi. 38
4. Sementara itu di sisi pembiayaan, risiko kredit terutama di sektor-sektor yang terkena dampak krisis keuangan global perlu dicermati mengingat potensi penurunan kualitas kredit mulai terindikasi diberbagai daerah, sebagaimana tercermin dari peningkatan nilai NPLs. IMPLIKASI KEBIJAKAN 1. Untuk mengurangi dampak negatif pengaruh fluktuasi harga komoditas di pasar dunia pada perkembangan perekonomian daerah, maka untuk ke depan perlu dilakukan upaya-upaya : - Peningkatkan produktifitas perlu diintensifkan dibandingkan dengan upaya-upaya penambahan lahan baru. - Peningkatkan diversivikasi produk perkebunan (pertanian) - Peningkatkan nilai tambah produksi, seperti pengembangan produksi turunan CPO. - Perlunya kebijakan yang dapat menyangga dan menstabilkan harga, khususnya di tingkat petani yang antara lain dilakukan dalam bentuk upaya menjaga keseimbangan pasokan. Peran asosiasi disini perlu ditingkatkan. 2. Disisi harga-harga, upaya-upaya meningkatkan produksi dan pasokan, khususnya bahan makanan di daerah perlu ditingkatkan. Swasembada kebutuhan pokok perlu menjadi prioritas daerah. Dengan mulai terbatasnya domestic demand seiring dengan melemahnya daya beli masyarakat, dalam jangka pendek peran fiskal untuk menstimulasi perekonomian dan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting. Terlebih dengan potensi meningkatnya pengangguran akibat meningktanya ancaman PHK. Untuk itu, berbagai kendala dalam merealisasikan anggaran pemerintah perlu diminimalisasi dan jadwal realisasi dapat lebih terarah dengan tetap memperhatikan siklus perekonomian daerah setempat. 39