Fokus Lahan Basah Eksploitasi Satwa Liar di Perairan Hulu Mahakam 3. Konservasi Lahan Basah Potensi Ekowisata Mangrove Pesisir Sawah Luhur 4

dokumen-dokumen yang mirip
Fokus Lahan Basah. Kajian Baseline Ekosistem Mangrove di Desa-desa di Kabupaten Pohuwato dan Bolaang Mongondow Selatan 3.

Ucapan Terima Kasih dan Undangan

Ucapan Terima Kasih dan Undangan

Ucapan Terima Kasih dan Undangan

Lahan Basah. Warta Konservasi. Ucapan Terima Kasih dan Undangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Lokasi Pengamatan

TINJAUAN PUSTAKA. ordoodonata, danmemiliki 2 sub ordoyakni sub ordoanisoptera (dragonflies)

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

CAPUNG DI KAWASAN RAWA DESA SUNGAI LUMBAH, KABUPATEN BARITO KUALA

KEANEKARAGAMAN DAN AKTIVITAS CAPUNG (ORDO : ODONATA) DI KEBUN RAYA BOGOR SITI NURUL INDAH HIDAYAH

Lahan Basah. Warta Konservasi. Ucapan Terima Kasih dan Undangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

Fokus Lahan Basah Eksploitasi Satwa Liar di Perairan Hulu Mahakam 3. Konservasi Lahan Basah Potensi Ekowisata Mangrove Pesisir Sawah Luhur 4

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

SURVEI ODONATA DI KAWASAN BEKOL TAMAN NASIONAL BALURAN KABUPATEN SITUBONDO JAWA TIMUR

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

I PENDAHULUAN. dengan burung layang-layang. Selain itu, ciri yang paling khas dari jenis burung

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN BURUNG HANTU (TYTO ALBA)

BERWISATA BAHARI MENYUSURI SEGARA ANAKAN

I. PENDAHULUAN. berbagai tipe vegetasi dan ekosistem hutan hujan tropis yang tersebar di

BAB I PENDAHULUAN. dan perubahan secara terus-menerus. Maka dari itu, setiap manusia harus

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 17.1 TAHUN 2015

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. sedangkan kegiatan koleksi dan penangkaran satwa liar di daerah diatur dalam PP

BERITA NEGARA. KEMEN-LHK. Konservasi. Macan Tutul Jawa. Strategi dan Rencana Aksi. Tahun PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

SMP NEGERI 3 MENGGALA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 2

I. PENDAHULUAN. yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kupu-kupu raja helena (Troides helena L.) merupakan kupu-kupu yang berukuran

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 7 TAHUN 2003 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

Fokus Lahan Basah Dampak dan Upaya Adaptasi Perubahan Iklim di Ekosistem Lahn Basah: Studi di Danau Matano 3

INVENTARISASI CAPUNG (INSECTA: ODONATA) DAN VARIASI HABITATNYA DI RESORT TEGAL BUNDER DAN TELUK TERIMA TAMAN NASIONAL BALI BARAT (TNBB)

BAB I PENDAHULUAN. negara yang memiliki kawasan pesisir yang sangat luas, karena Indonesia

Hutan Mangrove Segara Anakan Wisata Bahari Penyelamat Bumi

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 2. Undang-Undang Nom

Suhartini Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UNY

I. PENDAHULUAN. memiliki keanekaragaman spesies tertinggi di dunia, jumlahnya lebih dari

PROGRAM PHBM DI SEKITAR KAWASAN KONSERVASI. LAYAKKAH DIPERTAHANKAN???

DAUR HIDUP HEWAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KELAS IV SD. Disusun oleh: Taufik Ariyanto /

PANDUAN SMART WIDYA ARTHA 2013

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERBURUAN BURUNG, IKAN DAN SATWA LIAR LAINNYA

PENDAHULUAN. Gambar 1 Bange (Macaca tonkeana) (Sumber: Rowe 1996)

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB I PENDAHULUAN. alam dan jasa lingkungan yang kaya dan beragam. Kawasan pesisir merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

I. PENDAHULUAN. margasatwa, kawasan pelestarian alam seperti taman nasional, taman wisata alam,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

sebagai Kawasan Ekosistem Esensial)

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki keanekaragaman hayati

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

DINAS PETERNAKAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 21

Lampiran 1 : Peta kawasan kars Pracimantoro (sumber : Pemerintah Kab. Wonogiri)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan jumlah spesies burung endemik (Sujatnika, 1995). Setidaknya

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

PENYUSUN : TIM KONSULTAN PT ECOSITROP 1. Dr. Yaya Rayadin 2. Adi Nugraha, SP.

Petunjuk Praktikum. Entomologi Dasar. ditulis oleh: Nugroho Susetya Putra Suputa Witjaksono

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1995 TENTANG PERLINDUNGAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 c. bahwa berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 461/Kpts-II/1999 telah ditetapkan Penetapan Musim Berburu di Taman Buru dan Areal Buru; b. ba

Transkripsi:

Dari Redaksi Daftar Isi Fokus Lahan Basah Eksploitasi Satwa Liar di Perairan Hulu Mahakam 3 Salam redaksi, Salam sejahtera bagi kita semua. Cukup lama tak bersua, semoga tidak memutuskan ikatan silahturahmi kita semua. Setelah dua edisi terlewati, kali kami coba tampil dan sapa para pembaca setia kembali. Edisi kali ini terbit hanya dalam bentuk soft file yang disebarluaskan melalui email dan website kami. Kolom Konservasi kali ini kami sajikan potensi-potensi yang dimiliki kawasan pesisir (mangrove) Sawah Luhur, Banten, yang dapat dikembangkan menjadi kawasan ekowisata dan pusat edukasi (mangrove). Pada kolom lainnya, ditampilkan perjalanan satu tahun Rehabilitasi pesisir Pantai Utara Jawa Tengah melalui program 'Membangun Bersama Alam'. Konservasi Lahan Basah Potensi Ekowisata Mangrove Pesisir Sawah Luhur 4 Berita Lahan Basah Pelatihan Pemandu Lapang (Tourist Guide) di IdGuides 6 Satu Tahun Pelaksanaan Restorasi Pesisir Pantai Utara Jawa, melalui Program Membangun Bersama Alam 8 Pemantauan Burung Air di Taman Nasional Wasur, Merauke 10 TERITIP 12 Flora & Fauna Lahan Basah CAPUNG, Predator Cantik Penghuni Perairan 13 Kiambang (Salvinia molesta), Gulma Air Kaya Manfaat 14 Menjaga dan Melestarikan Keanekaragaman Hayati di Bukit Rigris, Kab. Lampung Barat (Bagian 2) 16 Dokumentasi Perpustakaan 22 Simak dan temani waktu senggang Anda dengan membuka lembar demi lembar warta ini. Selamat membaca. Ucapan Terima Kasih dan Undangan DEWAN REDAKSI: Pimpinan Redaksi: Direktur Wetlands International Indonesia Anggota Redaksi: Triana Ragil Satriyo Gumilang Artikel yang ditulis oleh para penulis, sepenuhnya merupakan opini yang bersangkutan dan Redaksi tidak bertanggung jawab terhadap isinya 2 Warta Konservasi Lahan Basah Ditjen. KSDAE, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kami haturkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya khususnya kepada seluruh penulis yang telah secara sukarela berbagi pengetahuan dan pengalaman berharganya untuk dimuat pada majalah ini. Kami juga mengundang pihak-pihak lain atau siapapun yang berminat untuk menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, gambar dan foto, untuk dimuat pada majalah ini. Tulisan diharapkan sudah dalam bentuk soft copy, diketik dengan huruf Arial 10 spasi 1,5 maksimal 4 halaman A4 (sudah berikut foto-foto). Semua bahan-bahan tersebut termasuk kritik/saran dapat dikirimkan kepada: Triana - Divisi Publikasi dan Informasi Wetlands International Indonesia Jl. Bango No. 11 Bogor 16161 tel: (0251) 8312189 fax./tel.: (0251) 8325755 e-mail: publication@wetlands.or.id

Flora & Fauna Lahan Basah CAPUNG Predator Cantik Penghuni Perairan Mochamad Arief Soendjoto* Tak seorang pun yang tak mengenal capung, serangga yang juga disebut naga terbang (terjemahan bebas berbahasa Indonesia dari dragonfly), dodok erok (sebutan oleh masyarakat Jawa di Jawa Timur), kinjeng (Jawa Tengah), papatong (Jawa Barat), atau kasisiur (Kalimantan Selatan). Tak seorang pun yang tak setuju bahwa makhluk ciptaan Tuhan ini telah menginspirasi manusia dalam pembuatan helikopter. Tubuh capung tidak berbeda dari tubuh serangga pada umumnya. Tubuh terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kepala, dada (toraks), dan perut (abdomen). Pada kepala terdapat sepasang mata majemuk yang berukuran besar dan tampak menonjol. Tubuh dilengkapi dengan dua pasang sayap transparan yang berfungsi untuk terbang serta enam tungkai untuk bertengger atau hinggap. Dari enam tungkai itu, sepasang tungkai paling depan berfungsi ganda. Tungkai ini tidak hanya berfungsi seperti kaki, tetapi dapat berfungsi juga untuk memegang, seperti halnya tangan pada manusia, dan bahkan menggaruk atau membersihkan bagian-bagian tertentu di kepala. Apabila ditinjau dari tiga bagian tersebut, tidak ada perbedaan mencolok antara tubuh spesies capung tertentu dan spesies capung lainnya. Namun, berdasarkan pada ukuran tubuh, jarak antar-mata, posisi dan ukuran sayap, serta perilaku bertengger dan jarak terbang, dikenali dua kelompok capung, yaitu capung biasa dan capung jarum. Tubuh capung biasa lebih besar daripada tubuh capung jarum. Dunia ilmiah menyebut capung secara keseluruhan Odonata dan kemudian memasukkan capung biasa atau dragonfly ke dalam subordo Anisoptera, sedangkan capung jarum atau damselfly sub-ordo Zygoptera. Jarak antara kedua mata majemuk capung biasa sangat berdekatan atau dapat dikatakan tidak ada jarak. Hal ini berbeda dari capung jarum. Terdapat jarak antara kedua mata majemuk capung jarum (Gambar 1). Capung biasa memiliki sayap depan yang berukuran lebih besar daripada sayap belakangnya. Bila capung ini bertengger atau hinggap, sayapnya terbentang atau membentuk sudut sekitar 900 dari arah memanjang tubuh. Bila dilihat dari potongan melintang tubuh, sudut bentang sayap depan tidak selalu sama dengan sudut bentang sayap belakang. Kondisi sayap capung biasa berbeda dari capung jarum. Sayap depan dan sayap belakang capung jarum berukuran relatif sama. Ketika capung jarum bertengger atau hinggap, kedua pasang sayapnya tertangkup dan dalam posisi sejajar atau mengikuti arah memanjang tubuh. Capung biasa tampak lebih aktif dan kuat daripada capung jarum. Capung biasa aktif terbang dan jarak terbangnya jauh. Capung jarum kurang aktif terbang dan sering ditemukan dalam posisi bertengger atau hinggap. Capung ini relatif tenang dan tidak berusaha menjauh, bila didekati. Kalaupun terbang, jaraknya pun dekat-dekat saja. Kedua pasang sayap dapat digunakan oleh capung untuk terbang dengan berbagai manuver. Capung dapat terbang maju, terbang mundur, terbang ke atas, terbang ke bawah, terbang melayang (tanpa mengepakkan sayap), terbang berbalik arah seketika, serta terbang pada titik tertentu di udara, tanpa bergerak maju mundur atau bergerak ke atas ke bawah secara signifikan. Baik capung biasa maupun capung jarum memiliki corak dan warna tubuh yang menarik. Oleh sebab itu, hewan ini dapat dikategorikan cantik. Corak dan warna ini berguna untuk membedakan atau mengidentifikasi spesies. Pada spesies tertentu, Diplacodes trivialis misalnya, corak dan warna itu bahkan menjadi pembeda jenis kelamin jantan dan betina (Gambar 2)....bersambung ke hal 18 Vol. 24 No. 1, April 2016 13

Flora & Fauna Lahan Basah... sambungan dari halaman 13 CAPUNG, Predator Cantik Penghuni Perairan... Jenis pakannya yang umum adalah serangga. Beberapa serangga yang penulis pernah ketemukan menjadi mangsa capung adalah lalat dan nyamuk. Karena dua jenis serangga pakan itu, capung memiliki manfaat yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Capung sejatinya dapat digunakan sebagai pengendali populasi serangga yang selama ini dikenal sebagai penyebar penyakit membahayakan atau menular pada manusia. Capung pun dapat difungsikan dalam pengendalian hama dan penyakit pada tanaman budidaya secara terpadu (biologis). Pendek kata, capung menjaga keseimbangan ekologi. Lebih dari itu, capung tidak hanya memakan individu serangga dari spesies lain. Beberapa spesies capung dapat digolongkan sebagai kanibal. Tidak tanggung-tanggung capung ini dapat memangsa individu capung dari spesies lain dan bahkan capung dari spesiesnya sendiri. Satu spesies yang mudah diamati berperilaku seperti ini dan dapat ditemukan di lingkungan sekitar permukiman kita adalah capung tentara Orthetrum sabina (Gambar 3). Capung adalah salah satu serangga yang metamorfosanya taksempurna. Fase telur dan nimfa sangat bergantung pada (badan) air, terutama air bersih atau bening. Imagonya berada di lingkungan (bervegetasi) yang tak jauh dari air. Karena kehidupan yang tidak bisa lepas dari perairan (danau, kolam, rawa, sungai, sawah), serangga ini dapat digunakan sebagai bioindikator. Mudahnya, bila di suatu area ditemukan capung, bisa diduga bahwa di sekitarnya ada perairan relatif bersih. Sebagai komponen biotik dari lingkungan, capung juga mempunyai musuh alami. Musuh alami selama fase telur dan nimfa di badan air atau vegetasi sekitar perairan adalah spesies akuatik atau semiakuatik, seperti kumbang air dan kodok/katak. Musuh alami pada fase imago (dewasa dan bisa terbang) adalah burung. Beberapa spesies burung pemangsa capung dewasa adalah kipasan belang (Rhipidura javanica), kirik-kirik laut (Merops philippinus), dan kirikkirik biru (Merops viridis). Musuh alami lainnya adalah kadal. ** Gambar 1. Terdapat jarak antara kedua mata capung jarum Gambar 2. Diplacodes trivialis jantan (kiri) dan betina (kanan) Gambar 3. Orthetrum sabina sedang memakan lalat (kiri) atau capung lain (kanan) * Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat Jl. A. Yani Km 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan Email: masoendjoto@gmail.com 18 Warta Konservasi Lahan Basah