BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan suatu periode dalam siklus kehidupan. Pada masa ini remaja mengalami berbagai perubahan baik secara fisik maupun psikologis. Seseorang yang berada di masa ini akan mulai meninggalkan kebiasaan yang dianggap kekanak-kanakan dan mulai meniru perilaku orang dewasa. Karena perubahan tingkah laku ini sehingga sering kali terjadi pertentangan di dalam diri mereka. Selain tingkah laku, pesatnya pertumbuhan badan dan pematangan organ reproduksi juga menjadi masalah tersendiri (Kusmiran, 2013) Salah satu perubahan fisik yang terjadi pada remaja adalah munculnya kemampuan bereproduksi yang ditandai dengan menstruasi bagi remaja putri (Caesariano, 2013). Menarche merupakan tanda awal masuknya seorang perempuan dalam masa reproduksi. Rata-rata usia menarche pada umumnya adalah 12,4 tahun. Menarche dapat terjadi lebih awal pada usia 9-10 tahun atau lebih lambat pada usia 17 tahun. Hasil Riskesdas menunjukkan bahwa berdasarkan laporan responden yang sudah mengalami haid, rata-rata usia menarche di Indonesia adalah 13 tahun (20,0%) dengan kejadian lebih awal pada usia kurang dari 9 tahun dan ada yang lebih lambat sampai 20 tahun serta 7,9% tidak menjawab/lupa. Terdapat 7,8% yang melaporkan belum haid. Secara nasional ratarata usia menarche 13-14 tahun terjadi pada 37,5% anak Indonesia (Riset Kesehatan Dasar, 2010). Umumnya setiap bulan wanita akan mengalami menstruasi. Pada saat menstruasi terdapat masalah yang dirasakan seperti rasa tidak nyaman hingga rasa nyeri yang hebat pada region suprapubik sehingga mampu mengganggu aktivitas. Rasa nyeri tersebut secara medis disebut dismenore.
Dismenore dibagi menjadi dismenore primer dan sekunder. Penyebab dismenore primer berupa idiopati. Sedangkan dismenore sekunder disebabkan oleh kelaianan ginekologik seperti endometriosis, adenomiosis uteri, stenosis uteri, dan lain-lain (Winkjoasastro, 2009). Prevalensi kejadian dismenore primer pada wanita muda diperkirakan sebanyak 40-50% (Dawood, 2006). Hasil survey Pemeriksaan Kesehatan Nasional di Amerika, sebanyak dua pertiga remaja putri mengalami dismenore dan 87,8% diantaranya mengalami dismenore primer (Litt, 2007). Di Indonesia belum ada angka pasti mengenai jumlah wanita muda yang mengalami dismenore primer, namun terdapat beberapa penelitian yang bertujuan untuk mengetahui prevalensi kejadian dismenore di Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) di Sukoharjo pada tahun 2012, jumlah wanita di Kabupaten Sukoharjo usia 10-19 tahun sebanyak 69.797 atau 8,14% jiwa, dari jumlah tersebut menurut data yang diperoleh dari Puskesmas wilayah Kabupaten Sukoharjo, total jumlah kunjungan pasien dismenore yaitu sebanyak 237 kasus. Sedangkan menurut hasil penelitian Santoso (2008) prevalensi dismenore di Indonesia sebesar 64,25%. Kemudian dalam penelitian pendahuluan yang dilakukan di MAN 1 Yogyakarta didapatkan prevalensi dismenore sebanyak 65%. Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya dismenore primer, diantaranya yaitu : usia menarche dini, lama menstruasi, adanya riwayat keluarga, status gizi, dan pola makan (Sophia et al., 2013). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anisa (2015) menyatakan bahwa aktivitas fisik juga mempengaruhi tingkat nyeri. Pola makan seperti seringnya mengonsumsi makanan cepat saji merupakan salah satu penyebab terjadinya dismenore primer. Makanan cepat saji (fast food) mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh omega-6 yang tinggi. Asam lemak omega-6 merupakan senyawa yang berperan pada awal kaskade
pelepasan prostaglandin, prostaglandin inilah yang menyebabkan terjadinya dismenore. Selain itu, di dalam makanan cepat saji juga terdapat radikal bebas yang berupa fosfolipid. Fosfolipid merupakan penyedia asam arakidonat yang pada proses selanjutnya akan disintesis menjadi prostaglandin (Schmidt et al, 2007). Kemudian selain pola makan, faktor risiko yang dapat mempengaruhi kejadian dismenore primer yakni aktivitas fisik. Aktivitas fisik membantu pengeluaran hormon endorphin secara alami. Hormon ini dmempunyai fungsi sebagai pengurang rasa nyeri ketika haid (Rakode, 2011). Dari hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya mengenai hubungan konsumsi makanan cepat saji dan aktivitas fisik di beberapa daerah di Indonesia, peneliti ingin melakukan penelitian serupa terhadap remaja putri. Pemilihan remaja putri dilandasi oleh usia yang masih dekat dengan usia menarche. Berdasarkan penelitian, insidensi dismenore berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Biasanya setelah 2-4 tahun setelah haid pertama, kejadian dismenore akan menurun. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konsumsi makanan cepat saji dan aktivitas fisik dengan kejadian dismenore primer pada remaja putri. C. TUJUAN PENELTIAN 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan antara konsumsi makanan cepat saji dan aktivitas fisik dengan kejadian dismenore primer pada remaja putri. 2. Tujuan khusus
a. Diketahuinya hubungan antara konsumsi makanan cepat saji dengan kejadian dismenore primer pada remaja putri b. Diketahuinya hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian dismenore primer pada remaja putri D. MANFAAT PENELITIAN 1. Untuk dinas kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data kejadian dismenore yang ada di Yogyakarta serta memberi informasi hubungan konsumsi makanan cepat saji dan aktivitas fisik dengan kejadian dismenore pada remaja putri. 2. Untuk sekolah Memberi gambaran pengaruh aktivitas fisik dengan kejadian dismenore sehingga dapat dijadikan pedoman dalam membuat kurikulum terkait jam olahraga siswa. 3. Untuk subjek Menambah pengetahuan subjek terkait pengaruh pola makan yakni makanan cepat saji serta aktivitas fisik dengan kejadian dismenore primer. 4. Untuk peneliti Menambah pengetahuan peneliti mengenai efek dari konsumsi makanan cepat saji dengan kejadian dismenore dan aktivitas fisik dapat mengurangi nyeri saat menstruasi. E. KEASLIAN PENELITIAN 1. Penelitian Pramanik & Dhar (2014) dengan judul Impact of Fast Foods on Menstrual Health of School Going Adolescent Girls in West Bengal, Eastern India. Jenis dan rancangan penelitian : cross sectional
Ringkasan penelitian : Sebanyak 670 siswi SMA di empat sekolah di daerah West Bengal dengan usia 13-18 tahun dan sudah menstruasi dijadikan subjek penelitian yang dipilih secara random. Subjek diberikan kuesioner yang berisi daftar makanan yang termasuk pola makan, asupan fast food, dan riwayat menstruasi. Chi-square digunakan untuk membandingkan frekuensi asupan fast food pada siswi dengan gangguan menstruasi dan yang tidak memilki gangguan menstruasi. Kesimpulan : terdapat hubungan signifikan antara asupan fast food dengan status kesehatan menstruasi. Perbedaan : uji analisis yang digunakan peneliti yaitu Spearman, lokasi penelitian ini dilakukan di kota Yogyakarta. 2. Penelitian Rupa Vani K., et al. (2013) dengan judul Menstrual Abnormalities In School Going Girls Are They Related To Dietary And Exercise Pattern? Jenis dan rancangan penelitian : cross sectional Ringkasan penelitian : penelitian dilakukan pada 853 siswi sekolah menengah pertama yang ada di Pondicherry, India yang sudah menstruasi. Kemudian subjek diberikan kuesioner yang berisi data antropometri, data sosioekonomi, riwayat menstruasi, dan pola makan serta pola olahraga. Uji yang digunakan menggunakan chi-square. Kesimpulan : siswi dengan status gizi overweight dan sering mengonsumsi makanan cepat saji serta jarang melakukan olahraga memiliki frekuensi dan intensitas gangguan menstruasi lebih sering dibandingkan siswi yang memiliki status gizi normal, jarang mengonsumsi makanan cepat saji, dan melakukan olahraga secara teratur. Perbedaan : penelitian tersebut memperhatikan faktor status gizi dan sosioekonomi sedangkan penelitian ini tidak memperhatikan kedua faktor
tersebut, lalu jenis rancangan yang digunakan berbeda yaitu uji korelasi spearman. 3. Penelitian Annisa (2015) dengan judul The effect Of Exercise on Primary Dysmenorrhea Jenis dan rancangan penelitian : meta analisis Ringkasan penelitian : peneliti menganalisis dari beberapa jurnal mengenai pengaruh terapi olahraga dengan kejadian dismenore primer pada remaja putri. Kesimpulan : terapi olahraga bermanfaat untuk penatalaksanaan dismenore pimer dengan berbagai cara seperti menurunkan stress, mengurangi gejala menstrual melalui peningkatan metabolism local, peningkatan aliran darah local pada pelvis, dan peningkatan produksi hormone endorphin. Hasil akhirnya adalah penurunan intensitas serta durasi nyeri pada dismnore primer. Perbedaan : jenis rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah meta analisis sedangkan pada penelitian ini adalah cross sectional. 4. Setyani et al. (2014) dengan judul Pengaruh Status Gizi dan Olahraga terhadap Derajat Dismenore. Jenis dan rancangan penelitian : survey analitik dengan pendekatan cross sectional. Ringkasan penelitian : sebanyak 81 mahasiswi semester II Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali yang dipilih menggunakan teknik purposive sampling diukur status gizinya kemudian untuk mengetahui kebiasaan olahraga dan derajat dismenore subjek didapatkan dari pengisian kuesioner. Kesimpulan : ada pengaruh status gizi dan olahraga terhadap derajat dismenore.
Perbedaan : variabel bebas pada penelitian tersebut yakni status gizi dan olahraga, sedangkan pada penelitian ini yaitu pola makan makanan cepat saji (fast food) dan kebiasaan olahraga.