BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Penelitian Dislipidemia adalah suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan sejumlah ketidaknormalan pada profil lipid, yaitu: peningkatan asam lemak bebas, peningkatan kadar LDL-C, peningkatan kadar apolipoprotein B (apob), hipertrigliseridemia, hiperkolesterolemia, dan penurunan kadar HDL-C. Dislipidemia merupakan karakter utama dari sindrom metabolik, dengan karakter lainnya, yaitu: hiperinsulinemia, obesitas, dan hipertensi. Dislipidemia adalah salah satu faktor risiko utama penyakit kardiovaskular dan stroke. Kadar HDL-C rendah dan hipertrigliseridemia berhubungan dengan infark miokardiak yang terjadi pada pasien dengan sindroma metabolik (Mahamuni et al., 2012). Penelitian selama 4 dekade terakhir secara konsisten menunjukkan bahwa dislipidemia menyebabkan morbiditas, mortalitas, dan biaya pengobatan yang tinggi. WHO memperkirakan bahwa dislipidemia berhubungan dengan lebih dari setengah kasus penyakit jantung iskemik global dan lebih dari 4 juta kematian setiap tahunnya (Smith, 2007). Raza et al. (2003) menjelaskan bahwa terdapat hubungan linear antara kadar kolesterol dan kematian akibat penyakit jantung koroner (PJK) dimana setiap peningkatan 20 mg/dl
pada kolesterol total menyebabkan 12% peningkatan pada risiko kematian akibat PJK. American Heart Association memperkirakan bahwa lebih dari 98 juta warga Amerika mempunyai kadar kolesterol lebih dari 200 mg/dl dan lebih dari 31 juta warga mempunyai kadar kolesterol yang melebihi 240 mg/dl. Biaya total pengobatan untuk penyakit kardiovaskular dan stroke di Amerika Serikat pada tahun 2009 diperkirakan melebihi 312 juta dollar, dimana sebagian besar berhubungan dengan dislipidemia. Jumlah tersebut melebihi biaya pengobatan total untuk kanker dan tumor jinak, sebesar 228 juta dollar (AHA, 2013). Setiap tahunnya, minimal 2,6 juta orang meninggal akibat kadar kolesterol total yang tinggi. Di Indonesia, 33,1% laki-laki dewasa dan 38,2% perempuan dewasa diketahui mempunyai kadar kolestorol total 193 mg/dl (WHO, 2011). Prevalensi overweight dan obesitas semakin meningkat dan obesitas kini diperkirakan menjadi penyebab kematian kedua yang dapat dihindari setelah merokok di Amerika Serikat (WHO, 2011). Meskipun istilah overweight dan obesitas sering digunakan bergantian, overweight didefinisikan sebagai berat badan berlebih dibanding tinggi, sedangkan obesitas adalah akumulasi lemak berlebih (Brown et al., 2000). Indeks massa tubuh (IMT) adalah indeks yang umum digunakan untuk mengukur adipositas tubuh dan dihitung dengan membagi berat badan (dalam kilogram) dengan tinggi
badan kuadrat (dalam meter) (WHO, 2013). WHO dan National Institues of Health (NIH) mendefinisikan overweight sebagai IMT 25,0 29,9 kg/m 2 dan 30 kg/m 2 untuk obesitas. Namun, karena adanya perbedaan antara populasi Eropa dan Asia, the International Association for the Study of Obesity and the International Obesity Task Force menyarankan cut-off IMT yang lebih rendah untuk populasi Asia, yakni 23,0 24,9 kg/m 2 untuk overweight dan 25.0 kg/m 2 untuk obesitas (Jafar et al., 2006). Pada tahun 2005, WHO memperkirakan bahwa sekitar 1,6 juta individu di seluruh dunia adalah overweight dan setidaknya 400 juta orang dewasa adalah obese. WHO memprediksikan bahwa pada tahun 2015, akan ada sekitar 2,3 miliar orang dewasa overweight dan minimal 700 juta orang dewasa obese (Nguyen & El-Serag, 2010). Setidaknya 2,8 juta orang meninggal setiap tahunnya akibat overweight dan obesitas. Di Indonesia, 16,1% dari laki-laki dewasa dan 25,3% perempuan dewasa diketahui mempunyai IMT dalam kategori overweight, sedangkan 2,5% laki-laki dewasa dan 4,7% perempuan dewasa termasuk dalam kategori obesitas (WHO, 2011). Efek buruk dari peningkatan IMT terhadap kolesterol total, HDL-C dan tekanan darah sudah terbukti dengan jelas (Stone, 2006). Risiko untuk mengalami penyakit parah dalam bentuk diabetes tipe 2, PJK, dan kondisi lainnya, termasuk kanker, meningkat seiring dengan peningkatan IMT (IDF, 2006).
Overweight dihubungkan dengan peningkatan faktor risiko penyakit kardiovaskular dan berbagai ko-morbiditas metabolik lainnya. Individu dengan karakteristik sindroma metabolik (IMT 25 kg/m2 dan waist/hip ratio 0,91) mempunyai risiko relatif 3,2 kali lebih besar untuk kejadian sindrom koroner akut (Kolovou et al., 2005). Profil lipid puasa dapat digunakan untuk skrining risiko penyakit kardiovaskular (AACE, 2012). Beberapa penelitian menunjukkan hubungan langsung antara peningkatan kadar kolesterol total serum atau LDL-C dan terjadinya penyakit jantung koroner pada laki-laki dan perempuan yang awalnya tidak mempunyai riwayat penyakit jantung (NIH, 2002). Peningkatan kadar LDL-C, hipertrigliseridemia, dan kadar HDL-C rendah telah terbukti dapat mempercepat proses atherosklerosis. Penelitian lainnya menunjukkan bahwa penurunan berat badan dapat menurunkan kadar LDL-C dan kadar kolesterol total, serta meningkatkan kadar HDL-C, yang kemudian menurunkan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular akibat dislipidemia (Rohilla et al., 2012). ATP III menetapkan LDL-C sebagai target primer dari terapi dislipidemia. Kadar LDL-C <100 mg/dl berhubungan dengan risiko sangat rendah untuk PJK (NCEP, 2002). Peningkatan IMT juga berhubungan dengan peningkatan trigliserida yang selanjutnya meningkatkan risiko PJK juga (AHA, 2011). HDL-C mempunyai sifat vaskuloprotektif karena
mempunyai sifat anti-inflamasi. Kadar HDL-C yang rendah juga merupakan faktor risiko untuk PJK (Chapman et al., 2011). Terapi lini pertama dislipidemia adalah perubahan gaya hidup dengan cara mengurangi asupan makanan berlemak, mengurangi berat badan, dan meningkatkan aktivitas fisik. Namun, bila perubahan gaya hidup gagal dalam pencapaian target LDL-C, farmakoterapi harus diberikan (NCEP, 2002). Saat ini, terdapat 5 golongan obat hipolipidemik yang dapat digunakan, yaitu: golongan statins, turunan asam nikotinat, resin atau pengikat asam empedu, fibrat, dan ezetimibe (AACE, 2012). Oleh karena LDL-C merupakan target primer dalam terapi untuk menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, statins adalah golongan obat utama yang digunakan. Saat ini terdapat beberapa obat golongan statin yang beredar, yaitu: lovastatin, pravastatin, simvastatin, fluvastatin, dan atorvastatin. Obat obat ini berbeda dalam efikasi, waktu paruh, metabolisme, interaksi antar obat, dan efek samping, namun semuanya efektif dalam menurunkan LDL-C (Sorrentino, 2012). Atorvastatin dan simvastatin adalah 2 obat dari golongan statin yang paling banyak dipelajari dan diketahui menjadi obat yang paling berguna dalam terapi dan prevensi penyakit kardiovaskular dan stroke (Spector, 2013). Terapi yang menarget komponen lain dari profil lipid memberikan efek yang lebih rendah. Fibrat, agonis dari peroxisome proliferator alfa reseptor (PPAR) telah
dipelajari selama 40 tahun dan terbukti dapat meningkatkan HDL-C, menurunkan trigliserida, dan menurunkan LDL-C. Terapi dengan fibrat dapat menurunkan risiko kejadian PJK. Efek ini moderat, namun pada individu dengan risiko tinggi, penurunan risiko dapat menjadi signifikan (Jun, 2010). Banyak faktor berpotensial untuk mempengaruhi respon terhadap obat obat hipolipidemik tersebut, seperti faktor demografik (seperti usia, status gender, ras), faktor penyakit metabolik (seperti resistensi insulin, diabetes mellitus, obesitas, disfungsi tiroid), dan faktor terapi (jenis obat, dosis, titrasi, atau kombinasi terapi) (Morrone et al., 2012). Beberapa penelitian mengevaluasi pengaruh index massa tubuh (IMT) dalam keberhasilan terapi obat hipolipidemik. Hasil dari penelitian - penelitian tersebut tidak konsisten. Morrone et al. (2012) menyimpulkan bahwa IMT tidak berpengaruh terhadap efek monoterapi statin atau kombinasi statin dan ezetimibe dalam menurunkan LDL-C. Akan tetapi, hasil penelitian Shigematsu et al. (2012) mengenai efektifitas kombinasi terapi simvastatin dan ezetimibe dalam memperbaiki profil lipid pada pasien dengan BMI 25 kg/m 2 dan <25 kg/m 2 menunjukkan bahwa persentase penurunan kolesterol total dan LDL-C lebih tinggi pada pasien dengan BMI 25 kg/m 2. Penelitian Robinson et al. (2013) memperoleh hasil penurunan LDL-C, kolesterol total, dan trigliserida setelah terapi atorvastatin atau pravastatin lebih
signifikan pada pasien obese (IMT >30 kg/m 2 ). Cheng et al. (2011) menyatakan bahwa pasien obesitas mempunyai kemungkinan lebih rendah untuk mencapai target profil lipid dibanding pasien dengan IMT normal. Uraian latar belakang tersebut menunjukkan inkonsistensi pengaruh indeks massa tubuh terhadap efek obat hipolipidemik. Studi yang dilakukan sebelumnya sebagian besar membandingkan pasien obese dan nonobese, padahal prevalensi overweight juga meningkat. Oleh karena itu, penulis ingin mengetahui efek simvastatin, atorvastatin, dan fenofibrat dalam menurunkan kolesterol total, trigliserida, dan LDL-C, serta meningkatkan HDL-C pasien dislipidemia dengan index massa tubuh normal, overweight, dan obesitas berdasarkan data sekunder pasien. b. Rumusan masalah Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimana efek simvastatin, atorvastatin, dan fenofibrat terhadap profil lipid pasien dislipidemia dengan indeks massa tubuh normal, overweight, dan obesitas?
c. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek simvastatin, atorvastatin, dan fenofibrat terhadap profil lipid pasien dislipidemia dengan indeks massa tubuh normal, overweight, dan obesitas. 2. Tujuan Khusus 1) Mengetahui obat mana dari ketiga obat tersebut di atas yang paling berpengaruh dalam menurunkan kolesterol total, trigliserida, dan LDL-C, serta meningkatkan HDL-C pasien dislipidemia. 2) Mengetahui obat mana dari ketiga obat di atas yang paling banyak digunakan dalam penanganan pasien dislipidemia. d. Keaslian Penelitian 1. Penelitian oleh Shigematsu et al. (2012) mengenai efektifitas kombinasi terapi simvastatin dan ezetimibe dalam memperbaiki profil lipid pada pasien dengan BMI 25 kg/m 2 dan <25 kg/m 2, menyimpulkan bahwa persentase penurunan kolesterol total dan LDL-C lebih tinggi pada pasien dengan BMI 25 kg/m 2. 2. Penelitian oleh Morrone et al. (2012) menyimpulkan bahwa IMT tidak berpengaruh terhadap efek monoterapi statin atau kombinasi statin dan ezetimibe dalam menurunkan LDL-C.
3. Penelitian Robinson et al. (2013) memperoleh hasil penurunan LDL-C, kolesterol total, dan trigliserida setelah terapi atorvastatin atau pravastatin lebih signifikan pada pasien obese (IMT >30 kg/m 2 ). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah untuk mengetahui efek simvastatin, atorvastatin, dan fenofibrat terhadap profil lipid pasien dislipidemia dengan indeks massa tubuh normal, overweight, dan obesitas dengan menggunakan data sekunder dari data medical check up (MCU) pasien. e. Manfaat Penelitian 1) Bagi dunia pendidikan Sebagai salah satu sumber referensi bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian mengenai efek simvastatin, atorvastatin, dan fenofibrat terhadap profil lipid pasien dislipidemia dengan indeks massa tubuh normal, overweight, dan obesitas. 2) Klinisi Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi untuk meningkatkan kompetensi dari dokter dalam memilih obat hipolipidemik untuk mengatasi dislipidemia berdasarkan kategori indeks massa tubuh.
3) Bagi peneliti Sebagai sarana pembelajaran untuk mendapatkan pengalaman dalam melakukan penelitian efek IMT terhadap obat hipolipidemik dan farmakoepidemiologi obat hipolipidemik.