TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA NASKAH PUBLIKASI

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR PUSTAKA BUKU. Al Marsudi, Subandi, 2001, Pancasila dan UUD 1945 Dalam Paradigma Reformasi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

ASPEK HUKUM PEMBERHENTIAN DAN PENGGANTIAN ANTAR WAKTU (PAW) ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Husendro

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 72/PUU-X/2012 Tentang Keberadaan Fraksi Dalam MPR, DPR, DPD dan DPRD

I.PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD Tahun 1945) menyatakan

2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PARA PEMOHON Deden Rukman Rumaji; Eni Rif ati; Iyong Yatlan Hidayat untuk selanjutnya secara bersama-sama disebut Para Pemohon.

BAB II TINJAUAN KEBERADAAN LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 21/PUU-XVI/2018

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN : BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN TEKNIS VERIFIKASI SYARAT CALON PENGGANTI ANTARWAKTU ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH PEMILIHAN UMUM TAHUN 2009

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 008/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 12 Mei 2006

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 38/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Hak Recall

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2003 TENTANG

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 4/PUU-XV/2017 Pemilihan Pimpinan DPR oleh Anggota DPR Dalam Satu Paket Bersifat Tetap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG

2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rak

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 22/2003, SUSUNAN DAN KEDUDUKAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 51/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

Ringkasan Putusan.

Bab III Keanggotaan. Bagian Kesatu. Umum

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

d. Mendeskripsikan perkembangan politik sejak proklamasi kemerdekaan.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 73/PUU-XII/2014 Kedudukan dan Pemilihan Ketua DPR dan Ketua Alat Kelengkapan Dewan Lainnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut prinsip kedaulatan

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/DPR RI/TAHUN 2009 TENTANG TATA TERTIB

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KEDUA Perkara Nomor 79/PUU-XII/2014 Tugas dan Wewenang DPD Sebagai Pembentuk Undang-Undang

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 mengandung empat pokok pikiran yang meliputi suasana dari

POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 47/PUU-XV/2017 Hak Angket DPR Terhadap KPK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

RINGKASAN PUTUSAN.

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

Makalah Mengenai Keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) Dalam Ketatanegaraan Indonesia BAB I PENDAHULUAN

5. Kosmas Mus Guntur, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon V; 7. Elfriddus Petrus Muga, untuk selanjutnya disebut sebagai Pemohon VII;

PROBLEMATIKA KETETAPAN MPR PASCA REFORMASI DAN SETELAH TERBITNYA UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2011

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Problematic MPR Decree Post Reform and After The Issuance of Law No. 12 of 2011

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI BIDANG LEGISLASI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 18/PUU-IX/2011 Tentang Verifikasi Partai

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 45/PUU-XV/2017 Kewajiban Pengunduran Diri Bagi Anggota DPR, DPD dan DPRD Dalam PILKADA

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 109/PUU-XIV/2016 Jabatan Pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

Transkripsi:

TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Oleh: MUCHLIS SETIAJI NIM. C.100.110.123 e-mail: msetiajipatriot@gmail.com FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

HALAMAN PENGESAHAN Naskah Publikasi ini telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Pembimbing I Pembimbing II (Dr. Aidul Fitriciada Azhari, S.H., M.Hum.) (Iswanto, S.H., M.H.) Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta (Dr. Natangsa Surbakti, S.H.,M.Hum.) ii

1 TINJAUAN YURIDIS HAK RECALL OLEH PARTAI POLITIK DALAM SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA Muchlis Setiaji NIM.C.100.110.123 Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta msetiajipatriot@gmail.com ABSTRAK Sistem pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota saat ini menggunakan sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak. Berkaitan dengan hak recall oleh partai politik terhadap anggota DPR, pengaturan tersebut masih menjadi masalah dikarenakan anggota DPR terpilih berdasarkan legitimasi dari rakyat. Hak recall tidak sesuai dengan prinsipprinsip kedaulatan rakyat di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya jika dikaitkan dengan sistem proporsional terbuka saat ini, hak recall oleh partai politik terhadap anggota DPR dirasa masih perlu, tetapi partai politik perlu memperhatikan aspirasi konstituen. Kata kunci : hak recall, kedaulatan rakyat, proporsional terbuka A JURIDICAL STUDY ON RECALL RIGHT BY POLITICAL PARTY IN OPEN PROPORTIONAL GENERAL ELECTION SYSTEM ABSTRACT General election system to elect the members of DPR, DPRD of Province, and DPRD of Regency/Municipal employed an voting-based open proportional system. Regarding with of recall right by the political party against the members of DPR, the regulation still to be problem because the members of DPR is due to legitimacy of people. The Recall right was not consistent with the principles of people sovereignty in Indonesia based on the 1945 Constitution. Then, if related to the open proportional system today, the recall right is still considered as necessary, but the political party should take the aspiration of their constituents. Keywords : recall right, principles of people sovereignty, open proportional 1

2 PENDAHULUAN Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 telah membawa perubahan besar dalam kehidupan bangsa Indonesia. Salah satu perubahannya ialah perubahan gagasan kedaulatan rakyat dalam UUD 1945. Dalam hal ini, MPR tidak lagi sebagai pemegang mandat tunggal yang tertinggi (supremasi parlemen), melainkan kedaulatan rakyat dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar (supremasi konstitusi). Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang semula berbunyi Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. menjadi Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Perwujudan dari kedaulatan rakyat tersebut ditunjukkan dengan adanya pemilu yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 22E ayat (1) dan (2) UUD 1945. 1 Dalam perkembangannya, sistem pemilu di Indonesia dalam hal ini sistem pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota mengalami berbagai perubahan sistem dari mulai sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar 2 dan pada pemilu tahun 2014 menggunakan sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak. 3 1 Pasal 22E ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Perubahan Ketiga, Ayat (1) berbunyi Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.. Kemudian ayat (2) berbunyi Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 2 Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum Pemilihan Umum dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar. 3 Pasal 5 ayat (1) UU No. 8 Tahun 2012 juncto Pasal 215 UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.

3 Sehingga, anggota DPR terpilih merupakan legitimasi dari rakyat secara penuh. Bukan lagi legitimasi dari partai politik. Dengan adanya dampak yang ditimbulkan dari sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak memiliki korelasi jika dikaitkan dengan hak recall oleh partai politik sebagaimana diatur dalam Pasal 213 ayat (2) huruf e UU No. 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD juncto dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d UU No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, maka pengaturan tersebut masih menjadi persoalan. Hal tersebut disebabkan dengan terpilihnya anggota DPR merupakan legitimasi dari rakyat dan partai politik sudah tidak mempunyai hak untuk menentukan. Selanjutnya, hal itu juga diperkuat dengan dissenting opinion Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan MK No. 008/PUU-IV/2006 yang menyatakan bahwa jika alasan yang diajukan partai politik untuk mengusulkan penarikan anggotanya dari DPR berupa pelanggaran AD/ART Partai Politik, tidak dapat dibenarkan sertamerta tanpa melalui satu due process of law dalam mekanisme hukum yang dapat memeriksa kelayakan alasan tersebut. 4 Beberapa kasus hak recall oleh partai politik terhadap anggota DPR pernah terjadi di Indonesia termasuk dalam beberapa tahun terakhir ini. 5 Dengan 4 M. Hadi Subhan, Recall: Antara Hak Partai Politik dan Hak Berpolitik Anggota Parpol, Jurnal Konstitusi Vol. 3 Nomor 4 Tahun 2006, hal. 38-39. 5 M. Lutfi Chakim, Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Praktek Ketatanegaran di Indonesia, Jum at, 09 Desember 2011, dan http://lutfichakim.blogspot.com/2011/12/hak-recall-partai-politik-terhadap.html diunduh 21 Oktober 2011, pukul 01.00 WIB. dan baca juga Fathudin, Seputar Hak Recall Partai Politik, 2 Mei 2014, https://fathuddien.wordpress.com/2014/05/02/seputar-hak-recall-partai-politik/ diunduh pada tanggal 21 Oktober 2014 pukul 01.00 WIB.

4 adanya problematika mengenai hak recall partai politik terhadap anggota DPR tersebut. Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah pertama, apakah hak recall terhadap anggota DPR oleh partai politik sesuai dengan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945?. Kedua, perlukah hak recall oleh partai politik terhadap anggota DPR dalam sistem pemilu proporsional terbuka? Tujuan Penelitian ini adalah pertama, menjelaskan sesuai atau tidaknya hak recall terhadap anggota DPR oleh partai politik berkenaan dengan prinsipprinsip kedaulatan rakyat di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua, menjelaskan perlu atau tidaknya hak recall oleh partai politik terhadap anggota DPR dalam sistem pemilu proporsional terbuka. Dalam penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan kegunaan, adapun manfaat dan kegunaan tersebut yakni adalah pertama, manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan pemikiran di bidang ilmu hukum pada umumnya dan hukum tata negara pada khususnya mengenai sesuai atau tidaknya hak recall oleh partai politik terhadap anggota DPR dengan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan perlu atau tidaknya hak recall oleh partai politik dalam sistem pemilu proporsional terbuka. Kedua, manfaat praktis. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi DPR sebagai badan legislatif di Indonesia dalam rangka menindaklanjuti keberadaan hak recall terhadap anggota DPR oleh partai politik.

5 Penelitian ini mendasarkan pada penelitian hukum yang dilakukan dengan pendekatan in abstracto yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan peraturan perundang-undangan. 6 Adapun jenis penelitian ini lebih bersifat deskriptif analitis, karena bermaksud menggambarkan secara jelas dan sistematis serta menganalisa tentang sesuai atau tidaknya hak recall oleh partai politik dengan prinsip kedaulatan rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan perlu atau tidaknya hak recall oleh partai politik dalam sistem pemilu proporsional terbuka. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sesuai atau Tidaknya Hak Recall Terhadap Anggota DPR oleh Partai Politik Berkenaan Dengan Prinsip-Prinsip Kedaulatan Rakyat di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Anggota DPR yang pernah direcall ataupun yang pernah diusulkan untuk dilakukan oleh partai politik yang bersangkutan dari mulai tahun 1977 s.d. 2014 tercatat dengan jumlah 37 orang. 7 Dalam sejarah dan perkembangannya dapat dikatakan bahwa Recall telah hadir dan dikenal secara formal di bumi Indonesia sejak Orde Baru berkuasa di pemerintahan, yakni tahun 1966 melalui UU No. 10 Tahun 1966 yang mengatur tentang Kedudukan MPRS dan DPR-GR. 8 Hak recall sempat ditiadakan pada tahun 1999, hal tersebut dapat dibuktikan dalam Undang- 6 Digilib.unila.ac.id/3568/13/BAB%20lll.pdf, diunduh pada tanggal 8 Januari 2014 pukul 12.15 WIB. 7 Ni matul Huda, 2011, Recall Anggota DPR dan DPRD Dalam Dinamika Ketatanegaraan Indonesia, Mimbar Hukum Volume 23, Nomor 3, hal. 463-464, baca pula M. Lutfi Chakim, Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Praktek Ketatanegaran di Indonesia, Jum at, 09 Desember 2011, http://lutfichakim.blogspot.com/2011/12/hak-recallpartai-politik-terhadap.html diunduh 21 Oktober 2011, pukul 01.00 WIB, Fathudin, Seputar Hak Recall Partai Politik, 2 Mei 2014, dan lihat juga https://fathuddien.wordpress.com/2014/05/02/seputar-hak-recall-partai-politik/ diunduh pada tanggal 21 Oktober 2014 pukul 01.00 WIB, dan Ni matul Huda, 2011, Recall Anggota DPR dan DPRD Dalam Dinamika Ketatanegaraan Indonesia, Mimbar Hukum Volume 23, Nomor 3, hal. 463-464. 8 Ni matul Huda, Op.Cit., hal. 462-267.

6 Undang Nomor 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Akan tetapi, hak recall kembali muncul pada dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, dan DPRD. Hingga kini di tahun 2015, hak recall masih diatur dalam ketentuan Pasal 213 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Dengan adanya pengaturan mengenai hak recall dari masa Orde Baru sampai saat ini di tahun 2005, telah terbukti ada 36 (tiga puluh enam) anggota DPR yang pernah diusulkan recall oleh partai politik dan disetujui recall oleh pimpinan DPR terhitung sejak tahun 1977 s.d. 2014. Hak recall dapat dikatakan menjadi momok yang menakutkan bagi anggota DPR. Menarik dengan adanya Dissenting Opinion Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 008/PUU- IV/2006 terkait Hak Recall oleh partai politik yang menyatakan bahwa: Bahwa recall menyebabkan seseorang anggota dewan tidak mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum, serta perlakuan yang adil dalammenjalankan tugas konstitusionalnya selaku anggota DPR,sebagaimana dijamin konstitusi berdasarkan Pasal 28D ayat (1) dan (2) UUD 1945. Pasal 12 huruf b UU Parpol, diberhentikan dari keanggotaan partai politik karena melanggar anggaran dasar dan rumah tangga, yang dikukuhkan dalam Pasal 85 ayat(1) huruf c UU Susduk, yang menyatakan anggota berhenti antarwaktu karena diusulkan partai politik yang bersangkutan,sesungguhnya telah membiarkan hukum yang bersifat privat (privaatrechtelijk) mengesampingkan hukum publik dalam masalah konstitusional hubungan antara wakil rakyat, rakyat pemilih, dan dengan lembaga negara yang memperoleh kewenangannya dari UUD 1945. Meskipun tidaklah menjadi maksud untuk meniadakan peran partai politik dalam hubungannya dengan anggota DPR dalam menjalankan tugas konstitusional baik fungsi legislasi, pengawasan, anggaran dan menyampaikan aspirasi rakyat pemilihnya, akan tetapi dalam

7 menjalankan perantersebut tidaklah boleh dibiarkan berlangsung tanpa batasan. Batasan yang diindentifikasi dengan menempatkan peran hukum konstitusi sebagai hukum publik yang turut mengaturnya harus membuka kemungkinan seluas-luasnya bagi wakil rakyat tersebut memenuhi sumpah jabatannya untuk menjalankan kewajibannya seadil-adilnya, dengan memegang teguh Pancasila dan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan yangberlaku, untuk menegakkan demokrasi demi tujuan nasional dan kepentingan bangsa serta NKRI. Peran partai politik sebagai peserta pemilu anggota DPR dan anggota DPRD sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945, memang membenarkan dan sah secara konstitusional jika seorang anggota partai politik tertentu yang menjadi anggota DPR menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik tertentu yang mengusungnya, untuk juga diusulkan pemberhentiannya dari DPR. Akan tetapi jika alasan yang diajukan partai politik untuk mengusulkan penarikan anggotanya dari DPR berupa pelanggaran AD/ART Partai Politik, tidak dapat dibenarkan sertamerta tanpa melalui satu due process of law dalam mekanisme hukum yang dapat memeriksa kelayakan alasan tersebut. 9 Hak recall telah menggeser dari kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan partai. Hal tersebut bertentangan konstitusi. Hak recall juga menjadi penghalang anggota DPR untuk memperjuangkan aspirasi dari masyarakat. Peran partai politik sebagai peserta pemilu anggota DPR dan anggota DPRD sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 22E ayat (3) UUD 1945, memang membenarkan dan sah secara kosntitusional jika seorang anggota partai politik tertentu yang menjadi anggota DPR menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik tertentu yang mengusungnya, untuk juga diusulkan pemberhentiannya dari DPR. Akan tetapi jika alasan yang diajukan partai politik untuk mengusulkan penarikan anggotanya dari DPR berupa pelanggaran AD/ART Partai Politik, tidak dapat dibenarkan sertamerta tanpa melalui due process of law dalam mekanisme hukum yang dapat memeriksa kelayakan alasan tersebut atau dalam hal ini putusan 9 Putusan Mahkamah Kontitusi Nomor 008/PUU-IV/2006.

8 pengadilan lah yang berwenang menentukan sah atau tidaknya recalling oleh partai politik. Fungsi DPR dan Hak Anggota DPR serta Kewajiban Anggota DPR telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Peraturan Perundang-Undangan. 10 Dengan adanya amandemen UUD 1945 dalam hal ini mengenai kedaulatan rakyat di Indonesia diwujudkan dengan perubahan dari supremasi parlemen menuju pada supremasi konstitusi. Artinya, kedaulatan rakyat dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar. Hal itulah yang dituangkan dalam ketentuan pasal 1 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Maka dari itu, untuk mewujudkan kedaulatan rakyat diwujudkan salah satunya dengan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, Presiden dan Wakil Presiden. Instrumen untuk mewujudkan demokrasi selain pemilu yaitu partai politik. Dengan adanya pemilihan umum, maka kedaulatan rakyat dapat tersalurkan melalui anggota legislatif yang terpilih. Sehingga anggota DPR yang terpilih merupakan hasil legitimasi dari rakyat Indonesia. Maka anggota DPR bertanggung jawab mengemban amanah sebagai wakil rakyat di parlemen untuk memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya mengenai prinsip-prinsip Kedaulatan Rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Prinsip-prinsip kedaulatan rakyat di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara lain pertama, prinsip kebebasan yang tertuang pada ketentuan Pasal 28, Pasal 28E, Pasal 28G ayat (2), dan Pasal 28I ayat (2). Kedua, prinsip 10 Lihat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.

9 persamaan atau kesetaraan yang telah tercermin dalam ketentuan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2). Ketiga, prinsip suara mayoritas, yang telah tertuang dalam ketentuan Pasal 2 ayat (3), Pasal 6A ayat (3) dan ayat (4), Pasal 7B ayat (3) dan (7), dan Pasal 37 ayat (4). Selanjutnya, yang keempat, yaitu prinsip pertanggungjawaban yang dapat ditunjukkan dalam ketentuan pasal 7A dan 22B UUD 1945. Prinsip-prinsip tersebut apabila dapat dilaksanakan maka terwujudlah demokrasi atau kedaulatan rakyat di Indonesia. 11 Setelah dilakukan analisis mengenai hak recall dengan menggunakan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang termasuk dalam prinsip-prinsip kedaulatan rakyat. Maka dapat disimpulkan bahwa hak recall tidak sesuai dengan prinsip kebebasan, prinsip persamaan atau kesetaraan, prinsip suara mayoritas, dan prinsip pertanggungjawaban sebagaimana ketentuan dari masing-masing prinsip telah tercermin dalam beberapa pasal di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hak recall tidak sesuai dengan prinsip-prinsip kedaulatan rakyat berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perlu atau Tidaknya Hak Recall oleh Partai Politik Terhadap Anggota DPR Dalam Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Jika dilihat dari sejarah dan perkembangannya, sistem pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten atau kota mengalami beberapa perubahan. Adapun sistem yang digunakan dari mulai sistem 11 Khairul Fahmi, 2011, Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, hal. 141-147.

10 proporsional berdasarkan stelsel daftar 12 dan terakhir pada pemilu tahun 2014, menggunakan sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak. 13 Pasca dibacakannya putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 dalam perkara pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa penetapan calon terpilih anggota legislatif adalah berdasarkan suara terbanyak. Oleh karena itu, sejak pemilu 2009 sampai sekarang, sistem pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota menggunakan sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak. Hal tersebut saat ini telah diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.. Adapun penetapan calon terpilih anggota DPR diatur dalam ketentuan Pasal 215 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Dengan demikian, sistem proprosional terbuka yang berdasarkan suara terbanyak telah menempatkan kedaulatan benar-benar di tangan rakyat sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Maka hak recall terhadap anggota DPR saat ini tidak sepenuhnya berada di tangan partai politik, karena anggota DPR yang terpilih berdasarkan hasil legitimasi dari konstituen dalam hal ini masyarakat Indonesia. Hal ini berbeda ketika, sistem pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota menggunakan sistem 12 Pasal 1 ayat (7) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum Pemilihan Umum dilaksanakan dengan menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar. 13 Pasal 5 ayat (1) UU No. 27 Tahun 2009 jo Pasal 215 UU No. 27 Tahun 2009.

11 proporsional terbuka berdasarkan stelsel daftar yang diberlakukan pada pemilu legislatif sebelum tahun 2009. Sehingga anggota DPR yang terpilih bukan hasil dari legitimasi rakyat, namun hasil legitimasi dari partai politik. Saai itu partai politik masih mempunyai hak untuk menentukan penetapan anggota DPR yang terpillih. Rakyat pada saat pemilu, hanya memilih partai politik, bukan memilih calon anggota DPR. Oleh karena itu, hak recall ketika diberlakukannya sistem proporsional terbuka berdasarkan stelsel daftar masih dapat diterima. Akan tetapi, jika saat ini sistem pemilu yang digunakan untuk memilih anggota DPR yaitu sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak. Maka partai politik tidak berhak secara mutlak untuk menggunakan hak recall, namun harus mempertimbangkan suara dari konstituen. Dalam hal ini bisa disebut sebagai Constituent Recall 14. Konstituen berhak untuk menentukan apakah anggota partai politik tersebut layak direcall ataukah tidak. PENUTUP Simpulan Sesuai atau Tidaknya Hak Recall Terhadap Anggota DPR oleh Partai Politik Berkenaan Dengan Prinsip-Prinsip Kedaulatan Rakyat di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hak recall merupakan hak yang dimiliki oleh partai politik untuk mengganti anggota DPR sebelum yang bersangkutan selesai masa jabatannya sehingga tidak lagi memiliki status keanggotaan di DPR. Hak recall saat ini masih diatur dalam ketentuan Pasal 213 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Pasal 16 ayat (1) Undang- 14 Jimly Asshiddiqie, Institut Peradaban Dan Gagasan Penguatan Sistem Pemerintahan, disampaikan sebagai orasi ilmiah dalam rangka peluncuran Institut Peradaban di Jakarta, 16 Juli 2012.

12 Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Hak recall telah menggeser dari kedaulatan rakyat menjadi kedaulatan partai. Memang dapat dibenarkan dan sah secara konstitusional jika seorang anggota parpol tertentu yang menjadi anggota DPR menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaan parpol tertentu yang mengusungnya, untuk juga diusulkan pemberhentiannya dari DPR. Akan tetapi jika alasan yang diajukan partai politik untuk mengusulkan penarikan anggotanya dari DPR berupa pelanggaran AD/ART Partai Politik, tidak dapat dibenarkan sertamerta tanpa melalui due process of law dalam mekanisme hukum yang dapat memeriksa kelayakan alasan tersebut atau dalam hal ini putusan pengadilan lah yang berwenang menentukan sah atau tidaknya recalling oleh partai politik. Setelah dilakukan analisis mengenai hak recall dengan menggunakan pasal-pasal dalam UUD 1945 yang termasuk dalam prinsip-prinsip kedaulatan rakyat. Maka dapat disimpulkan bahwa hak recall tidak sesuai dengan prinsip kebebasan, prinsip persamaan atau kesetaraan, prinsip suara mayoritas, dan prinsip pertanggungjawaban sebagaimana ketentuan dari masing-masing prinsip telah tercermin dalam beberapa pasal di Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Perlu atau Tidaknya Hak Recall oleh Partai Politik Terhadap Anggota DPR Dalam Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Pasca dibacakannya Putusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa penetapan calon terpilih anggota legislatif adalah berdasarkan suara terbanyak. Sejak pemilu 2009 sampai sekarang, sistem pemilu

13 untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota menggunakan sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak yang diatur dalam ketentuan Pasal 5 ayat (1) Jo Pasal 215 Undang-Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Dengan demikian, sistem proprosional terbuka yang berdasarkan suara terbanyak telah menempatkan kedaulatan benar-benar di tangan rakyat sesuai dengan ketentuan Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Maka hak recall terhadap anggota DPR saat ini tidak sepenuhnya berada di tangan partai politik, karena anggota DPR yang terpilih berdasarkan hasil legitimasi dari konstituen. Hak recall masih dapat dibenarkan sistem proporsional terbuka berdasarkan stelsel daftar karena anggota DPR yang terpilih merupakan legitimasi dari partai politik. Akan tetapi, jika sistem pemilu yang digunakan untuk memilih anggota DPR yaitu sistem proporsional terbuka berdasarkan suara terbanyak. Maka partai politik sudah tidak berhak secara penuh menggunakan hak recall, namun harus mempertimbangkan suara dari konstituen atau yang disebut dengan Constituent Recall. Saran Pertama, pengaturan hak recall perlu disempurnakan kembali karena sistem yang dianut dalam pemilihan umum anggota legislatif saat ini sudah berubah dari sistem pemilu proporsional terbuka dengan daftar nomor urut menjadi suara terbanyak. Penulis menyarankan adanya Constituent Recall dalam mekanisme recall terhadap anggota DPR oleh partai politik. Hal ini bertujuan untuk memberikan kesempatan atau hak kepada konstituen untuk mengusulkan recall kepada anggota DPR yang melakukan pelanggaran hukum. Dalam hal

14 usulan hak recall dikarenakan pelanggaran AD/ART, maka untuk memutuskan sah atau tidaknya hak recall ditentukan oleh putusan pengadilan. Kedua, dalam hal pemberhentian anggota DPR dikarenakan adanya pelanggaran hukum maupun pelanggaran kode etik anggota DPR, maka dalam proses pengambilan keputusan mengenai pemberhentian anggota DPR tersebut harus berdasarkan atas sidang paripurna DPR yang dihadiri oleh mayoritas anggota DPR. DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie, Jimly, Institut Peradaban Dan Gagasan Penguatan Sistem Pemerintahan, disampaikan sebagai orasi ilmiah dalam rangka peluncuran Institut Peradaban di Jakarta, 16 Juli 2012. Digilib.unila.ac.id/3568/13/BAB%20lll.pdf, diunduh pada tanggal 8 Januari 2014 pukul 12.15 WIB. Fahmi, Khairul, 2011, Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Fathudin, Seputar Hak Recall Partai Politik, 2 Mei 2014, https://fathuddien.wordpress.com/2014/05/02/seputar-hak-recall-partaipolitik/diunduh pada tanggal 21 Oktober 2014 pukul 01.00 WIB Hadi Subhan, M, dkk, 2006, Recall: Antara Hak Partai Politik dan Hak Berpolitik Anggota Parpol, Jurnal Konstitusi Vol. 3 Nomor 4. Huda, Ni matul, 2011, Recall Anggota DPR dan DPRD Dalam Dinamika Ketatanegaraan Indonesia, Mimbar Hukum Volume 23, Nomor 3. Lutfi Chakim, M, Hak Recall Partai Politik Terhadap Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam Praktek Ketatanegaran di Indonesia, Jum at, 09 Desember 2011, http://lutfichakim.blogspot.com/2011/12/hak-recall-partaipolitik-terhadap.html diunduh 21 Oktober 2011, pukul 01.00 WIB. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Tahun 1999 Nomor 23.

15 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 37. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 51. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 8. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Nomor 008/PUU-IV/2006 terkait Hak Recall oleh Partai Politik.