6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

dokumen-dokumen yang mirip
PUSANEV_BPHN. Prof. Dr. Suhaidi,SH,MH

BAB V PENUTUP. 1. Mengenai Perkembangan Penegakan Hukum Terhadap Kapal. Fishing (IUUF) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

Pembagian Kewenangan Dalam Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Peraturan Perundang-Undangan Di Perairan Indonesia

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. masalah-masalah hukum. Di Indonesia, salah satu masalah hukum

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB II PENGATURAN ILLEGAL FISHING DALAM HUKUM INTERNASIONAL. Dalam definisi internasional, kejahatan perikanan tidak hanya pencurian

Oleh Ir. SAID ASSAGAFF Gubernur Maluku

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dulu. Namun hingga sekarang masalah illegal fishing masih belum dapat

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Et Societatis Vol. V/No. 8/Okt/2017

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA DI BIDANG PERIKANAN

Designing and implementation of law in managing outermost small islands in North Sulawesi Province

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

BAB I PENDAHULUAN. Garis pantainya mencapai kilometer persegi. 1 Dua pertiga wilayah

VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TPB/SDGs TAHUN 2017 TUJUAN 14 EKOSISTEM LAUTAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

MUHAMMAD NAFIS PENGANTAR ILMU TEKNOLOGI MARITIM

GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM INDONESIA SEKTOR KELAUTAN

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

SENGKETA-SENGKETA PERBATASAN DI WILAYAH DARAT INDONESIA. Muthia Septarina. Abstrak

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

BAB V PENUTUP. Pencegahan Illegal Fishing di Provinsi Kepulauan Riau. fishing terdapat pada IPOA-IUU. Dimana dalam ketentuan IPOA-IUU

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA DI WILAYAH LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA. Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal. 1. Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pelaksanaan Strategi

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN AKHIR ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PEMBERANTASAN KEGIATAN PERIKANAN LIAR (IUU FISHING)

TARGET INDIKATOR KETERANGAN

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

No Laut Kepulauan (archipelagic sea lane passage) dan jalur udara di atasnya untuk keperluan lintas kapal dan Pesawat Udara Asing sesuai denga

22/09/2014 SEMINAR NASIONAL HUKUM LAUT FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ERLANGGA. Senin, 22 September 2014

7 PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PENGELOLA PERIKANAN TANGKAP DI PERBATASAN

LAMPIRAN II RENCANA KERJA PENATAAN RUANG UNTUK PEMANTAPAN KEAMANAN NASIONAL (PENANGANAN KAWASAN PERBATASAN)

LAPORAN AKHIR PENYELARASAN NASKAH AKADEMIK

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

UPAYA MEMBERI PAYUNG HUKUM YANG KOMPREHENSIF DI BIDANG KONSERVASI Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 29 April 2016; disetujui: 10 Mei 2016

BAB V KESIMPULAN. wilayah, tindakan atas hak dan kewajiban yang dilakukan di laut baik itu oleh

BAB III ISU DAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN KAWASAN PERBATASAN

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG KEBIJAKAN UMUM PERTAHANAN NEGARA PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DAMPAK KEGIATAN IUU-FISHING DI INDONESIA

LAPORAN KINERJA (LAKIP) TAHUN 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENENGGELAMAN KAPAL SEBAGAI USAHA MEMBERANTAS PRAKTIK ILLEGAL FISHING

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SKRIPSI ANALISIS YURIDIS PEMIDANAAN TERHADAP WARGA NEGARA ASING SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PERIKANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dijaga keamanan dan dimanfaatkan untuk kemakmuran Indonesia. Wilayah negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSLUSIF INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA AKSI PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

KEBIJAKAN PENGINTEGRASIAN KOMPONEN PERTAHANAN NEGARA

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJA SAMA INTERNASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

BAB 7 PEMANTAPAN POLITIK LUAR NEGERI DAN PENINGKATAN KERJASAMA INTERNASIONAL

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 18/MEN/2008 TENTANG AKREDITASI TERHADAP PROGRAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

Moratorium Perizinan Usaha Perikanan Tangkap

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG KEIMIGRASIAN

TUGAS HUKUM LAUT INTERNASIONAL KELAS L PERMASALAHAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN

SISTEMATIKA PEMAPARAN

Transkripsi:

243 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah yurisdiksinya masing-masing. Namun karena batas terluar wilayah negara senantiasa berbatasan dengan wilayah kedaulatan negara lain maka penetapan tersebut harus juga memperhatikan kewenangan otoritas negara lain melalui suatu kerjasama dan pernjanjian, misalnya dalam bidang survei dan penentuan batas wilayah darat maupun wilyah laut antara NKRI dengan negara lain yang selama ini tertuang dalam bentuk MoU maupun perjanjian-perjanjian penetapan garis batas laut. UUD 1945 hasil amandemen dalam pasal 25A telah mengamanatkan pembuatan UU untuk menetukan batas wilayah negara yang dijadikan pedoman dalam mempertahankan kedaulatan NKRI, memperjuangkan kepentingan nasional dan keselamatan bangsa, memperkuat potensi, memberdayakan dan mengembangkan sumberdaya alam bagi kemakmuran seluruh bangsa Indonesia. Dasar hukum wilayah negara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara yang menjadi dasar hukum untuk diketahui masyarakat internasional, terutama negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia, bahwa wilayah negara Kesatuan Republik Indonesia, adalah salah satu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka peneliti mengemukakan sejumlah simpulan, sebagai berikut : (1) Permasalahan pulau-pulau kecil di perbatasan negara karena letaknya yang strategis serta karakteristiknya yang unik, sehingga permasalahannya sangat kompleks, oleh karena pihak pemerintah dan pemerintah daerah harus melakukan tindakan yang cepat dan tepat serta konperenhensif dan berkelanjutan bagi sumberdaya alamnya, sekaligus membahas suatu naskah akademis dan rancangan undang-undang khusus pulau perbatasan negara.

244 (2) Hasil analisis menunjukkan bahwa penetapan batas wilayah menjadi prioritas utama dan dengan meningkatkan konsultasi regional dalam bidang ekonomi negara tetangga, serta meningkatkan intensitas pertemuan bilateral antar kedua negara (Indonesia dan Filipina), untuk mencari titik temu posisi titik dasar dan titik referensi di laut, sebagai acuan batas dalam peta wilayah negara, kemudian hasil kesepakatan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan. (3) Pulau-pulau kecil terluar di perbatasan negara mempunyai tingkat kerawanan terhadap pertahanan dan keamanan negara, terutama terhadap kejahatan transnasional, namun fasilitas untuk menunjang sistem pengawasan masih kurang terutama sarana dan prasarana, termasuk personil yang terlatih khusus untuk menangkal aktivitas ancaman masuknya terorisme dan perdagangan illegal seperti senjata dan bahan makanan. (4) Kondisi sosial ekonomi masyarakat masih tergantung pada hasil sumberdaya alam yang tersedia, sedangkan dalam musim-musim tertentu masyarakat terperangkap tidak bisa keluar dari pulau akibat cuaca dan musim gelombang laut yang tinggi. Sehingga ketergantungan masyarakat terhadap kebutuhan pangan harus di suplai dari negara tetangga karena jarak antar pulau terluar dan pulau ibukota kabupaten sangat jauh. (5) Pelintas batas masih terus berlangsung karena hubungan kekeluargaan yang sudah terjalin sejak dahulu, sehingga para pelintas batas terutama masyarakat Pulau Marore dan Pulau Miangas yang telah kawin-mawin dengan penduduk / masyarakat Filipina hingga saat ini tetap melakukan perkunjungan. Ketidak mampuan pemerintah daerah untuk memulangkan masyarakat Indonesia yang tinggal di Pulau Mindanao, karena penghasilan mereka lebih memadai dan lebih banyak apabila dibandingkan dengan hasil pendapatan apabila bekerja di pulaupulau di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud. (6) Karena penetapan kembali batas (delimitasi) ZEE sebagai konsep yang dikembangkan oleh negara-negara kepulauan sejauh 200 mil yang menjadi hak yurisdiksi belum ada kesepakatan, maka konsultasi bilateral dapat dilaksanakan

245 sekaligus antara penetapan ZEE dengan wilayah landas kontinen, sebagaimana diatur dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982. (7) Indonesia dan Filipina merupakan dua negara kepulauan yang berbatasan, dan telah meratifikasi UNCLOS 1982 sebagai perundang-undangan negara masingmasing, sehingga mensyaratkan adanya ZEE masing-masing negara kepulauan. (8) Wilayah ZEE yang terletak di antara negara Indonesia dan Filipina sering terjadi pelanggaran, terutama pencurian ikan, penyeludupan, dan kejahatan transnasional, Oleh karenanya perlu dilakukan penanganan khusus oleh kedua negara. (9) Dalam penentuan batas yang berdasarkan konvensi, yurisprudensi dan praktek negara tentang penetapan batas (delimitasi) maka penetapan batas wilayah ZEE antara Indonesia dan Filipina dapat dilakukan dengan persetujuan dan berpedoman pada prinsip sama jarak (equitable principles). (10) Kendala-kendala akibat belum adanya penetapan batas wilayah ZEE antara Indonesia dan Filipina, adalah masalah teknis yuridis, hak-hak perikanan tradisional, rute navigasi (ALKI), faktor sosio-kultural. (11) Dalam bidang kelautan dihadapi (1) masih adanya konflik antar sektor dalam pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut yang menyebabkan belum optimalnya manfaat sumber daya ini jika dibandingkan dengan potensinya; (2) pengendalian dan pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan terhadap illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing yang masih tumpang tindih antarsektor karena banyaknya lembaga pengawas (TNI AL, Polair, DKP, Bakorkamla), masih lemahnya penegakan hukum, serta kurang memadainya sarana dan prasarana yang ada; (3) masih adanya pelanggaran dalam pemanfaatan sumber daya alam dan aktivitas ekonomi yang tidak memperhatikan aspek lingkungan hidup yang menimbulkan kerusakan, pencemaran, dan penurunan kualitas sumber daya alam dan lingkungan hidup; (4) kurang memadainya kegiatan mitigasi dan adaptasi terhadap dampak perubahan iklim pada wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang rentan; (5) kurangnya pemahaman pentingnya tata ruang laut dan pulau-

246 pulau kecil; (6) belum memadainya sarana dan prasarana di pulau-pulau kecil dan masih adanya kesenjangan sosial-ekonomi antara pulau besar dan pulau kecil, serta belum optimalnya pengelolaan pulau-pulau kecil terdepan; (7) belum memadainya produk riset dan pemanfaatan hasil riset; serta (8) belum memadainya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia. (12) Peraturan Daerah di Provinsi Sulawesi Utara belum diadopsi oleh Kabupaten Kelautan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud, khusus tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat, walaupun Peraturan Daerah tersebut sudah disahkan sejak tahun 2003. 6.2 Saran Berdasarkan sejumlah simpulan tersebut, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : (1) Praktek illegal fishing sangat merugikan masyarakat nelayan setempat dan nelayan kapal perikanan Indonesia. Oleh karena itu perlu peningkatan pengawasan dan penegakan hukum oleh pihak TNI AL dan TNI AU termasuk peran serta pemerintah daerah dan masyarakat lokal. (2) Menjaga kerukunan kekeluargaan antara masyarakat lokal pulau-pulau terluar dengan masyarakat lokal Pulau Mindanao dan sekitarnya yang telah menetap di Filipina, dengan mengindentifikasi jumlah dan status kewarganegaraan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui berapa jumlah warga, pekerjaan, dan status kewarganegaraannya. (3) Sebagai tindakan sementara menunggu ditetapkannya perjanjian batas wilayah ZEE antara Indonesia dan Filipina, pemerintah Indonesia dan Filipina memperketat penjagaan keamanan wilayah tersebut dari tindakan-tindakan pelanggaran yang terjadi. (4) Pemerintah Indonesia dan pemerintah Filipina menangani secara serius mengenai status para warga negara yang berada atau tinggal di masing-masing

247 negara lain, dengan tanpa alasan yang sah. Tindakan ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya pelanggaran di wilayah masing-masing negara. (5) Pelanggaran di wilayah ZEE tersebut sangat merugikan kedua negara, maka jalan keluar atas kondisi tersebut adalah merintis kembali dilakukannya pembahasan tentang penetapan batas ZEE oleh pemerintah Indonesia dan Filipina. (6) Apabila diperlukan untuk penyusunan naskah akademis dan rancangan undang-undangan khusus tentang pulau-pulau di perbatasan negara dan peraturan pelaksanaannya seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Keputusan Menteri (KepMen), Peraturan Daerah (Perda) dan sebagainya, sebagai payung hukum yang berlaku secara vertikal maupun secara horizontal. (7) Perubahan status hukum dari Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau Terluar menjadi Undang-Undang. (8) Penyusunan Rencana Tata Ruang Pulau-Pulau Kecil terluar di perbatasan negara harus berdasarkan peta yang dikeluarkan oleh Bakosurtanal, dan tidak mengacu pada peta elektronik yang disajikan lewat internet oleh Google yang salah mencantumkan informasi nama pulau Miangas dalam peta, padahal dalam peta seharusnya pulau Sarangani dan pulau Balut di Filipina (Gambar 12). Oleh karena itu perlu usulan perbaikan dari pemerintah supaya peta elektronik dari perusahan Google di Amerika Serikat agar di perbaiki sesuai yang benar, agar tidak menimbulkan permasalahan dikemudian hari karena data dan informasi yang salah. (9) Status semua pulau-pulau kecil terluar perbatasan negara di Provinsi Sulawesi Utara dibuatkan Sertifikat khusus sebagai Pulau Negara.