PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM STRATEGI PEMULIHAN KERUSAKAN VEGETASI MANGROVE DI KAWASAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT

ANCAMAN KELESTARIAN SUAKA MARGASATWA PULAU RAMBUT DAN ALTERNATIF REHABILITASINYA. Oleh: Onrizal

KONSEPSI MANAJEMEN PEMULIHAN KERUSAKAN MANGROVE DI DKI JAKARTA *)

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

RESTORASI EKOLOGI HUTAN MANGROVE (Studi kasus DKI Jakarta *) Oleh: Tarsoen Waryono **) Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kawasan perkotaan di Indonesia cenderung mengalami permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

TELAAH RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERTANIAN DAN KEHUTANAN PROPINSI DKI JAKARTA*) Oleh: Tarsoen Waryono **) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan ekosistem hutan yang terdapat di daerah pantai dan

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL PEDOMAN INVENTARISASI DAN IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS MANGROVE

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Hampir 75 % tumbuhan mangrove hidup diantara 35ºLU-35ºLS (McGill, 1958

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

I. PENDAHULUAN. dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut (Mulyadi dan Fitriani,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB II DESKRIPSI TEMPAT WISATA Sejarah Taman Wisata Alam Mangrove Pantai Indah Kapuk. lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap garam (Kusman a et al, 2003). Hutan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

I. PENDAHULUAN. pantai yang mempunyai arti strategis karena merupakan wilayah terjadinya

PENDAHULUAN. beradaptasi dengan salinitas dan pasang-surut air laut. Ekosistem ini memiliki. Ekosistem mangrove menjadi penting karena fungsinya untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

BAB I PENDAHULUAN. terdapat di Asia Tenggara. Indonesia dikenal sebagai negara dengan hutan

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan subtropis yang

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

BAB I PENDAHULUAN. perubahan iklim (Dudley, 2008). International Union for Conservation of Nature

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Model Genesi dalam Jurnal : Berkala Ilmiah Teknik Keairan Vol. 13. No 3 Juli 2007, ISSN

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

Konservasi Lingkungan. Lely Riawati

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

TINGKAT PENERAPAN SISTEM BUDIDAYA MANGROVE PADA MASYARAKAT PULAU UNTUNG JAWA, KEPULAUAN SERIBU

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

Oleh: Tarsoen Waryono **)

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Vegetasi mangrove merupakan salah satu komunitas tumbuhan lahan basah yang khas dan unik, terdapat di daerah pasang surut di wilayah pesisir, pantai, dan atau pulau-pulau kecil. Selain memiliki spesifik tipe habitat (lumpur berpasir), juga membentuk zona-zona habitat yang dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. ITTO (2007) menyatakan bahwa secara ekologis mangrove merupakan daerah peralihan antara perairan laut dan perairan air tawar, sehingga terdapat flora dan fauna yang memiliki kemampuan adaptasi khusus yang dapat hidup disana. Kawasan mangrove merupakan sumberdaya alam yang sangat potensial, selain memiliki nilai ekologis, juga nilai ekonomis yang tinggi. Secara ekologis vegetasi mangrove berfungsi sebagai perlindungan terhadap wilayah pesisir dan pantai dari ancaman sedimentasi, abrasi, dan intrusi air laut. Secara ekologis selain merupakan sumber pakan bagi kehidupan biota laut, juga tempat pemijahan dari berbagai jenis biota laut yang hidup di perairan laut bebas. Bagi masyarakat pantai, kawasan mangrove merupakan sumber mata pencaharian masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan, di sisi lain kawasan mangrove kini juga telah dimanfaatkan jasa-jasanya sebagai wahana rekreasi dan wisata alam. Kawasan mangrove di Pulau Rambut saat ini dihadapkan pada ancaman yang berat, yaitu adanya abrasi, pencemaran limbah, dan sampah yang berasal dari kawasan utara Pulau Jawa. Kerusakan tatanan komunitas mangrove erat kaitannya dengan kondisi fisik wilayah di sekitarnya. Berbagai bentuk masukan bahan cemaran baik yang bersumber dari industri maupun rumah tangga, merupakan salah satu faktor penyebab pendangkalan pantai dan kerusakan ekosistem mangrove. Kondisi penurunan kualitas dan kuantitas mangrove tersebut semakin didukung oleh terjadinya abrasi karena tingginya intensitas ombak laut. Akibat yang ditimbulkan, terganggunya peranan fungsi komunitas dan kawasan

2 mangrove, karena terputusnya mata rantai makanan bagi biota kehidupan seperti burung, reptil dan berbagai kehidupan lainnya. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa keadaan vegetasi mangrove di SMPR belakangan ini terus menurun, baik dari kuantitas maupun kualitasnya (Idaman 2007). Laporan Dinas Pertanian dan Kehutanan Provinsi DKI Jakarta (2008), menginformasikan bahwa komunitas mangrove yang berfungsi sebagai penyangga sempadan pantai sudah tidak lagi efektif peranan fungsinya, karena ketebalannya terbatas. Selain itu, kondisi habitat mangrove juga mengalami penurunan dari segi kualitas. BPLHD Provinsi DKI Jakarta (2008) juga menginformasikan hasil penelusuran terhadap komunitas mangrove yang terdegradasi secara biologis. Secara berangsur-angsur komunitas mangrove mulai dari tingkat anakan (seedling), sapihan (sapling), tingkat tiang (pole), telah mengalami kematian dan kini yang masih bertahan masuk kedalam tingkat pohon. Lebih jauh dikemukakan bahwa cemaran sampah plastik merupakan faktor utama penyebabnya, karena gangguan terhadap aderasi udara pada sistem perakarannya. Aspek permasalahan yang erat kaitannya dengan kawasan mangrove di Pulau Rambut cenderung disebabkan karena kawasan mangrove sebagai jalur penyangga wilayah pantai daratan, peranan fungsi ekosistemnya telah terganggu, dan memberikan kecenderungan semakin terancamnya sumberdaya alam hayati baik kehidupan flora maupun fauna. Selain itu, upaya pemulihan habitat dan komunitas mangrove di kawasan ini lebih lamban dari pada tingkat kerusakannya, sehingga memerlukan upaya pemulihan yang lebih intensif. Hal tersebut dimaksudkan agar pengendalian terhadap ancaman terdegradasinya kawasan mangrove sebagai jalur penyangga wilayah pantai dapat dikendalikan. Tujuan dan Manfaat Tujuan dari tulisan ini adalah menyajikan gagasan untuk penyelesaian masalah kerusakan mangrove di kawasan SMPR. Langkah-langkah strategis yang disajikan diharapkan dapat bermanfaat dalam membantu berbagai pihak terutama pihak pengelola dalam upaya pengelolaan dan pelestarian mangrove pada kawasan tersebut serta dapat pula diadopsi untuk pengelolaan seluruh kawasan pesisir Indonesia.

3 GAGASAN Strategi pemulihan kerusakan mangrove terinspirasi berdasakan kenyataan bahwa tingkat kerusakan vegetasi mangrove di kawasan SMPR semakin parah. Hal tersebut tampak pada tingginya tingkat degradasi akibat ancaman terhadap mangrove itu sendiri. Ancaman Kelestarian Vegetasi Mangrove di Pulau Rambut Permasalahan inti yang berdampak langsung terhadap kelestarian mangrove di Pulau Rambut adalah berkurangnya luasan areal sebagai habitat mangrove karena abrasi, pencemaran akibat sampah dan limbah buangan. Hasil pengukuran luas berbasis Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dilakukan Fitriana (1999) dan Fakultas Kehutanan IPB (2002) menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan luas yang cukup signifikan dalam kurun waktu 13 tahun (tahun 1989 sampai 2002). Faktor utama penyebab terjadinya pengurangan luas tersebut berdasarkan hasil pengamatan Fakultas Kehutanan IPB adalah abrasi. Selain berdampak terhadap berkurangnya luas Pulau Rambut abrasi menyebabkan kematian dan berkurangnya luasan areal bervegetasi (hutan mangrove dan hutan pantai). Dari data di atas terlihat bahwa laju abrasi dalam kurun waktu 13 tahun terakhir ratarata seluas 0,72 ha th-1, atau rata-rata terjadi pengikisan garis pantai sejauh 6,04 m th-1 (Onrizal 2004). Bahan pencemar sampah dan limbah buangan merupakan salah satu ancaman serius bagi kelestarian vegetasi mangrove Pulau Rambut. Saat ini kawasan Pulau Rambut telah mengalami invasi sampah yang cukup berat terutama sampah-sampah yang tidak bisa terurai (non-degradable), seperti plastik, styrofoam, sandal/karet, kaca dan kaleng. Hartawan (1991) memperkirakan bahwa sampah padat di Pulau Rambut berkisar antara 1,95 4,26 ton. Sedangkan berdasarkan hasil studi Fakultas Kehutanan IPB (2002) diketahui bahwa berat sampah di Pulau Rambut mencapai 23,83 ton. Dengan demikian dalam kurun

4 waktu 11 tahun, yakni dari tahun 1991 sampai 2002, telah terjadi peningkatan jumlah sampah sebesar 5,6 sampai 12,2 kali lipat. Akibat yang ditimbulkan dari pencemaran sampah terutama sampah non degradable adalah matinya vegetasi melalui dua mekanisme, yaitu (1) mati setelah tertimbun sampah, dan (2) mati setelah siklus keluar masuknya air pasang surut terus-menerus terganggu. Tumpukan sampah akan mempengaruhi aliran keluar masuknya air pasang surut. Padahal pasang surut merupakan factor lingkungan penting bagi pertumbuhan mangrove (Hutchings & Saenger, 1987; Aksornkoae, 1993; Kusmana, 2002). Dampak yang timbul akibat terganggunya aliran keluar masuknya pasang surut tersebut adalah (a) terganggunya pasokan hara bagi vegetasi mangrove, karena hara di hutan mangrove sebagian masuk melalui pasang surut, dan (b) terganggunya keseimbangn kadar salinitas substrat, karena aliran pasang surut antara lain berfungsi dalam menjaga keseimbangan kadar salinitas substrat. Pada saat setelah pasang besar, sebagian air pasang terjebak di lantai hutan, tidak bisa keluar, karena terhalang tumpukan sampah. Air yang terus menggenangi lantai hutan tersebut akan mengganggu pasokan oksigen ke akar, sehingga proses respirasi terganggu karena kondisinya terusmenerus anaerob. Suhu air yang tergenang tersebut juga akan meningkat seiring dengan meningkatnya panas matahari yang diterimanya. Fakultas Kehutanan IPB (2002) melaporkan bahwa pada siang hari, suhu air di lantai hutan yang tergenang air bisa mencapai 45oC yang dapat menyebabkan kematian vegetasi mangrove, terutama anakan mangrove. Kondisi ini sangat mengkawatirkan bagi kelestarian habitat dan kenyamanan pengunjung Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Selain abrasi dan pencemaran sampah, kelestarian Pulau Rambut juga terancam oleh pencemaran minyak. Berdasarkan studi Fakultas Kehutanan IPB (2002) diketahui bahwa pada beberapa lokasi di Pulau Rambut terdapat pencemaran minyak yang dapat menyebabkan kematian vegetasi. Aspek permasalahan yang erat kaitannya dengan kawasan mangrove di Pulau Rambut cenderung disebabkan karena kawasan mangrove sebagai jalur penyangga wilayah pantai daratan, peranan fungsi ekosistemnya telah terganggu, dan memberikan kecenderungan semakin terancamnya sumberdaya alam hayati

5 baik kehidupan flora maupun fauna. Selain itu, upaya pemulihan habitat dan komunitas mangrove di kawasan ini lebih lamban dari pada tingkat kerusakannya, sehingga memerlukan upaya pemulihan yang lebih intensif. Arti Penting Konservasi Sumberdaya Alam Hayati Situasi kerusakan mangrove di SMPR akibat adanya faktor lingkungan dan besarnya ancaman berpengaruh pula pada kehidupan seluruh flora dan fauna di lingkungan kawasan tersebut. Sementara itu, sumberdaya alam hayati di alam sangat berkaitan erat dengan lingkungan hidup lainnya termasuk manusia. Secara umum ada tiga alasan mendasar mengapa konservasi keanekaragaman hayati perlu dilakukan (Waryono 2006): (1). Keanekaragaman hayati pada dasarnya sebagai bagian dari prinsip hidup hakiki, hal tersebut menggambarkan bahwa setiap jenis kehidupan liar (flora dan fauna), mempunyai hak untuk hidup. Hal ini mengingat bahwa dalam Piagam PBB tentang alam, menegaskan bahwa setiap bentuk kehidupan wajib dihormati tanpa memperdulikan nilainya bagi manusia. (2). Keanekaragaman hayati pada dasarnya sebagai bagian dari daya hidup manusia. Pernyataan ini mendeskripsikan bahwa Keanekaragaman hayati membantu bumi untuk tetap hidup, karena berperan penting dalam sistem penunjang kehidupan, mulai dari mempertahankan keseimbangan materi kimiawi (melalui siklus biogeokimia), mempertahankan kondisi iklim, dan daerah aliran sungai (DAS) serta berfungsi untuk memperbarui tanah dan komponennya. (3). Keanekaragaman hayati bernilai ekonomi. Hal tersebut menggambarkan bahwa keanekaragaman hayati merupakan sumber dari seluruh kekayaan sumberdaya biologis yang memiliki nilai ekonomis. Dari keanekaragaman hayati manusia memperoleh makanan, kesehatan karena mampu menyediakan oksigen bebas, serta memiliki nilai budaya yang spesifik bagi kepentingan hidup manusia. Berdasarkan uraian alasan di atas, telah jelas bahwa keanekaragaman hayati merupakan bagian tak terpisahkan dari konsep pengembangan pemulihan

6 kawasan (hutan) mangrove yang dinilai telah terdegradasi. Dengan demikian perlu adanya upaya perlindungan terhadap keanekaragaman hayati tersebut. Stratregi Pemulihan Kerusakan Kawasan Mangrove Mencermati uraian pentingnya konservasi sumberdaya alam hayati, dengan demikian rumusan strategi pemulihan kawasan mangrove dalam bidang konservasi dapat dilakukan melalui: (1). Pemulihan dan pengendalian lingkungan fisik baik terhadap habitat maupun vegetasi mangrove. (2). Penanganan dan pengendalian lingkungan dari ancaman abrasi oleh air laut. (3). Pengembangan kemitraan untuk meningkatkan perlindungan kawasan. (4). Mengharmoniskan perilaku lingkungan sosial untuk tujuan mengenal, mengetahui, mengerti, memahami hingga pada akhirnya merasa peduli dan ikut bertanggung jawab untuk mempertahankan, melestarikannya. Hal ini juga pernah dinyatakan oleh Waryono (2006). (5). Meningkatkan kualitas kinerja institusi yang bertanggung jawab dan pihakpihak terkait lainnya. Adapun langkah-langkah strategis yang dilakukan berdasarkan rumusan di atas yaitu sebagai berikut: 1. Pada pengendalian dan pemulihan lingkungan fisik baik terhadap habitat maupun vegetasi mangrove, yaitu dengan cara mengimpor Lumpur sebagai faktor utama kehidupan vegetasi mangrove dari luar kawasan, pembinaan dan peningkatan kualitas habitat, dan peningkatan pemulihan kualitas kawasan hijau melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, dan atau perkayaan jenis tetumbuhan yang sesuai. Dalam hal pemulihan habitat, dilakukan terhadap kawasan-kawasan terdegradasi atau terganggu fungsi ekosistemnya, untuk pengembalian peranan fungsi jasa bioekohidrologis, dilakukan dengan cara pembebasan dari sampah secara intensif, rehabilitasi dan atau reklamasi habitat. Sedangkan peningkatan kualitas kawasan hijau dilakukan dengan pengembangan jenis-jenis tetumbuhan

7 yang erat keterkaitannya dengan sumber pakan hidupan liar, tempat bersarang atau sebagai bagian dari habitat dan lingkungan hidupnya. 2. Penanganan dan pengendalian lingkungan dari ancaman abrasi oleh air laut dapat dilakukan dengan rekonstruksi dan penambahan Water break (pemecah ombak) di sekeliling kawasan Pulau Rambut. Hal ini dilakukan untuk menanggulangi tingginya intensitas ombak air laut yang menghantam kawasan Pulau Rambut. 3. Pengembangan kemitraan untuk meningkatkan perlindungan kawasan. Cara ini ditempuh dengan membuka kerjasama dengan pihak terkait untuk upaya peningkatan kekuatan hokum terhadap pelestarian lingkungan alam khususnya mangrove pada kawasan. 4. Mengharmoniskan perilaku lingkungan sosial untuk tujuan mengenal, mengetahui, mengerti, memahami hingga pada akhirnya merasa peduli dan ikut bertanggung jawab untuk mempertahankan, melestarikannya. Strategi tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan dan pendidikan konservasi (pendidikan berwawasan pelestarian lingkungan). 5. Meningkatkan kualitas kinerja institusi yang bertanggung jawab dan pihak-pihak terkait lainnya. Pembekalan pengetahuan yang memadai perlu dilakukan agar langkah kongkrit dalam upaya pemulihan kerusakan mangrove dapat dilakukan secara serasi, selaras serta sejalan berdasarkan kaidah-kaidah konservasi. Upaya pemulihan kerusakan kawasan mangrove di Pulau Rambut tidak dapat berlangsung tanpa campur tangan, dukungan, dan bantuan semua pihak. Pihak-pihak yang potensial dalam membantu terwujudnya upaya pemulihan kerusakan kawasan mangrove ini yaitu pengelola kawasan, pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan dukungan dari seluruh kalangan termasuk masyarakat sekitar. Melalui kerjasama seluruh pihak terkait maka implementasi strategi pemulihan kerusakan mangrove akan lebih mudah dan lebih cepat telaksana.

8 KESIMPULAN Keanekaragaman hayati mangrove pada dasarnya merupakan bagian dari sumberdaya alam yang erat kaitannya dengan flora dan fauna, habitat kehidupan satwa liar, serta fungsi manfaatkan terhadap kehidupan manusia. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa keanekaragaman hayati merupakan bagian tak terpisahkan dari konsep pemulihan kawasan mangrove yang dinilai telah terdegradasi. Terdegradasinya kawasan mangrove memerlukan langkah-langkah kongkrit dalam pemulihannya. Strategi pemulihan kerusakan mangrove di SMPR yaitu pertama, pada pengendalian dan pemulihan lingkungan fisik baik terhadap habitat maupun vegetasi mangrove, yaitu dengan cara mengimpor lumpur sebagai faktor utama kehidupan vegetasi mangrove dari luar kawasan, pembinaan dan peningkatan kualitas habitat, dan peningkatan pemulihan kualitas kawasan hijau melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, dan perkayaan jenis tetumbuhan yang sesuai serta pembebasan dari sampah secara intensif. Kedua, penanganan dan pengendalian lingkungan dari ancaman abrasi oleh air laut dapat dilakukan dengan rekonstruksi dan penambahan Water break (pemecah ombak) di sekeliling kawasan Pulau Rambut. Hal ini dilakukan untuk menanggulangi tingginya intensitas ombak air laut yang menghantam kawasan Pulau Rambut. Ketiga, Pengembangan kemitraan untuk meningkatkan perlindungan kawasan. Cara ini ditempuh dengan membuka kerjasama dengan pihak terkait untuk upaya peningkatan kekuatan hokum terhadap pelestarian lingkungan alam khususnya mangrove pada kawasan. Keempat, mengharmoniskan perilaku lingkungan sosial untuk tujuan mengenal, mengetahui, mengerti, memahami hingga pada akhirnya merasa peduli dan ikut bertanggung jawab untuk mempertahankan, melestarikannya. Strategi tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan pelatihan dan pendidikan konservasi (pendidikan berwawasan pelestarian lingkungan).

9 Kelima, meningkatkan kualitas kinerja institusi yang bertanggung jawab dan atau pihak-pihak terkait lainnya. Pembekalan pengetahuan yang memadai perlu dilakukan agar langkah kongkrit dalam upaya pemulihan kerusakan mangrove dapat dilakukan secara serasi, selaras serta sejalan berdasarkan kaidah-kaidah konservasi. Berdasarkan strategi dan teknik-teknik implementasi yang telah diuraikan, maka gagasan tersebut akan membantu pihak pengelola dan seluruh pihak terkait dalam meningkatkan pengelolaan kawasan dan menegakkan upaya konservasi sumberdatya alam. Gagasan ini diharapkan dapat menjadi stimulus bagi pihakpihak terkait untuk upaya pelestarian lingkungan hidup, sehingga kelestarian potensi sumberdaya hutan mangrove beserta fungsinya akan terwujud. Selain itu, manfaat yang diharapkan yaitu terjaminnya perlindungan hutan mangrove terhadap segala ancaman, tercapainya peningkatan partisipasi masyarakat agar konservasi hutan mangrove lebih efektif, dan tercapainya peningkatan pengertian dan koordinasi antar lembaga yang terkait dengan pengelolaan hutan mangrove.

10 DAFTAR PUSTAKA Aksornkoae, S. 1993. Ecology and management of mangroves. IUCN, Bangkok, Thailand. Fakultas Kehutanan IPB. 2002. Konsep pengembangan lingkungan kawasan Suaka Margasatwa Pulau Rambut. Kerjasama Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta dengan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Fitriani, N. 1999. Perubahan landscape perlindungan alam Pulau Rambut menggunakan Sistem informasi geografis. Skripsi Sarjana, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Hartawan, A. 1991. Studi sampah padat di Cagar Alam Pulau Rambut dan pendekatan penanggulangannya. Skripsi Sarjana, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Hutchings, P., & P. Saenger. 1987. Ecology of mangroves. University of Queensland Press, Queensland, Australia. Idaman, DW. 2007. Komunitas Burung Terestrial di Suaka Margasatwa Pulau Rambut [skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. ITTO. 2007. International Tropical Timber Organization (ITTO) Workplan 2002-2006. International Tropical Timber Organization. Bogor. Kusmana, C. 2002. Ekologi mangrove. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Onrizal. 2004. Ancaman Kelestarian Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan Alternatif Rehabilitasinya. Buletin Konservasi Alam: 4(1). Waryono, Tarsoen. 2006. Konsepsi Manajemen Pemulihan Kerusakan Mangrove di DKI Jakarta. Seminar Perencanaan Pemulihan Mangrove.Yayasan Mangrove Indonesia.

11 DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. Ketua Pelaksana 1. Nama Lengkap : Dahlan NIM : E34070096 Tempat, tanggal lahir : Siak, 18 Juli 1988 Karya-karya ilmiah : 1. Artikel Ilmiah berjudul Pengaruh Vegetasi Mangrove Terhadap Keberadaan dan Keanekaragaman Burung Air di Suaka Margasatwa Pulau Rambut Penghargaan ilmiah : 1. Penghargaan DIKTI senilai Rp 3 Juta Rupiah atas PKM-Artikel Ilmiah Berjudul Pengaruh Vegetasi Mangrove Terhadap Keberadaan dan Keanekaragaman Burung Air di Suaka Margasatwa Pulau Rambut pada tahun 2009. B. Anggota Pelaksana 1. Nama Lengkap : Tutia Rahmi NIM : E34070052 Tempat, tanggal lahir : Banda Aceh, 05 Desember 1989 Karya-karya ilmiah : - Penghargaan ilmiah : - 2. Nama Lengkap : Arya Arismaya NIM : E34080002 Tempat, tanggal lahir : Sumbawa, 12 Desember 1989 Karya-karya ilmiah : - Penghargaan ilmiah : -