1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu komoditi andalan Provinsi Jawa Barat yang dikenal masyarakat sejak zaman Hindia Belanda (tahun 1860). Melalui sejarah yang panjang, perkebunan teh dibudidayakan dan dikelola oleh perusahaan negara, perusahaan swasta, maupun perkebunan rakyat. Industri teh saat ini sedang mengahadapi berbagai masalah, antara lain terjadinya over production nasional maupun dunia dan di sisi lain tingkat konsumsi teh masyarakat masih tergolong rendah. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk mentransformasi keunggulan komparatif (comparative advantages) menjadi keunggulan kompetitif (competitive advantages), dengan mengembangkan subsistem agribisnis hulu secara sinergi dengan pengembangan subsistem agribisnis hilir dan membangun jaringan pemasaran domestik maupun internasional, yang digerakkan oleh kekuatan inovasi (innovation driven) (Tampubolon, 2002:20), Pembangunan agribisnis perkebunan yang telah berganti arah dari penekanan produksi kepada permintaan pasar atau konsumen yang merupakan konsekuensi logis dari terjadinya globalisasi perdagangan yang
2 menimbulkan dampak hyper competition di antara negara-negara produsen teh. Pembangunan perkebunan dengan pendekatan sistem agribisnis yang berorientasi pasar pada dasarnya bertitik tolak pada pasar sebagai penggerak utama pengembangannya yaitu mempertemukan kebutuhan pelanggan atau permintaan pasar dengan pasokan yang tersedia, baik pasar lokal (domestik) maupun ekspor. Untuk melihat perkembangan produksi teh dapat disajikan pada Tabel 1.1. Tabel 1.1. Perkembangan Produksi Teh di Indonesia Tahun 1994-2003 Tahun Produksi % (Ton) (Naik/Turun) 1994 128.289-1995 143.675 11,99 1996 166.256 15,71 1997 153.619-7,60 1998 166.825 8,59 1999 161.003-3,48 2000 157.371-2,25 2001 172.897 9,86 2002 172.792-0,06 2003 168.000-2,77 Sumber : ITC (International Tea Committee), Tahun2004 Tabel 1.1 menunjukkan, perkembangan produksi mengalami fluktuasi selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir dari tahun 1994 sampai dengan
3 tahun 2003. Dari total produksi teh Indonesia tersebut, kontribusi terbesar (66,99 persen) berasal dari Provinsi Jawa Barat dan sisanya dari Sumatera. Kontribusi teh tersebut dihasilkan oleh perkebunan teh rakyat, perkebunan besar swasta, dan perkebunan negara, seperti disajikan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2. Luas Areal dan Produksi Tanaman Teh Menurut Kepemilikan di Provinsi Jawa Barat Tahun 2003 Perkebunan Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) * Produktivitas Lahan (Ton/Ha) 1. Rakyat 57.816,66 33.790,52 0,58 2. Swasta 25.005,10 29.197,12 1,17 3. Negara 26.332,42 49.565,44 1,88 Total 109.154,18 112.553,08 - Sumber : BPS Jawa Barat Dalam Angka,Tahun 2004 Keterangan : *) Teh kering Hasil produksi yang dicapai, selain untuk kebutuhan dalam negeri juga diekspor ke berbagai negara. Kondisi pasar ekspor yang selama ini menjadi target pasar utama sangat sulit ditingkatkan, karena posisi Indonesia hanya sebagai pengikut pasar (market follower) dengan pangsa pasar hanya 6 persen. Hasil ekspor terbesar diraih oleh Sri Lanka 21 persen, disusul oleh Kenya 19 persen, China 19 persen, India 12 persen, dan sisanya negara lainnya seperti Other Africa 5 persen, Argentina 4 persen, Vietnam 4 persen,
4 Malawi 3 persen, serta Uganda 2 persen (ITC, 2004:43). Untuk melihat perkembangan hasil ekspor impor teh Indonesia disajikan pada Tabel 1.3. Tabel 1.3. Perkembangan Hasil Penjualan Ekspor Impor Teh Indonesia Tahun 1994-2003 (Ton) Tahun Volume Volume Impor Ekspor 1994 84.916 100 1995 79.227 50 1996 101.532 50 1997 66.843 2.300 1998 67.219 2.300 1999 97.847 1.600 2000 105.581 2.200 2001 99.721 3.800 2002 100.185 6.000 2003 88.175 4.700 Sumber ITC (International Tea Committee), Tahun 2004 Tabel 1.3 menunjukkan, volume ekspor cenderung menurun dari tahun ke tahun. Kondisi ini disebabkan oleh tingkat kualitas yang relatif rendah dan situasi politik internasional. Hal ini sesuai dengan pendapat Dede Suganda dan Warli Sukarja 1), bahwa pemasaran teh ke Timur Tengah (Arab Saudi, Irak, Libanon, Yordania, Turki dan Iran) mengalami hambatan yang disebabkan perang Irak. Demikian halnya hambatan pemasaran teh ke 1 ) Pikiran Rakyat, 2004.. Pemasaran International Terganggu Perang Irak: Pengiriman 11.000 Ton Produk Teh Terhambat. 9 Juli, Bandung.
5 Inggris dan Amerika Serikat yang diakibatkan oleh perbedaan politik dengan pemerintah Indonesia dalam perang Irak. Di sisi lain, walaupun negara kita sebagai pengekspor teh, namun juga sebagai pengimpor teh yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Ironisnya ekspor yang dilakukan pada umumnya masih dalam bentuk curah (lose tea) yang dikemas dengan kertas khusus berbagai ukuran yaitu 40 kg 60 kg. Impor teh yang masuk telah memiliki nilai tambah dengan kemasan yang lebih baik dan harga yang ditawarkan jauh lebih mahal. Pasar bebas secara efektif akan diberlakukan tahun 2010. Kondisi ini akan berdampak positif karena memiliki pasar yang lebih luas. Akan tetapi, jika perusahaan tidak siap, maka dampak negatifnya akan menjadi target pasar bagi negara produsen teh lainnya. Salah satu upaya untuk mengatasi over production, perusahaan negara maupun perusahaan swasta, hendaknya berusaha meningkatkan konsumsi dalam negeri, karena potensi pasar dalam negeri cukup besar dengan melihat trend populasi penduduk Indonesia. Tabel 1.4 menyajikan perkembangan konsumsi teh dalam negeri. Tabel 1.4 menunjukkan, perkembangan konsumsi teh dalam negeri relatif tetap dan tergolong rendah, jika dibandingkan dengan negara lain yang memiliki tingkat konsumsi teh per kapita cukup tinggi, seperti India telah mencapai di atas 660 gram, Sri Lanka 1,380 gram, Inggris 2.240 gram,
6 Irlandia 2.960 gram, Polandia 820 gram, Bahrain 1,310 gram, Hongkong 1.370 gram, Negara Arab di atas 2.000 gram, Pakistan 750 gram, Jepang 1,040 gram, dan New Zealand 950 gram (ITC, 2004:121). Tabel 1.4. Perkembangan Konsumsi Teh Per Kapita dalam Negeri Tahun 1997-2003. Tahun Konsumsi Per Kapita/Tahun (gram) 1997 250 1998 310 1999 320 2000 310 2001 300 2002 310 2003 350 Sumber : ITC (International Tea Committee ), Tahun 2004 Banyak faktor yang sangat mempengaruhi rendahnya konsumsi per kapita nasional tersebut antara lain; faktor internal konsumen seperti budaya, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis. Di samping itu, juga dipengaruhi oleh kinerja bauran pemasaran seperti produk, harga, saluran distribusi, dan promosi serta produk substitusi (air mineral, susu, kopi dan coklat). Budaya konsumen merupakan penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar. Budaya minum teh ditemukan di masyarakat China dan
7 Jepang yang menjadikan teh sebagai minuman sehat (tradisi), sedangkan di Eropa pada umumnya minum teh merupakan minuman nasional. Di Jawa Barat minum teh merupakan budaya, karena setiap restoran dan rumah makan serta warung makan menyajikan minuman teh tanpa gula sebagai minuman pengganti air putih. Walaupun, budaya minum teh telah menjadi kebiasaan masyarakat pada umumnya dan Jawa Barat khususnya, namun relatif belum diminum secara teratur. Dilihat dari kelas sosial, masyarakat beranggapan bahwa minum teh merupakan minuman kelas rendah, sedangkan minuman susu atau minuman lainnya dipersepsikan sebagai minuman kelas sosial tingkat menengah dan atas. Padahal di negara lain, masyarakat yang mempunyai pendapatan tinggi menganggap sebagai minuman terpenting dalam pergaulan, karena minum teh telah dianggap sebagai bagian dari life style (gaya hidup). Hal ini didukung oleh pendapat Ruslina (2003:84-85), tradisi minum teh telah berkembang di Indonesia, tetapi penghargaan terhadap teh berkualitas masih rendah, dibandingkan dengan masyarakat di Taiwan yang meyakini minum teh identik dengan kesehatan. Fakta ini dibuktikan dengan rata-rata konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia lebih tinggi yaitu 6,50 kg per tahun, dibandingkan konsumsi susu negara China 2,96 kg, Philipina 0,25 kg, Malaysia 3,82 kg, dan Thailand 2,04 kg.
8 Selain itu, rendahnya tingkat konsumsi teh juga dipengaruhi oleh semakin gencarnya promosi dari produk saingan seperti kopi, susu, aqua dan minuman ringan lainnya. Kondisi ini didukung oleh hasil penelitian Dadang Surjadi, dkk., (2002:92-93) bahwa reaksi konsumen dalam merespons teh sesuai iklan televisi dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, daya substitusi teh, keluarga, dan kerabat yang merupakan sumber referensi bagi konsumen. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dsimpulkan bahwa pengaruh iklan yang ditayangkan melalui media televisi sangat dimungkinkan karena di Indonesia pada umumnya dan Jawa Barat khususnya, televisi bukan lagi barang mewah bahkan televisi sudah dianggap kebutuhan primer bagi sebagian besar rumah tangga. Dilihat dari karaktersitk individu, secara umum menunjukkan adanya kecenderungan bahwa minuman teh hanya khusus orang dewasa saja, padahal untuk konsumsi anak-anak dan manusia usia lanjut jauh lebih baik karena teh dapat memenuhi gizi dan kesehatan. Jumlah konsumsi teh yang dibeli, erat hubungannya dengan jumlah anggota keluarga, sehingga semakin besar jumlah anggota keluarga seharusnya jumlah yang dibelipun akan meningkat. Selanjutnya, faktor psikologis konsumen yang menunjukkan bahwa kecenderungan seseorang mengkonsumsi minuman teh masih terbatas pada motivasi untuk menghilangkan rasa haus (pelepas dahaga) dan relatif
9 belum mengetahui secara luas manfaat dari teh. Hal ini sesuai dengan pendapat Nana Subarna, dkk., (2002:5) mengemukakan, bahwa persepsi konsumen dalam mengkonsumsi minuman teh tercermin dari tujuan dan anggapan konsumen bahwa produk teh merupakan minuman yang memberi manfaat kesehatan, enak, menyegarkan, pelepas dahaga, minuman murah, dan mudah didapat. Selain faktor di atas, kontribusi yang cukup besar dalam mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian komoditas teh dalam rumah tangga, tidak terlepas dari faktor produsen teh, terutama teh merek Sariwangi dan teh Sosro yang begitu gencar melakukan strategi bauran pemasaran dengan tujuan mempengaruhi konsumen. Strategi bauran pemasaran yang dilakukan, akan dipersepsikan oleh konsumen melalui kinerja bauran pemasaran yang terdiri dari produk, seperti kualitas yang ditawarkan (rasa, aroma, warna air seduhan), merek, dan kemasan produk dengan harga yang relatif murah dan bersaing antar produsen teh. Lemahnya kebijakan saluran distribusi pemasaran yang dilakukan oeh produsen teh, terlihat dari adanya beberapa merek produk yang masih sulit diperoleh di pasar, kecuali merek Sariwangi yang memiliki saluran distribusi yang sangat luas dan dengan berbagai jenis kemasan, sehingga mempermudah konsumen rumah tangga untuk membelinya. Demikian halnya, pada strategi promosi yang dilakukan produsen belum begitu gencar,
10 kecuali produsen Sariwangi dan teh Sosro yang melakukan strategi bauran promosi secara intensif, karena produsen tersebut menyadari bahwa walaupun produk yang ditawarkan mempunyai kualitas baik, harga yang ditawarkan murah, dan mempunyai saluran distribusi yang luas, namun tidak melakukan promosi melalui media yang efektif, maka produk tersebut kemungkinan akan mengalami kegagalan pasar. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa apabila perusahaan teh mencari peluang dan potensi pemasaran lokal, seharusnya mengintensifkan promosi, seperti produk bukan teh yang begitu gencar melakukan promosi. Namun, konsekuensi yang harus ditanggung oleh perusahaan teh adalah biaya promosinya perlu ditingkatkan. Salah satu upaya pemerintah Provinsi Jawa Barat meningkatkan konsumsi teh per kapita nasional, yaitu melakukan kerja sama sejak tahun 2003 dengan perusahaan dan instansi terkait untuk melaksanakan festival teh secara rutin setiap tahun dengan tujuan untuk memotivasi produsen dan konsumen. Menurut Ruslina (2003:84-85), festival semacam ini dapat dijadikan suatu pesta tradisi seperti di negara Taiwan, karena tingkat kepedulian pemerintah terhadap industri teh sangat tinggi, sehingga setiap festival tersebut diadakan kompetisi bagi perusahaan yang mempunyai kualitas teh terbaik akan muncul sebagai juara dan diberi penghargaan oleh pemerintah.
11 Selain itu, festival yang dilakukan bertujuan untuk mempromosikan kepada masyarakat pada umumnya, bahwa produk teh memiliki banyak jenis dan kualitasnya serta sangat bermanfaat bagi kesehatan, karena selama ini citra minum teh sering kali disepelekan. Menurut Maman Aristiana (1997:49), bagi orang yang mengidap penyakit darah tinggi, jantung, diabetes, ginjal, asam urat dan kegemukan, sangat dilarang untuk minum kopi atau coklat, tetapi baik untuk membiasakan minum teh. Mengingat peluang pasar domestik sangat potensial, dilihat dari jumlah penduduk Indonesia yang saat ini telah mencapai kurang lebih 250 juta jiwa. Jika diasumsikan ada 50 persen atau 125 juta jiwa penduduk Indonesia mengkonsumsi teh dan diperkirakan akan naik dari 350 gram menjadi 500 gram atau 0,5 kg per kapita tahun. Maka potensi penjualan lokal adalah 125 juta jiwa X 0,5 kg = 62.500.000 kg = 62.500 ton per tahun. Mempelajari data tersebut di atas, tampak bahwa pasar lokal cukup menjanjikan, sehingga masalah persaingan pada pasar ekspor dan kelebihan produksi yang dialami oleh perusahaan teh saat ini dapat teratasi. Namun, perusahaan perlu kerja keras dengan mengintensifkan promosi, terutama sekali informasi tentang manfaat dan pentingnya minum teh dalam lingkungan keluarga. Perusahaan perlu melakukan diversifikasi produk teh dengan kemasan yang lebih menarik. Hal ini sejalan dengan pendapat Soelaeman (2003:28),
12 ditengah serbuan merek global di era pasar bebas, kunci sukses adalah kuasai pasar lokal taklukkan global, seperti minuman mineral merek Equil yang memiliki kemasan botol menyerupai botol minuman klasik berkesan mewah, eksklusif dan memiliki nilai estetika tinggi, citarasa tinggi serta memenuhi kualifikasi internasional. Oleh karena itu, strategi tersebut dapat ditiru oleh produsen teh, sebab minuman teh dilihat dari konsumsi internasional merupakan minuman nomor dua setelah minuman mineral (aqua) 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana faktor internal konsumen rumah tangga yang mencakup budaya konsumen, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis 2. Bagaimana persepsi konsumen rumah tangga tentang kinerja bauran pemasaran yang mencakup produk, harga, saluran distribusi, dan promosi yang dilakukan oleh produsen teh 3. Berapa besar pengaruh faktor internal konsumen yang mencakup budaya konsumen, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis terhadap keputusan pembelian komoditas teh
13 4. Berapa besar pengaruh kinerja bauran pemasaran yang mencakup produk, harga, saluran distribusi, dan promosi terhadap keputusan pembelian komoditas teh 5. Berapa besar pengaruh secara simultan antara faktor internal konsumen dan kinerja bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian komoditas teh 6. Bagaimana respons konsumen rumah tangga terhadap rasa, aroma, dan warna air seduhan pada saat dilakukan uji organoleptik melalui beberapa merek teh yang telah beredar di pasar. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan data-data dan informasi mengenai faktor internal konsumen rumah tangga yang mencakup budaya, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis. Di samping itu, juga bermaksud ingin mengumpulkan informasi mengenai persepsi konsumen rumah tangga tentang kinerja bauran pemasaran yang mencakup produk, harga, saluran distribusi dan promosi. Selain itu, juga mengumpulkan informasi mengenai hasil uji organoleptik terhadap rasa, aroma, dan warna air seduhan melalui beberapa merek teh yang telah beredar di pasar.
14 1.3.2 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah dan maksud penelitian, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui: (a) Faktor internal konsumen rumah tangga yang mencakup budaya, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis (b) Persepsi konsumen rumah tangga tentang kinerja bauran pemasaran yang mencakup produk, harga, saluran distribusi dan promosi. (c) Pengaruh faktor internal konsumen rumah tangga yang mencakup budaya, kelas sosial, karakteristik individu, dan faktor psikologis terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga (d) Pengaruh kinerja bauran pemasaran yang mencakup produk, harga, saluran distribusi dan promosi terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga (e) Pengaruh secara simultan antara faktor internal konsumen dan kinerja bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian komoditas teh oleh konsumen rumah tangga (f) Respons konsumen rumah tangga melalui uji organoleptik terhadap rasa, aroma, dan warna air seduhan melalui beberapa merek teh. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat mempunyai dua manfaat yaitu manfaat akademis dan manfaat praktis :
15 1. Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memperdalam kajian teori perilaku konsumen yang berkaitan dengan pengambilan keputusan pembelian, khususnya implementasinya pada komoditi teh. 2. Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perusahaan teh dalam menentukan kebijakan dan pengembangan strategi pemasaran yang sesuai kebutuhan pasar.