RENCANA MANAJEMEN SUMBERDAYA KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) UNTUK BUDIDAYA YANG BERKELANJUTAN. Yudha Trinoegraha Adiputra dan Rara Diantari

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 15/MEN/2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2008 TENTANG JENIS IKAN BARU YANG AKAN DIBUDIDAYAKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BIODIVERSITAS 3/31/2014. Keanekaragaman Hayati (Biodiversity) "Ragam spesies yang berbeda (species diversity),

I. PENDAHULUAN. Management of Farm Animal Genetic Resources. Tujuannya untuk melindungi dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PLASMA NUTFAH. OLEH SUHARDI, S.Pt.,MP

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ikan, sebagai habitat burung-burung air migran dan non migran, berbagai jenis

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG SUMBER DAYA GENETIK HEWAN DAN PERBIBITAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.03/ MEN/2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN JENIS IKAN

PROGRAM DOKTOR ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN IPB

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERUBAHAN IKLIM DAN STRATEGI ADAPTASI NELAYAN

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara tropis dan diketahui memiliki level

PENTINGNYA PLASMA NUTFAH DAN UPAYA PELESTARIANNYA Oleh : DIAN INDRA SARI, S.P. (Pengawas Benih Tanaman Ahli Pertama BBPPTP Surabaya)

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 18 TAHUN 2008 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Perjanjian Kerjasama Tentang Pengembangan dan Pemasaran Produk Ekowisata Taman Nasional Ujung Kulon.

Terlaksananya kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan. Terlaksananya penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh: Ir. Agus Dermawan, M.Si. Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

Kebijakan Perikanan Budidaya. Riza Rahman Hakim, S.Pi

LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBUDIDAYAAN IKAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

GAMBARAN UMUM PERENCANAAN KINERJA PERANGKAT DAERAH CONTOH

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

BAB I PENDAHULUAN. (FAO, 2016a) dan produksi dua jenis udang yaitu Litopenaeus vannamei dan Penaeus

X. ANALISIS KEBIJAKAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN KONSERVASI

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

BUPATI MANDAILING NATAL

ANALISIS KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN YANG BERKELANJUTAN DI PULAU BUNAKEN MANADO

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

CC. URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 72 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Pada

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB IV MANAJEMEN MUTU TERPADU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

BAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN WALIKOTA TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN.

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia karena memiliki luas

PENDAHULUAN. Sumatera Utara, karena mempunyai keunggulan komperatif dan kompetitif

PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN IV

I. PENDAHULUAN. lainnya. Keunikan tersebut terlihat dari keanekaragaman flora yaitu: (Avicennia,

ANCAMAN KELESTARIAN DAN STRATEGI KONSERVASI OWA-JAWA (Hylobates moloch)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

Transkripsi:

RENCANA MANAJEMEN SUMBERDAYA KAKAP PUTIH (Lates calcarifer) UNTUK BUDIDAYA YANG BERKELANJUTAN Yudha Trinoegraha Adiputra dan Rara Diantari Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Jl. Sumantri Brojonegoro No 1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145 ABSTRACT Sustainability of Asian seabass aquaculture management plans was develop to supported fisheries industry national program. This study used references of Asian seabass aquaculture development from Indonesia. Sucess stories for Asian seabass aquaculture and conservation from Australia, Thailand and Taiwan also used for comparison. Asian seabass management plans followed by steps: human related inventory: natural resources problem; problem management tree; general planning program based on multiyears and working sheet sustainable program based on actionpurposes. This Asian seabass management plans should supported by community, localnational government and universities also industry for their progress. Keywords: asian seabass, mariculture, management, natural resources, mangrove PENDAHULUAN Keanekaragaman genetik adalah fondasi ketersediaan sumberdaya alam yang harus dilindungi dan dilestarikan penggunaanya melalui tindakan manajemen yang tepat. Budidaya kakap putih (Lates calcarifer) sejak dahulu sampai sekarang sangat tergantung pada ketersediaan induk atau benih yang berasal dari alam yang kemudian dipelihara dalam tempat tertentu menggunakan teknologi yang diinginkan untuk memperoleh hasil yang diharapkan yaitu kakap putih yang memiliki ukuran tertentu (konsumsi atau benih). Eksploitasi dan pemanfaatan sumberdaya kakap putih yang tidak terkontrol akan berpengaruh pada budidaya yaitu tidak tersedia atau berkurang stok induk dari alam yang berkualitas dan penurunan keanekaragaman genetik sehingga akan berkurang variasi genetik sumberdaya kakap putih. Rencana pengelolaan sumberdaya kakap putih diperlukan agar terdapat keteraturan dalam eksploitasi dan konservasi keanekaragaman genetik sumberdaya. Rencana tersebut dirumuskan dengan dukungan banyak hasil penelitian berupa data hasil pengamatan, kesimpulan yang berkaitan dengan lingkungan dan kajian khusus tentang keanekaragaman genetik. Rencana pengelolaan sumberdaya kakap putih juga 724

melibatkan banyak pihak yang berhubungan dengan penggunaan sumberdaya ikannya baik pada masa sekarang dan akan datang. Berbagai faktor baik dari potensi sumberdaya, masyarakat yang akan memanfaatkan dan lingkungan pendukung harus diidentifikasi dengan lengkap dan berdasarkan aturan hukum dan regulasi pendukung yang ada ditingkat local. Hal ini menjadi sebuah satu kesatuan acuan dasar untuk pengelolaan sumberdaya ikan yang dapat mendukung eksploitasi melalui budidaya dan konservasi sumberdaya berupa perlindungan dari ancaman perubahan lingkungan dan krisis lainnya (Thrope et al., 1995). Pemanfaatan sumberdaya genetik khususnya dalam sumberdaya kakap putih melalui penangkapan ikan atau menjadikannya sebagai sumber induk atau benih dalam budidaya keduanya berakibat negatif dan positif untuk keanekaragaman genetiknya. Akibat negatifnya diantaranya penangkapan kakap putih pada berbagai ukuran dan umur serta untuk budidaya menggunakan benih dari alam yang terus menerus akan menghabiskan jumlah kakap putih dalam waktu singkat. Budidaya kakap putih yang menggunakan ikan dalam ukuran besar sebagai sumber induk akan menghabiskan kakap putih produktif untuk berkembang biak dan rusaknya lingkungan dan pencemaran yang terjadi dari budidaya. Akibat positif dari budidaya kakap putih dapat terjadi dengan berkurangnya tekanan akibat penangkapan kakap putih dari alam karena dengan budidaya dapat menyediakan kakap putih dalam jumlah yang cukup. Keanekaragaman genetik atau biodiversitas adalah variasi diantara mahluk hidup dari berbagai sumber termasuk, daerah peralihan, darat, laut dan ekosistem perairan lain dan kompleksitas ekologi yang menjadi bagian; termasuk keanekaragaman dalam spesies, antar spesies dalam ekosistem (Mustafa and Rahman, 1999). Keanekaragaman genetik adalah sumberdaya alam yang sangat berharga dan harus dilindungi dan dimanfaatkan dengan manajemen yang tepat. Sumberdaya genetik ditemukan dalam gen setiap mahluk hidup. Gen mahluk hidup yang teramati dalam DNA sel dapat dipengaruhi oleh kedua orang tuanya (genotip) serta interaksi dan adaptasi antara gen dengan lingkungannya (fenotip). Pengamatan keanekaragaman genetik pada mahluk hidup dapat diketahui dengan informasi yang tepat dari karakter genetik berdasarkan marker molekuler (Doupé and Lymbery, 2000). Marker molekuler menyediakan data penting pada keanekaragaman genetik dengan kemampuannya mendeteksi variasi pada 725

level DNA (Wenne et al., 2004) yang dapat digunakan sebagai dasar hubungan kekerabatan dan variasi genetiknya dalam suatu lokasi atau negara. Adiputra et al. (2009) yang mengkaji keanekaragaman genetik kakap putih yang dibudidayakan yang berasal dari Indonesia, Taiwan dan Thailand menemukan bahwa terdapat perbedaan stok antara kakap putih dari Indonesia dan Thailand jika dibandingkan dengan Taiwan dengan sekuen mitokondria DNA pada bagian Cytochrome b. Tetapi terdapat kesamaan genetik antara stok Thailand dan Taiwan dibandingkan dengan Indonesia dengan marker genetik amplified fragment length polymorphism (AFLP). Hal ini menunjukkan terjadinya translokasi genetik stok Thailand pada stok Taiwan karena kegiatan perdagangan benih yang berlangsung lama sejak tahun 1980an yang menyebabkan masuknya materi genetik stok kakap putih asal Thailand pada stok kakap putih Taiwan. Tetapi bila ditelusuri menggunakan hubungan genealogis, stok kakap putih Thailand lebih dekat hubungannya dengan stok kakap putih dari Indonesia dibandingkan dengan stok kakap putih dari Taiwan. Belum terdapatnya hasil kajian genetika populasi kakap putih di Indonesia dan kegiatan budidaya yang masih berlangsung dengan banyak permasalahan di dalamnya dan memperhatikan potensi sumberdaya kakap putih yang masih tersedia saat ini, maka perlu dilakukan penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya kakap putih untuk mendukung budidaya yang berkelanjutan. Maksud disusunnya makalah rencana pengelolaan sumberdaya kakap putih untuk budidaya yang berkelanjutan adalah untuk mengidentifikasi potensi sumberdaya kakap putih dan eksploitasinya melalui penangkapan dan budidaya yang terjadi sampai 2010. Kedua hal tersebut kemudian dijadikan dasar sebagai permasalahan dan dicarikan solusinya berdasarkan tujuan yang akan dicapai melalui kegiatan berskala prioritas. Kegiatan ini dirinci dalam rencana berjangka waktu lima tahun dan satu tahun. Tujuan rencana pengelolaan sumberdaya kakap putih untuk budidaya yang berkelanjutan adalah: 1. Mengidentifikasi potensi dan eksploitasi sumberdaya kakap putih yang menjadi permasalahan dalam pengelolaan sumberdaya kakap putih di Indonesia. 2. Membuat skala prioritas dari permasalahan pengelolaan sumberdaya kakap putih dan mencarikan solusi untuk pemecahannya. 726

3. Membuat skala prioritas kegiatan dengan berbasis tujuan yang akan diperoleh untuk penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya kakap putih untuk budidaya yang berkelanjutan. 4. Merinci kegiatan rencana pengelolaan kakap putih untuk mendukung budidaya yang berkelanjutan yang berbasiskan tujuan dalam jangka waktu lima tahun dan satu tahun. METODE Penelitian dilakukan dengan menggunakan referensi yang meliputi perkembangan budidaya kakap putih di Indonesia melalui publikasi ilmiah pada kurun waktu 1980-2010 dan sebagai pembanding perkembangan budidaya kakap putih di Australia, Thailand dan Taiwan digunakan untuk menyusun rangkaian tindakan manajemen yang tepat. Data diolah berdasarkan studi referensi tersebut kemudian ditampilkan dengan melibatkan kemungkinan pemangku kepentingan antara lain masyarakat, pemerintah, perguruan tinggi dan swasta. Hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel untuk memperjelas rencana manajemen sumberdaya kakap putih yang berkelanjutan di Indonesia. HASIL DAN PEMBAHASAN Inventarisasi Kegiatan Tujuan inventarisasi kegiatan untuk mendapatkan data yang komprehensif permasalahan sumberdaya kakap putih berupa kondisi terakhir potensi sumberdaya kakap putih yang masih tersedia dan budidaya kakap putih yang dilakukan oleh masyarakat yang mengandalkan benih dari alam dan pemerintah yang melakukan pembenihan dan pembesaran kakap putih di daerah pesisir. Hasil penelitian tentang keanekaragaman genetik kakap putih didaerah tersebut dan daerah lain yang berada di sekitarnya juga dibutuhkan untuk menentukan rencana manajemen. Inventarisasi kegiatan tersebut mengumpulkan banyak masukkan berupa permasalahan karena rusaknya hutan mangrove, berkurangnya tangkapan kakap putih dan budidaya kakap putih yang masih belum berkembang. Masukan dari berbagai pihak tersebut dimasukkan dalam analisa masalah lingkungan hidup. 727

Analisa Masalah Lingkungan Hidup Analisa masalah lingkungan hidup merupakan akumulasi dri inventarisasi kegiatan berupa permasalahan yang terjadi pada potensi dan eksploitasi sumberdaya kakap putih. Masyarakat sangat banyak memberikan masukan diantaranya semakin tahun nelayan makin sulit memperoleh benih kakap putih dan mereka beranggapan bahwa hutan mangrove yang banyak ditebang dan banyaknya tambak udang menjadi penyebab sulitnya diperoleh benih kakap putih. Benih yang tidak tersedia menjadikan budidaya yang berasal dari benih hasil tangkapan nelayan oleh petani ikan tidak bisa berkembang. Pembudidaya kakap putih memberikan masukkan bahwa benih kakap produksi tidak dapat diproduksi dengan kontinyu karena serangan penyakit VNN (Viral Nervous Necorsos) yaitu penyakit virus yang sangat mematikan. Benih kakap putih yang dibesarkan setelah berumur 30 hari akan mati karena penyakit VNN. Induk kakap putih menjadi karier virus VNN sehingga sulit untuk menghilangkan penyakit VNN karena virusnya diturunkan pada benih. Potensi keanekaragaman genetik kakap putih yang ada di sekitar lokasi. Potensi kakap putih di daerah masih sangat besar dan memungkinkan untuk dikembangkan. Tetapi memang kakap putih dalam berbagai ukuran sulit diperoleh karena habitatnya yang rusak. Reboisasi hutan mangrove dan penebaran benih yang berkualitas yang induknya berasal dari lokasi yang sama disarankan untuk memulihkan populasi kakap putih. Secara lengkap hasil analisa lingkungan hidup dari hasil inventarisasi kegiatan terdapat pada Tabel 1 yang diberi nilai berdasarkan akibat (extension, E), keterkaitan (leverage, L) dan intensitas (intensity, I). Tabel 1. Analisa masalah lingkungan hidup rencana pengelolaan sumberdaya kakap putih untuk budidaya yang berkelanjutan. Masalah 1. Populasi dan jumlah kakap putih di alam semakin menurun. E L I Nilai 4 4 4 64 2. Habitat asli kakap putih yang rusak. 4 4 4 64 728

3. Produksi dengan budidaya belum kontinyu. 2 3 2 12 4. Terbatasnya benih hasil budidaya yang bermutu. 2 3 3 18 5. Persaingan dengan negara lain 3 2 2 12 6. Kekerabatan yang dekat dalam kawasan Asia Tenggara berdampak pada inbreeding 2 2 3 12 Berdasarkan besarnya nilai yang diperoleh maka disusun peringkat masalah sebagai berikut yang akan menjadi skala prioritas kegiatan yang akan dilaksanakan: Peringkat 1. Populasi dan jumlah kakap putih di alam semakin menurun. Peringkat 2. Habitat asli kakap putih yang rusak. Peringkat 3. Terbatasnya benih hasil budidaya yang bermutu. Peringkat 4. Produksi dengan budidaya belum kontinyu. Peringkat 5. Persaingan dengan negara lain. Peringkat 6. Kekerabatan yang dekat dalam kawasan Asia Tenggara berdampak pada inbreeding. Menetapkan Akar Masalah Penetapan akar masalah adalah bagian terintegrasi dalam penyusunan perencanan pengelolaan sumberdaya kakap putih untuk mendukung budidaya berkelanjutan. Penetapan akar masalah dilakukan untuk memberikan penyebab dan solusi dari skala prioritas kegiatan hasil inventarisasi kegiatan. Akar masalah penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya kakap putih dapat dikategorikan dalam tiga bidang yaitu: analisis masalah sumberdaya alam, analisis masalah budidaya dan analisis masalah potensi sumberdaya genetik dan aplikasi pada budidaya. Secara lengkap akar masalah dan solusinya disajikan pada tabel - tabel berikut: 729

Tabel 2. Akar masalah pada sumberdaya alam rencana pengelolaan sumberdaya kakap putih untuk mendukung budidaya berkelanjutan. Permasalahan Penyebab Solusi Populasi dan jumlah kakap putih dialam semakin menurun. Penangkapan yang berlangsung lama. Penangkapan pada ukuran tertentu bukan calon induk atau induk jika untuk Habitat asli kakap putih yang rusak. Daerah pesisir dan hutan mangrove yang beralih fungsi. konsumsi. Pembuatan kawasan perlindungan dan penanaman kembali mangrove. Tabel 3. Akar masalah pada budidaya rencana pengelolaan sumberdaya kakap putih untuk mendukung budidaya berkelanjutan. Permasalahan Penyebab Solusi Terbatasnya benih hasil Penyakit VNN yang Vaksin sudah budidaya yang bermutu. menginfeksi benih berumur dikembangkan. Produksi dengan budidaya belum kontinyu. Persaingan dengan negara lain. > 1 bulan. Harga jual kalah bersaing dengan kerapu. Negara di Asia Tenggara membudidayakan kakap putih. Dijual pada waktu khusus. Sebagai hasil sampingan kerapu. Peningkatan kualitas benih atau ukuran konsumsi. Tabel 4. Akar masalah pada potensi sumberdaya genetik dan aplikasi pada budidaya pada rencana pengelolaan sumberdaya kakap putih untuk mendukung budidaya berkelanjutan. Permasalahan Penyebab Solusi Kekerabatan yang dekat dalam kawasan Asia Tenggara berdampak pada inbreeding. Terbatasnya riset tentang potensi genetik kakap putih di Indonesia. Tidak boleh introduksi. Riset diperbanyak sebagai lokasi plasma nutfah kakap putih di Indonesia. Matriks Perencanaan Program (MPP) Matriks perencanaan program (MPP) yang disusun berdasarkan akar permasalahan keterkaitannya dengan tujuan yang ingin dicapai dengan skala prioritas yang dianalisis perperinci. MPP disusun secara terpadu dengan mencakup semua permasalahan dan kondisi yang menjadi tujuan pengelolaan. 730

Terdapat empat tujuan perencanaan program yaitu: pelestarian sumberdaya alam kakap putih, inovasi budidaya kakap putih, potensi genetik kakap putih dan aplikasinya pada budidaya dan konservasi sumberdaya alam dan plasma nutfah kakap putih agar budidayanya berkelanjutan yang terperinci dalam jangka waktu lima tahun. Tabel 5. Matriks rekomendasi perencanaan program (MPP) pelestarian sumberdaya alam kakap putih. Nama Program Instansi Jangka Waktu Matriks Rekomendasi Perencanaan Program Pelestarian sumberdaya alam kakap putih. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten/Kota Lima tahun Tujuan dan Maksud Program Tahapan Program Hasil Program Kegiatan Melestarikan sumberdaya alam: hutan mangrove dan kakap putih di daerah pesisir. Tahun I. Pelarangan penangkapan calon induk atau induk kakap putih selama dua tahun. Tahun II. Reboisasi mangrove. Tahun III. Pembatasan pengambilan benih kakap putih selama 2 tahun. Tahun IV. Perlindungan hutan mangrove dan perlindungan plasma nutfah di daerah pesisir. Tahun V. Kakap putih dieksploitasi hanya dengan cara rekreasi yang terbatas pada waktu tertentu. Hutan mangrove pulih dan benih, induk kakap putih tersedia. Instansi Penanggung Gugat Keterangan Tahun I II III IV V Jumlah 1 100 1 1 1 Rp (juta) 50 350 50 50 50 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Dilakukan dengan kerjasama dengan kelompok tani dan nelayan 731

Tabel 6. Matriks rekomendasi perencanaan program (MPP) inovasi budidaya kakap putih. Nama Program Instansi Jangka Waktu Tujuan dan Maksud Progam Tahapan Progam Hasil Program Matriks Rekomendasi Perencanaan Program Inovasi budidaya kakap putih Balai Budidaya Laut Lima tahun Melakukan berbagai inovasi pada budidaya kakap putih untuk memperoleh kakap putih berkualitas Tahun I. Penggunaan induk yang bebas VNN dan budidaya dengan biosekuritas. Vaksinasi pada pembesaran. Tahun II. Produksi pada waktu tertentu (misal hari raya). Sebagai alternatif kerapu. Tahun III. Penerapan GAP/CBIB untuk pembenihan dan pembesaran. Tahun IV. Inovasi promosi dan pemasaran yang baik. Pemasaran pada waktu yang tepat saat harga tinggi. Tahun V. Inovasi hasil produk dengan sertifikasi benih dan produk olahan kakap putih. Inovasi budidaya kakap putih terintegrasi untuk semua pihak. Kegiatan Tahun I II III IV V Jumlah 5 2 6 2 1 Rp (juta) 400 100 350 100 150 Instansi Penanggung Gugat Kementrian Kelautan dan Perikanan; Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Keterangan Kerjasama dengan kelompok tani dan nelayan setempat 732

Tabel 7. Matriks rekomendasi perencanaan program (MPP) potensi genetik kakap putih dan aplikasinya pada budidaya. Nama Program Instansi Jangka Waktu Matriks Rekomendasi Perencanaan Program Potensi genetik kakap putih dan aplikasinya pada budidaya. Perguruan Tinggi dan Balai Budidaya Laut Lima tahun Tujuan dan Maksud Program Tahapan Program Hasil Program Kegiatan Mengkaji potensi sumberdaya genetik kakap putih untuk konservasi dan budidaya Tahun I. Kajian genetika populasi dalam lokasi tertentu dimana masih tersedia stok kakap putih. Tahun II. Melarang introduksi dengan alasan apapun. Pemeliharaan stok induk lokal dalam jumlah besar. Tahun III. Inovasi genetik improvement dengan seleksi dan perbaikan mutu genetik untuk mendapatkan benih tahan terhadap VNN. Tahun IV. Inovasi manipulasi kromosom untuk mendapatkan benih unggul tahan terhadap VNN. Tahun V. Benih dan calon induk unggulan didapatkan dengan rekayasa genetika dengan bioteknologi. Terpetakan potensi sumberdaya genetic kakap putih dan inovasi rekayasa genetika kakap putih. Instansi Penanggung Gugat Keterangan Tahun I II III IV V Jumlah 1 1 1 1 1 Rp (juta) 250 50 500 200 250 Kementerian Kelautan dan Perikanan 733

Tabel 8. Matriks rekomendasi perencanaan program (MPP) konservasi sumberdaya alam dan plasma nutfah kakap putih agar budidayanya berkelanjutan. Nama Program Instansi Jangka Waktu Tujuan dan Maksud Program Tahapan Program Hasil Program Matriks Rekomendasi Perencanaan Program Konservasi sumberdaya alam dan plasma nutfah kakap putih agar budidayanya berkelanjutan. Perguruan Tinggi, Balai Budidaya Laut dan Kelompok Masyarakat Lima tahun Mengkonservasi sumberdaya genetik untuk budidaya berkelanjutan Tahun I. Penyimpanan materi genetik lokal dalam bank genetik untuk konservasi. Tahun II. Konservasi dengan teknik in-situ conservation. Tahun III. Budidaya selalu menggunakan stok kakap putih lokal yang unggul. Tahun IV. Stok kakap putih dengan kekhasan dilindungi dari kepunahan. Tahun V. Penerapan ex-situ conservation yang terbatas dan terkontrol. Terkonservasinya sumberdaya genetik kakap putih untuk budidaya yang berkelanjutan Kegiatan Instansi Penanggung Gugat Keterangan Tahun I II III IV V Jumlah 1 1 1 1 1 Rp (juta) 250 500 150 150 500 Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Matriks Rincian Kerja (MRK) Matriks rincian kerja (MRK) disusun berdasarkan matriks perencanaan program yang disusun selama lima tahun diperinci kembali menjadi setiap tahun. MRK disusun meliputi tahapan rinci yang didalamnya mencakup persiapan, pelaksanaan dan pengendalian (evaluasi) yang bertujuan mencapai sasaran setiap program yang tersusun 734

dengan tujuan akhir yaitu untuk mengkonservasi dan budidaya kakap putih yang berkelanjutan. Matriks rincian kerja dalam satu tahun kemudian dibagi menjadi kegiatan setiap tiga bulan yang bisa dilaksanakan secara berurutan. Matriks rincian kerja dibagi menjadi empat program perencanaan yaitu: program perencanaan pelestarian sumberdaya alam kakap putih, inovasi budidaya kakap putih, potensi genetik kakap putih dan aplikasinya pada budidaya dan konservasi sumberdaya alam dan plasma nutfah kakap putih agar budidayanya berkelanjutan. Secara lengkap MRK setiap program perencanaan disajikan pada tabel - tabel berikut ini: 735

Tabel 9. Matriks Rincian Kerja (MRK) pada program perencanaan pelestarian sumberdaya alam kakap putih. Tujuan Bulan 1-3 Bulan 4-6 Bulan 7-9 Bulan 10-12 Pelarangan penangkapan calon induk atau induk kakap putih dalam 2 tahun. Reboisasi mangrove. Pembatasan pengambilan benih kakap putih selama 2 tahun. Perlindungan hutan mangrove dan perlindungan plasma nutfah didaerah pesisir. Kakap putih dieksploitasi hanya dengan cara rekreasi yang terbatas pada waktu tertentu. Pembuatan peraturan untuk melarang menangkap calon induk kakap putih. Pembibitan biji mangrove dalam polybag. Pembuatan peraturan untuk melarang menangkap benih kakap putih. Pembuatan peraturan untuk melarang menebang pohon mangrove. Pembuatan peraturan untuk menankap kakap putih hanya dengan tujuan rekreasi dengan memancing pada waktu tertentu. Mendapat persetujuan semua elemen masyarakat. Pemeliharaan bibit sampai cukup umur. Mendapat persetujuan semua elemen masyarakat. Mendapat persetujuan semua elemen masyarakat. Mendapat persetujuan semua elemen masyarakat. Sosialisasi pada masyarakat. Penanaman benih mangrove pada lokasi yang sudah ditentukan. Sosialisasi pada masyarakat. Sosialisasi pada masyarakat. Sosialisasi pada masyarakat. Penerapan peraturan pada semua elemen masyarakat. Pengawasan dan perawatan benih mangrove. Penerapan peraturan pada semua elemen masyarakat. Penerapan peraturan pada semua elemen masyarakat. Penerapan peraturan pada semua elemen masyarakat. 736

Tabel 10. Matriks Rincian Kerja (MRK) pada program perencanaan inovasi budidaya kakap putih. Tujuan Bulan 1-3 Bulan 4-6 Bulan 7-9 Bulan 10-12 Penggunaan induk yang bebas VNN dan budidaya dengan biosekuritas. Vaksinasi pada pembesaran. Produksi pada waktu tertentu (misal hari raya). Sebagai substitusi kerapu. Penerapan GAP/CBIB untuk pembenihan dan pembesaran. Inovasi promosi dan pemasaran yang baik. Pemasaran pada waktu yang tepat saat harga tinggi. Inovasi hasil produk dengan sertifikasi benih dan produk olahan kakap putih. Pencarian stok induk bebas VNN yang dievaluasi dengan teknik PCR. Pembesaran dengan tujuan dipanen pada saat hari khusus misalnya Imlek, Tahun Baru, Idul Fitri atau Natal. Pengenalan CBIB pada panti pembenihan. Pembuatan media promosi yang efektif, melalui media sosial untuk berbagai generasi. Memperoleh sertifikasi benih yang sehat. Penerapan biosekuritas untuk memelihara induk bebas VNN. Pemeliharaan dengan memperhatikan kebutuhan pasar. Saat harga tinggi lepas kepasaran. Pengenalan CBIB pada petani/pengusaha pembesaran. Pameran atau promosi pada tempat pembelanjaan atau lembaga pendidikan. Benih divaksinasi dengan dijual untuk memberikan sistem kekebalan maksimal. Vaksinasi jika masih menjadi calon induk untuk mencegah penyakit infeksi. Sebagai substitusi kerapu yang harganya terlalu tinggi untuk kalangan tertentu. Penerapan CBIB pada panti pembenihan dan evaluasi. Pemberian potongan harga saat panen berlebih. Inovasi produk olahan kakap putih selain fillet dengan bentuk kaleng atau awetan. Pemijahan induk bebas VNN. Memberikan keragaman produk perikanan laut. Penerapan CBIB pada petani/pengusaha pembesaran dan evaluasi. Pemasaran alternatif dengan rantai tertutup (MLM) atau dijual bebas. Pelepasan produk kepasar dan menanti respon balik masyarakat sebagai evaluasi produk. 737

Tabel 11. Matriks Rincian Kerja (MRK) pada program perencanaan potensi genetik kakap putih dan aplikasinya pada budidaya. Tujuan Bulan 1-3 Bulan 4-6 Bulan 7-9 Bulan 10-12 Kajian genetika populasi dalam lokasi tertentu dimana masih tersedia stok kakap putih. Pemilihan lokasi yang tersedia potensi stok kakap putih. Pengambilan sampel DNA kakap putih dan kajian tentang biodiversitasnya. Pemaparan hasil kajian pada semua eleman masyarakat. Melarang introduksi dengan alasan apapun. Pemeliharaan stok induk lokal dalam jumlah besar. Inovasi genetic improvement dengan seleksi dan perbaikan mutu genetik untuk mendapatkan benih tahan terhadap VNN. Inovasi manipulasi kromosom untuk mendapatkan benih ungul dan tahan terhadap VNN. Benih dan calon induk unggulan didapatkan dengan rekayasa genetik dengan bioteknologi. Pembuatan peraturan tentang larangan introduksi stok dari luar untuk melindungi stok lokal. Penerapan larangan introduksi stok luar. Pemeliharaan stok lokal dalam jumlah besar untuk memperbesar kesempatan mendapatkan induk unggul. Seleksi dalam cakupan family untuk memperoleh stok bebas VNN. Penentuan hasil lokasi stok yang memiliki tinkat diversitas tinggi. Pemilihan stok induk unggul dan dipelihara khusus. Manipulasi kromosom untuk memperoleh benih unggul dan tahan penyakit. Penggunaan gen hormon pertumbuhan untuk memperoleh pertumbuhan yang cepat. 738

Tabel 12. Matriks Rincian Kerja (MRK) pada program perencanaan konservasi sumberdaya alam dan plasma nutfah kakap putih agar budidayanya berkelanjutan. Tujuan Bulan 1-3 Bulan 4-6 Bulan 7-9 Bulan 10-12 Penyimpanan materi genetik lokal dalam bank genetik untuk konservasi. Konservasi dengan teknik in - situ conservation. Budidaya selalu menggunakan stok kakap putih lokal yanh unggul. Stok kakap putih dengan kekhasan dilindungi dari kepunahan. Penerapan ex - situconservation yang terbatas dan terkontrol. Persiapan pengambilan sampel pada beberapa lokasi stok potensial yang unggul. Persiapan pengambilan sampel pada lokasi yang cakupannya sempit. Stok lokal yang unggul dipelihara dalam skala besar. Stok lokal dengan diversitas tinggi diprioritaskan sebagai stok yang harus dilindungi. Penggunaan stok lokal yang unggul diluar habitat aslinya untuk budidaya. Pelaksanaan pengambilan sampel dan ekstraksi DNA. Pengambilan stok local. Selalu menggunakan stok lokal sebagai sumber induk untuk budidaya. Pencatatan dalam publikasi ilmiah untuk mendapatkan dukungan secara akademik. Pencatatan genetik sebagai kontrol evaluasi saat translokasi. Sekuensing dan analisa hasil. Pemeliharaan stok lokal dalam skala besar. Evaluasi sifat - sifat unggul stok lokal. Pencarian sumber dana pendukung dan lembaga lain untuk perlindungan biodiversitas. Mengeliminasi gen - gen resesif yang muncul dalam budidaya. Penyimpanan dalam gen bank dan perbandingan dengan stok yang sudah ada sebelumnya. Penyimpanan materi genetik genetika terutama telur dengan cryopreservation. Evaluasi sifat - sifat unggul stok lokal. Penyimpanan stok lokal untuk budidaya yang berkelanjutan. Heterosis dipergunakan sebagai unggulan stok lokal. 739

KESIMPULAN 1. Penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya kakap putih terdiri dari inventarisasi kegiatan, analisa masalah lingkungan hidup, penetapan akar masalah, penyusunan matriks perencanaan program (MPP) dan penyusunan matriks rincian kerja (MRK). 2. Penyusunan rencana pengelolaan sumberdaya kakap putih disusun berdasarkan masukan dari pemangku kepentingan antara lain masyarakat (kelompok tani dan nelayan), perguruan tinggi, balai budidaya laut dan difasilitasi oleh pemerintah melalui dinas/kementrian kelautan dan perikanan. 3. Budidaya kakap putih yang berkelanjutan di Indonesia merupakan tindakan yang terpadu dan harus direncanakan dengan menggunakan tindakan manajemen yang tepat. DAFTAR PUSTAKA AdiputraYT, Hsu TH, Gwo JC. 2009. Use of AFLP to reveal genetic variation and distinguish cultured Asian sea bass (Lates calcarifer) stocks. J. International Cooperation 4: 101-112. Doupé RG, Lymbery AJ. 2000. Managing translocations of aquatic species. Aquaculture Research 31: 151-156. Mustafa, S, Rahman RA. 1999. Marine genetic resources and sustainable fisheries management in Genetics in Sustainable Fisheries Management in S. Mustafa (ed). Fishing News Book. London. p. 75-98. Thrope JE, Gall GAE, Lannan JE, Nash CE, Ballachey B. 1995. Conservation of Fish and Shellfish Resources: Managing Diversity. Academic Press Limited. Oval Road, London. p 33-46. Wenne R, Boudry B, Hammer Hansen J, Lubieniecki KP, Was A, Kause A. 2007. What role for genomics in fisheries management and aquaculture. Aq. Liv. Res. 20: 241-255 740