GAMBARAN KOMPETENSI SOSIAL SISWA CERDAS ISTIMEWA. Rini Sugiarti Fakultas Psikologi Universitas Semarang

dokumen-dokumen yang mirip
Gambaran Kompetensi Sosial Siswa Cerdas Istimewa

SANGAT CERDAS, MEMANG BERKEBUTUHAN KHUSUS

JURNAL PRESTASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI SOSIAL. Diunduh oleh: RAHMATULLAH

PENDAHULUAN Latar Belakang

Akselerasi 05/23/11. A. Konsep Cerdas Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pembelajaran memungkinkan siswa bersosialisasi dengan. menghargai perbedaan (pendapat, sikap, dan kemampuan prestasi) dan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. ada di atas rata-rata anak seusianya. Hal ini membuat anak berbakat membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rini Restu Handayani, 2013

UPAYA PEMBERDAYAAN PESERTA DIDIK ISTIMEWA MELALUI PROGRAM AKSELERASI OLEH PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

BAB I PENDAHULUAN. para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. Masa usia sekolah dasar merupakan masa akhir kanak-kanak yang. berkisar antara enam tahun sampai dua belas tahun, dimana anak mulai

BAB I PENDAHULUAN. merupakan tujuan pendidikan formal di sekolah-sekolah atau di lembagalembaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era perdagangan bebas ASEAN 2016 sudah dimulai. Melahirkan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. perlu untuk ditingkatkan dan digali sebesar-besarnya karena hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. dilihat dari beberapa sekolah di beberapa kota di Indonesia, sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun (Monks, dkk., dalam Desmita, 2008 : 190) kerap

ARIS RAHMAD F

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas, sehingga dapat memfungsikan diri sesuai dengan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1 Alvie Syarifah, Hubungan antara Dukungan Sosial Orang Tua dengan Komitmen

SESI 1: HAKIKAT KEBERBAKATAN. Konsep, Oleh Drs.Yuyus Suherman,M.Si

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

HASIL BELAJAR KOGNITIF BIOLOGI DIPREDIKSI DARI EMOTIONAL QUOTIENT

Persepsi Warga Sekolah tentang Program Percepatan Belajar 1 Albertus Suwarto, Ishartiwi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kegiatan belajar mengajar pada hakekatnya merupakan serangkaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

2016 PROGRAM PENGEMBANGAN KECERDASAN EMOSI SISWA BERBAKAT DI KELAS AKSELERASI SMA X MEDAN

BAB 1 PENDAHULUAN. (Undang-undang No.20 Tahun 2003: 1). Pendidikan erat kaitannya dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar di sekolah. Hal ini sesuai pendapat Ahmadi (2005) yang menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. rangkaian dari tingkat dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan tinggi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna. dibandingkan dengan makhluk-makhluk Tuhan yang lain.

BAB V PENUTUP. Akselerasi (Studi kasus di SMP Islam Pekalongan), maka dapat. 1. Desain pembelajaran PAI dalam program akselerasi.

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, kepintaran, kemampuan berpikir seseorang atau kemampuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan saat ini masih banyak orang yang cenderung

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

Psikologi Pendidikan SETIAWATI

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. masa ini sering kali disebut dengan masa keemasan the Golden Age, masa-masa

Studi Deskriptif Mengenai Kegigihan (Grit) dan Dukungan Sosial pada Siswa Gifted Kelas X IA di SMAN 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

Educational Psychology Journal

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat biasanya mengartikan anak berbakat sebagai anak yang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang No 20 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1.

BAB I PENDAHULUAN. manusia perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan lingkungan. dari mereka sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan saat ini mengalami kemajuan yang

HUBUNGAN ANTARA SELF-EFFICACY DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA AKSELERASI. Widanti Mahendrani 1) 2)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online)

BERMAIN SEBAGAI SARANA PENGEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syifa Zulfa Hanani, 2013

ANAK BERBAKAT MATERI 6 MATA KULIAH DETEKSI DINI DALAM PERKEMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai sebuah lembaga pendidikan diharapkan dapat mencetak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sumber daya manusia yang bermutu tinggi karena maju mundurnya sebuah negara

KOMITMEN KEPALA SEKOLAH DALAM MENYIAPKAN KEMANDIRIAN PESERTA DIDIK ABK. Juang Sunanto Pendidikan Luar Biasa, Universitas Pendidikan Indonesia

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

Profil Analisis Kebutuhan Pembelajaran Fisika Berbasis Lifeskill Bagi Siswa SMA Kota Semarang

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas sebuah perusahaan diantaranya bergantung pada faktor kualitas

PENDAHULUAN Latar Belakang

PROBLEM BASED LEARNING BERBASIS INQUIRY DITINJAU DARI SIKAP ILMIAH DAN KREATIVITAS MAHASISWA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB I PENDAHULUAN. B. Perumusan Masalah

Rosi Kurniawati Tino Leonardi, M. Psi Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh Supardi Uki S (2012: 248), siswa hanya diarahkan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Vita Rosmiati, 2013

BAB II KAJIAN TEORI. A. Landasan Teori. 1. Proses Pembelajaran. Belajar adalah suatu kegiatan untuk menambah pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan mengantar manusia menuju kesempurnaan. Menurut pendapat Muzayyin (2005) Tugas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. strategis bagi peningkatan sumber daya manusia adalah pendidikan.

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN KEYAKINAN DIRI (SELF-EFFICACY) DENGAN KREATIVITAS PADA SISWA AKSELERASI

1. Ringkasan Hasil Penelitian, Tahun Dosen FPMIPA IKIP PGRI Semarang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk. termasuk anak yang memiliki kebutuhan-kebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari tradisional menjadi modern. Perkembangan teknologi juga

Tatik Haryani, Bambang Priyo Darminto Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo

JCAE, Journal of Chemistry And Education, Vol. 1, No.1, 2017,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PSIKOLOGI PENDIDIKAN 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini semakin pesat.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Dara Pricelly Rais,2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan di Indonesia haruslah memberi landasan dan penguatan

Monika Rianti, Yanita dan Arrival Rince Putri 2

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain

GAMBARAN KEMANDIRIAN EMOSIONAL REMAJA USIA TAHUN BERDASARKAN POLA ASUH AUTHORITATIVE NUR AFNI ANWAR LANGGERSARI ELSARI NOVIANTI S.PSI. M.

PENDIDIKAN ANAK DG POTENSI KECERDASAN & BERBAKAT ISTIMEWA. Oleh: H i d a y a t (Dosen PLB & Psikologi FIP UPI Bandung)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, seseorang tidak hanya dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. seberapa besar perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Menurut UU RI No

PENGARUH IKLIM SEKOLAH DAN KECERDASAN EMOSIONAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR

Transkripsi:

GAMBARAN KOMPETENSI SOSIAL SISWA CERDAS ISTIMEWA Rini Sugiarti Fakultas Psikologi Universitas Semarang riendoe@yahoo.co.id Deni Herbyanti Fakultas Psikologi Universitas Semarang riendoe@yahoo.co.id Abstrak Anak cerdas istimewa merupakan anak yang memiliki kemampuan intelektual yang berada dalam kategori diatas anak normal pada umumnya. Anak cerdas istimewa memiliki kemampuan lebih secara kognitif yang membuat anak mampu dengan cepat menerima informasi, menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan akademik, sehingga anak cerdas istimewa mampu memasuki sekolah akselerasi dengan minimal IQ 130. Anak cerdas istimewa yang cenderung kritis dan menyukai bidang keilmuwan berdampak pada minimnya waktu yang digunakan dalam melakukan sosialisasi dengan lingkungan, sehingga lingkungan menilai bahwa anak cerdas istimewa tidak memiliki kompetensi sosial yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kompetensi sosial pada anak cerdas istimewa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak cerdas istimewa memiliki kemampuan dalam kompetensi sosial, akan tetapi pada anak istimewa memiliki cara dalam memilih teman sesuai dengan pandangan prinsip yang sama. Pandangan prinsip tersebut misalkan anak yang mampu mengatur jadwal dengan baik untuk belajar dan bermain, anak yang jujur, anak yang memilih permainan yang tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain. Anak cerdas istimewa juga mengedepankan nilai karakter, sehingga akan menilai karakter orang lain yang akan dipilih sebagai teman bermain. Kondisi ini menunjukkan bahwa anak cerdas istimewa memiliki kompetensi sosial dengan mengedepankan pandangan prinsip dan karakter. Kata kunci: Gambaran kompetensi sosial, Anak cerdas istimewa Siswa cerdas istimewa adalah siswa 253 dengan IQ yang tinggi (Feldhusen, 2005;Gordon dan Bridglall, 2005; Sword, 2001) dan mendapatkan prestasi akademik di bidang matematika dan membaca (Borland, 2005; Cochran, 2009). Dikatakan sebagai siswa luar biasa, karena para siswa tersebut memiliki kondisi yang menyimpang dari siswa normal dalam hal kapasitas intelektual, yakni diatas rata rata dan secara signifikan juga memiliki perbedaan dalam beberapa dimensi yang penting dalam fungsi kemanusiaannya (Feldhusen, 2005; Gordon dan Bridglall, 2005; Sword, 2001), prestasi akademik yang lebih besar / lebih unggul

dibandingkan dengan siswa normal seusianya (Mangunsong, 2009; Schanella dan Mc Carthy, 2009), memiliki kemampuan yang besar dalam hal menerima berbagai macam pengetahuan, daya ingat yang kuat, serta keingintahuan yang besar (Fornia dan Frame, 2001 ; Renstra Ditjen Dikmen 2010; Sternberg, dkk, 2011). Indonesia memiliki sekitar 1,3 juta anak usia sekolah sebagai siswa cedas istimewa. Renstra Ditjen Dikmen 2010 2014 menunjukkan, bahwa berdasarkan klasifikasi IQ Wechsler anak Indonesia yang tergolong cerdas istimewa / sangat unggul dengan IQ 130 keatas sebanyak 2,2% dari total populasi. Tahun 2010 tercatat jumlah peserta didik sekolah menengah berjumlah 9.112.792 jiwa. Sebanyak 2, 2 persen atau sekitar 4.118 orang diantaranya tergolong sangat unggul atau cerdas istimewa, dan baru sekitar 0,43 persen saja yang mendapatkan pendidikan dalam kelas-kelas akselerasi (Permen PP&PA No. 10. Th 2011). Di Semarang, siswa cerdas istimewa banyak ditemukan baik di sekolah di kelas-kelas regular maupun di sekolah yang menyelenggarakan program akselereasi kelas atau program percepatan kelas. Berikut adalah sekolah menengah pertama (SMP) maupun sekolah menengah atas (SMA) di Semarang yang membuka program akselerasi kelas: Tabel 1.1 Data SMP dan SMA Penyelenggara Program Akselerasi Kelas di Semarang Sekolah TA. 2012/2013 TA. 2013/2013 TA. 2014/2015 SMP N. 2 2 kelas 2 kelas 2 kelas SMP PL Domenico Savio 2 kelas 2 kelas 2 kelas SMP Kristen YSKI 1 kelas 1 kelas 1 kelas SMA N. 1 2 kelas 2 kelas 2 kelas SMA N. 3 2 kelas 2 kelas 2 kelas Sumber : Observasi Peneliti Penelitian-penelitian membuktikan bahwa siswa cerdas istimewa, ditemukan memiliki problem dalam menempatkan perilaku yang tepat sesuai dengan konteks sosialnya. Siswa cerdas istimewa dibekali dengan kemampuan perkembangan yang lebih besar dan cenderung lebih aktif (overexcitability) dibandingkan dengan siswa normal pada umumnya, baik dari sisi fisik, intelektual, imajinasi maupun emosional. Energi yang berlebih pada sisi psikososial, dimanifestasikan dalam berbagai macam bentuk perilaku - perilaku seperti mengumpat, mengomel, kurang mau memperhatikan perasaan orang lain, mengganggu, maupun berperilaku membangkang, yang sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Dabrowski (Jackson dkk, 2009). 254

Oleh karenanya, siswa cerdas istimewa, selain memiliki berbagai macam kelebihan, diketahui pula memiliki kesulitan dalam penguasaan kemampuan psikososialnya, yang dalam hal ini dikenal sebagai kompetensi sosial (Clikeman, 2007). Setiap siswa berkembang dalam masa dan situasi yang berbeda, dengan model perilaku yang berbeda pula (Borland, 2005). Perbedaan terse but membawa dampak pemahaman tentang siswa cerdas istimewa yang berbeda pula dari waktu ke waktu (Borland, 2005; Roedell, 1984). 255 Terdapat berbagai istilah yang beragam untuk menyebut anak yang secara intelektual luar biasa yakni, gifted, berbakat atau cerdas istimewa. Keragaman itu sangat tergantung dari perkembangan pandangan masyarakat terhadap konsep itu sendiri (Cikleman, 2007; Sternberg, 2011) sehingga berbeda dari waktu ke waktu (Borland, 2005; Roedell, 1984), dan tidak ada kriteria absolut (Kaufman dan Sternberg, 2008). Konsep cerdas istimewa sendiri diawali dalam kaitannya dengan konsep kecerdasan, ketika para ilmuwan mulai mengukur talenta dan bakat, dan memahaminya sebagai pondasi keberbakatan (Feldhusen, 2005; Hurts, 1932; Stoeger, 2009), yakni ketika Lewis M. Terman pada awal abad ke-19 memperkenalkan konsep tes mental yakni di sekolah sekolah di Amerika. Terman menguji apakah inteligensi yang tinggi berkorelasi dengan fungsi fisik, dan prestasi yang khusus berhubungan dengan ketidakseimbangan emosi. (Keating, 1975; Stoeger, 2009). Kecerdasan yang dikuantitatifkan dipercaya mampu membedakan kapasitas intelektual individu satu dengan individu yang lain (Spearman, 1904; Stoeger, 2009), dan sebagai titik poin yang yang dapat disamakan dengan pemahaman tentang bakat (Gordon dan Bridglall, 2005; Stoeger, 2009). Beberapa literatur diketahui bahwa definisi siswa cerdas istimewa adalah siswa dengan IQ yang tinggi (Feldhusen, 2005;Gordon dan Bridglall, 2005; Sword, 2001) dan mendapatkan prestasi akademik di bidang matematika dan membaca (Borland, 2005; Cochran, 2009). Sejumlah peneliti menyebutkan bahwa siswa dengan kategori Intellectual Quotient (IQ) diatas 145 diindikasikan sebagai siswa cerdas istimewa dengan kemampuan tinggi. Batasan siswa cerdas istimewa yang lain adalah siswa dengan IQ di atas 165, atau IQ di atas 180 sebagai siswa cerdas istimewa (Roedell, 1984). Renzulli (1978) mendefinisikan cerdas istimewa melalui konsep tiga ring yang berarti siswa cerdas istimewa adalah siswa yang kemampuan diatas rata rata ( above average ability), keuletan ( task commitment) dan kreatif (creativity). Dapat disimpulkan bahwa siswa cerdas istimewa adalah siswa yang memiliki kemampuan intelektual diatas rata rata, memiliki kemampuan yang tinggi

dalam menyerap informasi dan matri pelajaran, memiliki keinginan yang kuat untuk mengetahui berbagai informasi, serta kemampuan inovasi dalam menyelesaikan masalah. Suhariadi (2013) menyampaikan bahwa pemaknaan terhadap kompetensi hingga saat ini masih sangat beragam. Namun demikian terdapat beberapa entitas yang dapat ditarik garis merahnya. Dengan kata lain, kompetensi dapat didefinisikan dari berbagai sudut pandang, sehingga relatif sulit untuk membatasinya. Namun demikian kompetensi secara umum dipandang sebagai kemampuan individu untuk berperilaku secara efektif dalam kaitannya dengan diri sendiri dan orang lain, termasuk didalamnya teman, teman dekat, dalam berbagai situasi baik yang menekan maupun sebaliknya, diberbagai tahap kehidupan (L Abate, dkk, 2010 ). Kompetensi juga dipandang sebagai kemampuan untuk berhasil memenuhi tuntutan yang kompleks dalam konteks tertentu melalui mobilisasi prasyarat psikososial, yang meliputi aspek kognitif dan aspek non - kognitif (Mc. Clelland, 1973; Kim, dkk, 2007). Lebih lanjut Mc. Cleland (1973) mengemukakan bahwa dalam konteks tradisional, kompetensi menunjukkan kemampuan individu dalam membaca, menulis dan berhitung. Dalam perkembangnnya, kompetensi juga menunjukkan kemampuan individu dalam berperilaku yang memberikan manfaat di berbagai bidang kehidupan sosial, seperti kemampuan memimpin dan atau keterampilan sosial. Sedikit berbeda, Suhariadi (2013) mendefinisikan kompetensi sebagai suatu perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan motivasi yang berperan besar dalam kesuksesan melaksanakan tugas, pekerjaan, atau suatu peran tertentu. Lebih lanjut, Suhariadi ( 2013) juga menyampaikan bahwa kompetensi dipandang sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki individu sebagai syarat untuk dapat dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas tertentu. Dalam hal ini, kompetensi dapat digambarkan sebagai suatu kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas, peran, kemampuan utnuk mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang telah dilakukan. Tujuan Penelitian Penelitian ini secara garis besar bertujuan untuk menggali, menganalisis, memahami dan mendeskripsikan gambaran kompetensi sosial siswa cerdas istimewa. 256

Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif fenomenologis, yang mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Pendekatan kualitatif fenomenologis ini berusaha mengungkap fenomena-fenomena yang ada pada suatu subjek penelitian secara mendalam (Moleong, 2005). Fenomena yang ingin dikaji lebih mendalam oleh peneliti adalah bagaimana gambaran mengenai kompetensi sosial siswa cerdas istimewa. Adapun aspekaspek yang diteliti diungkap berdasarkan bentuk-bentuk kompetensi sosial, yakni kemampuan memahami emosi diri, kemampuan memahami emosi orang lain, kemampuan mengelola emosi diri, empati, performansi sosial dan keterampilan sosial. Metode Pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, sesuai dengan sifat penelitian kualitatif yang memfokuskan pada pemahaman suatu gejala. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik wawancara langsung yaitu adanya komunikasi langsung antara interviewer dan interviewee dan wawancara dilakukan secara pribadi sehingga dapat mengumpulkan informasi yang dipandang bersifat rahasia dari sudut interviewee. Hasil Penelitian Pada penelitian ini dihasilkan bahwa anak cerdas istimewa memiliki kemampuan kognitif yang lebih cepat dibandingkan anak yang memiliki kemampuan kognitif dibawah anak cerdas istimewa. Hal ini ditunjukkan bahwa anak cerdas istimewa mampu berada dalam kelas akselerasi dengan syarat IQ minimal 130, mampu mengikuti nilai ulangan yang sudah ditetapkan dari sekolah, serta sistem belajarnya yang dipercepat sehingga waktu tempuhnya cenderung lebih cepat. Hal ini sesuai dengan teori yang disampaikan oleh (Mangunsong, 2009; Schanella dan Mc Carthy, 2009) bahwa anak cerdas istimewa memiliki kemampuan yang besar dalam hal menerima berbagai macam pengetahuan, daya ingat yang kuat, serta keingintahuan yang besar. Selain itu juga diperkuat dengan hasil informasi dari guru bahwa anak cerdas istimewa senang dengan diskusi dan pengembangan diri. Feldhusen, 2005; Gordon dan Bridglall, 2005;Sword, 2001 menjelaskan bahwa anak cerdas istimewa memiliki prestasi akademik yang dibidang matematika dan membaca. Hal ini muncul dari partisipan penelitian bahwa partisipan pernah 257

menjadi juara dalam perlombaan olimpiade matematika, serta mampu membaca novel dengan cepat dan mampu memahami isi novel dengan cepat. Pada ana cerdas istimewa, belajar merupakan satu bentuk kewajiban. Sistem belajar pada anak cerdas istimewa tidak membutuhkan waktu yang panjang, dikarenakan kemampuan dalam mengingat informasi yang baik. Anak cerdas istimewa mampu memperhitungkan waktu yang dibutuhkan dalam mehamami pelajaran serta mengulang pelajaran atau informasi yang didapatkan. Anak cerdas istimewa mampu membagi waktu dalam belajar dan bermain. Penurunan nilai dalam belajar akan mampu dikerjar dengan cepat oleh anak dengan cepat. Spearman, 1904; Stoeger, 2009 menjelaskan bahwa kecerdasan yang kuantitatif dipercaya mampu membedakan kapasitas intelektual individu satu dengan individu lainnya dan sebagai titik poin yang disamakan dengan pemahaman tentang bakat. Penelitian membuktikan bahwa anak cerdas istimewa memiliki kecerdasan yang lebih dibandingkan lainnya, sehingga bakat yang muncul secara kognitif lebih besar yaitu mampu masuk akselerasi, mampu memahami pelajaran dengan cepat dan singkat, mampu mengatur kebutuhan dalam belajar sesuai kebutuhan tanpa melupakan kebutuhan bermain sesuai usianya. Renzulli (1978) mendefinisikan bahwa cerdas istimewa melalui konsep tiga ring yang berarti siswa cerdas istimewa adalah siswa yang kemampuan diatas ratarata (above average ability), keuletan (task commitment) dan kreatif (creativity). Anak cerdas sitimewa dari hasil penelitian membuktikan bahwa memiliki kemampuan yang diatas rata-rata dalam menerima informasi, membaca, berhitung dan kemampua kognitif lainnya. Selain itu, anak cerdas istimewa juga ulet dalam memperhitungkan waktu, ulet dalam perencanaan masa depan, selain itu juga kreatif untuk menciptakan kreasi yang mampu membuat partisipan bahagia serta kreatif dalam menggunakan arah pemikiran untuk mencapai nilai-nilai yang positif. Anak istimewa selain memiliki kemampuan yang lebih dalam kognitifnya, namun juga memiliki kelebihan dalam kompetensi sosial. Anak cerdas istimewa memiliki perhitungan yang matang dalam mengambil sikap untuk memilih orang yang mampu menjalin hubungan dekat. Namun demikian, pada anak cerdas istimewa masih mampu berinteraksi dalam lingkungan baru dengan orang yang belum pernah dikenal. Anak cerdas istimewa memiliki alasan-alasan dalam memilih teman dengan pertimbangan-pertimbangan positif, misalkan orang yang perduli dengan pendidikan yaitu bersedia belajar dan membagi waktu dengan baik antara bermain dan belajar, mampu memprediksi resiko dan akibat dari perilaku, misalkan memilih permainan yang tidak berbahaya bagi keselamatan diri sendiri dan orang lain. Hal ini sesuai dengan penjelasan Suhariadi, 2013 bahwa kompetensi adalah kemampuan individu 258

untuk berperilaku secara efektif dalam kaitannya dengan diri sendiri dan orang lain, termasuk didalamnya teman, teman dekat, dalam berbagai situasi baik yang menekan maupun sebaliknya. Anak cerdas istimewa akan mempertimbangkan perilakunya, yaitu anak cerdas istimewa akan memilih kegiatan-kegiatan positif yang mampu mengembangkan diri serta memunculkan kreatifitas. Suhariadi, 2013 juga menjelaskan bahwa kompetensi sebagai suatu perilaku, pengetahuan, keterampilan, dan motivasi yang berperan besar dalam kesuksesan melaksanakan tugas, pekerjaan, atau suatu peran tertentu. Anak cerdas istimewa merupakan anak yang memiliki kompetensi karena mampu melaksanakan tugas belajar dengan waktu yang relatif lebih cepat serta mampu berperan lebih dewasa karena memiliki pertimbangan resiko yang lebih baik. Menurut Spencer dan Spencer, 1993 bahwa kompetensi menunjukkan keterlibatan kepribadian yang mendalam dan dapat memprediksi kecenderungan perilaku dalam berbagai situasi dan tugas pekerjaan. Pada anak cerdas istimewa menunjukkan bahwa dalam pengambilan keputusan memiliki pertimbanganpertimbangan baik dan buruk dari sebuah perilaku, sehingga dalam menentukan pilihan akan mempertimbangkan asas kebermanfaatan. Hutchby dan Ellis, 2005; Schulte dan Barrera, 2010 berpendapat bahwa kompetensi sosial adalah suatu situasi sosial yang memungkinkan individu untuk dapat memilih berbagai macam perilaku yang sesuai dengan konteks yang diharapkan, serta menjaga hubungan yang positif dengan individu lainnya dalam berbagai situasi dan waktu yang berbeda. Kompetensi sosial merupakan suatu istilah yang dapat menunjukkan kemampuan individu berinteraksi dalam berbagai situasi sosial, dapat saling memberi dan menerima sehingga mencapai interaksi sosial yang bermakna ( Bloom, dalam Gullota, dkk, 2009; Hutchby dan Ellis, 2005). Anak cerdas istimewa dari hasil penelitian lebih mengedepankan analisa logika karena sebuah keputusan diambil dengan alasan dan analisa yang logis. Misalkan dalam memilih teman, maka akan memilih yang sesuai dengan arah pemikiran partisipan. Jadi dalam berinteraksi sosial akan terkesan tertutup karena akan memilih dengan berbagai pertimbangan. Hal ini berakibat orang awam akan menilai bahwa anak cerdas istimewa kurang luwes dalam berbagai situasi. Hal ini juga disampaikan oleh hasil cross check bahwa anak cerdas istimewa dipandang kurang mampu bersosialisasi dengan baik di lingkungannya karena memiliki tuntutan yang berbeda dengan anak dibawah kecerdasannya, sehingga anak istimewa memiliki pertimbangan-pertimbangan dalam mengambil tindakan. 259

Kesimpulan Berdasarkan analisis data dan pembahasan dari penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Anak cerdas istimewa memiliki kemampuan kognitif yang lebih dibandingkan anak dibawab kecerdasan istimewa. Anak cerdas istimewa memiliki kemampuan cepat dalam memahamai informasi, mengerjakan tugas angka, membaca, sehingga cepat dalam menyelesaikan tugas-tugas kognitif. 2. Anak cerdas istimewa memiliki rasa ingin tahu yang lebih, sehingga cenderung kritis serta banyak melakukan analisa serta menyukai dikusi untuk pengembangan ilmu pengetahuan 3. Anak cerdas istimewa memiliki kemampuan dalam berinteraksi dilingkungan baru, akan tetapi untuk dekat dengan orang lain akan mempertimbangkan sesuai dengan keputusan partisipan. Pertimbangan tersebut adalah pertimbangan asas manfaat dan kemampuan menilai resiko secara positif dan resiko secara negatif 4. Anak cerdas istimewa memiliki kompetensi sosial, akan tetapi kemampuan analisisnya yang kuat berdampak memilih lingkungan yang sesuai, akibatnya orang awam akan menilai bahwa anak cerdas istimewa kurang mampu berinteraksi dengan lingkungan sosial. 260

Daftar Pustaka Ackerman, C.M. (1997). Identifying Cerdas istimewa Adolescents using Personality Characteristics: Dabrowski's Overexcitabilities. Downloaded By: Canadian Research Knowledge Network At: 21:19 26 March 2011. Berns, R.M. (2004). Child. Family. School. Community; Socialization and Support. USA : Thomson Learning Inc. Borland, J.H. (2005). Cerdas istimewa Education Without Cerdas istimewa Children: The Case for No Conception of Cerdas istimewaness. In R.J. Sternberg & J.E. Davidson (Eds), Conceptions of Giftedness (pp. 1-19). New York : Cambridge University Press. Clikeman, M.S. (2007). Social Competence in Children. USA : Springer Science and Business Media Creswell, J.W., (2010). Research Design; Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Alih Bahasa Achmad Fawaid. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Feldhusen, J.F. (2005). Ce rdas istimewaness, Talent, Expertise, and Creative Achievement. In In R.J. Sternverg & J.E. Davidson (Eds), Conceptions of Giftedness (pp. 64-79). New York : Cambridge University Press Fornia, G.L. dan Frame, M. W. (2001). The Social and Emosional Needs of Gifted Children; Implications for Family Counseling. The Family Journal; Counseling and Therapy For Couples and Families, Vol. 9 No. 4, P 384 390. @ Sage Publications. Gordon, E.W. dan Bridglall, B.L. (2005). Nurturing Talent in Cerdas istimewa Students of Color. In R.J. Sternverg & J.E. Davidson (Eds), Conceptions of Giftedness (pp. 120-146). New York : Cambridge University Press. Gullota, dkk. (2009). Social Competence. A Blue Print for Promoting Academic and Social Competence in After School Programs, DOI 10.1007/978 0 387 - - 79920 9 1. Springer Science + Business Media, LLC. Hutchby, I. and Ellis, J.M. (2005). Children and Social Competence; Arenas of Action.The Taylor and Francis E Library. Jackson, P.S., Moyle, V.F., dan Piechowski, M.M. (2009). Emotional Life and Psychotherapy of the Gifted in Light of Dabrowski s Theory. In. L.V. Shavinina (ed.), International Handbook on Cerdas istimewaness, 437 465. DOI 10.1007/978-1-4020-6162-2 20, _c Springer Science+Business Media B.V. 2009 261