PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

dokumen-dokumen yang mirip
EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DALAM UU.NO.4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA- BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

Imma Indra Dewi Windajani

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB II LAHIRNYA HAK KEBENDAAN PADA HAK TANGGUNGAN SEBAGAI OBYEK JAMINAN DALAM PERJANJIAN KREDIT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

Mengenai Hak Tanggungan. Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

LEMBARAN-NEGARA Republik Indonesia No.42 Tahun 1996

Bab I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Perbankan merupakan lembaga yang bergerak di bidang

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. A. Pemberian Hak Tanggungan dan Ruang Lingkupnya

BAB I PENDAHULUAN. ini jasa perbankan melalui kredit sangat membantu. jarang mengandung risiko yang sangat tinggi, karena itu bank dalam memberikannya

PRINSIP=PRINSIP HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. penyalur dana masyarakat yang bertujuan melaksanakan pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

Lex Privatum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi sebagai salah satu bagian yang terpenting dari

AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan pendapatan perkapita masyarakat dan. meningkatnya kemajuan tersebut, maka semakin di perlukan berbagai

LEMBARAN-NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Jurnal Normative Volume 5 Nomor 2 Tahun 2017 ISSN :

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II. A. Tinjauan Umum Hak Tanggungan. 1. Pengertian Hak Tanggungan. Pengertian Hak Tanggungan secara yuridis yang diatur dalam ketentuan Pasal

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan jangka panjang adalah di bidang ekonomi. Undang-Undang

Pembebanan Jaminan Fidusia

PERLINDUNGAN HUKUM PEMEGANG HAK TANGGUNGAN YANG OBYEKNYA DIKUASAI PIHAK KETIGA BERDASARKAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA

BAB III PENUTUP. ditentukan 3 (tiga) cara eksekusi secara terpisah yaitu parate executie,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Kekuatan Eksekutorial Hak Tanggungan dalam lelang

BAB I PENDAHULUAN. satu cara yang dapat dilakukan adalah membuka hubungan seluas-luasnya dengan

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

Lex Privatum Vol. V/No. 4/Jun/2017

SKRIPSI Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Program Reguler Mandiri Universitas Andalas

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 4 TAHUN 1996

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

Keywords: Execution, Grosse deed

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama oleh instansi-instansi yang menurut Undang-Undang mempunyai

Sarles Gultom Dosen Fakultas Hukum USI

BAB I PENDAHULUAN. bidang ekonomi termasuk sektor keuangan dan perbankan harus segera

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

HUTANG DEBITUR DAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotik, karena pada waktu itu hak

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB II TINJAUAN UMUM AKTA PEMBERIAN HAK TANGGUNGAN, SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DAN OVERMACHT

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

LEMBAGA JAMINAN TERHADAP HAK MILIK ATAS TANAH

PERLAWANAN TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DAN PENGOSONGAN OBJEK LELANG OLEH : H. DJAFNI DJAMAL, SH., MH. HAKIM AGUNG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. usaha dan pemenuhan kebutuhan taraf hidup. Maka dari itu anggota masyarakat

BAB 3 PARATE EKSEKUSI DALAM KAITANNYA DENGAN JANJI EKSEKUTORIAL DALAM HAK TANGGUNGAN, PERMASALAHAN YANG ADA SERTA PEMBAHASANNYA

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Piutang negara saat ini cukup besar terutama yang berasal dari perbankan. Hal

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN (SKMHT) YANG BERSIFAT KHUSUS DAN UNDANG-

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN (STUDI DI BANK BNI CABANG GATSU BARAT) *

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN. E. Pengertian dan Dasar Hukum Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945,

PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN PADA SERTIFIKAT HAK MILIK DALAM PERIKATAN JAMINAN KREDIT

BAB I PENDAHULUAN. menyangkut pihak-pihak sebaiknya dituangkan dalam suatu surat yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam rangka memelihara

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN TERHADAP HAK ATAS TANAH SEBAGAI OBYEK JAMINAN

TANGGUNG GUGAT DEBITOR TERHADAP HILANGNYA HAK ATAS TANAH DALAM OBYEK JAMINAN HAK TANGGGUNGAN. Fani Martiawan Kumara Putra

BAB 2 TINJAUAN UMUM MENGENAI LEMBAGA JAMINAN HAK TANGGUNGAN. A. Jaminan Kredit Dengan Menggunakan Hak Tanggungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kerangka Teori

BAB II PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN ATAS OBJEK HAK TANGGUNGAN SEBAGAI JAMINAN KREDIT

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB I PENDAHULUAN. kredit. Seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 2 Undang undang nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN SEBAGAI HAK JAMINAN. A. Dasar Hukum Pengertian Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. jaminan kesederajatan bagi setiap orang di hadapan hukum (equality before the law).

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

Transkripsi:

VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau Abstrak Jaminan kebendaan mempunyai posisi paling penting dan strategis dalam penyaluran kredit bank. Jaminan kebendaan jaminan (collateral) yang paling banyak diminta oleh bank adalah berupa tanah karena secara ekonomi tanah mempunyai prospek yang menguntungkan. Dengan berlakunya Undang-undang Hak Tanggungan Tahun 1996, maka hipotek yang diatur oleh KUH Perdata dan credietverband yang sebelumnya digunakan untuk mengikat tanah sebagai jaminan hutang. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah telah memberikan perlindungan hukum kepada kreditur dijelaskan bahwa perjanjian yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang dijamin pelunasannya dapat dibuat dalam 2 (dua) bentuk, yaitu baik berupa akta dibawah tangan maupun akta autentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu Abstract Collateral material has the most important and strategic positions in bank lending. Collateral material guarantees ( collateral) is the most widely requested by the bank is in the form of land because land economy has a lucrative prospect. With the enactment of the Mortgage Law of 1996, the mortgage is regulated by the Civil Code and credietverband previously used to bind the land as collateral. Law No. 4 of 1996 on the security rights on land and objects relating to land have been giving legal protection to the lender explained that the agreement raises the relationship debts guaranteed repayment can be made in two (2 ) forms, either deed under the hand and authentic deed, depending on the provisions of the law governing the agreement material Kata Kunci : jaminan, hak tanggungan A. Latar Belakang Masalah Jaminan kebendaan mempunyai posisi paling penting dan strategis dalam penyaluran kredit bank. Jaminan kebendaan jaminan (collateral) yang paling banyak diminta oleh bank adalah berupa tanah karena secara ekonomi tanah mempunyai prospek yang menguntungkan. Jaminan yang oleh lembaga perbankan dianggap paling efektif dan aman adalah tanah dengan jaminan hak tanggungan. Perspektif tersebut didasari oleh adanya kemudahan dalam mengidentifikasi obyek hak tanggungan, serta jelas dan pasti dalam eksekusinya. Perspektif yang lain bahwa hutang yang dijamin 1

dengan hak tanggungan harus dibayar terlebih dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil pelelangan tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan. Dalam perkembangannya dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, maka semua benda yang berkaitan dengan utang atas tanah diatur dalam undang-undang ini. Undang-Undang Hak Tanggungan (selanjutnya disebut UUHT) yang diundangkan pada tanggal 9 April 1996 melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, merupakan suatu kemajuan dalam pembangunan Hukum Agraria di Indonesia. Dengan berlakunya undang-undang tersebut maka sejak saat itu segala hal yang berkaitan dengan hak tanggungan atas tanah dilaksanakan menurut ketentuan UU No. 4 Tahun 1996, Hal ini berarti pula perintah Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria yang memerintahkan untuk pembuatan Undang-Undang Hak Tanggungan telah terlaksana dengan adanya undang-undang ini. Lembaga jaminan Hak Tanggungan digunakan untuk mengikat objek jaminan utang yang berupa tanah atau benda-benda yang berkaitan dengan tanah yang bersangkutan. Dengan berlakunya Undang-undang Hak Tanggungan Tahun 1996, maka hipotek yang diatur oleh KUH Perdata dan credietverband yang sebelumnya digunakan untuk mengikat tanah sebagai jaminan hutang, untuk selanjutnya sudah tidak dapat digunakan oleh masyaraat untuk mengikat tanah. Pengikatan objek jaminan hutang berupa tanah sepenuhnya dilakukan melalui lembaga jaminan Hak Tanggungan. Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, yang untuk selanjutnya disebut UUHT memberikan definisi Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UUHT sebagai berikut : Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang 2

tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Permasalahannya dalam jaminan atas tanah terkadang terjadi dalam keseharian seperti ketika pihak kreditor akan mengambil jaminan atas tanah dari tangan debitor yang telah lalai dalam melakukan kewajibannya, tetapi hak atas tanah jaminan tersebut tidak berada ditangan debitor. Adanya aturan hukum mengenai pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit bertujuan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi semua pihak dalam memanfaatkan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah sebagai jaminan kredit. Untuk itu, praktik pengikatan kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dalam kegiatan perbankan hendaknya dapat pula dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah diatur dalam UUHT.Sehubungan dengan permasalah diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan. B. Identifikasi Masalah (Perumusan Masalah) Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah telah memberikan perlindungan hukum kepada kreditur? 2. Bagaimanakah konsep perlindungan hukum terhadap kreditur ketika debitur wanprestasi dalam suatu perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah? C. Hasil Penelitian dan Pembahasan 3

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Telah Memberikan Perlindungan Hukum Kepada Kreditur Berdasarkan Penjelasan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dijelaskan bahwa perjanjian yang menimbulkan hubungan utangpiutang yang dijamin pelunasannya dapat dibuat dalam 2 (dua) bentuk, yaitu baik berupa akta dibawah tangan maupun akta autentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada pihak kreditur menurut ketentuan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan ini terdapat dalam bentuk perjanjian kredit itu sendiri. Perjanjian kredit ini berfungsi sebagai alat bukti serta memberikan batasan mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak. Agar perjanjian kredit dapat menjamin pelunasan hutang kreditur, maka harus dilakukan proses pengikatan jaminan dengan klausul pemberian Hak Tanggungan apabila benda yang dijaminkan berupa benda tetap yaitu hak atas tanah. Hak atas tanah ini banyak dijadikan sebagai jaminan karena pada umumnya memiliki nilai atau harga yang cenderung meningkat tiap tahunnya. Setelah dilakukan proses pengikatan jaminan dengan klausul pemberian Hak Tanggungan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berisikan janji-janji yang melindungi kreditur, maka agar Perjanjian kredit dapat menjamin pelunasan piutang kreditur perlu dilakukan proses pembebanan Hak Tanggungan dalam bentuk Akta Hak yang dilakukan melalui 2 (dua) tahap yaitu melalui proses pendaftaran dan penerbitan Hak Tanggungan dalam bentuk Sertifikat Hak Tanggungan. Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, maka Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan yang memiliki irah-irah yang berkekuatan eksekutorial sebagai dasar atau landasan pelaksanaan eksekusi apabila debitur cidera janji di kemudian hari. 4

Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada kreditur ketika debitur wanprestasi menurut Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 terdapat dalam bentuk perjanjian kredit itu sendiri yang tertuang dalam bentuk tertulis, yaitu baik berupa akta di bawah tangan maupun akta autentik. Menurut penulis, bahwa yang lebih menjamin hak kreditur dalam memperoleh kembali piutangnya ketika debitur wanprestasi adalah pada perjanjian kredit dengan akta autentik. Akta autentik ini memiliki kelebihan yaitu dapat dimintakan Grosse Akta Pengakuan Hutang yang memiliki kekuatan eksekutorial dan menjadi dasar untuk pelaksanaan eksekusi apabila debitur cidera janji. Akan tetapi, berdasarkan Penjelasan Umum Angka 9 dan Penjelasan Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Hak Tanggungan, telah diterbitkan Sertifikat Hak Atas Tanah sebagai pengganti Grosse Akta Pengakuan Hutang yang memiliki fungsi yang sama. Akta autentik ini dibuat oleh para pihak di hadapan pejabat yang berwenang yaitu notaris melalui proses pengikatan perjanjian kredit dengan jaminan pemberian Hak Tanggungan terlebih dahulu, kemudian dibuatkan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang memuat janji-janji guna menjamin hak kreditur dalam memperoleh pelunasan piutangnya dan membatasi kewenangan debitur, dan dilakukan tahap berikutnya yaitu proses pembebanan Hak Tanggungan melalui tahap pendaftaran Hak Tanggungan pada Kantor Pertanahan dan sebagai Bukti adanya Hak Tanggungan diterbitkannya Sertifikat Hak Tanggungan yang memiliki irah-irah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA, dimana sertifikat ini menjadi landasan atau dasar pelaksanaan eksekusi apabila debitur mengingkari untuk melunasi hutangnya di kemudian hari. Salah satu ciri-ciri Hak Tanggungan yaitu sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Berdasarkan Penjelasan Umum angka 9 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, bahwa walaupun secara umum ketentuan tentang eksekusi telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, 5

dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus ketentuan tentang eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu mengatur tentang lembaga parate eksekusi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR dan Pasal 256 Rbg. Pelaksanaan eksekusi atas objek Hak Tanggungan ini merupakan salah satu wujud perlindungan hukum yang diberikan kepada pihak kreditur apabila debitur wanprestasi. Eksekusi berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 dibedakan menjadi 3, yaitu: a. Parate Executie atau Lelang tanpa melalui Pengadilan. Ketentuan dalam Pasal 6 Undang-Undang ini berbunyi : Apabila debitur cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Melekatnya Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri yang berpedoman pada Penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, yaitu : 1) Hak untuk menjual objek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan dari kedudukan yang diutamakan atau hak preference yang dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan pertama, apabila terdapat lebih dari satu pemegang Hak Tanggungan. 2) Hak menjual atas kekuasaan sendiri baru akan melekat apabila: 1 a) Diperjanjikan secara tegas dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan, atau didasarkan janji atau klausul yang diberikan debitur kepada kreditur, bahwa apabila debitur cidera janji maka kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan berhak menjual objek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum tanpa persetujuan pemberi 1 Ibid, hlm. 492. 6

Hak Tanggungan atau tanpa meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri, tetapi dapat langsung memintakan lelang kepada Kantor Penjualan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) b) Syarat menjual atas kekuasaan sendiri hanya boleh dilakukan pemegang Hak Tanggungan pertama, sedangkan pemegang Hak Tanggungan kedua, ketiga, dan seterusnya tidak boleh. 3) Dari hasil penjualan objek Hak Tanggungan, maka: a) Seorang kreditur berhak mengambil pelunasan atas seluruh utang dari hasil penjualan lebih dahulu, dengan jalan mengesampingkan kreditur lain. b) Jika masih ada sisa dari hasil penjualan tersebut, maka menjadi hak pemberi tanggungan (debitur). Pasal 6 tidak hanya mengatur Lembaga Parate Eksekusi, tetapi juga Menjual Atas Kuasa Sendiri (Eigenmachtige Verkoop). Berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, terdapat karakter parate eksekusi dan menjual atas kekuasaan sendiri (eigenmachtige verkoop), namun penerapannya sebagai berikut : a) Pelaksanaan parate eksekusi tunduk pada Pasal 224 HIR dan Pasal 256 Rbg, dan apabila tidak diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan, maka : (1) Dilakukan melalui penjualan lelang dengan meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri. (2) Permintaan berdasarkan alasan cidera janji. Apa yang dimaksud dengan cidera janji tidak diatur dalam Pasal 6, sehingga ketentuannya merujuk pada ketentuan Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Ketentuan Pasal ini mengandung kerancuan jika dihubungkan dengan Penjelasan Pasal 6, bahwa 7

Pasal 6 memberikan kuasa kepada pemegang Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji, tetapi ditegaskan dalam penjelasan tersebut bahwa kuasa menjual sendiri baru melekat apabila diperjanjikan, sehingga rumusan Pasal ini seolah bersifat ipso jure (by law) diberikan undang-undang kepada pemegang Hak Tanggungan, namun berdasarkan penjelasan tersebut pula, tidak bersifat ipso jure, tetapi harus berdasarkan kesepakatan. 2 b. Pasal 14 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 : Eksekusi atau Lelang melalui Pengadilan atas Sertifikat Hak Tanggungan. Ketentuan dalam Pasal 14 ini berbunyi : Ayat (1) : Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (2) : Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat irah-irah dengan kata-kata DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Ayat (3) : Sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte hypotheek sepanjang menangani hak atas tanah. Adapun prosedur pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan melalui Ketua Pengadilan Negeri adalah : 3 1) Kreditur (Pemegang Hak Tanggungan) mengajukan permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri, dengan menyerahkan bukti berupa : (1) Surat Perjanjian Kredit; 2 M. Yahya Harahap, 2009, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 197. 3 Ibid, hlm. 196. 8

(2) Sertifikat Hak Tanggungan; (3) Peringatan (somasi); (4) Perincian utang debitur dan surat-surat lain. 2) Panggilan (Aanmaning) atau teguran kepada debitur supaya memenuhi kewajibannya; 3) Penetapan Ketua Pengadilan Negri untuk mengadakan sita eksekusi; 4) Penjualan lelang melalui Kantor Penjualan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL); 5) Kantor Penjualan Kekayaan Negara (KPKNL) menyerahkan hasilnya kepada kreditur, dan apabila terdapat sisa maka akan diberikan kepada debitur. Irah-irah yang dicantumkan pada Sertifikat Hak Tanggungan dan dalam ketentuan ayat ini, dimaksudkan untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial pada Sertifikat Hak Tanggungan, sehingga apabila debitur cidera janji atau wanprestasi, siap untuk dieksekusi seperti halnya suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, melalui tata cara dan dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan peraturan Hukum Acara Perdata; Sertifikat Hak Tanggungan selain berfungsi sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, juga berguna sebagai dasar pelaksanaan eksekusi apabila debitur cidera janji, sehingga kreditur pemegang Hak Tanggungan (pertama) dapat melakukan penjualan objek Hak Tanggungan yang bersangkutan untuk mengambil pelunasan piutang dari hasil penjualan objek Hak Tanggungan tersebut yang diharapkan memperoleh harga tertinggi dalam lelalng; Melalui titel eksekutorial, pemegang Hak Tanggungan yaitu pihak perbankan diberikan hak untuk melelang tanpa melalui prosedur yang rumit, yaitu dengan mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyerahkan bukti bahwa debitur ingkar janji serta cukup menyerahkan Sertifikat Hak Tanggungan 9

sebagai dasar pelaksanaan eksekusi, serta dengan syarat bahwa piutang yang dibebani Hak Tanggungan sudah matang untuk ditagih. c. Penjualan objek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum yang dilakukan berdasarkan eksekusi yang diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri atau oleh Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) atau Kantor Penjualan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), apabila tidak cukup untuk melunasi utang debitur, maka sisa utang tersebut dapat ditagih oleh kreditur dengan mengajukan gugatan terhadap debitur melalui Pengadilan Negeri sekaligus meminta agar harta debitur disita dengan sita jaminan, dan agar penyitaan tersebut dimohonkan dinyatakan sah dan berharga. Dapat juga disertakan dalam petitum agar putusan dinyatakan dapat dilaksanakan terlebih dahulu, meskipun debitur melakukan verzet, banding atau kasasi. Dalam hal debitur ternyata jatuh miskin setelah tanah yang dibebani dengan Hak Tanggungan itu dilelang, maka sisa utang itu masih dapat ditagih dalam waktu 30 tahun. 4 Berdasarkan Penjelasan Umum Angka 9 dan Penjelasan Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, bahwa Sertifikat Hak Tanggungan berlaku dan berfungsi sebagai pengganti grosse acte hypotheek atau grosse akta pengakuan hutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR atau Pasal 258 Rbg. Sertifikat Hak Tanggungan merupakan salinan Buku Tanah Hak Tanggungan dan salinan Akta Pemberian Hak Tanggungan, yang dijahit dalam satu dokumen, kemudian diserahkan kepada Pemegang Hak Tanggungan. Bahwa pihak perbankan tidak memerlukan lagi grosse akta pengakuan hutang sebagai dasar pelaksanaan eksekusi bila debitur cidera janji. Tetapi cukup dengan menggunakan Sertifikat Hak Tanggungan yang memiliki kekuatan eksekutorial untuk mengeksekusi Hak Tanggungan. 4 Retnowulan Sutantio, 1999, Penelitian tentang Perlindungan Hukum Eksekusi Jaminan Kredit, BPHN, Jakarta, hlm. 12. 10

2. Konsep Terhadap Norma Hukum Tentang Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah a. Kedudukuan Kreditur Dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan Pasal 1 angka 1 : Memberikan kedudukan yang diutamakan atau didahulukan kepada pemegang Hak Tanggungan (droit de preference). Undang-Undang Hak Tanggungan menyebutkan bahwa pengertian Hak Tanggungan : Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan Tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah hak atas tanah Sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lain. Ketentuan dalam pasal tersebut mengandung makna bahwa apabila debitur cidera janji, maka kreditur sebagai pemegang Hak Tanggungan berhak menjual objek Hak Tanggungan yang menjadi jaminan pelunasan piutang melalui pelelangan umum menurut ketentuan perundangundangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada krediturkreditur lain, dimana kedudukan diutamakan tersebut tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan hukum yang berlaku. Hak kreditur yang didahulukan (preference) merupakan hak tagihan yang oleh undang-undang digolongkan dalam hak istimewa (privilege), dan tagihannya disebut sebagai tagihan yang didahulukan atau tagihan preference, sedangkan krediturnya disebut kreditur preference. 11

b. Kelemahan Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah Dalam proses pemberian kredit yang dilakukan oleh pihak bank selaku kreditur kepada debitur, kemungkinan terjadi resiko seperti kegagalan atau kemacetan dalam pelunasan hutang oleh debitur sangatlah besar. Sehingga diperlukan jaminan kebendaan yang dipersyaratkan oleh bank kepada debitur gunan menjamin pelunasan kredit tersebut. Jaminan yang paling banyak digunakan adalah hak atas tanah, karena nilai atau harganya yang cenderung meningkat. Lembaga jaminan yang dianggap efektif dan aman oleh lembaga perbankan adalah Hak Tanggungan, hal ini disebabkan karena mudah dalam mengidentifikasi objek Hak Tanggungan serta jelas dan mudah dalam pelaksanaan eksekusinya, serta harus dibayar lebih dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil pelelangan objek Hak Tanggungan, dan sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial. Perlindungan hukum diberikan kepada kreditur melalui Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah yang mulai berlaku tanggal 9 April 1996. Pasal 11 ayat (2) : tentang Janji-Janji yang tercantum dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Dimana semua janji yang tercantum dalam Pasal ini tidak mutlak seluruhnya memberikan perlindungan hukum terhadap kreditur, tetapi hanya sebagian janji saja yang sungguh memberikan perlindungan bagi kreditur apabila debitur wanprestasi. Adapun kelemahan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 adalah: 1) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk menyewakan objek Hak Tanggungan dan/atau menentukan atau mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa dimuka, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; 2) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk mengubah bentuk atau tata susunan obyek Hak Tanggungan, 12

kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; 3) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk mengelola objek Hak Tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi letak objek Hak Tanggungan apabila debitur sungguhsungguh cidera janji; 4) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk menyelamatkan objek Hak Tanggungan, jika hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi objek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya ketentuan undang-undang; 5) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek Hak Tanggungan apabila debitur cidera janji; 6) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan haknya atas objek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang Hak Tanggungan; 7) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila objek Hak Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan atau dicabut haknya untuk kepentingan umum; 8) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek Hak Tanggungan diasuransikan; 9) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan objek Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan. Ketentuan dalam Pasal 11 ayat (2) ini memuat janji-janji yang tercantum dalam suatu Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), dimana 13

janji-janji tersebut merupakan wujud perlindungan hukum bagi pemegang Hak Tanggungan (kreditur), khususnya ketika debitur wanprestasi atau cidera janji. Perlindungan hukum tersebut berupa adanya janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan (debitur) untuk tidak melakukan tindakan yang merugikan pemegang Hak Tanggungan (kreditur) atau janji yang harus dilakukan apabila debitur wanprestasi, serta adanya janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak Tanggungan untuk melakukan hal tertentu. D. Penutup 1. Kesimpulan a. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah telah memberikan perlindungan hukum kepada kreditur dijelaskan bahwa perjanjian yang menimbulkan hubungan utang-piutang yang dijamin pelunasannya dapat dibuat dalam 2 (dua) bentuk, yaitu baik berupa akta dibawah tangan maupun akta autentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi perjanjian itu. Bentuk perlindungan hukum yang diberikan kepada pihak kreditur menurut ketentuan dalam Undang-Undang Hak Tanggungan ini terdapat dalam bentuk perjanjian kredit itu sendiri. Agar perjanjian kredit dapat menjamin pelunasan hutang kreditur, maka harus dilakukan proses pengikatan jaminan dengan klausul pemberian Hak Tanggungan apabila benda yang dijaminkan berupa benda tetap yaitu hak atas tanah. Hak atas tanah ini banyak dijadikan sebagai jaminan karena pada umumnya memiliki nilai atau harga yang cenderung meningkat tiap tahunnya. b. Konsep terhadap norma hukum tentang undang-undang nomor 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah beserta bendabenda yang berkaitan dengan tanah 14

1) Kedudukuan kreditur dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan adalah memberikan kedudukan yang diutamakan atau didahulukan kepada pemegang Hak Tanggungan (droit de preference). 2) Kelemahan Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah adalah pada Pasal 11 ayat (2) : tentang Janji-Janji yang tercantum dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan. Dimana semua janji yang tercantum dalam Pasal ini tidak mutlak seluruhnya memberikan perlindungan hukum terhadap kreditur, tetapi hanya sebagian janji saja yang sungguh memberikan perlindungan bagi kreditur apabila debitur wanprestasi. 2. Saran a. Adanya pembaharuan terhadap peraturan perundangundangan, khususnya ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. b. Lebih memberikan kedudukuan kepada pemegang Hak Tanggungan (droit de preference) yakni hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, dan juga memberikan perlindungan hukum terhadap kreditur apabila debitur wanprestasi. E. Daftar Pustaka 1. Buku-Buku M. Yahya Harahap, 2009, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua, Sinar Grafika; Jakarta. Maria. S.W Sumardjono, Prinsip Dasar dan Beberapa Isu Di Seputar Undang-Undang Hak Tanggungan, PT. Citra Aditya Bakti: Bandung. Mariam Darus Badrulzaman, 1991, Perjanjian Kredit Bank, PT Citra Aditya Bakti, Bandung. 15

R. Subekti, ed, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Cet XXI, Intermasa: Jakarta, 1987. Retnowulan Sutantio, 1999, Penelitian tentang Perlindungan Hukum Eksekusi Jaminan Kredit, BPHN, Jakarta. 2. Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. 16