BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pilgub Jabar telah dilaksanakan pada tanggal 24 Pebruari 2013, yang

Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah Provinsi,

BAB II KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN LABUHAN BATU UTARA. A. Sejarah Singkat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhan Batu

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Pengawasan dalam..., Ade Nugroho Wicaksono, FHUI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

Moleong (2012: 6) mengemukakan pengertian metode penelitian kualitatif sebagai berikut:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

Lampiran pertanyaan. Panwaslu Bantul. berapa jumlah yang sudah ditindaklanjuti?

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

Peran Strategis Komisi Pemilihan Umum dalam Pelaksanaan Pemilu

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

BAB 3 ANALISIS SISTEM BERJALAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun 2014 ini diselenggarakan Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif (DPR,

BAB I PENDAHULUAN. Simbol manifestasi negara demokrasi adalah gagasan demokrasi dari

I. PENDAHULUAN. Politik merupakan proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM PROVINSI KALIMANTAN BARAT. NOMOR : 21/Kpts/KPU-Prov-019/2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 2 DATA DAN ANALISA. Metode yang digunakan untuk mendapatkan data antara lain: - Tinjauan Pustaka : Buku Mengapa Kami Memilih Golput.

Penegakan Hukum Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. karena sebelumnya pemilihan Calon /wakil Gubernur Sumatera sudah terlaksana

PENETAPAN KINERJA (TAPKIN)

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan menurut UUD. Dalam perubahan tersebut bermakna bahwa

BAB I PENDAHULUAN. antara lain karena Indonesia melaksanakan sejumlah kegiatan politik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

Naskah diterima: 29 Desember 2015; disetujui: 11 Januari 2015

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

BAB I PENDAHULUAN. 1. Untuk menghimpun seluruh program dan kegiatan yang dilakukan oleh Komisi

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan. 1. Persepsi Mahasiswa Penyandang Disabilitas Tentang Aksesibilitas Pemilu

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

BAB I1 Perencanaan Dan Perjanjian Kinerja L IHA PEMILIHAN UMUM

STRATEGI KPUD KOTA PEKALONGAN DALAM MENSOSIALISASIKAN PELAKSANAAN PEMILUKADA KOTA SUMMARY TUGAS AKHIR

BAB IV PENUTUP. pemerintahan. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai

PERATURAN KPU TENTANG SOSIALISASI DAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR, BUPATI DAN WAKIL BUPATI, DAN/ATAU WALIKOTA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

LAPORAN HASIL PENELITIAN

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. peran-peran pihak terkait, dengan prosedur yang telah ditentukan dalam. dewan perwakilan rakyat daerah (Mashudi, 1993:23).

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut ( Dalam prakteknya secara teknis yang

RANCANGAN PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM TENTANG PEMBENTUKAN DAN TATA KERJA PANITIA PEMILIHAN KECAMATAN, PANITIA PEMUNGUTAN SUARA, DAN KELOMPOK

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

BAB II DISKRIPSI ORGANISASI

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan rakyat sebagai subjek bukan objek pembangunan, sehingga

I. PENDAHULUAN. masyarakatnya heterogen. Salah satu ciri sistem demokrasi adalah adanya

PEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA. Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta. Abstrack

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

MEKANISME PENYELENGGARAAN PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR JATENG DAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI KUDUS TAHUN 2018

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum tentang Pengawasan Tahapan

I. PENDAHULUAN. dimana warga negara memiliki hak untuk ikut serta dalam pengawasan

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lampiran 1 Pernyataan Terkait Pemidanaan Golput

KOMISI PEMILIHAN UMUM,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian juta 66,9 juta (67 juta) Golput atau suara penduduk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Penelitian ini mengkaji tentang Badan Pengawas Pemilu (BAWASLU), proses. pengawasan dan hambatan-hambatan yang dialami dalam mengawasi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 04 TAHUN 2007 TENTANG

BAB II DESKRIPSI LOKASI. demi terciptanya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan

1. BAB I 2. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PEDAHULUAN. Negara demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan

Tujuan, Metodologi, dan Rekan Survei

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. karena keberhasilan suatu perusahaan atau organisasi terletak pada kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang. Negara yang menganut paham demokrasi, pemikiran yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah penulis melakukan penelitian, menganalisis, dan membahas hasil

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN GUBERNUR, BUPATI, DAN WALIKOTA

2015, No tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umu

Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab *

Kata Pengantar. Surabaya, 09 Mei Purnomo S. Pringgodigdo, SH., MH.

Oleh : Dr. Muhammad, S.IP., M.Si. (Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia, yakni meliputi pemilihan umum anggota DPR/DPD/DPRD, pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, serta pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Sebelum pemilu 2004, KPU dapat terdiri dari anggota-anggota yang merupakan anggota sebuah partai politik, namun setelah dikeluarkannya UU No. 4/2000 pada tahun 2000, maka diharuskan bahwa anggota KPU adalah non-partisan atau bukan berasal dari partai politik. Jika dilihat secara objektif kita harus menilai kinerja KPU karena KPU adalah salah satu cara mencari para pemimpin dan wakil rakyat kita karena pemilu yang diselenggarakan oleh KPU adalah gerbang menuju sebuah kekuasaan. Menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) sendiri Abdul Hafiz Anshary berdasarkan kutipan situs www.kpu.go.id mengakui bahwa kinerja lembaga yang dipimpinnya kurang maksimal dalam melaksanakan tugas menyiapkan Pemilu 2009. Hal itu diakibatkan sejumlah kendala yang tidak bisa diselesaikan secara internal, misalnya dana dan sumber daya manusia. Salah satu contoh, KPU merasa kurang maksimal dalam sosialisasi pemilu melalui media elektronik karena anggaran tidak memadai untuk beriklan dengan frekuensi cukup tinggi. Anggaran sosialisasi tidak hanya di media elektronik KPU harus membagi jatah anggaran untuk iklan media cetak, poster, spanduk, dan lain-lain. Menurut ketua KPU Abdul Hafiz berdasarkan kutipan situs www.kpu.go.id mengaku kesulitan mengkoordinasikan program dengan anggota karena jumlah yang terbatas padahal jam terbang tinggi. 1

2 Belum lagi KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) yang kurang fokus mengurus pemilu karena sibuk mengurus pilkada. Kalau mau merekrut tenaga baru itu juga membutuhkan anggaran baru lagi. Untuk mengatasi masalah itu, KPU bekerja sama dengan tokoh masyarakat, media massa, instansi pemerintah, dan swasta. Sebenarnya dukungan pihak lain dapat membantu menjelaskan selukbeluk dan mekanisme pemilu kepada masyarakat, terutama bagi yang cacat dan pemilih baru. Kepada Departemen Dalam Negeri, misalnya KPU sudah dibantu menjelaskan pemilu melalui kepala-kepala daerah dan kepada perusahaan seluler, KPU mendapat dukungan penyebaran informasi melalui layanan pesan pendek. menurut ketua KPU Hafiz berdasarkan kutipan situs www.kpu.go.id mengulas soal kesiapan logistik pemilu disampaikan sejauh ini kendala yang sering terjadi adalah soal distribusi kertas suara, kotak suara, dan tinta terutama di daerahdaerah seperti Papua dan pulau-pulau terpencil. Di sisi lain KPU diharapkan membangun koordinasi dengan pemerintah dan Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) mengurangi dan menyelesaikan masalah yang bisa menghambat kelancaran pemilu. Soal daftar pemilih tetap, KPU menggunakan kesempatan revisi sebaik mungkin sehingga semua pemilih terdaftar bisa masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) peningkatan sosialisasi bisa menjadi metode perbaikan DPT itu. Selain itu, menyatakan masyarakat juga harus menyediakan waktu dan tenàga untuk bertukar pikiran dengan KPU demi kelancaran pemilu. Terjadi banyak sekali kecurangan dalam pemilu sebenarnya siapa yang harus bertanggung jawab atas terjadinya kecurangan-kecurangan dalam pemilu? apakah mental orang Indonesia yang tidak bisa menerima kekalahan? atau kah sistem yang membuat kecurangan itu terjadi? atau peraturan yang longgar penyebabkan itu terjadi?. Menurut ketua MK (Mahkamah Konstitusi) Mahfud M.D berdasarkan kutipan situs www.mahkamahkonstitusi.co.id menilai konflik dalam pemilihan kepala daerah tidak hanya karena ada upaya kecurangan dan para kontestan, tetapi ada kecenderungan KPU mulai terlibat. Awalnya kecurangan pilkada hanya dilakukan para kontestan, kini ada kecenderungan dilakukan KPU.

3 Dengan demikin seharusnya sanksi tidak hanya ditujukan kepada kontestan, melainkan akan diarahkan pemberian sanksi terhadap KPU, mengingat sengketa pilkada terjadi di berbagai tempat di Tanah Air. Menurut ketua MK, indikasi kecurangan yang ditemui antara lain membatalkan pencalonan seseorang atau memaksakan seseorang menjadi calon meski tidak memenuhi syarat sebagai upaya memecah suara orang lain. Ada pula pihak yang dianggap kuat dibatalkan karena dianggap tidak memenuhi syarat. Kecenderungan seperti itu memang ada banyaknya pilkada yang sudah berjalan baik dan hanya sebagian kecil yang mengalami pengulangan dalam pemilu menurut MK (Mahkamah Konstitusi) banyaknya pengulangan dalam pemilu tadi hanya karena masalah teknis atau kecurangan-kecurangan yang mempengaruh pemenang dalam pilkada tersebut jadi, apa bila kecurangan tersebut sangat berpengaruh seperti merugikan calon lain maka akan di ulang. Tabel 1.1 Kasus yang ditangani Mahkamah Konstitusi 90% Pilkada sudah berjalan baik 10% pilkada harus diulang Sumber: www.mahkamah Konstitusi.co.id (2012) Dilihat tabel tersebut dapat diketahui dan 400-an kasus yang ditangani MK hanya 30-an kasus yang menghasilkan putusan pilkada harus diulang. Pada umumnya setiap pelaksanaan pilkada ada kecenderungan terjadi kecurangan, karena hampir semua kontestan berusaha curang. Jika kecurangan tersebut tidak berpengaruh secara signifikan, kasus tersebut akan diserahkan ke pengadilan umum. Menurut ketua MK berdasarkan kutipan situs www.nasional.kompas.com menjelaskan bahwa kecurangan yang terjadi dalam pilkada tetap dianggap salah.

4 Misal, jika ditemukan pencurian suara akan tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap hasil pilkada maka akan diadili secara pidana. Masalah yang lain adalah rendahnya tingkat partisipasi masyarakat itu cukup meresahkan karena dalam pemilu 2009 kemarin hampir 50% rakyat Indonesia tidak menggunakan hak pilihnya tentu yang kita soroti adalah sosialisasi dari KPU sendiri bisa sampai penyebabkan tingginya tingkat golput di masyarakat. Dalam konteks penyelenggaraan Pemilu/Pemilukada, besarnya jumlah partisipasi masyarakat digunakan sebagai salah satu tolak ukuran keberhasilan penyelenggaraan Pemilu/Pemilukada dan legitimasi mandat yang diberikan rakyat kepada pasangan calon terpillh. Semakin rendahnya partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam sebuah Pemilu/Pemilukada maka dapat dikatakan penyelenggara Pemilu/Pemilukada gagal dalam melaksanakan sebuah Pemilu/Pemilukada dan legitimasi kemenangan pasangan calon terpilih juga rendah. Menurut Irvan Maward peneliti Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) berdasarkan kutipan situs. http//www.jppr.or.id berpendapat di Indonesia, perdebatan tentang partisipasi politik hanya terbatas pada angka tingkat partisipasi masyarakat dalam setiap pemilihan umum. Sebelum reformasi bergulir, angka itu selalu berada pada kisaran 90 persen, maka dengan mudah orang akan menyebut bahwa tingkat partisipasi politik masyarakat tinggi. Tapi sebetulnya bukan itu, atau tepatnya bukan satu-satunya ukuran tentang tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum yang lebih terpenting adalah adanya jaminan dan mekanisme yang baku, dan comfortable bagi semua rakyat untuk dapat menyalurkan pikiran-pikirannya ke dalam sebuah institusi formal. Belum ada ukuran kuantitas yang pasti berapa persen jumlah partisipasi masyarakat dalam suatu pemilukada tetapi dikatakan sedikit lebih tinggi dibandingkan tingkat partisipasi masyarakat terhadap pemilihan umum bertingkat nasional lebih rendah dibandingkan tingkat partisipasi masyarakat terhadap pemilukada di daerahnya bisa dicontohkan pada bagan dibawah ini:

5 Tabel 1.2 Tingkat partisipasi masyarakat Kota Cimahi Sumber: KPU (Komisi Pemilihan Umum) Kota Cimahi Menurut bagan di atas dapat dilihat tingkat partisipasi masyarakat pada pemilukada Kota Cimahi 2012 lalu, menurut KPUD mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya di pemilukada Kota Cimahi kemarin hampir sekitar 40% bahkan ada yang mencapai 50% menurunnya tingkat partisipasi ini. Berdasarkan informasi dari KPUD sendiri rata-rata warga Kota Cimahi tidak mempermasalahkan siapapun yang terpilih menjadi walikota dan wakil walikota, tetapi dengan tingginya golput sendiri bisa jadi terjadi karena rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap walikota atau wakil walikota dan KPU. Akibatnya terhadap menjalankan roda pemerintahan dan pelaksana pemilu, tetapi ini mungkin terjadi karena minimnya sosialisasi yang di lakukan oleh KPU, hal ini dapat di lihat pada tingkat partisipasi masyarakat menurun dari pemilu tahun kemarin yang hampir 75% turun sekitar 10-15% dari tahun kemarin, ini harus bisa menjadi bahan introspeksi bagi KPU/KPUD sendiri hal itu mencermin kan rendah tingkat kepercayaan masyarakat terhadap KPU sendiri dengan banyaknya kecurangan yang terjadi dalam pemilu tetapi tidak ada tindak lanjutnya padahal kecurangan-kecurangan dalam pemilu bisa saja ditindak lanjuti bekerjasama dengan polisi contohnya money politik hal itu bisa masuk dalam kasus pidana karena termasuk penyuapan.

6 Sebenarnya rendahnya tingkat partisipasi masyarakat sendiri bukan hanya terjadi di Kota Cimahi tetapi terjadi juga di seluruh Indonesia. Jika disimpulkan bahwa semakin lama semakin menurun tingkat partisipasi politik di masyarakat. Harusnya KPU dalam hal ini penyelenggara pemilu harus lebih giat dan sensitif melihat permasalahan ini, bukan malah terjadi pembiaran oleh KPU sendiri, malah menjadi hal yang lumrah orang Indonesia golput, jika tingkat golput itu semakin tinggi maka akan berimbas pada legitimasi pemimpin yang dihasilkan melalui mekanisme pemilihan umum ini rendah dan sudah menjadi kewajiban bahwa salah satu tugas KPU adalah sosialisasi. Jika dlihat akar dari permasalahan yang sebenarnya adalah kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh KPU, terutama untuk para pemilih pemula setiap tahunnya para pemilih pemula ini cukup besar tingkat golputnya. Salah satu alasan mereka tidak menggunakan hak pilih nya adalah tidak tahu tatacara pemilu padahal memilih dan dipilih itu adalah hak setiap warga negara, jika sampai itu terjadi maka pemilu yang di laksanakan oleh KPU bisa di anggap gagal karena tidak dapat melaksanakan pemilu dengan baik, padahal dengan kemajuan teknologi dapat digunakan oleh KPU sebagai salah satu fasilitas untuk mengsosialisasikan pemilu. Berbeda halnya dengan diluar negeri misalkan di Australia memilih itu adalah sebuah kewajiban. Jadi ketika seorang warga negara tidak memilih dalam pemilihan umum (golput) akan ada sebuah sanksi dan ada juga contoh lain di Amerika pemilihan umum disana sudah menggunakan teknologi internet jadi pemilihan itu bisa menggunakan email, jadi seseorang tidak perlu ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) hanya perlu mengirim email dan itu bisa sangat memudahkan bagi seseorang yang sibuk atau malas datang ke TPS. Hal tersebut tentunya memudahkan jadi bisa menekan tingkat golput itu sendiri ketika pemilihan ini fleksible atau mudah pasti tingkat partisipasi masyarakat sendiri otomatis akan tinggi. B. Fokus Penelitian 1. Bagaimana tanggapan masyarakat tentang kinerja KPU?

7 2. Bagaimana upaya yang dilakukan KPU dalam meminimalisir tingkat golput di Kota Cimahi? 3. Bagaimana upaya yang dilakukan KPU dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat Kota Cimahi? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan teoritis Ada pun tujuan teoritis terdapat dibawah ini: Sebagai sarana aplikatif terhadap yang sudah dipelajari dalam sistem politik Indonesia. 2. Tujuan praktis Ada pun tujuan teoritis terdapat dibawah ini: Untuk mengetahui tanggapan masyarakat tentang kinerja KPU. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan KPU dalam meminimalisir tingkat golput. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan KPU dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dan hasil penelitian ini adalah bersifat teoritik dan praktis. Adapun manfaat-manfaat tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Teoretik Peneliti ini mengharapkan adanya peningkatan kinerja KPU sendiri terutama dalam menyelenggarakan pemilu dan agar menghasilkan pemimpin-

8 pemimpin yang berintegritas tinggi dan terselenggarakannya pemilu yang luberjurdil. 2. Praktis a. Diketahuinya tanggapan masyarakat tentang kinerja KPU. b. Diketahuinya upaya yang dilakukan KPU dalam meminimalisir tingkat golput. c. Diketahuinya upaya yang dilakukan KPU dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat E. Asumsi Berdasarkan pengalaman dan pra penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap kinerja KPU dan partisipasi masyarakat, maka penulis dapat mengajukan beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Partisipasi masyarakat merupakan ciri khas modernisasi politik dalam pembangunan. Hemat kata kemajuan demokrasi dapat di lihat dan seberapa besar tingkat partisipasi politik masyarakatnya Huntington (1993: 270). 2. Semakin banyak media yang digunakan untuk sosialisasi dalam pemilu mempengaruhi juga tingkat partisipasi masyarakat. 3. Sesuai dengan visi dan KPU sendiri yang ingin menciptakan melayani dan memperlakukan setiap peserta pemilihan umum secara adil dan setara, serta menegakkan peraturan pemilihan umum secara konsisten sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Meningkatkan kesadaran politik rakyat untuk berpartisipasi aktif dalam pemilihan umum demi terwujudnya cita-cita masyarakat Indonesia yang demokratis. F. Definisi Operasional

9 1. Menurut Das dan Teng (1998: 29) kepercayaan adalah memberikan definisi atau pengertian kepercayaan (trust) sebagai derajat di mana seseorang yang percaya menaruh sikap positif terhadap keinginan baik dan keandalan orang lain yang dipercayanya di dalam situasi yang berubah-ubah dan beresiko. 2. Menurut Syaifullah (2009: 149) partisipasi politik adalah sebagai kegiatan warga negara untuk turut serta atau mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan atau proses-proses politik. 3. Menurut Amirudin dan Basri Zaini (2006: 11) golput (golongan putih) adalah seseorang yang tidak memberikan hak pilihnya dalam pemilu. Pengertian golongan putih (golput). Golput juga biasa dimaksudkan untuk menyebut mereka yang tidak memilih dalam sebuah pemilihan umum. Definisi tersebut memiliki beberapa aspek: a. Ia mencakup kegiatan-kagiatan akan tetapi tidak sikap-sikap, akan tetapi beberapa sarjana menganggap partisipasi politik mencakup pula oreintasioreintasi para warga negara terhadap politik serta prilaku mereka yang nyata. b. Kegiatan politik warga negara preman, atau lebih tepat lagi peroranganperorangan dalam peranan mereka sebagai warga negara preman. c. Kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Kegiatan yang demikian difokuskan terhadap pejabat-pejabat urnum, mereka yang pada umumnya diakui mempunyai wewenang untuk mengambil keputusan dan yang final mengenai pengalokasian nilai-nilai secara otoritatif di dalam masyarakat. d. Kegiatan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pemerintah, tak peduli apakah kegiatan itu benar-benar mempunyai efek berhasil atau tidak. 4. Pengertian KPU Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia, yakni meliputi pemilihan umum anggota DPR/DPD/DPRD, pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden, serta pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah. Komisi Pemilihan Umum tidak dapat disejajarkan kedudukannya dengan lembaga-lembaga negara yang lain yang kewenangannya ditentukan dan diberikan oleh UUD 1945.

10 Bahkan nama Komisi Pemilihan Umum belum disebut secara pasti atau tidak ditentukan dalam UUD 1945, tetapi kewenangannya sebagai penyelenggara pemilihan umum sudah ditegaskan dalam Pasal 22E ayat (5) UUD 1945 yaitu: Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Artinya bahwa Komisi Pemilihan Umum itu adalah penyelenggara pemilu, dan sebagai penyelenggara bersifat nasional, tetap dan mandiri indiependen, Asshiddiqie (2006: 236-239). G. Metodologi Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bodgan dan Tylor Moleong, (2000: 3) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Menurut Bodgan dan Tylor Moleong (2000: 57) penelitian yang dilakukan penulisan adalah penelitian dengan menggunakan metode deskriptif analitis. Karena dengan menggunakan metode deskriptif analitis peneliti mendapatkan gambaran mengenai situasi atau kejadian, fenomena-fenomena yang sedang terjadi dan berhubungan dengan kondisi masa kini. Metode desktiptif berusaha mengambarkan dan menginterpretasikan objek sesuai kondisi yang ada dilapangan. Dipilihnya metode deskriptif analitis dalam penelitian ini karena metode ini memfokuskan perhatian pada suatu fenomena yang aktual dan menggambarkannya secara aktual dan kontekstual mengenai peranan KPU dalam mengatasi angka golput serta meningkatkan partisipasi politik masyarakat. Sesuai dengan hal tersebut diharapkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti secara konprehensif dapat mengungkapkan fakta-fakta yang ada tentang peranan KPU dalam mengatasi angka golput serta meningkatkan partisipasi politik masyarakat.

11 H. Teknik Pengambilan Data Adapun teknik penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Observasi Endang Danial (2009: 77) menyatakan bahwa observasi merupakan alat yang digunakan untuk mengamati, dengan melihat, mendengarkan, merasakan, mencium, mengikuti, segala hal yang terjadi dengan cara mencatat dan merekam segala sesuatunya tentang orang atau kondisi suatu fenomena tertentu. Adapun observasi yang akan penulis lakukan dalam penelitian ini adalah terhadap elemen masyarakat Kota Cimahi. 2. Wawancara Wawancara adalah teknik mengumpul data dengan cara mengadakan dialog, Tanya jawab antara peneliti dan responden secara sungguh-sungguh. Wawancara atau interview dilakukan dimana saja selama dialog ini dapat dilakukan, misalnya sambil berjalan, duduk santai disuatu tempat, di lapangan, di kantor, di bengkel, di kebun, atau dimana saja Endang Danial (2009: 71). Dalam pelaksanaannya nanti di lapangan, penulis akan melakukan wawancara kepada, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda Kota Cimahi. 3. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah penelitian, seperti peta, data statistik, gambar, dan sebagainya Endang Danial (2009: 79). Studi dokumen yang akan diainbil oleh penulis yaitu berupa gambar-gambar kegiatan observasi di kota cimahi. 4. Studi Literatur

12 Studi literatur adalah teknik penelitian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan sejumlah buku-buku, majalah, liflet, yang berkenaan dengan masalah dan tujuan penelitian Endang Danial (2009: 80). Berkaitan dengan studi literatur, dalam penelitian penulis membaca, mempelajari, dan mengkaji literature-literatur yang berhubungan dengan dengan keterkaitan Kota Cimahi. I. Subjek dan Lokasi Penelitian 1. Subjek penelitian Subjek penelitian ini adalah untuk secara umum untuk warga Kota Cimahi tetapi khususnya kepada KPU. Tabel 1.3 Subjek Penelitian NO Responden Jumlah 1 Ketua KPU 1 orang 2 Anggota KPU 5 Orang 3 Tokoh Masyarakat 15 Orang Sumber: Diolah oleh peneliti 2013 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di Kota Cimahi meliputi Kecamatan Cimahi Utara, Cimahi Tengah dan Cimahi Selatan, Jawa Barat. Pemilihan Kota Cimahi sendiri sebagai lokasi penelitian adalah karena tingkat golput pada pemilukada di Kota Cimahi mencapai 30% dan semakin meningkat tiap tahunnya oleh karena itu peneliti memilih Kota Cimahi sebagai lokasi penelitian.