KAJIAN TEKNIS DAN SOSIO-EKONOMIS PENGELOLAAN BERKELANJUTAN SUMBER DAYA GENETIK IKAN

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan PDB Kelompok Pertanian di Indonesia Tahun

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki sekitar pulau

kumulatif sebanyak 10,24 juta orang (Renstra DKP, 2009) ikan atau lebih dikenal dengan istilah tangkap lebih (over fishing).

BAB III KETERKAITAN SUMBER DAYA GENETIK DENGAN PATEN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK DARI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN * 2009 ** Kenaikan ratarata(%)

I. PENDAHULUAN. dari penangkapan ikan di laut. Akan tetapi, pemanfaatan sumberdaya tersebut di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

I. PENDAHULUAN. (Bahari Indonesia: Udang [29 maret 2011Potensi]

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa buah lokal adalah semua jenis buahbuahan

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki potensi besar dalam

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan

I. PENDAHULUAN. dan peranan penting bagi perekonomian Indonesia. Pembangunan perikanan

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

rovinsi alam ngka 2011

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

Oleh : Dr. Ir. Made L Nurdjana Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KARYA ILMIAH BISNIS DAN BUDIDAYA KEPITING SOKA. Di susun oleh : NAMA :FANNY PRASTIKA A. NIM : KELAS : S1-SI-09

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

i:.l'11, SAMBUTAN PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR KOTAK... GLOSARI viii xii DAFTAR SINGKATAN ...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. global saat ini. Sektor ini bahkan berpeluang mengurangi dampak krisis karena masih

I. PENDAHULUAN. potensi besar dalam pengembangan di sektor pertanian. Sektor pertanian di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas perairan yang di dalamnya terdapat beraneka kekayaan laut yang

I. PENDAHULUAN. pembangunan di Indonesia yakni sektor pertanian. Sektor pertanian. merupakan sektor yang penting dalam pembangunan Indonesia karena

NILAI EKONOMI EKOTURISME KEBUN RAYA BOGOR

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

6 Semua negara di Oceania, kecuali Australia dan Selandia Baru (New Zealand).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan. air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat.

LAPORAN TEKNIS JUDUL PENELITIAN EVALUASI DAMPAK INDUSTRIALISASI PERIKANAN PADA KAWASAN MINAPOLITAN UNTUK MENDUKUNG PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

PROGRAM PELESTARIAN PLASMA NUTFAH IKAN-IKAN PERAIRAN UMUM. Maskur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi laut, Indonesia mempunyai

PEMERINTAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA RANCANGAN PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR. TAHUN. TENTANG PENGELOLAAN TAMAN HUTAN RAYA BUNDER

I PENDAHULUAN. masyarakat serta desakan otonomi daerah, menjadikan tuntutan dan akses masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

REVITALISASI KEHUTANAN

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DIREKTORAT KONSERVASI DAN TAMAN NASIONAL LAUT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

Lampiran 3. Interpretasi dari Korelasi Peraturan Perundangan dengan Nilai Konservasi Tinggi

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Produksi, Produktivitas, dan Luas Areal Ubi Kayu di Indonesia Serta

Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali. Sutini NIM K UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013 DAN SURVEI PENDAPATAN RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN Latar Belakang

Agribisnis merupakan serangkaian kegiatan yang terkait dengan

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

BAB I PENDAHULUAN. dalam penggunaan sumberdaya alam. Salah satu sumberdaya alam yang tidak terlepas

MAKALAH MANAJEMEN AGRIBISNIS PERIKANAN PROSPEK BISNIS PERIKANAN 5 TAHUN KEDEPAN

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah laut Indonesia dikelilingi garis pantai sepanjang km yang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

MANAJEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN DI KABUPATEN BULUNGAN

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tulang punggung dunia dalam memasok pangan dunia terutama dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, maka secara

Bab 5 KINERJA SEKTOR PERIKANAN

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya hutan tropis untuk kepentingan pertanian terkait dengan upayaupaya

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Transkripsi:

KAJIAN TEKNIS DAN SOSIO-EKONOMIS PENGELOLAAN BERKELANJUTAN SUMBER DAYA GENETIK IKAN RUDHY GUSTIANO Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Sempur No. 1 Bogor 16154 email: rgustiano@yahoo.com ABSTRAK Sebagai salah satu negara yang memiliki keragaman hayati tinggi di dunia, seharusnya Indonesia dapat memanfaatkan potensi tersebut sebagai modal dasar pembangunan dalam mewujudkan ketahanan nasional. Namun demikian, hingga saat ini pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya genetik ikan yang ada belum optimal. Apabila hal ini terus berlangsung, potensi kekayaan sumber daya genetik yang besar tidak memberikan dampak nyata bagi kita untuk dinikmati, terlebih lagi akan berkurang/hilang sebelum dimanfaatkan secara optimal. Dalam makalah ini diuraikan potensi, aspek teknis, sosio-ekonomi dan pengelolaan sumber daya genetik ikan yang ada untuk memberikan gambaran potensi, keuntungan yang didapat apabila sumber daya genetik dikelola dengan tepat dan kerugiannya apabila terjadi salah kelola. Kata kunci: Pengelolaan, sumber daya genetik, ikan PENDAHULUAN Indonesia dikenal sebagai salah satu negara megabiodiversity (BAPPENAS, 2003). Namun demikian untuk kekayaan yang ada di perairan berupa tanaman air dan biota yang ada di dalamnya belum di ekploitasi secara optimal (GUSTIANO, 2005). Konsumsi ikan diperkirakan akan terus meningkat seiring kesadaran masyarakat akan arti penting nilai gizi produk perikanan bagi kesehatan dan kecerdasan otak. Tingkat konsumsi ikan penduduk Indonesia sekitar 4,8 juta ton pada tahun 2004 yang berarti telah mencapai 75% dari potensi sumberdaya ikan (6,4 juta ton per tahun). Sedangkan jumlah yang boleh ditangkap adalah 80%. Apabila seluruhnya pasok dari hasil penangkapan, maka pelestarian dari produksi tangkap akan terancam jika tidak dilakukan pengendalian. Oleh karena itu dimasa mendatang pasok ikan dari aktifitas perikanan budidaya sangat diharapkan. Selain untuk memenuhi pasokan ikan, peningkatan aktifitas perikanan budidaya juga dapat mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya genetik. Hanya yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan sumberdaya genetik adalah aspek pelestariannya agar pemanfaatan dapat berkelanjutan. Tidak sebagaimana yang terjadi pada industri udang dan pemeliharaan ikan dalam kantong jaring terapung di perairan umum yang tidak terkendali dan bermuara pada kemunduran perikanan budidaya nasional. Peristiwaperistiwa tersebut tidak akan terjadi kalau saja pengembangan intensifikasi dan industrialisasi perikanan berwawasan jauh ke depan, berwawasan lingkungan dan menerapkan manajemen pemeliharaan yang benar (GUSTIANO et al., 2005a). Produksi perikanan terbagi kedalam dua kelompok kegiatan, yaitu perikanan tangkap dan budidaya. Persentase produksi hingga tahun 2005 masih menunjukkan hasil kegiatan penangkapan (4.965.010 ton) masih jauh lebih besar dibandingkan dengan kegiatan budidaya (1.698.000 ton). Secara keseluruhan produk domestik bruto perikanan berdasarkan harga yang berlaku Rp. 55,266 milyar. Pada tahun 2005 devisa yang disumbangkan dari ekspor perikanan mencapai US$ 2,23 milyar dengan volume ekspor sebesar 1,1 juta ton. Volume impor hasil perikanan pada tahun 2005 mencapai 135.316 ton dengan nilai mencapai US$ 0,12 milyar. Nilai surplus (US$ 1,68 milyar) dari neraca perdagangan hasil perikanan tersebut menunjukkan keberhasilan. Adanya surplus neraca perdagangan hasil perikanan itu memberikan kontribusi pada peningkatan devisa terhadap negara. Potensi perikanan Indonesia dengan keragaman tertinggi di dunia (25%) merupakan 48

modal dasar yang akan habis apabila tidak dikelola secara arif dan bijak. GUSTIANO (2005) mengatakan bahwa Asia Pasifik menghadapi ancaman tertinggi pada ikan (247 spesies) dibandingkan dengan wilayah lainnya. Khusus Indonesia jumlah spesies yang masuk CITES semakin banyak. Mengingat potensi yang besar maka strategi pemanfaatan yang dipilih dapat memiliki target dan sasaran yang berbeda. Secara umum pengembangan sektor budidaya perikanan lebih berorientasi kepada jenis-jenis ekonomis penting seperti udang, kerapu, dan kakap yang diharapkan menjadi sumber pemasukkan devisa, peningkatan kesejahteraan dan daya beli masyarakat, dan lebih mengarah kepada industri perikanan. Disisi lain, sebagian besar masyarakat masih memiliki daya beli yang rendah. Untuk masyarakat pedesaan dan berpenghasilan rendah, protein asal ikan masih tergolong mewah dibandingkan dengan sumber protein lainnya. Kebutuhan akan ikan oleh masyarakat pedesaan lebih banyak dipenuhi oleh ikan-ikan yang bukan merupakan target utama atau hanya hasil sampingan baik pada perikanan tangkap ataupun budidaya. Komoditas tersebut lebih terkonsentrasi pada perikanan budidaya air tawar dimana banyak usaha budidaya jauh dari usaha komersial, masih dikelola secara tradisional, dan terkait dengan adat setempat. Berkaitan dengan potensi sumber daya genetik, peranan para pembudidaya dan pemulia dalam memanfaatkan dan meningkatkan produksi/produktivitas bahan baku yang tersedia merupakan salah satu kunci keberhasilan pemanfaatan secara optimal dan pelestarian sumberdaya genetik yang berkelanjutan. Pada bahasan selanjutnya akan dikemukakan sumberdaya genetik sebagai bahan baku pembentuk bibit unggul, sosio ekonomi dan implikasinya dalam pengelolaan (pemanfaatan berkelanjutan dan pelestarian) sumberdaya genetik. PEMANFAATAN SUMBERDAYA GENETIK Aspek teknis Besarnya potensi sumberdaya genetik ikan dan harapan yang tersimpan diikuti dengan kenyataan yang ada bahwa pada potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal. Kekayaan sumberdaya genetik yang ada belum mampu bersaing baik di tingkat global maupun nasional. Sampai saat ini, secara umum budidaya perikanan didominasi oleh komoditas ikan-ikan impor baik untuk ikan hias maupun konsumsi. Dari jenis ikan konsumsi yang sudah memasyarakat, sebagian besar merupakan ikan introduksi seperti ikan mas, nila, patin Bangkok, lele dumbo, bawal air tawar, udang vanamei dan stylostris (GUSTIANO dan SUGAMA, 2005). Mengapa hal ini dapat terjadi memerlukan suatu analisis tersendiri terhadap kebijakan yang ada (GUSTIANO et al., 2006). Patut disadari bahwa untuk waktu yang lama riset dan pengembangan lebih terfokus pada bidang budidaya. Di bidang perbenihan, Indonesia masih tertinggal oleh karenanya perlu dipacu melalui: 1) teknologi untuk pengembangan produk diharapkan mampu menciptakan produk-produk unggul yang karakteristiknya lebih disukai masyarakat konsumen, 2) kebijakan pengembangan komoditas termasuk teknologinya harus beralih dari komoditas tertentu yang sudah lama dikembangkan (kurang dari 10 jenis), 3) potensi banyak sumber lainnya harus mendapat perhatian yang lebih besar dan dipercepat pengembangannya. Melihat keanekaragaman hayati ikan air tawar, di Wilayah Barat Indonesia tercatat mencapai 1000 spesies (KOTTELAT et al., 1993; KOTTELAT dan WHITTEN, 1996). Angka tersebut melebihi jumlah spesies Asia Tenggara di Daratan Asia yang tercatat sebesar 900 spesies. Namun demikian, saat ini baru 40 spesies komoditas ikan telah dikembangkan sebagai sumber daya genetik untuk kegiatan budidaya dalam rangka menunjang diversifikasi usaha budidaya. Tiga puluh dua diantaranya adalah ikan asli Indonesia (NUGROHO, 2002; SUGAMA, 2006). Dengan komposisi 22 jenis ikan air tawar (patin jambal, patin tikus, jelawat, betutu, belida, baung, tambakang, betok, gurame, semah, tawes, lampam, arowana, kelabau, nilem, lele, bilih, benangin, gabus, bandeng, belanak) dan 10 ikan laut (kakap putih, kakap merah, kakap, kerapu bebek, kerapu macan, kerapu kertang, kerapu lumpur, kerapu batik, kerapu sunu, baronang). 49

Tingginya kekayaan hayati dan ekploitasi yang telah dilakukan sejak lama sangat kontradiktif dengan pengetahuan tentang sifatsifat biologis ikan-ikan tersebut yang masih jauh dari sempurna dan terbatas pada daftar nama saja. Informasi dasar biologis sumber daya genetik sangat penting untuk mengoptimalkan budidaya sumber daya genetik yang dimanfaatkan. Selanjutnya dokumentasi informasi tersebut merupakan bahan dasar pemuliaan untuk menghasilkan jenis-jenis ikan unggul yang spesifik lokasi/ geografi/kondisi lahan, dapat dibudidayakan secara intensif pada lahan terbatas, mampu menampilkan pertumbuhan yang baik pada kondisi lingkungan perairan yang kurang mendukung dan dapat diterima konsumen serta memiliki keunggulan dari aspek ekonomi (GUSTIANO dan PRIHADI, 2006). Mengingat wilayah Indonesia yang begitu luas secara geografis dan dilimpahi oleh sumber daya genetik yang tinggi, keunggulan ini seyogianya dapat dijadikan aset pembangunan. Daerah yang luas dengan keunggulan dan potensi spesifik seharusnya diisi oleh sumber daya genetik yang sesuai dengan potensi lahan yang mendukung dan budaya lokal. Hanya lahan yang cocok dengan sumber daya genetik yang dapat memberikan hasil yang optimal. Oleh karena itu, besar sekali peranan sumber daya genetik sebagai bahan baku pemuliaan untuk menghasilkan bibit-bibit/varietas unggul melalui program seleksi, hibridisasi dan DNA rekombinan bagi keberhasilan pemuliaan dan pembangunan nasional, (GUSTIANO et al., 2005b). Langkahlangkah di atas dapat meningkatkan keanekaragaman bahan pangan perikanan yang tersedia bagi konsumen dan mencegah membanjirnya keaneka ragaman ikan introduksi/impor (GUSTIANO et al., 2006). Potensi dan keanekaragaman ikan asli yang memiliki prospek menjanjikan untuk dibudidayakan sangatlah besar, namun demikian pencapaian hasil-hasil riset yang telah dilaksanakan khususnya yang berhubungan dengan pemuliaan ikan masih sangat sedikit. Padahal kita sering dihadapkan pada masalah kegagalan panen dikarenakan adanya masalah mutu benih yang kurang baik, tumbuh lambat, dan rentan terhadap penyakit (SUGAMA, 2006). Contoh masalah budidaya yang sedang kita hadapi saat ini adalah adanya penurunan mutu benih pada budidaya ikan mas, udang windu, dan kerapu serta terjangkitnya penyakit White Spot Syndrome Virus (WSSV) pada budidaya udang windu Koi Herpes Virus (KHV) pada budidaya ikan mas dan Virus Nerve Necroses (VNN) atau iridovirus pada budidaya kerapu. Masalah tersebut hingga kini belum dapat ditanggulangi secara tuntas. Hasil riset yang telah dicapai hubungannya dengan penyakit di atas hanya baru sebatas menjawab, bahwa ikan mati terserang penyakit virus tersebut di atas. Jawaban tersebut diyakinkan setelah adanya pengembangan teknik deteksi virus dengan Polimerase Chain Reaction (PCR). Riset dengan sasaran memperbaiki pertumbuhan dan ketahanan terhadap penyakit menjadi tantangan ke depan. Sementara ini hasil riset ikan budidaya yang sudah diperbaiki mutu genetiknya, sehingga mempunyai pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan populasi aslinya adalah ikan mas Rajadanu, udang galah G-Macro, Lele Sangkuriang, Patin Pasupati, Nila Cijeruk (SUGAMA, 2006). Aspek sosio-ekonomis Dalam krisis ekonomi yang masih berlangsung saat ini, sektor perikanan sangat diharapkan berperanan besar sebagai salah satu sumber devisa negara untuk menggerakkan perekonomian nasional. Perikanan budidaya merupakan salah satu kegiatan yang dapat menunjang harapan tersebut di atas (AHMAD, 2006). Meskipun sektor budidaya perikanan kontribusinya relatif kecil dari total produksi ikan, namun dampak sosial yang diberikan cukup besar dalam menggerakkan ekonomi masyarakat pedesaaan. Selain itu sektor budidaya mempunyai kelebihan dalam aspek padat karya dan kerakyatan dibandingkan dengan sektor tangkapan yang kebanyakan dimiliki oleh pengusaha besar. Nampaknya peningkatan budidaya perikanan di masa depan menjadi sebuah tantangan dan target bersama. Berdasarkan statistik perikanan kontribusi terbesar berasal dari perikanan tangkap. Melihat bahwa dalam kurun waktu 2000 2003 luas areal pembudidayaan bertambah dari 654.351 Ha menjadi 730.090 Ha, lahan pembudidayaan tersebut terdiri dari lahan laut, tambak, kolam, dan sawah. Sedangkan 50

keramba/jaring apung berjumlah 160.189 unit pada tahun 2000 menjadi 272.518 unit pada tahun 2003 (DITJEN PERIKANAN BUDIDAYA, 2005). Secara umum produksi perikanan budidaya mengalami peningkatan sebesar 10% per tahun yakni dari 994.962 ton pada tahun 2000 menjadi 1.224.192 ton pada tahun 2003. Untuk Propinsi Jawa Barat, wilayah ini memiliki keunggulan pada sektor budidaya ikan dibandingkan dengan propinsi lainnya dilihat dari jumlah rumah tangga perikanan budidaya, jumlah petani, luas usaha budidaya, produksi, dan nilainya berdasarkan STATISTIK PERIKANAN (2004). Potensi ini harus dapat dimanfaatkan secara optimal, pengembangannya tidak berorientasi semata-mata pada peningkatan produksi, tetapi kepada peningkatan produktivitas dan nilai tambah. Oleh karena itu efisiensi usaha merupakan faktor yang sangat penting dengan melakukan pemilihan sumber daya genetik/jenis ikan yang tepat. Selain itu, dukungan yang mengarah pada penerapan teknologi (nutrisi, lingkungan dan patologi) yang lebih maju, perluasan areal dan pengadaan benih yang memadai dalam jumlah maupun mutunya (pemuliaan) sangat dibutuhkan. Khusus daerah-daerah tertentu, ikan-ikan yang menjadi maskot/ikon daerah perlu mendapat perhatian untuk pengembangannya seperti ikan Batak di Sumatera Utara, Belida di Sumatera Selatan, Nilem/Tawes/Kancra di Jawa Barat, Tambra di Kalimantan, Sidat di Sulawesi, Cherax di Papua dan sebagainya. Bekerjasama dengan pemerintah daerah akan lebih banyak lagi penciptaan maskot-maskot ikan di daerah yang berkaitan dengan tradisi masyrakat lokal untuk kepentingan produksi ikan budidaya dan pelestarian ikan-ikan favorit tersebut dari kepunahan. Aspek pengelolaan Perairan tropis di sekitar wilayah Indonesia merupakan pusat keanekaragaman hayati (biodiversity) di dunia. Banyak sungai dan danau merupakan habitat asli ikan Indonesia (endemic species). Sebagaimana dimaklumi sumberdaya genetik telah lama dimanfaatkan secara terus-menerus dan bahkan meningkat ekploitasinya untuk perdagangan. Pada tingkat global, kurang lebih tiga perempat dari spesies yang belum diketahui hilang dari beberapa pulau yang terisolasi (WCMC, 1992) yang sebagian besar merupakan jenis moluska dan burung dari Wilayah Asia Pasifik. Untuk vertebrata, sebesar 1469 spesies dalam kondisi terancam punah (UNEP, 2002). Di kawasan Asia, banyak negara perekonomiannya masih sebagian besar tergantung pada sumberdaya genetik. Dewasa ini telah muncul kesadaran dari banyak lembaga konservasi terhadap kegiatan yang sedang berlangsung seperti penggundulan hutan, pembendungan waduk, ekplorasi laut sebagai kegiatan yang tidak berkelanjutan. Namun demikian sering dihadapi bahwa ekploitasi sumberdaya alam dan konservasi sering berbenturan kepentingan. Meskipun telah tersedia hukum untuk mengefektipkan konservasi keanekaragaman hayati namun pelaksanaan dan pengawasannya menunjukkan banyak masalah khususnya yang berkaitan dengan perdagangan gelap satwa liar/langka dan keberadaan perusahaan kayu bahkan di lokasi kawasan lindung. Dalam beberapa pekan terakhir, terlalu sering kita membaca dan mendengar banyaknya bencana yang timbul akibat ulah dan keserakahan manusia berupa banjir dan tanah longsor. Tentu saja bencanabencana ini akan sangat mempengaruhi keberadaan spesies-spesies ikan yang kita miliki akibat rusaknya habitat, spawning dan nursery ground yang sangat menentukan keberlangsungan hidup. Mengingat betapa pentingnya peranan sumberdaya genetik, sudah seharusnya dilakukan penegakan hukum secara meyeluruh dan keterpaduan dalam pengelolaan aset yang kita miliki. Dewasa ini berkembang suatu pandangan bahwa kriteria utama untuk melakukan konservasi (pelestarian) adalah perbedaan phylogenetic (pohon keturunan) (STIASSNY, 1994; VRIJENHOEK, 1998). Dari sisi taksonomi, perbedaan yang jauh dari suatu biota memberikan kontribusi yang besar terhadap keseluruhan keanekaragaman hayati. Oleh karena itu perbedaan phylogenetic sudah sepatutnya memperoleh prioritas yang lebih tinggi untuk keperluan konservasi (BOWEN, 1999). Usulan pendekatan konservasi ini memiliki banyak kemiripan dengan pendekatan yang memberikan prioritas lebih tinggi kepada area yang memiliki banyak endemik spesies. 51

Perbedaan antara pendekatan ekologi dengan sistematik adalah bahwa pada konservasi dari suatu ekosistem tidak tergantung pada keberadaan spesies yang terancam punah atau jenis endemik, melainkan untuk mencegah hilangnya keanekaragaman hayati dari pengrusakan habitat. Oleh karena itu spesiesspesies yang memainkan peranan penting dalam proses ekologi akan mendapatkan prioritas yang lebih tinggi untuk dikonservasi. Dua pendekatan di atas dapat dijadikan acuan kemana program konservasi yang akan kita jalankan untuk melindungi kekayaan hayati yang kita miliki. Upaya-upaya pelestarian plasma nutfah yang telah dilakukan adalah: 1) penetapan dan pembiakan ikan yang populasinya terbatas. Kegiatan ini dilakukan oleh lembaga riset, perguruan tinggi, dan pengusaha/petani maju; 2) penetapan wilayah konservasi oleh institusi terkait baik berupa kawasan suaka alam terpadu maupun suaka perikanan di perairan tertentu; 3) pengaturan lalu lintas plasma nutfah berupa introduksi spesies asing atau dan transplantasi suatu spesies ke wilayah lain; 4) penebaran ulang (restocking) berbasis masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan dan pelestarian stock ikan dalam suatu perairan umum; 5) pembentukan wadah koleksi, dapat berupa taman rekreasi ataupun wisata seperti gelanggang samudra dan taman akuarium ikan air tawar; 6) pengembangan jaringan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya plasma nutfah, diantaranya Indonesian Network on Fish Genetics Research and Development (INFIGRAD). KESIMPULAN DAN SARAN Kekayaan sumberdaya genetik ikan merupakan suatu anugerah bagi Indonesia. Seyogianya aset tersebut memberikan manfaat ekonomi untuk mewujudkan ketahanan nasional apabila dikelola dan dimanfaatkan secara optimal. Dengan mempertimbangkan kekayaan sumberdaya genetik perikanan yang belum dimanfaatkan secara optimal maka perlu dilakukan pembenahan agar supaya peranan sumber daya genetik ikan dalam pemenuhan kebutuhan pangan dapat lebih ditingkatkan. Selain sebagai sumber pangan, sumber daya genetik ikan juga sangat berperanan besar dalam kehidupan sosio-ekonomi masyarakat Indonesia. Hendaknya dalam pemanfaatan sumber daya genetik, kearifan tradisional merupakan pertimbangan yang perlu dimasukkan. Di masa mendatang, penerapan pengelolaan dan kebijakan secara terpadu yang mengatur pemanfaatan plasma nutfah yang berorientasi pada pelestarian yang berkelanjutan sangat perlu diberdayakan dan mempunyai kekuatan hukum yang tegas. PUSTAKA AHMAD, T. 2006. Perikanan Budidaya sebagai Langkah Maju Pemanfaatan Terkendali Sumber Daya Perairan. Orasi Pengukuhan Profesor Riset, DKP. 82 hlm. BOWEN, B.W. 1999. Preserving Genes, Species, or Ecosystem? Healing the Fractured Foundation of Conservation Policy. Mol. Ecol. 8: S5 S10. DITJENBUDKAN, 2005. Profil Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 38 hlm. DITJENBUDKAN, 2004. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia. Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta. 124 hlm. BAPPENAS. 2003. National Document: Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan 2003 2020. 140 p. GUSTIANO, R. 2005. Perikanan antara Potensi, Harapan dan Kenyataan. Selasa 3 Mei 2005. Pikiran Rakyat, Bandung. hlm: 18. GUSTIANO, R dan K. SUGAMA. 2005. Pemanfaatan Plasma Nutfah sebagai Sumber Daya Genetik Ikan untuk Meningkatkan Ketahanan Pangan. Warta Penelitian Perikanan Indonesia 11(2): 10-14. GUSTIANO, R., E. KUSRINI dan T.H. PRIHADI. 2005a. Program dan Pengembangan Teknologi Budidaya Ikan Air Tawar. Warta Penelitian Perikanan. 11(6): 16-22. GUSTIANO, R., HARJANTI dan SULAEMAN. 2005b. Arah Riset Biotek-Breeding Perikanan Budidaya ke Depan. Makalah disampaikan dalam Rakernis Pusat Riset Perikanan Budidaya, Surabaya, November 2005. 9 hlm. GUSTIANO, R dan T.H. PRIHADI. 2006. Pemuliaan Ikan Air Tawar di Indonesia. Dalam 60 tahun Perikanan Indonesia (Editors: F. CHOLICK et al). Masyarakat Perikanan Nusantara. P: 165-170. 52

GUSTIANO, R., J. SUBAGJA dan T.H. PRIHADI. 2006. Pengaruh Ikan Introduksi terhadap Keragaan Ikan Lokal: Studi Kasus Budidaya Bawal dan Patin Bangkok. (in press). KOTTELAT, M., A.J. WHITTEN, S.R. KARTIKASARI, S. dan WOERJOATMODJO. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus edition Ltd, Hongkong. 293 p. KOTTELAT, M dan T. WHITTEN. 1996. Freshwater Biodiversity in Asia. World Bank Tech. Pap. 343. NUGROHO, E. 2002. Pemanfaatan dan Pelestarian Plasma Nutfah Ikan untuk Meningkatkan Produktivitas Perikanan Budidaya. Warta Penel. Perik. Indon. 8: 6-13. SUGAMA, K. 2006. Perbaikkan Mutu Genetik Ikan untuk Mendukung Pengembangan Perikanan Budidaya. Orasi Pengukuhan Profesor Riset, DKP. 77 hlm. STIASSNY, M.L.J. 1994. Systematics and Conservation. In principles of Conservation Biology (Editors: G.K. METTE and C.R. CAROL). Sinauer Assoc. Inc., Sunderland, Mass., USA. p: 64 66. VRIJENHOEK, R.C. 1998. Conservation Genetics of Freshwater Fishes. J. Fish. Biol. 53: (Supp. A): 394-412. UNEP. 2002. State of Environment and Policy Retrospective: 1972-2002. In: Global Environment Outlook 3. http://www.groda.no/ geo/geos3/english/pdf.htm WCMC. 1992. Global Biodiversity: Status of the Earth s Living Resources. London, Chapman. Hall. 53