PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.27/PUU-IX/2011. SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan produksi.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

diperjanjikan dan adanya suatu hubungan di peratas (dienstverhoeding), yaitu

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

SURAT EDARAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SE.04/MEN/VIII/2013 TENTANG

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum ketenagakerjaan merupakan keseluruhan peraturan baik tertulis

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang adalah pembangunan disegala bidang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. terperinci dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar baik dalam

1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-IX/2011 TENTANG HAK-HAK PEKERJA OUTSOURCING DI INDONESIA PENULISAN HUKUM

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING (Alih Daya) PADAA PT. SUCOFINDO CABANG PADANG SKRIPSI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PEKERJA KONTRAK, DAN HAK CUTI. 2.1 Tinjauan Umum Tentang Pekerja dan Pekerja Kontrak

BAB I PENDAHULUAN. dalam pasal 27 ayat (2) yang berbunyi: Tiap tiap warga Negara berhak atas. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB IV PENUTUP. atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Perlindungan hukum yang diberikan oleh PT. Wahyu Septyan dan PT

BAB I PENDAHULUAN. dan meninggal dunia di dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam masa pertumbuhan ekonomi Indonesia dewasa ini setiap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang

BAB V PENUTUP DAFTAR PUSTAKA. Buku

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

BAB I PENDAHULUAN. tenaga kemampuannya sedangkan pengusaha memberikan kompensasi lewat

BAB I PENDAHULUAN. unjuk rasa. Penanganan pengupahan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis dan

PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) Telkom Cabang Solo merupakan salah satu badan

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu Serikat Pekerja / Serikat Buruh. Tujuan dibentuknya Serikat

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

BAB III PENUTUP. Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam. negosiasi terhadap atasan atau pengusaha PT. Vidya Rejeki Tama.

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem

TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENYEDIA JASA AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN OLEH PEKERJA OUTSOURCING

BAB I PENDAHULUAN. jasa tenaga kerja atau sering disebut dengan perusahaan outsourcing.

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan. dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

A. Latar Belakang Masalah

A. MAKNA DAN HAKIKAT PENYEDIAAN TENAGA KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang memerlukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan hidup

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA OUTSOURCING DI INDONESIA. Oleh :

Perlindungan Hukum Pekerja Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No 27/PUU-IX/2011

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan outsourcing (= alih daya) di Indonesia. Bahkan aksi ini disambut aksi serupa

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu-membantu memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN OUTSOURCING JIKA PERUSAHAAN TIDAK MEMBERIKAN TUNJUNGAN HARI RAYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003

BAB II KAJIAN TEORI. manajemen, outsourcing diberikan pengertian sebagai pendelegasian operasi dan

RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching)

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

Pada dasarnya, tujuan utama hukum ketenagakerjaan MAKNA PHK BAGI PEKERJA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

- 1 - BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN KETENAGAKERJAAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184

BAB I PENDAHULUAN. Era perekonomian global ditandai dengan adanya kecenderungan gerakan

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mendukung pekerjaan dan penghidupan yang layak. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MENURUT UNDANG-UNDANG N0. 13 TAHUN 2003 DI PT. BATIK DANAR HADI SOLO

BAB I PENDAHULUAN. untuk bekerja. Dalam melakukan pekerjaan harus dibedakan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara normatif sebelum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

GUBERNUR SUMATERA BARAT

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

S I L A B I A. IDENTITAS MATA KULIAH : HUKUM PERBURUHAN & KETENAGAKERJAAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Transkripsi:

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.27/PUU-IX/2011 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : DEFI SATIATIKA 1110048000029 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.27/PUU-IX/2011 SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh : Defi Satiatika NIM. 1110048000029 Pembimbing Prof. Dr. Abdullah Sulaiman S.H. M.H. NIP. 19591231 198609 1003 KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M i

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI Skripsi yang berjudul PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.27/PUU-IX/2011 telah diajukan dalam sidang munaqosyah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Ilmu Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 7 Mei 2014, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata Satu (S-1) pada Program Studi Ilmu Hukum. Jakarta, 7 Mei 2014 Mengesahkan Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Dr. H. JM Muslimin, M.A. NIP.196808121999031014 PANITIA UJIAN 1. Ketua : Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A. (... ) NIP.195510151979031002 2. Sekertaris : Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. ( ) NIP.196509081995031001 3. Pembimbing : Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H. ( ) NIP.195912311986091003 4. Penguji I : Drs. R. Prastowo Sidhi, S.H., M.H. ( ) 5. Penguji II : H. M. Yasir, S.H., M.H. ( ) NIP. 19447091966041003 ii

LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil dari jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 22 April 2014 Defi Satiatika iii

ABSTRAK DEFI SATIATIKA. NIM 1110048000029. PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.27/PUU- IX/2011. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2013 M. viii + 67 Halaman + 24 lampiran. Praktik outsourcing di Indonesia telah mengakibatkan pekerja outsourcing tidak menerima hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan, pekerja outsourcing juga tidak diberikan jaminan perlindungan atas keberlangsungan pekerjaan mereka. Adanya pengujian terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan kepada Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat, Mahkamah Konstitusi memutuskan mengabulkan sebagian atas pasal-pasal yang diajukan, yaitu hanya Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) b yang memuat mengenai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui pengaturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan jenis pekerjaan outsourcing dan perlindungan hukum yang diterapkan pada pekerja outsourcing pasca putusan MK No.27/PUU-IX/2011. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan dalam hal ini putusan MK No.27/PUU-IX/2011. Putusan Mahkamah Konstitusi, berdampak pada adanya perubahan terhadap pelaksanaan outsourcing dalam rangka melindungi hak-hak pekerja outsourcing dengan menerapkan prinsip pengalihan perlindungan. Kata Kunci : Perlindungan Hukum, Outsourcing, Prinsip Pengalihan Perlindungan Pembimbing : Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, S.H, M.H. Daftar Pustaka : Tahun 1979 sampai Tahun 2013. iv

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam. Tiada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Tiada cipta karya melainkan atas petunjuk dari- Nya. Atas rahmat dan ridho-nya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.27/PUU-IX/2011. Dalam penulisan dan penyelesaian skripsi ini tentu tidaklah mudah. Namun, segala hambatan menjadi ringan karena bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. H. JM. Muslimin, M.A. 2. Ketua dan Sekertaris Program Studi Ilmu Hukum, Bapak Dr. Djawahir Hejazziey, S.H., M.A. dan Drs. Abu Tamrin S.H., M.Hum. 3. Pembimbing Skripsi Penulis, Bapak Prof. Dr. H. Abdullah Sulaiman, S.H., M.H. terimakasih atas waktu bimbingan dan saran yang diberikan. 4. Penguji Skripsi Penulis, Bapak Drs. R. Prastowo Sidhi, S.H., M.H. dan Bapak H. M. Yasir, S.H., M.H. terimakasih atas kritik dan sarannya sehingga penulis dapat memperbaiki skripsinya. 5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis. v

6. Ayah Daniel Efendi dan Ibu Sartiah yang senantiasa mendidik, melimpahkan kasih sayang, doa yang tiada henti, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Kedua kakak tercinta Kak Deny dan Kak Dina, terimakasih atas segalanya yang telah dibagi ke adik bungsunya, cerita pengalaman, pengetahuan, perjuangan tanpa henti dalam meraih cita-cita. 7. Ninis, Ajeng, Abila, Zia, Ocha, penyemangat paling mujarab. Teman-teman seperjuangan Hukum Bisnis, Liza, Atiek, Apri, Fika, Nourma, Cantika, dan seluruh teman-teman di UIN yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Kartika Puspitasari S.H., yaitu sahabat yang pembimbing skripsi penulis. 8. Husni Mubarok, my study survival motivator. 9. Dinar Deniz, Danesh Dayan, Dharanindra Demir, dan Disa Ghadiza, yaitu balita ajaib keponakan-keponakan penulis. Semoga segala kebaikan dan sumbangsihnya dicatat oleh Allah SWT, penulis hanya dapat menghaturkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya. Hanya doa lah yang dapat penulis sampaikan, semoga Allah SWT membalas seluruh kebaikan dengan kasih sayang-nya. Semoga skripsi ini memberikan manfaat kepada penulis khususnya dan kepada pembaca umumnya.. amin. Jakarta, 22 April 2014 Defi Satiatika vi

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... i LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii BAB I : PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Identifikasi Masalah... 5 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 6 E. Tinjauan dan Kajian Terdahulu... 8 F. Kerangka Teori dan Konseptual... 9 G. Metode Penelitian... 11 H. Sistematika Penulisan... 14 BAB II : PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN JENIS PEKERJAAN OUTSOURCING DI INDONESIA... 16 A. Pengertian Outsourcing... 16 B. Sejarah Hukum Ketenagakerjaan yang Mengatur Outsourcing di Indonesia... 18 C. Pengaturan Outsourcing di Indonesia... 20 BAB III : PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK-HAK PEKERJA OUTSOURCING... 27 A. Perlindungan Bagi Pekerja/Buruh Outsourcing... 27 B. Tujuan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Outsourcing... 28 vii

C. Hak-Hak Bagi Pekerja... 29 D. Peran Pemerintah Dalam Melindungi Hak-hak Pekerja Outsourcing... 36 BAB IV : PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.27/PUU-IX/2011... 40 A. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011... 40 B. Perlindungan Hukum Pekerja Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.27/PUU-IX/2011 Dengan Menerapkan Prinsip Pengalihan Perlindungan... 52 C. Penerapan Prinsip Pengalihan Perlindungan Pekerja Outsourcing.. 58 BAB V : PENUTUP... 61 A. Kesimpulan... 61 B. Saran... 63 DAFTAR PUSTAKA... 64 LAMPIRAN... PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 27/PUU-IX/2011... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia dalam sila kelima menyebutkan bahwa, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini bermakna bahwa keadilan untuk rakyat adalah lebih penting dibandingkan dengan keadilan kelompok tertentu. 1 Keadilan harus dijunjung tinggi dengan tetap memegang teguh prinsip keadilan demi terwujudnya masyarakat sejahtera, adil, makmur, dan merata baik secara materil maupun spiritual. 2 Keadilan harus dijunjung tinggi misalnya dalam hal pemenuhan hak dan kewajiban pekerja/buruh. Pekerja/buruh yang telah memenuhi kewajiban dan tanggung jawabnya, berhak untuk mendapatkan hak-haknya, karena pekerja/buruh merupakan salah satu bagian dari rakyat Indonesia yang hakhaknya harus dilindungi. Perlindungan pekerja/buruh itu juga harus ditingkatkan, baik mengenai upah, kesejahteraan dan harkatnya sebagai manusia. 3 Berbicara mengenai hak-hak bagi pekerja/buruh, tidak terlepas dari permasalahan sistem alih daya dalam ketenagakerjaan. Alih daya (bahasa Inggris : outsourcing atau contracting out) adalah pendelegasian operasi dan manajemen 1 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 14. 2 Ahmad Fadlil Sumadi, Mahkamah Konstitusi dan Kontrak Outsourcing, Jurnal Konstitusi IX, No.1 (Maret 2012) : h.10. 3 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, h. 15. 1

2 harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa alih daya). 4 Praktik alih daya (yang untuk selanjutnya disebut outsourcing) sebenarnya sudah ada sebelum pemerintah mengundangkan Undang-Undang Ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003 (yang untuk selanjutnya disebut Undang- Undang Ketenagakerjaan). Setelah beberapa periode dipakai di Indonesia, outsourcing diakui lebih banyak merugikan pekerja/buruh. 5 Kerugian itu misalnya, upah pekerja/buruh menjadi lebih rendah, tidak ada jaminan sosial, meskipun ada jaminan sosial tersebut hanya sebatas minimal, tidak adanya job security serta tidak adanya jaminan pengembangan karier. 6 Hal ini kemudian menimbulkan berbagai reaksi dari kalangan pekerja/buruh untuk menuntut hak-haknya. Bentuk reaksi pekerja/buruh tersebut misalnya, perjuangan kaum buruh dalam menghapuskan sistem outsourcing melalui permohonan pengujian konstitusionalitas beberapa pasal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan ke Mahkamah Konstitusi (yang untuk selanjutnya disebut MK). Permohonan diajukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Petugas Pengukur Meteran Listrik (yang untuk selanjutnya disebut AP2ML) pada 21 Maret 2011. 7 4 Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h. 52. 5 Juanda Pangaribuan, Legalitas Outsourcing Pasca Putusan MK artikel diakses pada tanggal 28 Oktober 2013 dari http://m.hukumonline.com/berita/baca/lt4f4b372fe9227/legalitasioutsourcing-i-pasca-putusan-mkbr-oleh--juanda-pangaribuan/ 6 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, h. 219. 7 Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No.27/PUU-IX/2011, h. 1.

3 Pemohon mengajukan permohonan uji materi Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65, dan Pasal 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang dianggap bertentangan dengan Pasal 27 ayat (2), Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 33 ayat (1) Undang- Undang Dasar 1945. Permohonan itu didasarkan pada argumentasi bahwa, ketentuan kontrak outsourcing pada pasal 59, 64, 65, 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang bertujuan untuk efisiensi dengan upah murah justru berakibat pada hilangnya keamanan kerja bagi para pekerja. Status sebagai buruh kontrak juga menghilangkan hak-hak tunjangan kerja dan jaminan sosial yang dinikmati pekerja tetap. 8 Menjawab permohonan tersebut, MK berpendapat bahwa syarat-syarat dalam hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan outsourcing berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (yang untuk selanjutnya disebut PKWT) dalam Pasal 59 dan Pasal 64 Undang-Undang Ketenagakerjaan adalah wajar dan cukup memberikan perlindungan kerja. 9 Selanjutnya, mengenai Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Ketenagakerjaan, MK berpendapat bahwa harus ada jaminan kepastian hukum yang adil dalam hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan outsourcing. Jaminan kepastian hukum itu tidak cukup hanya dengan PKWT saja, maka MK memberikan solusi dengan memutuskan 2 (dua) model perlindungan dan jaminan hak bagi pekerja. Pertama, menyaratkan agar perjanjian kerja tidak 8 Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No.27/PUU-IX/2011, h. 35. 9 Ahmad Fadlil Sumadi, Mahkamah Konstitusi dan Kontrak Outsourcing, h. 21.

4 berbentuk PKWT, melainkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (yang untuk selanjutnya disebut PKWTT). Kedua, menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja. 10 Melalui prinsip pengalihan tindakan perlindungan tersebut, pekerja outsourcing dapat terhindar dari hilangnya hak-hak konstitusional yang mereka miliki. MK memutuskan bahwa jika dua model tersebut diterapkan dalam PKWT outsourcing, maka Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf b UU Ketenagakerjaan tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan memiliki kekuatan hukum mengikat. 11 Prinsip pengalihan tindakan perlindungan yang lahir dari putusan MK No.27/PUU-IX/2011 tersebut merupakan hasil perjuangan kaum buruh dalam menghapus sistem outsourcing. Putusan MK menjadi justifikasi jaminan kepastian hukum yang adil dalam hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan outsourcing. 12 Untuk menciptakan pelaksanaan outsourcing yang diarahkan untuk menciptakan iklim hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan, Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (yang untuk selanjutnya disebut Kemenakertrans) menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi No.19 Tahun 2012 tentang Syarat-Syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (yang untuk selanjutnya disebut 10 Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No.27/PUU-IX/2011, h. 44. 11 Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No.27/PUU-IX/2011, h. 46-47. 12 Ahmad Fadlil Sumadi, Mahkamah Konstitusi dan Kontrak Outsourcing, h. 22.

5 Permenakertrans No.19 Tahun 2012) yang memuat aturan persyaratan, perjanjian, dan pengawasan outsourcing. Lahirnya prinsip pengalihan tindakan perlindungan hasil uji konstitusionalitas Undang-Undang Ketenagakerjaan dan terbitnya Permenakertrans No.19 Tahun 2012 merupakan hal yang penting untuk dikaji, agar hasil kajian penelitian ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian outsourcing. Selain itu, agar pihak-pihak terkait memahami putusan MK No.27/PUU-IX/2011 dan implementasi prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh sehingga terpenuhinya seluruh hak-hak pekerja/buruh outsourcing di Indonesia. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang hasilnya akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang berjudul Perlindungan Hukum Pekerja Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No.27/PUU-IX/2011 B. Identifikasi Masalah Sebelum merumuskan masalah, terlebih dahulu penulis mengidentifikasi masalah yang terjadi dalam bidang ketenagakerjaan jenis pekerjaan outsourcing di Indonesia 1. Hak-hak buruh outsourcing belum dilindungi peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) dalam outsourcing tidak memberikan jaminan kepastia karir bagi pekerja outsourcing.

6 3. Pro dan kontra sistem outsourcing pasca putusan MK No.27/PUU-IX/2011 hasil judicial review Pasal 59, 64, 65, dan 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan. C. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Pembahasan mengenai perlindungan bagi pekerja/buruh sangatlah luas. Agar pembahasan permasalahan karya ilmiah ini tidak melebar dan lebih fokus pada masalah, maka penulis membatasi karya ilmiah ini hanya kepada perlindungan bagi pekerja/buruh outsourcing pasca putusan MK No.27/PUU- IX/2011 yang ditinjau dari Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Permenakertrans No.19 Tahun 2012. 2. Perumusan Masalah Sesuai dengan pembatasan masalah di atas, maka penulis merumuskan beberapa masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, antara lain sebagai berikut : a. Bagaimana pengaturan jenis pekerjaan outsourcing menurut perundangundangan yang berlaku di Indonesia? b. Apa saja jenis perlindungan pada jenis pekerjaan outsourcing? c. Bagaimana perlindungan bagi pekerja/buruh outsourcing pasca putusan MK. No.27/PUU-IX/2011?

7 D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian skripsi ini antara lain sebagai berikut : a. Untuk mengetahui pengaturan perundang-undangan ketenagakerjaa pada jenis pekerjaan outsourcing di Indonesia. b. Untuk mengetahui perlindungan pada jenis pekerjaan outsourcing. c. Untuk mengetahui perlindungan bagi pekerja/buruh outsourcing berdasarkan pasca putusan MK. No.27/PUU-IX/2011? 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini dibedakan menjadi dua, yaitu : a. Manfaat Teoritis : Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan bahan masukan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang hukum Ketenagakerjaan khususnya bidang outsourcing. b. Manfaat Praktis : 1) Bagi Akademis Dapat memberikan informasi yang jelas tentang prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh dan implementasinya pada sistem outsourcing serta hambatan dalam pelaksanaanya. 2) Bagi Masyarakat Umum

8 Penulisan ini juga bermanfaat bagi berbagai pihak terkait yaitu meliputi masyarakat luas, perusahaan pemberi pekerjaan, perusahaan penyedia jasa pekerja dan buruh/pekerja yang bersangkutan agar lebih memahami prinsip pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh dan dapat melaksanakannya sesuai dengan ketentuan. 3) Bagi Pemerintah Dapat menjadi masukan kepada pemerintah untuk agar dapat membuat kebijakan yang lebih tegas dan jelas dalam melindungi hak-hak pekerja outsourcing di Indonesia. E. Tinjauan Kajian Terdahulu Dalam studi pendahuluan ini penulis mencoba mereview skripsi yang membahas sistem alih daya (outsourcing), yaitu sebagai beriukut : Judul Skripsi : Perlindungan Buruh Outsourcing Menurut UU Ketenagakerjaan dan Hukum Islam Penulis Program Studi Fakultas : Gilang Henris Pratama : Perbandingan Mahzab Hukum : Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun : 2011 Skripsi tersebut di atas secara garis besar membahas perbedaan perlindungan buruh outsourcing menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan dengan Hukum Islam dan belum mengulas putusan Mahkamah Konstitusi No.27/PUU-IX/2011 secara detil khususnya prinsip pengalihan tindakan

9 perlindungan bagi pekerja/buruh dan penerapan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh. Sedangkan, penulis disini akan mengulas secara detil mengenai perlindungan hukum yang diberikan kepada pekerja outsourcing pasca putusan MK No.27/PUU-IX/2011. F. Kerangka Teori dan Konseptual 1. Kerangka Teori Teori Prima Facie menguraikan bahwa, pembenaran terhadap pembebasan para kaum buruh dari pengaturan kerja waktu tertentu dapat dilakukan, karena pengaturan kerja waktu tertentu merugikan kaum buruh baik sebelum hingga setelah melaksanakan tugas. Pengaturan kerja waktu tertentu yang melahirkan pelanggaran hukum bukan dikarenakan kesalahan atau kesengajaan buruh. 13 Teori Bargaining menguraikan bahwa tingkat upah dipasar tenaga kerja ditentukan oleh kekuatan ekonomi yang berlawanan dari pekerja dan majikan. Upah yang ada merupakan hasil persetujuan kedua belah pihak. Jika pekerja meningkatkan ekonominya dengan cara bertindak bersama-sama 13 Abdullah Sulaiman, Implementasi Sistem Outsourcing Tenaga Kerja di Indonesia : Pra dan Pasca Putusan MK tentang Outsourcing Tenaga Kerja, Dalam Studium General Prodi Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2 Mei 2003 (Ciputat : 2013), h.2.

10 melalui serikat pekerjanya sebagai bargaining agent, maka mereka dapat meningkatkan upah mereka. 14 2. Kerangka Konseptual Pembahasan mengenai perlindungan hukum bagi pekerja/buruh outsourcing menuntut adanya kejelasan tentang apa yang dimaksud dengan perlindungan pekerja/buruh dan outsourcing di Indonesia. Pasal-pasal dalam UUD 1945 yang menyebutkan adanya jaminan perlindungan bagi pekerja/buruh yaitu : 1) Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945, yaitu setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. 2) Pasal 28 D ayat (2) UUD 1945 Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Perlindungan hukum pada pekerja juga dinyatakan pada Pasal 4 huruf c Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa tujuan pembangun ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan. Selanjutnya pasal-pasal dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan terdapat pada Bab X dalam Pasal 67-101. 14 Justine T Sirait, Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan SDM Dalam Organisasi,(Jakarta :Grasindo, 2004), h.231.

11 Jaminan perlindungan tersebut diperkuat lagi semenjak lahirnya Putusan MK No.27/PUU-IX/2011, dalam putusan ini menyebutkan dua model outsourcing. Pertama, dengan menyaratkan agar perjanjian kerja antara pekerja dan perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing tidak berbentuk PKWT, tetapi berbentuk PKWTT. Kedua, menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing. Prinsip pengalihan perlindungan atau Transfer of Undertaking Protection of Employment sebelumnya adalah prinsip yang diterapkan pada suatu perusahaan yang diambil alih oleh perusahaan lain, sehingga hak-hak pekerja/buruh tetap terjamin. 15 Outsourcing adalah Pengalihan sebagian atau seluruh pekerjaan dan/atau wewenang kepada pihak lain guna mendukung strategi pemakai jasa outsourcing baik pribadi, perusahaan, divisi atau pun sebuah unit dalam perusahaan. 16 Ketentuan mengenai outsourcing diatur dalam pasal 64 Undang- Undang Ketenagakerjaan yaitu, perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis Kemudian tata aturan pelaksanaannya diatur dalam Permenakertrans No.19 Tahun 2012. 15 Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No.27/PUU-IX/2011, h. 44. 16 Komang Priambada dan Agus Eka Maharata, Outsourcing versus Serikat Pekerja (An Introduction to Outsourcing), (Jakarta : Alihdaya Publishing, 2008), h. 12.

12 G. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah penelitian yurisdis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat. 17 2. Pendekatan Masalah Dalam studi hukum, pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturanaturan yang membahas mengenai prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh. Pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsepkonsep perlindungan hukum bagi pekerja/buruh. 3. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumber pertama, 17 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di dalam Penelitian Hukum, (Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia, 1979), h. 18.

13 yakni masyarakat melalui penelitian. 18 Sedangkan data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. 19 Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah yang berhubungan dengan outsourcing dan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh. b. Bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk skripsi, tesis, dan disertasi hukum dan jurnal-jurnal hukum (dalam bentuk online juga termasuk). 20 Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah berupa buku-buku yang berkaitan dengan Hukum Ketenagakerjaan. c. Bahan hukum tersier berupa bahan-bahan yang bersifat menunjang sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder, seperti kamus bahasa dan website resmi dalam internet. 4. Teknik Pengolahan Data Penulis menggunakan teknik pengumpulan data secara studi kepustakaan. Baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder 12. 18 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III, ( Jakarta : UI Press, 2008 ), h. 19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, ( Jakarta : Kencana, 2005 ), h. 141. 20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, h.155.

14 dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah diklasifikasi menurut sumber dan hierarkinya untuk dikaji secara komprehensif. 5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan, disajikan dalam penulisan yang telah dirumuskan. Bahwa cara pengolahan bahan hukum dilakukan dengan dianalisis yang nantinya menghasilkan sebuah kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. H. Sistematika Penulisan Skripsi ini disusun berdasarkan buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012 Untuk mempermudah penyusunan, penulis membagi skripsi ini menjadi beberapa bab dan setiap bab terdiri dari sub bab, dengan sistematika sebagai berikut : BAB I : Pendahuluan terdiri dari Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan dan Kajian Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. BAB II : Tinjauan Umum tentang Pengaturan Perundang-undangan Ketenagakerjaan pada jenis pekerjaan outsourcing di Indonesia, yang terdiri dari tiga sub bab yaitu : Pengertian Outsourcing, Sejarah Hukum Ketenagakerjaan yang Mengatur

15 Outsourcing di Indonesia, dan Pengaturan Outsourcing di Indonesia. BAB III : Menyajikan pembahasan mengenai Perlindungan Hukum dan Hak-hak Pekerja Outsourcing, yang terdiri dari empat sub bab yaitu : Perlindungan Bagi Pekerja Outsourcing, Tujuan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Outsourcing, Hak-hak Bagi Pekerja dan Peran Pemerintah dalam Melindungi Hak-hak Pekerja Outsourcing. BAB IV : Menyajikan pembahasan mengenai Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstutsi No.27/PUU-IX/2011, yang terdiri dari tiga sub bab yaitu : Analisis Putusan MK No.27/PUU-IX/2011, Perlindungan Pekerja Outsourcing Pasca Putusan MK No.27/PUU-IX/2011 Dengan Menerapkan Prinsip Pengalihan Perlidungan dan Penerapan Prinsip Pengalihan Perlindungan Pekerja Outsourcing di Indonesia. BAB V : Kesimpulan dan saran merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan yang ditarik dari uraian penelitian dan bertalian erat dengan pokok masalah dan saran yang disampaikan penulis dari penelitian yang sudah dilakukan.

BAB II PENGATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KETENAGAKERJAAN JENIS PEKERJAAN OUTSOURCING DI INDONESIA A. Pengertian Outsourcing Menurut definisi Maurice Greaver, Outsourcing dipandang sebagai tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside provider), di mana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerja sama. 1 Dapat juga dikatakan outsourcing sebagai penyerahan kegiatan perusahaan baik sebagian ataupun secara menyeluruh kepada pihak lain yang tertuang dalam kontrak perjanjian. Penyerahan kegiatan ini dapat meliputi bagian produksi, beserta tenaga kerjanya, fasilitas, peralatan, teknologi dan aset lain serta pengambilan keputusan dalam kegiatan perusahaan. Penyerahan kegiatan ini kepada pihak lain merupakan hasil dari keputusan internal perusahaan yang bertujuan meningkatkan kinerja agar dapat terus kompetitif dalam menghadapi perkembangan ekonomi dan teknologi global. Dalam bidang ketenagakerjaan, outsourcing diartikan sebagai pemanfaatan tenaga kerja untuk memproduksi atau melaksanakan suatu pekerjaan oleh suatu perusahaan, melalui perusahaan penyedia/pengerah tenaga kerja. 17. 1 Iftida Yasar, Apakah Benar Outsourcing Bisa Dihapus?, (Jakarta : Pohon Cahaya, 2013), h. 16

17 Perusahaan penyedia tenaga kerja secara khusus mempersiapkan, menyediakan, mempekerjakan tenaga kerja untuk kepentingan perusahaan lain. 2 Untuk mempermudah penjelasan menganai istilah outsourcing, penulis akan memberikan ilustrasi sebagai berikut 3 : A diangkat sebagai karyawan di perusahaan X. Sebelum diangkat sebagai karyawan, antara A dan perusahaan X dibuat perjanjian kerja yang isinya menyatakan bahwa A bersedia untuk ditempatkan di Perusahaan Y, disitu dapat dilihat bahwa perusahaan X adalah perusahaan penyedia jasa pekerja dan perusahaan Y adalah perusahaan pemberi kerja. Setelah perjanjian kerja antara A dan perusahaan X disepakati maka perusahaan X akan membuat perjanjian dengan perusahaan Y yang isinya bahwa perusahaan X akan mempekerjakan karyawannya di perusahaan Y. Terhadap penempatan tersebut, perusahaan Y membayar sejumlah dana kepada perusahaan X. Dari ilustrasi di atas, dapat kita lihat bahwa dalam sistem outsourcing terdapat dua perjanjian yaitu, yaitu : 1. Perjanjian kerja antara A denga perusahaan X. 2. Perjanjian penempatan A, antara perusahaan X dan perusahaan Y. Dengan adanya dua perjanjian yang terpisah tersebut, walaupun A seharihari bekerja di perusahaan Y, status A tetap sebagai karyawan perusahan X. Oleh karena itu, dalam sistem outsourcing ini pemenuhan kebutuhan hak-hak A, seperti 2 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Jakarta : Rajagrafindo Persada, 2012), h. 187. 3 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan,(Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h. 217-218.

18 perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul tetap menjadi tanggung jawab perusahaan Y. Kecenderungan suatu perusahaan untuk memperkerjakan karyawan dengan sistem outsourcing, pada umumnya dilatarbelakangi oleh strategi perusahaan untuk melakukan efisiensi biaya produksi. Dengan menggunakan sistem outsourcing tersebut, pihak perusahaan berusaha untuk menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. 4 B. Sejarah Hukum Ketenagakerjaan yang Mengatur Outsourcing di Indonesia Berdasarkan hukum ketenagakerjaan, istilah outsourcing sebenarnya berusumber dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 64 Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang menyatakan adanya suatu perjanjian kerja yang dibuat antara pengusaha dengan tenaga kerja, di mana perusahaan tersebut dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja yang dibuat secara tertulis. Dalam praktiknya ketentuan tentang penyediaan jasa pekerja yang diatur dalam peraturan tersebut akhirnya memunculkan istilah outsourcing (dalam hal ini maksudnya menggunakan sumber daya manusia dari pihak di luar perusahaan). 5 4 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, h. 217. 5 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, h.217.

19 Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1601 b diatur adanya pengakuan terhadap perjanjian pemborongan pekerjaan. Menurut Pasal 1601 b tersebut outsourcing disamakan dengan perjanjian pemborongan sehingga pengertian outsourcing adalah suatu perjanjian di mana pemborong mengikatkan diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak lain yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu dan pihak yang lain memborongkan pekerjaan kepsda pihak pemborong dengan bayaran tertentu. 6 Pada intinya dari kedua peraturan di atas menyatakan bahwa outsourcing boleh diterapkan di Indonesia dengan pelaksanaan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dapat memberikan kepastian hukum pelaksanaan outsourcing yang dalam waktu bersamaan memberikan perlindungan pekerja. Penerapan outsourcing di Indonesia hingga saat ini memang masih merupakan hal yang tidak disukai tapi masih dibutuhkan bagi masyarakat Indonesia sehingga sering timbul pro dan kontra dari masyarakat. Tentunya, jika dilihat dari maraknya unjuk rasa yang dilakukan para pekerja dapat disimpulkan pihak pro-outsourcing adalah para pengusaha sedangkan pihak kontraoutsourcing adalah para pekerja/buruh. Unjuk rasa dari serikat pekerja mayoritas menyampaikan kepada pemerintah untuk menghapuskan outsourcing dari sistem kerja di Indonesia dan ada juga pekerja outsourcing yang menuntut untuk dijadikan pekerja tetap di suatu perusahaan. 7 6 Iftida Yasar, Apakah Benar Outsourcing Bisa Dihapus?, h.20. 7 Iftida Yasar, Apakah Benar Outsourcing Bisa Dihapus?, h.33-34.

20 C. Pengaturan Outsourcing di Indonesia Dasar hukum outsourcing terdapat pada Pasal 64 Undang-Undang Ketenagakerjaan yaitu perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Perlu diketahui bahwa istilah perusahaan lainnya dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan sama dengan perusahaan pemborong atau penyedia jasa pekerja/buruh yang dalam hal ini adalah perusahaan outsourcing. Ketentuan mengenai pemborongan pekerjaan juga diatur dalam Pasal 1601 b Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, namun dalam Pasal tersebut belum diatur mengenai perlindungan bagi pekerja/buruh yang dipekerjakan maupun penyedia jasa pekerja/buruh. Oleh karena itu, Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur mengenai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. Dalam perjalanannya, ketentuan ini telah diajukan permohonan judicial review dan telah diputus oleh Mahkamah Konstitusi dengan Putusan MK No.27/PUU-IX/2011. Dalam rangka menciptakan iklim hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan, Kemenakertrans menerbitkan Permenakertrans No.19 Tahun 2012. Kemudian, dalam rangka optimalisasi pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain sebagaimana diatur dalam Permenakertrans No.19 Tahun 2012, maka Kemenakertrans menerbitkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : SE.04/MEN/VIII/2013 Tentang

21 Pedoman Pelaksanaan Permenakertrans No.19 Tahun 2012. Semenjak diundangkannya, pelaksanaan outsourcing mengacu pada Permenakertrans No. 19 Tahun 2012 tersebut. 1. Pihak-Pihak Terkait Dalam Outsourcing Ketentuan lain mengenai outsourcing terdapat pada Pasal 65 dan 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan. Berdasarkan kedua pasal tersebut dapat diketahui pihak-pihak yang terkait dalam praktik outsourcing dan dijelaskan lebih lanjut pada Permenakertrans No.19 Tahun 2012. Ada 3 (tiga) pihak yang terkait dalam praktik outsourcing yaitu perusahaan pemberi kerja, perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan, dan pekerja. Adapun penjelasan dari pihak-pihak yang terkait dalam praktik outsourcing yaitu : a. Perusahaan Pemberi Kerja Menurut Pasal 1 Angka 1 Permenakertrans No.19 Tahun 2012, perusahaan pemberi pekerjaan adalah perusahaan yang menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaanya kepada perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. b. Perusahaan Yang Melaksanakan Sebagian Pekerjaan : 1) Perusahaan Penerima Pemborongan Menurut Pasal 1 Angka 2 Permenakertrans No.19 Tahun 2012, perusahaan penerima pemborongan adalah perusahaan yang berbentuk

22 badan hukum yang memenuhi syarat untuk menerima pelaksanaan sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan. 2) Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja Menurut Pasal 1 Angka 3 Permenakertrans No.19 Tahun 2012, perusahaan penyedia jasa pekerja adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang memenuhi syarat yaitu berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi ketenagakerjaan untuk melaksanakan kegiatan jasa penunjang perusahaan pemberi pekerjaan. c. Pekerja Pengertian pekerja/buruh dalam konteks praktik outsourcing diatur dalam Pasal 1 Angka 6 Permenakertrans No.19 Tahun 2012 yaitu, setiap orang yang bekerja pada perusahaan penerima pemborongan atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Penegasan imbalan dalam bentuk lain ini karena ada pula pekerja/buruh yang menerima imbalan dalam bentuk barang. 8 2. Hubungan Kerja Pada Perjanjian Kerja Outsourcing a. Hubungan Kerja Hubungan kerja adalah hubungan hukum antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja. Adanya perjanjian kerja yang dibuat merupakan ikatan antara pengusaha dan pekerja. Dengan perkataan 8 Iftida Yasar, Apakah Benar Outsourcing Bisa Dihapus?, h.45.

23 lain, ikatan karena adanya perjanjian kerja inilah yang merupakan hubungan kerja. 9 Hubungan kerja yang terjadi dalam praktik outsourcing ini berbeda dengan hubungan kerja pada umumnya, karena dalam outsourcing terdapat hubungan kerja segi tiga, dikatakan bersegi tiga karena terdapat 3 (tiga) pihak yang terlibat dalam hubungan kerja outsourcing, yaitu pihak perusahaan pemberi pekerjaan, pihak perusahaan yang melaksanakan sebagaian pekerjaan (Perusahaan Outsourcing) dan terakhir adalah pihak pekerja/buruh. Maka hubungan kerja yang terjalin diantara ketiganya adalah hubungan kerja antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan outsourcing, dan hubungan kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerja/buruh. Hubungan kerja antara perusahaan outsourcing dengan pekerja/buruh diatur dalam Pasal 65 ayat (4), (6) dan (7) Undang-Undang Ketenagakerjaan, berikut adalah bunyi ayat pada pasal tersebut : (4) Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh di perusahaan lain sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja di perusahaan pemberi pekerjaan, atau sesuai dengan perundang-undangan. 9 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, h.45.

24 (6) Hubungan kerja pada outsourcing diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dengan karyawan yang dipekerjakannya. (7) Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) dan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang sama Pasal 59. Selain itu hubungan kerja pada pekerjaan outsourcing juga diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Permenakertrans No.19 Tahun 2012. Bunyi Pasal 29 ayat (1) adalah hubungan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dengan pekerja/buruh dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). b. Perjanjian Kerja Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, hubungan kerja dalam praktik outsourcing dapat didasarkan atas PKWTT dan PKWT. PKWTT merupakan perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap, jangka waktunya tidak ditentukan, baik dalam perjanjian, undang-undang, maupun kebiasaan. Dalam PKWTT dapat dipersyaratkan adanya masa percobaan kerja maksimal tiga bulan. Sedangkan PKWT merupakan

25 perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu yang bersifat sementara dan selesai dalam waktu tertentu. Perjanjian kerja yang lazim digunakan pada perusahaan outsourcing adalah PKWT. Perjanjian ini dianggap lebih fleksibel bagi perusahaan outsourcing karena lingkup pekerjaan dan perusahaan pemberi kerja yang berubah-ubah. 10 c. Jenis Pekerjaan Yang Dapat Diserahkan Pada dasarnya pekerjaan yang bisa diserahkan (dioutsource) adalah pekerjaan penunjang (non core) dan bukan pekerjaan utama (core). Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 66 Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berbunyi pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melakasanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak beruhubungan langsung dengan proses produksi. Kemudian ketentuan lain yang mengatur jenis pekerjaan yang dapat diserahkan yaitu Pasal 65 ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan jo. Pasal 3 ayat (2) Permenakertrans No.19 Tahun 2012, pasal tersebut menyatakan pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 10 Iftida Yasar, Apakah Benar Outsourcing Bisa Dihapus?, h. 27.

26 (a) (b) Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; (c) (d) Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dan Tidak menghambat proses produksi secara langsung. Jenis pekerjaan yang dapat diserahkan juga dijelaskan lebih lanjut pada Permenakertrans No.19 Tahun 2012 yaitu Pasal 17 ayat : (2) Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh harus merupakan kegiatan jasa penunjang atau yang tidak berhubungan langsn dengan proses produksi. (3) Kegiatan jasa penunjang yang dapat diserahkan pada perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh meliputi: 1. Usaha pelayanan kebersihan (cleaning service); 2. Usaha penyedia makanan bagi pekerja/buruh (catering); 3. Usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan); 4. Usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan; dan 5. Usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh.

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK-HAK PEKERJA OUTSOURCING A. Perlindungan Bagi Pekerja/Buruh Outsourcing Dalam Pasal 65 ayat (4) Undang-Undang Ketenagakerjaan, juga dijelaskan mengenai perlindungan kerja pada pekerjaan outsourcing sekurangkurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Perlindungan kerja dapat dilakukan baik dengan jalan memberikan tuntunan, santunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan sosial ekonomi melalui norma yang berlaku dalam perusahaan. Dengan demikian, secara teoritis dikenal ada tiga jenis perlindungan kerja, yaitu sebagai berikut: 1) Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh mengenyam dan mengambangkan peri kehidupannya sebagai manusia pada umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan sosial ini disebut juga dengan kesehatan kerja. 2) Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang dapat ditimbulkan oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini lebih sering disebut sebagai keselamatan kerja. 27

28 3) Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk meberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup guna memenuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya, termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan jenis ini biasanya disebut dengan jamian sosial. 1 B. Tujuan Perlindungan Hukum Bagi pekerja Outsourcing : Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja outsourcing dalam perusahaan sekurang-kurangnya sama dengan pekerja pada perusahaan pemberi kerja tersebut. Hal ini berguna agar terdapat perlakuan yang sama terhadap pekerja outsourcing maupun pekerja dalam perusahaan pemberi kerja karena pada hakikatnya bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama, sehingga tidak ada lagi syarat kerja, upah, dan perlindungan kerja yang lebih rendah. 2 Perlindungan hukum pekerja outsourcing diterapkan untuk melindungi para pekerja/buruh outsourcing dari kesewenang-wenangan pihak pemberi kerja/pengusaha. Dengan menegakkan perlindungan hukum, hak-hak pekerja outsourcing tetap terjamin pada saat masa kerja dan ketika perusahaan pemberi kerja tidak lagi memberikan pekerjaan borongan atau penyediaan jasa pekerja/buruh kepada suatu perusahaan outsourcing yang lama karena habis masa kontrak dan memberikan pekerjaan tersebut kepada perusahaan outsourcing yang baru. 1 Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja,(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2008), h. 86. 2 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h.221.

29 Dengan demikian, maka selama pekerjaan yang diperintahkan untuk dikerjakan masih ada dan berlanjut, perusahaan penyedia jasa baru tersebut harus melanjutkan kontrak kerja yang telah ada sebelumnya, tanpa mengubah ketentuan yang ada dalam kontrak, tanpa persetujuan pihak-pihak yang berkepentingan, kecuali perubahan untuk meningkatkan keuntungan bagi pekerja/buruh karena bertambahnya pengalaman dan masa kerjanya. C. Hak-Hak Bagi Pekerja Hak adalah sesuatu yang harus diberikan seseorang sebagai akibat dari kedudukan atau status dari seseorang, sedangkan kewajiban adalah suatu prestasi baik berupa benda atau jasa yang dilakukan oleh seseorang karena kedudukan atas statusnya. 3 Hak bagi pekerja pada dasarnya adalah salah satu hak asasi manusia. Setiap manusia berhak untuk memiliki standar kehidupan yang layak, yang menjangkau hak atas kesehatan, hak atas perumahan, hak atas pendidikan, dan lain-lain. Setiap pekerja memiliki hak-hak yang jaminan perlindungannya tercantum dalam berbagai aturan hukum nasional dan internasional, yaitu : 1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selain itu pada Pasal 28 H ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 mengatakan pula bahwa setiap orang h.22. 3 Darwin Prints, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000),

30 berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Sehingga kedua pasal pada konstitusi kita mencerminkan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk memberikan jaminan sosial kepada seluruh warga negaranya. 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan : a. Hak memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan (Pasal 5); b. Hak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha (Pasal 6); c. Hak memperoleh dan/atau meningkatkan dan/atau mengembangkan kompetensi kerja sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan melalui pelatihan kerja (Pasal 11); d. Hak memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan kerja sesuai dengan bidang tugasnya (Pasal 12 ayat (3)); e. Hak memperoleh pengakuan kompetensi kerja setelah mengikuti pelatihan kerja yang diselenggarakan lembaga pelatihan kerja pemerintah, lembaga pelatihan kerja swasta atau pelatihan di tempat kerja (Pasal 18 ayat (1)); f. Hak untuk memilih, mendapatkan atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri (Pasal 31);

31 g. Hak pekerja/buruh perempuan untuk memperoleh istirahat selama satu setengah bulan sebelum saatnya melahirkan dan satu setengah bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan (Pasal 82 ayat (1)); h. Hak pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan untuk memperoleh istirahat satu setengah bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan (Pasal 82 ayat (2)); i. Hak untuk menggunakan waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (2) huruf b,c dan d, Pasal 80 dan Pasal 82 dengan mendapat upah penuh (Pasal 84); j. Hak untuk memperoleh perlindungan atas : 1) Keselamatan kerja; 2) Moral dan kesusilaan; dan 3) Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama (Pasal 86 ayat (1)); k. Hak untuk memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 ayat (1)); l. Hak memperoleh jaminan social tenaga kerja (Pasal 99 ayat (1)); m. Hak untuk membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh (Pasal 104 ayat (1)); n. Hak untuk mengadakan mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan (Pasal 137);

32 3. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja : a. Hak atas jaminan sosial tenaga kerja (Pasal 3 ayat (2)); b. Hak menerima jaminan kecelakaan kerja bagi pekerja/buruh yang tertimpa kecelakaan kerja (Pasal 8 ayat (1)); c. Hak untuk menerima jaminan kematian yang diberikan kepada keluarga pekerja/buruh, bila pekerja/buruh meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja (Pasal 12 ayat (1)); d. Hak untuk memperoleh jaminan pemeliharaan kesehatan bagi pekerja/buruh berikut dengan suami atau isteri dan anak (Pasal 16 ayat (1)); e. Hak atas jaminan hari tua karena faktor usia pensiun 55 (lima puluh lima) tahun, cacat tetap total atau beberapa alasan lainnya (Pasal 14 dan Pasal 15); 4. Pasal 29 ayat (2) Permenakertrans No.19 Tahun 2012 : a. Hak atas cuti apabila telah memenuhi syarat masa kerja; b. Hak atas jaminan sosial; c. Hak atas tunjangan hari raya; d. Hak istirahat paling singkat 1 (satu) hari dalam 1 (satu) minggu; e. Hak menerima ganti rugi dalam hal hubungan kerja diakhiri oleh perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh sebelum perjanjian kerja waktu tertentu berakhir bukan karenan pekerja;

33 f. Hak atas penyesuaian upah yang diperhitungkan dari akumulasi masa kerja yang dilalui; dan g. Hak-hak lain yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan/atau perjanjian kerja sebelumnya. 5. Hak-hak pekerja/buruh outsourcing juga tertuang dalam perjanjian internasional yaitu Pasal 22-25 Universal Declaration of Human Right (UDHR) a. Article 22 Everyone, as a member of society, has the right to social security and is entitled to realization, through national effort and international cooperation and in accordance with the organization and resources of each State, of the economic, social and cultural rights indispensable for his dignity and the free development of his personality. b. Article 23 1. Everyone has the right to work, to free choice of employment, to just and favorable conditions of work and to protection against unemployment. 2. Everyone, without any discrimination, has the right to equal pay for equal work. 3. Everyone who works has the right to just and favorable remuneration ensuring for himself and his family an existence