P 13 PENERAPAN PMRI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN PENDIDIKAN KARAKTER

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DENGAN METODE OUTDOOR MATHEMATICS

MEMAHAT KARAKTER MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

KREATIVITAS BERPIKIR MATEMATIS DALAM PEMBELAJARAN BERKARAKTER. Nila Kesumawati FKIP Universitas PGRI Palembang,

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SD MENGGUNAKAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pembelajaran Materi Bangun Datar melalui Cerita menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Di Sekolah Dasar

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

PERSEPSI MAHASISWA TENTANG IMPLEMENTASI NILAI-NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

PENANAMAN NORMA-NORMA SOSIAL MELALUI INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMRI DI SEKOLAH DASAR

Kontribusi Pendidikan Matematika Dalam Pembentukan Karakter Siswa

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 2, No.1, Februari 2013

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan di era globalisasi seperti saat ini. Pemikiran tersebut dapat dicapai

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

Pemahaman Konsep FPB Dengan Pendekatan RME. Oleh: Lailatul Muniroh

P 9 Pembelajaran Matematika Realistik Pada Materi Persamaan Linear Satu Variabel Di SMP Kelas Vii

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA POKOK BAHASAN PENJUMLAHAN PECAHAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIK. A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

INTERAKSI SISWA DALAM PEMBELAJARAN PMRI. Makalah dipresentasikan pada. Pelatihan PMRI untuk Guru-Guru SD di Kecamatan Depok dalam rangka

MAKALAH. Oleh: R. Rosnawati, dkk

KAJIAN FILOSOFIS EDUKATIF PENDEKATAN PEMBELAJARAN RME (REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION) DI INDONESIA

Kata Kunci: Pendidikan Matematika Realistik, Hasil Belajar Matematis

Pengembangan Student Worksheet Berbasis Matematika Realistik untuk Pembelajaran Matematika Secara Bilingual di Sekolah Menengah Pertama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa melalui Pembelajaran Matematika Realistik

IMPROVING MATHEMATICS COMUNICATION ABILITY OF STUDENTS IN GRADE 2 THROUGH PMRI APPROACH

Pembelajaran Fungsi Komposisi dan Fungsi Invers Melalui Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA

PERAN GURU REALISTIK DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER DAN KONSTRUKSI PENGETAHUAN MATEMATIS SISWASD

PEMBELAJARAN PMRI. Oleh Muhammad Ridhoni (Mahasiswa Magister Pend. Matematika Universitas Sriwijaya, Palembang)

Ai Nani Nurhayati 2 Maulana 3. Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia Kampus Sumedang

II. KAJIAN TEORI. Perkembangan sebuah pendekatan yang sekarang dikenal sebagai Pendekatan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MENGEMBANGKAN PEMAHAMAN RELASIONAL SISWA MENGENAI LUAS BANGUN DATAR SEGIEMPAT DENGAN PENDEKATAN PMRI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN TEORI. merupakan suatu ide abstrak yang memungkinkan seseorang untuk. pengertian yang benar tentang suatu rancangan atau ide abstrak.

BAB I PENDAHULUAN. berat. Salah satu tantangannya adalah menghadapi persaingan ekonomi global.

Oleh : Qomaria Amanah Mahasiswa S1 Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang

PEMBELAJARAN MATEMATIKA HUMANISTIK DAN KAITANNYA DENGAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) * Rahmah Johar

PERANAN LEMBAR KEGIATAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN ARITMETIKA SOSIAL BERDASARKAN PENDEKATAN REALISTIK

DESAIN ATURAN SINUS DAN ATURAN COSINUS BERBASIS PMRI

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pendekatan Realistic Mathematics Education atau Pendekatan Matematika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP MELALUI REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) DALAM RANGKA MENUJU SEKOLAH BERTARAF INTERNASIONAL (SBI)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting bagi setiap manusia, karena dengan pendidikan

Pembelajaran Materi Bangun Datar Melalui Cerita Menggunakan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Di Sekolah Dasar

Menumbuhkan Karakter Siswa melalui Kegiatan Matematika. Dini Ramadhani, S.Pd Universitas Pendidikan Indonesia. Abstrak

PERANAN LEMBAR KEGIATAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN ARITMETIKA SOSIAL BERDASARKAN PENDEKATAN REALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN BERPIKIR SISWA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PELATIHAN PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA MENGACU PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) BAGI GURU-GURU SMP DI YOGYAKARTA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK DALAM UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN RENDANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEKILAS TENTANG PMRI. Oleh Shahibul Ahyan

RME SEBAGAI ALTERNATIF PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MEMBANGUN GENERASI KREATIF DAN BERKARAKTER

BAB I PENDAHULUAN. yang berdampak pada peningkatan kualitas hidup suatu bangsa. Menurut

ANALISIS KEBUTUHAN BUKU AJAR MATEMATIKA BERORIENTASI PENDEKATAN REALISTIK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Sebuah Cara Mengenal Matematika Secara Nyata

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

Desain Pembelajaran PMRI 4: "Jika Kamu Penjahit yang Pintar, Berapa cm Panjang Lingkar. Pinggang Pemesan Baju itu?"

KURIKULUM MATEMATIKA TAHUN 1984 DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK. Tatang Herman

EKSPERIMENTASI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DENGAN PEMBERIAN TUGAS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 21 MALANG PADA MATERI BANGUN RUANG

Utami Murwaningsih Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah berpikir kritis. Menurut Maulana

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol. 3, No. 1, Mei 2016

KAJIAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN PADA TEORI BELAJAR DARI BRUNER, APOS, TERAPI GESTALT, DAN RME

PENGEMBANGAN MATERI LUAS PERMUKAAN DAN VOLUM LIMAS YANG SESUAI DENGAN KARAKTERISTIK PMRI DI KELAS VIII SMP NEGERI 4 PALEMBANG

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu pengetahuan yang

PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK SEBAGAI PENDEKATAN BELAJAR MATEMATIKA

PARADIKMA BARU PEMBELAJARAN MATEMATIKA

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan secara formal, tepat dan akurat sehingga tidak memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEMBAR KERJA SISWA PADA MATERI HIMPUNAN BERBASIS PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK SISWA SMP/MTs

PROSIDING ISBN :

SIKLUS KEDUA PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT DI KELAS IV SEKOLAH DASAR DENGAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : DWI NUR JANAH

Pendekatan PMRI sebagai Gerakan Literasi Sekolah dalam Pembelajaran Matematika

PROBLEMATIKA PENERAPAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME MODEL NEEDHAM PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI PENDEKATAN PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah sarana dan alat yang tepat dalam membentuk

Implementasi Pembelajaran Realistic Mathematic Education di Kelas III SDN Wonomlati Krembung

PEMBELAJARAN PENGURANGAN PECAHAN MELALUI PENDEKATAN REALISTIK DI KELAS V SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan berpikir dan kemampuan dalam memecahkan masalah, terutama dalam

Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa SMP Dengan Pendekatan Matematika Realistik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN PERANGKAT PENGAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN PMR BERBANTUAN CD INTERAKTIF PADA MATERI PERSAMAAN LINEAR SATU VARIABEL KELAS VII

Edisi Khusus No. 2, Agustus 2011

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I. Matematika dan perkembangan teknologi serta informasi tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

P 13 PENERAPAN PMRI DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR UNTUK MENUMBUHKEMBANGKAN PENDIDIKAN KARAKTER Aulia Musla Mustika Mahasiswa S2 Program Studi Pendidikan Matematika Sekolah Pascasarjana Universitas Sebelas Maret ABSTRAK Kita mengenal istilah pendidikan karakter dalam Sistem Pendidikan Nasional sebagai salah satu solusi terhadap fakta bahwa Indonesia berada pada penilaian rendah sebagai negara yang bersih dari korupsi. Tujuan pendidikan karakter secara umum adalah untuk memperbaiki kualitas karakter bangsa Indonesia melalui bangku sekolah. Salah satu upaya yang bisa dilakukan agar pendidikan karakter tetap mampu dilaksanakan adalah dengan mengolaborasikannya dengan mata pelajaran yang dipelajari siswa secara langsung. Selama ini, guru-guru mengajarkan materi pelajaran, teutama sains, tanpa melihat bahwa sesungguhnya ada nilai-nilai yang dapat ditanamkan pada siswa. Sudah saatnya memunculkan nilai-nilai tersebut di dalam pembelajaran, salah satunya pembelajaran matematika. Kita mengenal sebuah pendekatan pembelajaran bernama Realistic Mathematics Education (RME) yang dipelopori di Belanda kemudian diadaptasi menjadi Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Peluang untuk memahatkan karakter-karakter tersebut menjadi dimungkinkan karena paradigma pembelajaran PMRI seperti yang dapat dicermati melalui landasan filosofis, prinsip, dan karakteristiknya menjamin bahwa PMRI sangat potensial dalam menumbuhkan dan memahatkan karakter-karakter tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif. Dilakukan observasi, wawancara, dan pengumpulan data melalui dokumen-dokumen sekolah untuk melihat karakter-karakter yang terbentuk di dalam diri siswa, baik ketika pembelajaran maupun setelah pembelajaran matematika dengan metode PMRI. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini dunia sedang memasuki era perubahan yang paling besar dan menantang dalam sejarah manusia. Hal ini terlihat dari perubahan radikal hampir dalam setiap aspek kehidupan modern, di antaranya adalah aspek pendidikan dan teknologi, yang menuntut setiap orang untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan era tersebut agar tetap bertahan dan tidak gugur sebagai orang yang gagal. Tetapi, sayangnya sebagian besar dari kita, terutama siswa di Indonesia, tidak siap. Hal ini dilihat dari rata-rata kompetensi yang dimiliki siswa di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain, terutama matematika. Diperkuat oleh fakta bahwa pada PISA 2009 Indonesia menduduki rangking ke 61 dari 65 negara untuk kategori matematika (http://www.p4mri.net/new/). Fungsi mata pelajaran matematika adalah sebagai alat, pola pikir, dan ilmu atau pengetahuan (Suherman, dkk., 2003:56). Sehingga, dapat dikatakan bahwa Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika dengan tema Kontribusi Pendidikan Matematika dan Matematika dalam Membangun Karakter Guru dan Siswa" pada tanggal 10 November 2012 di Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY

keberhasilan pembelajaran matematika di sekolah mampu mempengaruhi pola pikir suatu bangsa dalam menghadapi era yang terus menerus berubah dan berkembang. Era perubahan yang dimaksud tidak berarti bahwa siswa hanya dituntut untuk memiliki kompetensi yang baik dalam mata pelajaran di sekolah, tetapi juga memiliki kepribadian atau karakter yang akan diterapkannya dalam kehidupan yang sebenarnya. Sebagaimana diungkapkan oleh Covey (2009) sebagai berikut. Orang tua tahu anak-anak mereka harus menjadi lebih bertanggung jawab, kreatif, dan menoleransi perbedaan. Mereka harus meningkatkan kemampuan berpikir untuk diri sendiri, bergaul dengan orang lain, dan memecahkan masalah. Pemimpin bisnis tidak menemukan orang-orang yang memiliki keterampilan dan karakter yang sesuai dengan tuntutan ekonomi global masa kini, antara lain keterampilan komunikasi yang kuat, kerja sama tim, analitis, organisasi. Mereka membutuhkan orang-orang muda yang mempunyai motivasi diri, sifat kreatif, dan etos kerja yang kuat. Kita mengenal istilah pendidikan karakter dalam Sistem Pendidikan Nasional sebagai salah satu solusi terhadap fakta bahwa Indonesia berada pada penilaian rendah sebagai negara yang bersih dari korupsi. Penilaian ini diantaranya dilakukan oleh lembaga independen internasional seperti Transparancy International dan Political and Economy Risk Consultancy (Hanief, 2011). Tujuan pendidikan karakter secara umum adalah untuk memperbaiki kualitas karakter bangsa Indonesia melalui bangku sekolah. Di era Orde Baru, kita mengenal Penataran P4 (bahkan dengan sertifikat) untuk berbagai tingkatan, Pendidikan Moral Pancasila, hingga pendidikan agama. Tetapi, pada kenyataannya kompetensi tersebut hanya dikuasai dari segi kognitif. Akibatnya, materi yang didapat hanya berhenti sebatas pemahaman bukan kesadaran. Sehingga diharapkan bahwa pendidikan karakter kali ini diberlakukan bukan sebagai studi, melainkan penanaman nilai dalam pribadi setiap individu. Salah satu upaya yang bisa dilakukan agar pendidikan karakter tetap mampu dilaksanakan adalah dengan mengolaborasikannya dengan mata pelajaran yang dipelajari siswa secara langsung. Selama ini, guru-guru mengajarkan materi pelajaran, teutama sains, tanpa melihat bahwa sesungguhnya ada nilai-nilai yang dapat ditanamkan pada siswa. Sudah saatnya memunculkan nilai-nilai tersebut di dalam pembelajaran, salah satunya pembelajaran matematika. Dalam matematika, menurut Schonfeld, yang penting bukanlah kemampuan, tetapi lebih kepada sikap. Penelitiannya menunjukkan bahwa tanpa pengetahuan awal tentang matematika yang memadai, seseorang bisa sukses dalam matematika, asalkan ia mempunyai karakter dan sikap hidup yang mendukung dalam belajar matematika (Prabowo dan Sidi, 2010:169). Selama ini penelitian tentang metode maupun strategi pembelajaran matematika yang bertujuan untuk meningkatkan kompetensi matematika dari segi kognitif telah banyak dilakukan. Sudah saatnya pembelajaran matematika menekankan sisi afektif, yang tidak hanya diperlukan untuk penguasaan kompetensi matematika itu sendiri, melainkan juga pengembangan karakter yang berujung pada peningkatan kualitas moral bangsa. Kita mengenal sebuah pendekatan pembelajaran bernama Realistic Mathematics Education (RME) yang dipelopori di Belanda kemudian diadaptasi menjadi Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Landasan filosofis RME yang kemudian diadopsi oleh PMRI dirumuskan berdasarkan pandangan Freudenthal mengenai matematika, yaitu (1) mathematics must be connected to reality, dan (2) mathematics should be seen as a human activity (Prabowo dan Sidi, 2010:173). Ini berarti matematika Yogyakarta, 10 November 2012 MP -122

harus dihubungkan dengan kenyataan yang dekat, akrab, dialami, dan relevan dengan kehidupan siswa atau mereka yang sedang belajar matematika. Peluang untuk memahatkan karakter-karakter tersebut menjadi dimungkinkan karena paradigma pembelajaran PMRI seperti yang dapat dicermati melalui landasan filosofis, prinsip, dan karakteristiknya menjamin bahwa PMRI sangat potensial dalam menumbuhkan dan memahatkan karakter-karakter tersebut. Memahatkan karakter melalui pendekatan PMRI tidak dengan mengurangi banyaknya materi matematika dan tidak juga dengan menambahkan jam pelajaran matematika, tetapi pendekatan tersebut memang dirancang untuk tidak saja mengembangkan aspek kognitif siswa tetapi juga aspek (ranah) afektif sebagai wahana untuk memahatkan karakter. Penanaman karakter akan menjadi sangat potensial ketika dimulai sejak dini. Sehingga, penelitian ini dilakukan terhadap siswa Sekolah Dasar. Hal ini didukung oleh teori bahwa siswa Sekolah Dasar yang berusia 7-12 tahun telah mampu mengklasifikasikan obyek sesuai dengan klasifikasinya, mengurutkan benda sesuai dengan urutannya, memahami cara pandang orang lain, dan berpikir secara deduktif (Nur, 2012). Supaya penelitian ini terarah maka penulis merumuskan masalah penelitian, Bagaimana penerapan PMRI dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar untuk menumbuhkembangkan pendidikan karakter?. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana penerapan PMRI dalam pembelajaran matematika di Sekolah Dasar untuk menumbuhkembangkan pendidikan karakter. Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata bagi berbagai kalangan berikut: (1) bagi siswa, diharapkan mampu sukses dalam matematika juga unggul dalam karakter; (2) bagi guru bidang studi matematika, diharapkan mampu menerapkan pendekatan-pendekatan dalam pembelajaran, terutama PMRI, untuk menanamkan pendidikan karakter; (3) bagi sekolah penyelenggara pendidikan, diharapkan mampu mencetak generasi unggul, tidak hanya dari segi kognitif, melainkan juga dari segi afektif (karakter); dan (4) bagi konsultan dan pemerhati pendidikan, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk mengaplikasikan pembelajaran dengan pendekatan PMRI guna menanamkan pendidikan karakter. B. Pendidikan Karakter Karakter menunjukkan identitas suatu bangsa. Identitas ini kemudian yang membawa sebuah bangsa menunjukkan diri di hadapan dunia. Dunia yang terusmenerus berubah dan berkembang menuntut sebuah bangsa untuk menjadi unggul dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, peningkatan kualitas karakter menjadi hal yang krusial dalam era globalisasi. Indonesia hari ini ditandai dengan krisis multidimensi yang antara lain tercermin dalam perilaku masyarakat yang menjadi lebih korup, masyarakat awam yang lebih rapuh dan menjadi kehilangan arah, mudah goyah dan tanpa orientasi, mendemonstrasikan sikap anti sosial, anti kemapanan, beringas dan kehilangan keseimbangan antara rasio dan emosinya (Sumantri, 2010). Hal ini menjadikan bangsa Indonesia tidak siap menghadapi perubahan zaman. Karakter bangsa Indonesia yang dikenal ramah, sopan, dan menjunjung gotong royong berubah menjadi beringas, menakutkan, mudah marah, dan kurang peduli dengan nasib bangsanya. Oleh karena karakter adalah produk budaya yang bersifat kolektif serta menular (diwariskan), semua karakter negatif tersebut potensial untuk merusak karakter individu, yang pada akhirnya berdampak pada hilangnya karakter Yogyakarta, 10 November 2012 MP -123

bangsa. Jika tanda-tanda tersebut seluruhnya menjadi tanggung jawab dunia pendidikan, maka hal ini menandakan ada yang hilang dari pendidikan di Indonesia. Menyadari kondisi karakter masyarakat saat ini, pemerintah mengambil inisatif untuk mengutamakan pembangunan karakter bangsa. Hal itu tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, yang menempatkan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional (http://pendikar.dikti.go.id/gdp/). Di era sebelumnya, pendidikan karakter telah diupayakan dan muncul sebagai mata pelajaran di sekolah. Namun pada kenyataannya, pendidikan tersebut berhasil hanya sebatas pengetahuan, bukan sebagai sikap yang tertanam dalam diri individu. Sehingga diharapkan pendidikan karakter kali ini muncul bukan hanya sebagai penguasaan di ranah kognitif, melainkan juga sebagai character building (pembangunan karakter) di ranah afektif. C. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) Menurut Sembiring, matematika adalah konstruksi budaya manusia (Prabowo dan Sidi, 2010:172). Budaya merupakan sesuatu yang dekat dengan manusia, sehingga matematika merupakan hasil konstruksi dari berbagai hal yang ada di sekitar manusia. Hakekat ini yang mendasari munculnya Realistic Mathematics Education (RME) di mana landasan filosofisnya, menurut Freudenthal, adalah matematika harus dihubungkan dengan sesuatu yang nyata dan matematika seharusnya tampak sebagai aktivitas manusia. RME telah dipraktikkan di Belanda selama lebih dari 40 tahun dan telah menunjukkan prestasi siswa yang memuaskan karena diyakini tidak hanya menanamkan matematika dari sisi kognitif, melainkan juga menanamkan karakter-karakter tertentu dalam jiwa peserta didik. RME, sebagaimana diungkapkan oleh van den Heuvel- Panhuizen (Prabowo dan Sidi, 2010:168), telah berhasil menjadi pengungkit dalam keberhasilan siswa-siswa Belanda meraih lima besar Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Hal ini yang kemudian menjadikan RME diadaptasi menjadi PMRI di Indonesia. PMRI sebagai adaptasi dari RME dalam konteks keindonesiaan mengusung landasan filosofis, prinsip, dan karakteristik yang tepat sama dengan RME, namun berbeda pada beberapa hal karena konteks, budaya, sistem sosial, dan alam yang berbeda. Gravemeijer (Marpaung, 2011:2) merumuskan tiga prinsip RME, yaitu: (a) Reinvensi terbimbing dan matematisasi berkelanjutan (guided reinvention and progressive mathematization), (b) fenomenologi didaktis (didactical phenomenology), dan (c) dari informal ke formal (from informal to formal mathematics; model plays bidging the gap between informal knowledge and formal mathematics). Ketiga prinsip tersebut menekankan pada siswa untuk berperan aktif dalam memecahkan masalah-masalah yang dimunculkan oleh guru. Siswa dituntut untuk menggunakan pengetahuan informalnya agar menghasilkan modelnya sendiri dan secara bertahap diarahkan untuk menemukan kembali konsep-konsep matematika, sebagaimana dahulu konsep tersebut ditemukan. Melalui prinsip pertama siswa dihadapkan dengan masalah kontekstual atau realistik yang mempunyai berbagai kemungkinan solusi sehingga terjadi perbedaan penyelesaian atau prosedur dalam pemecahan masalah. Pembelajaran matematika berdasarkan prinsip kedua dilakukan dengan menyediakan situasi masalah-masalah khusus yang dapat digeneralisasi dan digunakan sebagai dasar untuk matematisasi vertikal. Proses ini lebih menuntut penggunaan penalaran dalam memperoleh generalisasi konsep matematika. Pembelajaran matematika juga dilakukan dengan memanfaatkan pengetahuan informal Yogyakarta, 10 November 2012 MP -124

yang telah dimiliki siswa sehingga siswa mempunyai kesadaran bahwa pengetahuan informalnya tersebut berguna dan penting untuk mencapai pengetahuan matematika formal. Terdapat lima buah karakteristik PMRI (RME) sebagai pengembangan operasional dari ketiga prinsipnya (Prabowo dan Sidi, 2010:174), yaitu (a) Phenomenological Exploration or the Use of Contexts, (b) The Use of Models or Bridging by Vertical Instruments, (c) The Use of Students Own Productions and Constructions or Students Contribution, (d) The Interactive Character of the Teaching Process or Interactivity, dan (e) The Intertwining of Various Learning Stands. Perlunya kondisi pembelajaran yang realistik dan mendekatkan siswa kepada lingkungan kesehariannya bertujuan agar siswa mampu memahami subjek secara kasat mata (konkrit) juga kasat pikiran (meskipun abstrak, tetap mampu terjangkau oleh pikiran siswa). Dalam hal ini, guru memunculkan masalah untuk diselesaikan oleh siswa dengan pengetahuan awalnya yang kemudian berkembang seiring dengan semakin kompleksnya masalah yang diberikan. Pembelajaran yang berpusat pada guru, juga pemberian rumus instan, sangat dihindari. Hal ini bertujuan agar siswa mengonstruksi sendiri pengetahuannya sehingga cara berpikir siswa semakin meningkat, dari konkret ke abstrak. Aktivitas-aktivitas selama siswa memecahkan masalah diharapkan mampu memunculkan rasa ingin tahu, juga keberanian mengungkapkan pendapat dan hasil pemikirannya kepada teman-temannya yang lain, dan berbagai karakter yang lain. Secara lebih terperinci, Prabowo dan Sidi (2010:176) merangkum kontribusi PMRI terhadap penanaman pendidikan karakter dalam pembelajaran matematika sebagai berikut. Tabel 1 Dukungan Pendekatan PMRI pada Pengembangan Karakter Landasan (L), Prinsip (P), dan Karakter Karakteristik (K) PMRI (RME) L1: mathematics must be sonnected to interes (minat yang kuat), apresiasi, dan reality penghargaan terhadap matematika L2: mathematics must be seen as humanis human activity P1: guided reinvention through motivasi progressive mathematization P2: didactical phenomenology - P3: self-developed or emergent models keyakinan, kepercayaan diri, keberanian mempertahankan pendapat, bertanggung jawab, bersepakat dan menerima pendapat teman K1: phenomenological exploration or - the use of contexts K2: the use of models or bridging by kejujuran, kemandirian, kegigihan, dan vertical instruments K3: the use of students own productions and constructions or students contribution K4: the interactive character of the teaching process or interactivity kerja keras kerja cerdas, keberanian dan kemauan berbagi hasil pemikiran interaksi, negosiasi, kerjasama, demokratis, toleransi, antusiasme, Yogyakarta, 10 November 2012 MP -125

berbagi dan berdiskusi dengan sesama siswa atau guru, guru menjadi teladan (panutan dan idola) K5: the intertwining of various learning stands II. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah studi perbandingan dengan subjek penelitian siswa-siswa kelas IIIB SD Kanisius Yogyakarta. Penelitian dilakukan dengan mengobservasi pembelajaran matematika yang berlangsung di SD, yaitu pembelajaran matematika dengan PMRI dan non-pmri dengan subjek yang sama. Data-data lain diperoleh dari wawancara dengan guru mata pelajaran dan studi dokumentasi yang berkaitan dengan pembelajaran matematika. Analisis data dilakukan dengan: mengorganisir informasi yang diperoleh; membaca keseluruhan informasi dan membuat klasifikasi; membuat uraian terperinci mengenai hal yang kemudian muncul dari hasil pengujian; menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori; melakukan interpretasi; dan menyajikan secara naratif. III. Hasil Penelitian Penelitian yang dilakukan terhadap siswa kelas IIIB SD Kanisius Yogyakarta terdiri dari dua tahap, pertama dalam pembelajaran matematika yang menerapkan PMRI dan kedua dalam pembelajaran matematika yang tidak menerapkan PMRI. A. Pembelajaran Matematika dengan PMRI Di dalam pembelajaran matematika dengan PMRI, guru menyajikan masalah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan siswa, meminta siswa menyelesaikan masalah secara berkelompok, memberi kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka, serta menyediakan waktu untuk tanya-jawab antar kelompok. Siswa Menyelesaikan Masalah yang Disajikan Guru dalam kelompok Guru Membantu Mengarahkan Siswa Yogyakarta, 10 November 2012 MP -126

Siswa Mempresentasikan Hasil Diskusi Kelompok Siswa dari Kelompok Lain Memperhatikan dan Memberi Pertanyaan Jika Ada yang Tidak Jelas Gambar 1 Pembelajaran Matematika dengan PMRI Berdasarkan kegiatan pembelajaran tersebut, terdapat beberapa karakter yang muncul dari dalam diri siswa. Karakter-karakter tersebut dapat dirangkum ke dalam tabel berikut. Tabel 2 Karakter yang Muncul dalam Pembelajaran Matematika dengan PMRI No Kesesuaian dengan Landasan (L), Prinsip Karakter (P), dan Karakteristik 1 Interes (minat yang kuat), apresiasi, dan penghargaan terhadap matematika. Hal ini ditandai dengan antusisme siswa dalam menghadapi permasalahan yang berhubungan dengan kegiatankegiatan siswa 2 Humanis. Siswa mampu berpikir secara logis mengenai solusi permasalahan yang dihadapi, Bagaimana jika saya yang mengalami masalah tersebut? 3 Siswa termotivasi untuk menyelesaikan permasalahan karena ingin bersaing dengan kelompok lain. Siswa senang jika kelompoknya bisa menyelesaikan permasalahan lebih baik dibandingkan dengan kelompok lain 4 Keyakinan, kepercayaan diri, keberanian mempertahankan pendapat, bertanggung jawab, bersepakat dan menerima pendapat teman, didapatkan siswa dari bekerja secara berkelompok juga dari presentasi kelompok. 5 Kejujuran, kemandirian, kegigihan, dan kerja keras, didapatkan siswa selama bekerja dalam kelompok. (K) PMRI L1: mathematics must be sonnected to reality L2: mathematics must be seen as human activity P1: guided reinvention through progressive mathematization P3: self-developed or emergent models K2: the use of models or bridging by vertical instruments Yogyakarta, 10 November 2012 MP -127

6 Kerja cerdas, keberanian dan kemauan berbagi hasil pemikiran didapatkan siswa selama bekerja dalam kelompok. 7 Interaksi, negosiasi, kerjasama, demokratis, toleransi, antusiasme, berbagi dan berdiskusi dengan sesama siswa atau guru, guru menjadi teladan (panutan dan idola). Secara umum dapat terlihat selama pembelajaran di kelas, baik ketika siswa bekerja dalam kelompok, ketika siswa kesulitan dan bertanya kepada guru, juga ketika presentasi kelompok. K3: the use of students own productions and constructions or students contribution K4: the interactive character of the teaching process or interactivity B. Pembelajaran Matematika dengan non-pmri Pembelajaran matematika yang tidak menggunakan PMRI dapat dilaksanakan dengan strategi pembelajaran yang lain. Selama penelitian di SD Kanisius, pembelajaran non-pmri dilaksanakan dengan mengondisikan siswa untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam matematika, tetapi tidak secara berkelompok. Kegiatan pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut. Guru menyajikan masalah dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan secara individu Siswa maju ke depan kelas dan menuliskan penyelesaian masalah Siswa mempresentasikan hasil pekerjaannya dan memberi kesempatan kepada siswa lain untuk bertanya Bila dilihat dari kegiatan pembelajaran tersebut, hanya beberapa karakter yang dapat muncul dari dalam diri siswa. Meskipun siswa antusias dalam mengerjakan permasalahan-permasalahan yang disajikan, siswa tidak bekerja dalam kelompok, Yogyakarta, 10 November 2012 MP -128

sehingga karakter seperti bertanggung jawab, interaksi, negosiasi, kerjasama, demokratis, toleransi, berbagi dan berdiskusi, kerja cerdas, keberanian dan kemauan berbagi hasil pemikiran, kurang tereksplor dengan baik. Siswa yang bekerja dalam kelompok mampu belajar untuk bertanggung jawab atas tugas kelompok, memiliki jiwa kepemimpinan yang baik karena harus berbagi tugas kepada yang lain, menghargai perbedaan pendapat di dalam kelompok, kerja cerdas karena harus bersaing dengan kelompok lain, memiliki keberanian lebih dalam berbagi hasil pemikiran karena presentasi dilakukan secara berkelompok, tidak secara individu. IV. Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran matematika dengan PMRI dapat menumbuhkembangkan karakter siswa antara lain: minat yang kuat, apresiasi, dan penghargaan terhadap matematika, humanis, motivasi, keyakinan, kepercayaan diri, keberanian mempertahankan pendapat, bertanggung jawab, bersepakat, menerima pendapat teman, kejujuran, kemandirian, kegigihan, kerja keras, kerja cerdas, keberanian, kemauan berbagi hasil pemikiran, interaksi, negosiasi, kerjasama, demokratis, toleransi, antusiasme, berbagi dan berdiskusi dengan sesama siswa atau guru, guru menjadi teladan (panutan dan idola). Sementara pembelajaran dengan non-pmri, hanya beberapa karakter yang mampu ditumbuhkembangkan. B. Saran Kajian mengenai pendidikan karakter sangatlah luas. Penelitian ini hanyalah salah satu upaya untuk memberikan dukungan kepada pemerintah untuk menumbuhkembangkan pendidikan karakter di sekolah, yaitu salah satunya dengan menerapkan PMRI dalam pembelajaran matematika. Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut dan terperinci mengenai pendidikan karakter yang perlu ditumbuhkembangkan di dalam diri siswa, baik dengan PMRI maupun dengan strategi pembelajaran yang lain. V. Daftar Pustaka Anonim. (2010). Rangking Indonesia pada PISA 2009 dan 10 Terbaik. [Online]. Tersedia: http://p4mri.net/new/?p=339 (19 September 2012) Anonim. (2011). Naskah Akademik Pendidikan Karakter di Perguruan Tinggi. [Online]. Tersedia: http://www.ittelkom.ac.id/staf/faz/acuan_untuk_kurikulum/workshop%20pen dikar/naskah%20akademik%20pendikar%20dikti- Edit%2026%20Juni%202011-Final.doc. (19 September 2012). Covey, S.R. (2009). The Leader in Me. Jakarta: Gramedia. Hanief, Z.M. (2011). Pendidikan Karakter yang Berorientasi Pengembangan Karakter. [Online]. Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/05/pendidikankarakter-yang-berorientasi-pengembangan-karakter/ (19 September 2012) Marpaung, Y. (2011). Karakter PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia). [Online]. Tersedia: Tersedia: http://p4mriusd.blogspot.com/2011/12/pendidikanmatematika-realistik.html (19 September 2012) Yogyakarta, 10 November 2012 MP -129

Nur, A. (2012). Fase Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini. [Online]. Tersedia: http://elearning.unesa.ac.id/myblog/nur-ardisti/fase-perkembangan-kognitif-anakusia-dini (19 September 2012) Prabowo, A. & Sidi, P. (2010). Memahat Karakter Melalui Pembelajaran Matematika. Makalah pada Proceedings of The 4 th International Conference on Teacher Education; Join Conference UPI & UPSI, Bandung, Indonesia, 8-10 November 2010. Suherman, E., dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI. Sumantri, E. (2010). Pendidikan Karakter sebagai Pendidikan Nilai: Tinjauan Filosofis, Agama dan Budaya. Makalah pada Seminar Nasional Pendidikan Nilai-Karakter, 28 Juli 2010, Sekolah Pascasarjana UPI, Bandung. Yogyakarta, 10 November 2012 MP -130