BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
B A B 2 TINJAUAN PUSTAKA. buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tangga). Definisi dari Environmental Protection Agancy mengenai limbah medis

Prosedur pengelolaan limbah ini ditujukan agar petugas laboratorium dapat menjaga dirinya sendiri dan

NOMOR RESPONDEN : PUSKESMAS :.. TGL. SURVEY :. A. IDENTITAS RESPONDEN

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. karateristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. tempat praktik dokter saja, tetapi juga ditunjang oleh unit-unit lainnya,

Instrumen yaitu sesuatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseorang melakukan tugas atau mencapai tujuan secara efektif atau efisien (Suharsimi

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa semua orang mempunyai hak yang sama dalam. berhak mendapatkan lingkungan sehat bagi pencapaian derajat kesehatan.

1.1. Latar Belakang Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang. atau limbah klinis dan non klinis baik padat maupun cair.

BAB 1 : PENDAHULUAN. keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh

PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA & BERACUN (B3)

Wawancara : belum ada upaya penurunan jumlah timbulan limbah padat B3. Limbah medis masih tercampur dengan limbah non medis

Departemen Administrasi & Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

BAB 1 : PENDAHULUAN. Dalam hal ini sarana pelayanan kesehatan harus pula memperhatikan keterkaitan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa upaya

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR

Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di bidang kesehatan merupakan bagian integral dari

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. setinggi-tingginya, sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari. tujuan nasional (Depkes RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah di laksanakan di sembilan puskesmas se-kota Gorontalo

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

PENGOLAHAN DAN PEMUSNAHAN LIMBAH LABORATORIUM

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup bersih dan sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rumah sakit termasuk pelayanan laboratorium didalamnya oleh WHO

KAJIAN PENGELOLAAN SAMPAH MEDIS PADA RSUD DR.SOEDONO MADIUN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 6 Ha areal, persawahan dan 2 Ha bangunan gedung. Bolango dengan batas-batas sebagai berikut :

BERITA DAEARAH KOTA DEPOK NOMOR 123 TAHUN 2016 WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. berlangsung dua puluh empat jam sehari dan melibatkan berbagai aktifitas orang

Teknologi dan Pengelolaan Sampah Padat & Infeksius Rumah Sakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian

-14- TATA CARA PENYIMPANAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DARI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan

Lampiran 1 PEDOMAN WAWANCARA

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu. Dengan

Informasi Bahan Berbahaya Beracun Dan Pencemar Organik Persisten (SIBP3POPs) di Kemenkes. Badan Litbang Kesehatan 2017

PEMBUANGAN DAN PEMUSNAHAN OBAT-OBAT RUSAK DAN KADALUWARSA. Prof. Dr. Slamet Ibrahim S. DEA. Apt. Farmakokimia- Sekolah Farmasi ITB 2009

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

PENGUJIAN ALAT INCINERATOR UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH PADAT RUMAH SAKIT TANPA MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pedoman Sanitasi Rumah Sakit di Indonesia

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB I PENDAHULUAN. tugas-tugas operasional pembangunan kesehatan (Depkes RI, 2004). Sebagai

KUESIONER PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDIKALANG TAHUN 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan rumah sakit mempunyai potensi menghasilkan limbah yang dapat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas pelayanan kesehatan yang setiap pelayanannya menghasilkan limbah

AUDIT LINGKUNGAN RUMAH SAKIT (sesi 2)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PANDUAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS PADAT CAIR DAN GAS RUMAH SAKIT GADING PLUIT JL. BOUEVARD TIMUR RAYA JAKARTA UTARA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Lembar Observasi. Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun sesuai dengan Kepmenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2004.

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Pembangunan nasional bangsa Indonesia adalah pembangunan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Permenkes, 2010).

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENANGGULANGAN DAMPAK LINGKUNGAN RUMAH SAKIT *) Dr. Henni Djuhaeni, MARS Kanwil Departenen Kesehatan Propinsi Jawa Barat

Disampaikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Nasional Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Palembang, 17 Oktober 2014

Pedoman Wawancara. Pelaksanaan Pengelolaan Limbah Padat di Rumah Sakit Umum Cut Meutia. Lhokseumawe Tahun 2016

Kata Kunci : Pengelolaan, Limbah Medis Padat

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

DAFTAR ISI. 1.1 Latar belakang Definisi Pengelolaan Linen...5

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia senantiasa berupaya meningkatkan kualitas hidupnya.

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah lingkungan erat sekali hubungannya dengan dunia kesehatan. Untuk

JENIS DAN JUMLAH LIMBAH PADAT NON MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HARAPAN INSAN SENDAWAR KUTAI BARAT. Oleh: HILAFIA HILDA NIM.

BAB I PENDAHULUAN. rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat, pelayanan medik dan non medik

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan dengan memfungsikan berbagai kesatuan personel terlatih dan

Pengelolaan Limbah Medis Padat di Rumah Sakit. Umum Daerah Gunungtua Tahun No Item Ya Tidak Skor (%)

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan juga merupakan bagian yang takterpisahkan dari pembangunan, karena

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

Pengelolaan Limbah Padat

UJIAN TENGAH SEMESTER MANAJEMEN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT PJMA: Prof. Drh. Wiku Adisasmito, M.Sc., Ph.D. Waktu Ujian:

UNIVERSAL PRECAUTIONS Oleh: dr. A. Fauzi

PENGELOLAAN LIMBAH B3 MEDIS RUMAH SAKIT KHUSUS DI SURABAYA TIMUR. Oleh: Idkha Anggraini Pramesti

MENCUCI INSTRUMEN BEDAH No.Dokumen No.Revisi Halaman. Tanggal Terbit Ditetapkan Oleh : Direktur RS

Lampiran 1. Pengukuran tingkat penerapan Good Manufacturing Practice

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

MERAH KUNING KUNING UNGU COKLAT

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI

Pujianto, SE DINAS PERINKOP DAN UMKM KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional Indonesia yang diatur di dalam Sistem Kesehatan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

MAKALAH TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

PENGARUH DAN DAMPAK LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT TERHADAP KESEHATAN SERTA LINGKUNGAN

BAB III METODE PENELITIAN. Hygiene Perawat dan Fasilitas Sanitasi dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (zat padat, air, atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan sisanya

SOP PENGAMBILAN SAMPEL AIR UNTUK UJI BAKTERIOLOGIS No. Dokumen 60/L/PL/2013

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Rumah sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.rumah sakit juga merupakan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan yaitu setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan dilakukan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu serta berkesinambungan (Siregar, 2004). 2.1.1 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. 10

11 Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, rumah sakit umum mempunyai fungsi: a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna. c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 2.1.2 Jenis dan Klasifikasi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit dapat dibagi berdasarkan jenis pelayanan dan pengelolaannya: 1. Berdasarkan Jenis Pelayanan a. Rumah Sakit Umum Memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. b. Rumah Sakit Khusus Memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit,atau kekhususan lainnya.

12 2. Berdasarkan Pengelolaan a. Rumah Sakit Publik Dapat dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan badan hokum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola pemerintah dan pemerintah daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Rumah Sakit Privat Dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero. Dan berdasarkan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan rumah sakit: a. rumah sakit umum kelas A, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas. b. rumah sakit umum kelas B, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik luas. c. rumah sakit umum kelas C, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

13 d. rumah sakit umum kelas D, adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar (Depkes RI, 2009; Siregar,2004). 3. Badan Layanan Umum (BLU) Berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005, Badan Layanan Umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.blu bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat. 2.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) IFRS adalah suatu bagian di rumah sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian (Siregar, 2004). Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan

14 farmasi klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut. Berdasarkan Kepmenkes No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, struktur organisasi instalasi farmasi rumah sakit mencakup penyelenggaraan pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu. 2.3 Instalasi Central Sterile Supply Department (CSSD) Central Sterile Supply Department (CSSD) atau Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi merupakan satu unit atau departemen dari rumah sakit yang menyelenggarakan proses pencucian, pengemasan, sterilisasi terhadap semua alat atau bahan yang membutuhkan kondisi steril.rumah sakit sebagai institusi penyedia pelayanan kesehatan berupaya untuk mencegah risiko terjadinya infeksi bagi pasien dan petugas rumah sakit.salah satu indikator keberhasilan dalam pelayanan rumah sakit adalah rendahnya angka infeksi nosokomial di rumah sakit. Untuk mencapai keberhasilan tersebut maka perlu dilakukan pengendalian infeksi di rumah sakit (Depkes RI, 2009). Berdirinya CSSD di rumah sakit dilatar belakangi oleh: a. besarnya angka kematian akibat infeksi nosokomial. b. kuman mudah menyebar, mengkontaminasi benda dan menginfeksi manusia di lingkungan rumah sakit. Adapun tugas CSSD di rumah sakit adalah (Depkes RI, 2009): 1. menyiapkan peralatan medis untuk perawatan pasien.

15 2. melakukan proses sterilisasi alat/bahan. 3. mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh ruangan perawatan,kamar operasi maupu ruangan lainnya. 4. memilih peralatan dan bahan yang aman dan efektif serta bermutu. 5. mendokumentasikan setiap aktivitas pembersihan, disinfeksi maupun sterilisasi sebagai bagian dari program upaya pengendalian mutu. 6. melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka pencegahan dan pengendalian infeksi bersama dengan panitia pengendalian infeksi nosokomial. 7. memberikan penyuluhan tentang hal-hal yang berkaitan dengan sterilisasi. 8. mengevaluasi hasil sterilisasi. Alur aktivitas fungsional CSSD dimulai dari proses pembilasan,pembersihan/dekontaminasi, pengeringan, inspeksi dan pengemasan, member label, sterilisasi, penyimpanan sampai proses distribusi (Depkes RI, 2009). Lokasi CSSD sebaiknya berdekatan dengan ruangan pemakai alat/bahan steril terbesar di rumah sakit. Dengan pemilihan lokasi seperti ini maka selain meningkatkan pengendalian infeksi dengan meminimalkan resiko kontaminasi silang, serta meminimalkan lalu lintas transportasi alat steril (Depkes RI, 2009). Ketersediaan ruangan CSSD yang memadai merupakan suatu keharusan untuk keefisienan dan keoptimalan fungsi kerja CSSD. Untuk menghindari terjadinya kontaminasi silang dari ruang kotor ke ruang bersih, maka ruangan CSSD dibagi menjadi 5 bagian (Depkes RI, 2009):

16 1. Ruang dekontaminasi: terjadi proses penerimaan barang kotor, melakukan dekontaminasi dan pembersihan. Ruang dekontaminasi harus direncanakan,dipelihara, dan dikontrol untuk mendukung efisiensi proses dekontaminasi dan untuk melindungi pekerja dari benda-benda yang dapat menyebabkan infeksi,racun dan hal-hal berbahaya lainnya. Sistem ventilasi harus didesain sedemikian rupa sehingga udara di ruang dekontaminasi harus: 1.1. Dihisap keluar atau ke sistem sirkulasi udara yang mempunyai filter. 1.2. Tekanan udara harus negatif tidak mengkontaminasi udara ruangan lainnya. 1.3. Tidak dianjurkan menggunakan kipas angin. 2. Ruang pengemasan alat: untuk melakukan pengemasan dan penyimpanan alat/barang bersih. Pada ruang ini dianjurkan ada tempat penyimpanan tertutup. 3. Ruang produksi dan prossesing: linen diperiksa, dilipat, dan dikemas untuk persiapan sterilisasi. Selain linen, pada daerah ini dipersiapkan pula bahanbahan seperti kain kasa, cotton swab, dan lain-lain. 4. Ruang sterilisasi: tempat dimana proses sterilisasi dilakukan. Untuk sterilisasi Etilen Oksida, sebaiknya dibuatkan ruang khusus yang terpisah tetapi masih dalam satu unit pusat sterilisasi dan dilengkapi exhaust. 5. Ruang penyimpanan barang steril. Ruang ini sebaiknya dekat dengan ruang sterilisasi. Apabila digunakan mesin sterilisasi dua pintu, maka pintu belakang langsung berhubungan dengan ruang penyimpanan. Dinding dan

17 lantai ruangan terbuat dari bahan yang halus, kuat sehingga mudah dibersihkan, alat steril disimpan pada jarak 19 24 cm dari lantai dan minimum 43 cm dari langit-langit serta 5 cm dari dinding serta diupayakan untuk menghindari terjadinya penumpukan debu pada kemasan, serta alatalat steril tidak disimpan dekat wastafel atau saluran pipa lainnya. Akses ke ruang penyimpanan steril dilakukan oleh petugas pusat sterilisasi yang terlatih, bebas dari penyakit menular dan menggunakan pakaian yang sesuai dengan persyaratan. Dengan adanya CSSD di rumah sakit bertujuan: 1. mencegah infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah mengalami pensortiran, pencucian dan sterilisasi dengan sempurna. 2. memutuskan mata rantai penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit. 3. menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan. 2.4. Limbah rumah Sakit 2.4.1. Pengertian Limbah Rumah Sakit Prüss, A.(2005), Limbah rumah sakit adalah limbah yang mencakup semua buangan yang berasal dari instalasi kesehatan, fasilitas penelitian, dan laboratorium. Kepmenkes Republik Indonesia No.1204/Menkes/SK/X/2004, mengatakan Limbah Rumah Sakit ada 3 macam yakni; 1) Limbah cair artinya semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikrooganisme, bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya

18 bagi kesehatan.2) Limbah Gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insenerator, dapur, perlengkapan generator,anastesi, dan pembuatan obat Sitotoksik. 3) Limbah padat adalah semua limbah rumah sakit yang berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari limbah medis padat dan limbah padat non medis. Limbah medis padat adalah limbah yang langsung dihasilkan dari tindakan diagnosis dan tindakan medis terhadap pasien (Candra, 2007). Limbah medis padat yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah container bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi. Limbah padat non medis artinya limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan di rumah sakit di luar medis yang berasal dari dapur, perkantoran, taman dan halaman yang dapat di manfaatkan kembali apabila ada teknologinya. Limbah padat non medis meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang tidak berkaitan dengan cairan tubuh. Pewadahan limbah padat non medis dipisahkan dari limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik warna hitam khusus untuk limbah medis non padat (Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004).

19 Tabel 2.1. Klasifikasi Limbah Medis Padat yang Berasal dari Rumah Sakit Kategori Limbah Infeksius Patologis Sitotoksis Benda tajam Farmasi Kimia Radioaktif Logam yang bertekanan tinggi/ berat Kontainer Bertekanan Definisi Limbah yang terkontaminasi organisme patogen (bakteri, virus,parasit, atau jamur) yang tidak secara rutin ada lingkungan dan organism tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan. Limbah berasal dari pembiakan dan stock bahan yang sangat infeksius,otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain yang telah diinokulasi,terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat infeksius Limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau mengahambat pertumbuhan sel hidup. merupakan materi yang dapat menyebabkan luka iris atau luka tusuk. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda- benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif. Limbah farmasi mencakup produksi farmasi. Kategori ini juga mencakup barang yang akan di buang setelah digunakan untuk menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang berisi residu, sarung tangan, masker, slang penghubung darah atau cairan, dan ampul obat. berbentuk padat, cair, maupun gas yang berasal dari aktivitas diagnostic dan eksperimen serta dari pemeliharaan kebersihan rumah sakit dengan menggunakan desinfektan. Bahan yang terkontaminasi dengan radioisotop yang berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida.limbah ini dapat berasal dari antara lain : tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas Limbah yang mengandung logam berat dalam konsetrasi tinggi termasuk dalam subkategori limbah kimia berbahaya dan biasanya sangat toksik. Contohnya adalah limbah merkuri yang berasal dari bocoran peralatan kedokteran yang rusak Limbah yang berasal dari berbagai jenis gas yang digunakan di rumah sakit. Contoh Limbah Yang Dihasilkan Kultur laboratorium, limbah dari bangsal isolasi, kapas, materi, atau peralatan yang teresentuh pasien yang terinfeksi, ekskreta. Bagian tubuh manusia dan hewan (limbah anatomis), darah dan cairan tubuh yang lain, janin. Dari materi yang terkontaminasi pada saat persiapan dan pemberian obat, misalnya spuit, ampul,kemasan,obatkedaluarsa, larutan sisa, urine, tinja,muntahan pasien yang mengandung obat sitotoksik. skalpel, pisau bedah,peralatan infus, gergaji bedah, dan pecahan kaca obat-obatan, vaksin, dan serum yang sudah kedaluarsa, tidak digunakan, tumpah, dan terkontaminasi, yang tidak diperlukan lagi. Reagent di laboratorium, film untuk rontgen, desinfektan yang kadaluarsa atau sudah tidak diperlukan lagi,solven Cairan yang tidak terpakai dari radioaktif atau riset dilaboratorium, peralatan kaca, kertas absorben yang terkontaminasi, urine dan ekskreta dari pasien yang diobati atau diuji dengan radionuklida yang terbuka. Thermometer, alat pengukur tekanan darah,residu dari ruang pemeriksaan gigi, dan sebagainya tabung gas, kaleng aerosol yang mengandung residu, gas cartridge. (Sumber : Pengelolaan Aman limbah layanan kesehatan,who,2005) 2.4.2. Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Lingkungan dan Kesehatan Depkes RI (2001) Pengaruh limbah rumah sakit terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti :

20 1. Gangguan kenyamanan dan estetika Ini berupa warna yang berasal dari sedimen, larutan, bau phenol, eutrofikasi dan rasa dari bahan kimia organik. Penampilan rumah sakit dapat memberikan efek psikologis bagi pemakai jasa, karena adanya kesan kurang baik akibat limbah yang tidak ditangani dengan baik. 2. Kerusakan harta benda Dapat disebabkan oleh garam-garam yang terlarut (korosif, karat), air yang berlumpur dan sebagainya yang dapat menurunkan kualitas bangunan di sekitar rumah sakit. 3. Gangguan/kerusakan tanaman dan binatang Ini dapat disebabkan oleh virus, senyawa nitrat, bahan kimia, pestisida, logam nutrien tertentu dan fosfor. 4. Gangguan terhadap kesehatan manusia Ini dapat disebabkan oleh berbagai jenis bakteri, virus, senyawa-senyawa kimia, pestisida, serta logam seperti Hg, Pb, dan Cd yang berasal dari bagian kedokteran gigi. Gangguan kesehatan dapat dikelompokkan menjadi gangguan langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak langsung dengan limbah tersebut, misalnya limbah klinis beracun, limbah yang dapat melukai tubuh dan limbah yang mengandung kuman pathogen sehingga dapat menimbulkan penyakit dan gangguan tidak langsung dapat dirasakan oleh masyarakat, baik yang tinggal di sekitar rumah sakit maupun masyarakat yang sering melewati sumber limbah

21 medis diakibatkan oleh proses pembusukan, pembakaran dan pembuangan limbah tersebut. 5. Gangguan genetik dan reproduksi Meskipun mekanisme gangguan belum sepenuhnya diketahui secara pasti,namun beberapa senyawa dapat menyebabkan gangguan atau kerusakan genetik dan sistem reproduksi manusia misalnya pestisida, bahan radioaktif. Limbah medis rumah sakit juga dapat menyebabkan infeksi silang. Limbah medis dapat menjadi wahana penyebaran mikroorganisme pembawa penyakit melalui proses infeksi silang baik dari pasien ke pasien, dari pasien ke petugas atau dari petugas ke pasien. Pada lingkungan, adanya kemungkinan terlepasnya limbah ke lapisan air tanah, air permukaan dan adanya pencemaran udara, menyebabkan pencemaran lingkungan karena limbah rumah sakit (Moersidik, 1995). Secara ekonomis, dari beberapa kerugian di atas pada akhirnya menuju kerugian ekonomis, baik terhadap pembiayaan operasional dan pemeliharaan, adanya penurunan cakupan pasien dan juga kebutuhan biaya kompensasi pencemaran lingkungan. Orang yang kesehatannya terganggu karena pencemaran l ingkungan apalagi sampai cacat atau meninggal, memerlukan biaya pengobatan dan petugas kesehatan yang berarti beban sosial ekonomi penderitanya, keluarganya dan masyarakat.

22 2.4.3. Persyaratan pengelolaan limbah medis padat di rumah sakit sesuai keputusan Kepmenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004 a. Minimasi Limbah: 1. Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber. 2. Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun. 3. Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi. 4. Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangakutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang. b. Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan kembali dan Daur Ulang 1. Pemilahan limbah harus selalu dilakukan dari sumber yang menghasilkan limbah. 2. Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali. 3. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya. 4. Jarum dan srynges harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali.

23 5. Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali harus melalui proses sterilisasi, untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bascillus Stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis. 6. Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali.apabila rumah sakit tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses salah satu metode sterilisasi. 7. Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan menggunakan wadah dan label seperti tabel 2.2. Tabel 2.2. Jenis Wadah dan Label Limbah Medis Padat Sesuai Kategori No Kategori Wadah Kontainer/ka ntong plastik Lambang Keterangan 1 Radioaktif Merah Kantong boks timbale dengan symbol radioaktif 2 Sangat infeksius 3 Limbah infeksius, patologi anatomi Kuning Kuning Kantong plastic kuat, anti bocor, atau kontainer yang dapat di sterilisasi dengan otoklaf Plastik kuat dan anti bocor atau kontainer 4 Sitotoksik Ungu Kontainer plastic kuat dan anti bocor 5 Limbah kimia dan farmasi Coklat _ Kantong plastik atau kontainer (Sumber: Kepmenkes No. 1204/Menkes/SK/X/2004).

24 8. Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film sinar X. 9. Limbah Sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat, anti bocor, dan diberi label bertuliskan Limbah Sitotoksik. c. Tempat penampungan sementara 1. Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-lambatnya 24 jam. 2. Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator maka limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan selambat-lambatnya 24 jam apabila di simpan pada suhu ruang. d. Transportasi 1. Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer yang kuat dan tertutup. 2. Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan manusia maupun binatang. 3. Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan alat pelindung diri yang terdiri: Topi, Masker, Pelindung amta, pakaian panjang (coverall),apron untuk industri, pelindung kaki/sepatu boot, dan sarung tangan khusus (disposable gloves atau heavy duty gloves).

25 e. Pengolahan, Pemusnahan dan pembuangan Akhir limbah padat 1) Limbah infeksius dan benda tajam a. Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan panas dan basah seperti dalam autoclave sedini mungkin. Untuk limbahinfeksius yang lain cukup dengan cara desinfeksi. b. Benda tajam harus diolah dengan insinerator bila memungkinkan dan dapat diolah bersama dengan limbah infeksius lainnya. Kapsulisasi juga cocok untuk benda tajam. c. Setelah insinerasi atau desinfeksi, residunya dapat dibuaang ke tempat penampungan B3 atau di buang ke landfill jika residunya sudah aman. 2) Limbah Farmasi Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah dengan insinerator pirolitik (pyrolitik incinerator), rotary klin, dikubur secara aman, sanitary landfill,dibuang ke sarana air limbah atau insinerasi. Tetapi dalam jumlah besar harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus seperti rotary kli, kapsulisasi dalam drum logam, dan inersisasi. 3) Limbah Sitotoksik a. Limbah Sitotoksik sangat berbahaya dan tidak boleh dibuang dengan penimbunan (landfiil) atau saluran limbah umum.

26 b. Bahan yang belum dipakai dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insinerator dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa atau tidak dipakai lagi. c. Insinerasi pada suhu tinggi sekitar 1200 C dibutuhkan untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik. Insinerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap sitotoksik yang berbahaya ke udara. d. Apabila cara insinerasi maupun degradasi kimia tidak tersedia, kapsulisasi atau inersisasi dapat di pertimbangkan sebagai cara yang dapat dipilih (WHO, 2005). 4) Limbah bahan kimiawi a. Pembuangan limbah kimia biasa. Limbah biasa yang tidak bisa daur ulang seperti asam amino, garam, dan gula tertentu dapat dibuang ke saluran air kotor. b. Pembuangan limbah kimia berbahaya dalam jumlah kecil Limbah bahan berbahaya dalam jumlah kecil seperti residu yang terdapat dalam kemasan sebaiknya dibuang dengan insinerasi pirolitik, kapsulisasi,atau ditimbun (landfill). 5) Limbah dengan kandungan logam berat tinggi Limbah dengan kandungan mercuri atau kadmium tidak boleh dibakar atau diinsinesrasi karena berisiko mencemari udara dengan

27 uap beracun dan tidak boleh dibuang landfill karena dapat mencemari air tanah. 6) Kontainer Bertekanan Cara yang terbaik untuk menangani limbah kontainer bertekanan adalah dengan daur ulang atau pengunaan kembali. Apabila masih dalam kondisi utuh dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang gas. Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas dalam botol harus di perlakukan sebagai limbah bahan kimia berbahaya untuk pembuangannya. 7) Limbah radioaktif Pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus diatur dalam kibijakan dan strategi nasional yang menyangkut perturan, infrastruktur, organisasi pelaksana dan tenaga yang terlatih. (Permenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004, Depkes RI, 2004). 2.4.4. Tata Cara Pelaksanaan membuang Limbah medis padat berdasarkan masing-masing fungsinya dirumah sakit. Gambar 2.1. Tata Cara Pelaksanaan Membuang Limbah Rumah Sakit a) Laboratorium Kering (jarum suntik,dsb) incinerator Cair Infection Autoclave Penampungan setempat UPL

28 Keterangan Gambar: Limbah di laboratorium dipisahkan berdasarkan jenisnya yaitu: limbah kering dan limbah cair. Limbah kering berupa jarum suntik dimusnahkan di incinerator. Sedangkan limbah cair yang menimbulkan infeksi dimusnahkan di autoclave dan limbah cair yang melebihi baku mutu yang ditetapkan pemerintah dibuang padat penampungan setempat yaitu UPL. UPL (unit pengelolaan limbah) merupakan sarana untuk mengolah limbah cari dari limbah yang kotor kemudian di proses sampai menjadi cukup bersih dan diusahakan untuk dibawah baku mutu yang ditetapkan pemerintah. b). O.K Kering (jarum suntik,dsb) incinerator Basah (sisa makanan,dsb) Bak penampungan luar RS Cair bak penampungan UPL Sungai Sisa organ tubuh pathology Incinerator Keterangan Gambar: Limbah pada OK dipisahkan berdasarkan jenisnya. Limbah kering seperti jarum suntik dimusnahkan menggunakan incinerator. Limbah basah seperti sisa makanan di buang didalam bak penampungan diluar rumah sakit. Limbah cair di buang dalam bak penampungan kemudian diproses sampai menjadi cukup bersih dan dibawa baku mutu yang ditetapkan pemerintah (melalui UPL) kemudian dibuang kesungai. Dan untuk limbah sisa organ tubuh dipisahkan berdasarkan patologi kemudian dimusnahkan di incinerator.

29 c). Radiologi Cair bak penampungan khusus Colbalt ex Reexport Keterangan Gambar: Limbah radiologi yang bersifat cair di buang kedalam bak penampungan khusus, sedangkan untuk limbah radiologi yg bersifat cobalt ex di musnahkan melalui reexport. d). Unit Rawat Jalan Bak penampungan limbah Unit Pengelolaan Limbah Cair Septic tank Luar Rumah Sakit Medis Incinerator Sampah padat Non medis bak luar Rumah Sakit Keterangan Gambar: Untuk limbah cair dalam unit rawat jalan dibuang dalam dua tempat yaitu, bak penampungan limbah yang selanjutnya dikelola berdasarkan UPL, dan melalui septic tank. Untuk sampah padat dipisahkan berdasarkan sampah medis dan non medis, sampah medis dimusnahkan dalam incinerator dan sampah non medis dibuang kedalam bak diluar rumah sakit.

30 e). Unit Perawatan Kering (jarum suntik,perban) Incinerator Basah Bak penampungan luar Rumah Sakit (sisa makanan) Septic tank Luar Rumah Sakit Cair (wastafel dsb) Unit Pengelolaan Limbah Keterangan Gambar: Limbah kering dalam unit perawatan seperti jarum suntik dan perban dimusnahkan dalam incinerator. Limbah basah seperti sisa makanan dibuang dalam bak penampungan diluar rumah sakit. Limbah cair dialirkan melalui septic tank diluar rumah sakit dan melalui wastafel yang selanjutnya dialirkan ke UPL. f). Laundry / Catering Unit Pengelolaan Limbah Keterangan Gambar: Untuk limbah dalam Laundry dan catering dialirkan ke UPL. (Sumber : Manajemen Rumah Sakit, 2003) 2.5. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Sasaran pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagaimana menangani limbah berbahaya, menyingkirkan dan memusnahkannya seekonomis mungkin, namun higienis dan tidak membahayakan lingkungan. Untuk limbah yang bersifat umum, penanganannya adalah identik dengan limbah

31 kota yang lain. Daur ulang sedapat mungkin diterapkan pada setiap kesempatan. Bahan-bahan tajam yang terinfeksi harus dibungkus secara baik serta tidak akan mencelakakan pekerja yang menangani dan dapat dibuang seperti limbah umum, sedang bahan-bahan tajam yang terinfeksi diperlakukan sebagai limbah berbahaya. Untuk memudahkan pengenalan berbagai jenis limbah yang akan dibuang, digunakan pemisahan dengan kantong-kantong yang spesifik (biasanya dengan warna yang berbeda atau dengan pemberian label). Beberapa contoh warna yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI adalah: 1. Kantong warna hitam: limbah sejenis rumah tangga biasa 2. Kantong warna kuning: semua jenis limbah yang harus masuk insinerator 3. Kantong warna kuning strip hitam: limbah yang sebaiknya ke insinerator, namun bisa pula dibuang ke landfill bila dilakukan pengumpulan terpisah dan pengaturan pembuangan 4. Kantong warna biru muda atau transparans strip biru tua : limbah yang harus masuk ke autoclave sebelum ditangani lebih lanjut. Limbah yang harus dipisahkan dari yang lain adalah limbah patologis dan infektious. Limbah infectious beresiko tinggi perlu ditangani terlebih dahulu dalam autoclave sebelum menuju pengolahan selanjutnya atau sebelum disingkirkan di landfill. Limbah darah yang tidak terinfeksi dapat dimasukkan ke dalam saluran limbah kota dan dibilas dengan air, sedang yang terinfeksi harus diperlakukan sebagai limbah berbahaya. Kontainer-

32 kontainer dibawah tekanan (aerosol dan sebagainya) tidak boleh dimasukkan ke dalam insinerator. Limbah yang telah dipisahkan dimasukkan kantong-kantong yang kuat (dari pengaruh luar ataupun dari limbahnya sendiri) dan tahan air atau dimasukkan dalam kontainer-kontainer logam. Kantong-kantong yang digunakan dibedakan dengan warna yang seragam dan jelas, dan diisi secukupnya agar dapat ditutup degan mudah dan rapat. Disamping warna yang seragam, kantong tersebut diberi label atau simbol yang sesuai. Kontainer harus ditutup dengan baik sebelum diangkut. Bila digunakan kantong dan terlebih dahulu harus masuk autoclave, maka kantong-kantong itu harus bisa ditembus oleh uap sehingga sterilisasi dapat berlangsung sempurna. Limbah radioaktif juga harus mempunyai tanda-tanda yang standar dan disimpan untuk menunggu masa aktifnya terlampaui sebelum dikatagorikan limbah biasa atau limbah berbahaya lainnya. Mobilitas dan transportasi limbah baik internal maupun eksternal hendaknya dipertimbangkan sebagai bagian menyeluruh dari sistem pengelolaaan dari institusi tersebut. Secara internal, limbah biasanya diangkut dari titik penyimpanan awal manuju area penampungan atau menuju titik lokasi insinerator. Alat angkutan atau sarana pembawa tersebut harus dicuci secara rutin dan hanya digunakan untuk membawa lim bah. Di rumah sakit modern, transportasi limbah ini bisa menggunakan cara pneumatis dengan perpipaan, namun cara ini tidak boleh digunakan untuk limbah patologis dan infectious. Limbah yang akan diangkut ke luar,

33 misalnya oleh Dinas Kebersihan setempat, harus tidak mengandung resiko terhadap kesehatan pengangkut tersebut. Limbah berbahaya dari rumah sakit yang akan diangkut, diatur seperti halnya aturan-aturan yang berlaku pada limbah berbahaya lain, misalnya jenis kontainer, tanda-tanda dan tata caranya. Secara umum jenis pengelolaan limbah rumah sakit menurut Kpmenkes 1204/MENKES/SK/X/2004 adalah sebagai berikut : a. Limbah umum 1. Tidak diperlukan pengolahan khusus, dan dapat disatukan dengan limbah domestik 2. Seluruh makanan yang telah meninggalkan dapur pada prinsipnya adalah limbah bila tidak dikonsumsi dan sisa makanan dari bagian penyakit menular perlu di autoclave dulu sebelum dibuang ke landfill. b. Limbah patologis 1. Pengolahan yang dilakukan adalah dengan sterilisasi, insinerasi dilanjutkan dengan landfilling 2. Insinerasi merupakan metode yang sangat dianjurkan, kantong-kantong yang digunakan untuk membungkus limbah juga harus diinsinerasi. c. Limbah radioaktif 1. Bahan radioaktif yang digunakan dalam kegiatan kesehatan/medis ini biasanya tergolong mempunyai daya radioaktivitas level rendah, yaitu di bawah 1 megabecquerel (MBq)

34 2. Limbah radioaktif dari rumah sakit dapat dikatakan tidak mengandung bahaya yang signifikan bila ditangani secara baik 3. Penangan limbah dapat dilakukan di dalam area rumah sakit itu sendiri, dan umumnya disimpan untuk menunggu waktu paruhnya telah habis, untuk kemudian disingkirkan sebagai limbah non-radioaktif biasa. d. Limbah kimia 1. Bagi limbah kimia yang tidak berbahaya, penanganannya adalah identik dengan limbah lainnya yang tidak termasuk katagori berbahaya 2. Konsep penanganan limbah kimia yang berbahaya adalah identik dengan penjelasan sebelumnya yang terdapat dalam diktat ini tentang limbah berbahaya 3. Beberapa kemungkinan daur-ulang limbah kimiawi berbahaya misalnya : a) Solven semacam toluene, xylene, acetone dan alkohol lainnya yang dapat diredistilasi b) Solven organik lainnya yang tidak toksik atau tidak mengeluarkan produk toksik bila dibakar dapat digunakan sebagai bahan bakar c) Asam-asam khromik dapat digunakan untuk membersihkan peralatan gelas di laboratorium, atau didaur-ulang untuk mendapatkan khromnya d) Limbah logam-merkuri dari termometer, manometer dan sebagainya dikumpulkan untuk didaur-ulang; limbah jenis ini dilarang untuk diinsinerasi karena akan menghasilkan gas toksik

35 e) Larutan-larutan pemerosesan dari radioaktif yang banyak mengandung silver dapat direklamasi secara elektrostatis f) Batere-batere bekas dikumpulkan sesuai jenisnya untuk didaurulang seperti : merkuri, kadmium, nikel dan timbal 4. Insinerator merupakan sarana yang paling sering digunakan dalam menangani limbah jenis ini, baik secara on-site maupun off-site; insinerator tersebut harus dilengkapi dengan sarana pencegah pencemaran udara, sedang residunya yang mungkin mengandung logam-logam berbahaya dibuang ke landfill yang sesusai. 5. Solven yang tidak diredistilasi harus dipisahkan antara solven yang berhalogen dan nonhalogen; solven berhalogen membutuhkan penanganan khusus dan solven non- halogen dapat dibakar pada on-site insinerator 6. Limbah cytotoxic dan obat-obatan genotoxic atau limbah yang terkontaminasi harus dipisahkan, dikemas dan diberi tanda serta dibakar pada insinerator; limbah jenis ini tidak di autoclave karena disamping tidak mengurangi toksiknya juga dapat berbahaya bagi operator 7. Beberapa jenis limbah kimia berbahaya juga dihasilkan dari bagian pelayanan alat-alat kesehatan, misalnya: disinfektan, oli dari trafo dan kapasitor atau dari mikroskop yang mengandung PCB dan sebagainya, sehingga perlu ditangani sesuai jenisnya

36 e. Limbah berpotensi menularkan penyakit (infectious) Memerlukan sterilisasi terlebih dahulu atau langsung ditangani pada insinerator ; autoclave tidak dibutuhkan bila limbah tersebut telah diwadahi dan ditangani secara baik sebelum diinsinerasi. f. Benda-benda tajam Dikemas dalam kemasan yang dapat melindungi petugas dari bahaya tertusuk, sebelum dibakar dalam insinerator g. Limbah farmasi Obat-obatan yang tidak digunakan dikembalikan pada apotik, sedangkan yang tidak dipakai lagi ditangani secara khusus misalnya diinsinerasi atau di landfilling atau dikembalikan ke pemasok. h. Kontainer-kontainer di bawah tekanan: di landfilling atau didaur-ulang. Limbah kimiawi berbahaya yang tidak dapat didaur-ulang segera dipisahkan sesuai dengan jenisnya dan pengolahannya, misalnya melalui sebuah insinerator, karena limbah jenis ini kadangkala toksik dan flammable, sehingga tidak boleh dibuang melalui sistem riolering.

37 2.6. Kerangka Teori Limbah Cair Proses Pengelolaan Limbah Cair : 1. Proses Pengelolaan Secara Fisik 2. Proses Pengelolaan Secara Kimia/Biologis Limbah Padat Proses Pengelolaan Limbah Padat : 1. Penimbangan Timbulan (Volume) Limbah Padat Medis/Non Medis 2. Pengumpulan : a. Tempat Penampungan Sementara b. Pemilahan c. Pengemasan d. Pelabelan 3. Pengangkutan a. Kenderaan pengangkut b. Pengangkutan jalur khusus 4. Pemusnahan Akhir (Incinerator) Limbah Gas Proses Pengelolaan Limbah Gas : 1. Monitoring gas NO2,SO2,logam berat,dan dioksin sekali setahun 2. Pembakaran 1.000 º C dengan mengurangi emisi gas dan debu Gambar 2.6 ( Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Berdasarkan Kepemenkes 1204/Menkes/SK/X/2004)

38 2.7. Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori diatas maka kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut : Limbah Padat Rumah Sakit : 1. Timbulan (Volume) Limbah Padat Medis/Non Medis 2. Pengumpulan : a. Tempat Penampungan Sementara b. Pemilahan c. Pengemasan d. Pelabelan 3. Pengangkutan a. Kenderaan pengangkut b. Pengangkutan jalur khusus Pengelolaan Limbah Padat RSUD Toto Kabila 4. Pemusnahan Akhir (Incinerator) Bertitik tolak dari Kerangka konsep penelitian tersebut diatas maka alur pelaksanaan penelitian pengelolaan limbah di RSUD Toto Kabila dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Timbulan sampah yang menjadi sasaran penelitian adalah yang berasal dari ruang laboratorium, ruang rawat jalan, ruang perawatan, dan ruang radiologi untuk timbulan limbah padat medis sedangkan untuk limbah padat non medis berasala ke lima ruangan tersebut ditambah dengan ruangan laundry/catering.

39 Besaran timbulan diukur pada saat penelitian dengan menggunakan timbangan. 2. Pengumpulan limbah RSUD Toto Kabila dilihat dari beberapa aspek : a. Tempat Penampungan Sementara, dilihat tipe ataupun kesesuaian dengan persyaratan yang disyaratkan berdasarkan Kepmenkes 1204 Tahun 2004 b. Pemilahan, dilihat apa limbah dipisahkan dari sumbernya c. Pengemasan, kemasan limbah harus didasarkan Kepmenkes 1204 Tahun 2004 d. Pelabelan, untuk setiap label limbah disesuaikan dengan jenis limbah yang dihasilkan dari setiap ruangan berdasarkan Kepmenkes 1204 Tahun 2004 3. Pengangkutan. Dibandingkan alat yang digunakan untuk mengangkut limbah medis dan non medis pada saat penelitian dengan alat angkut yang dipersyaratkan berdasarkan Kepmenkes 1204 Tahun 2004 4. Pemusnahan Akhir. Pada tahapan ini dilihat tahapan pemusnahan dan peralatan yang digunakan dalam tahapan ini baik untuk pemusnahan limbah medis maupun pemusnahan untuk limbah non medis.