PARAMETER DARAH SAPI JAWA YANG DIBERI PAKAN DENGAN TINGKAT PROTEIN YANG BERBEDA

dokumen-dokumen yang mirip
KADAR HEMATOKRIT, GLUKOSA, UREA DARAH DAN KELUARAN KREATININ KERBAU AKIBAT FREKUENSI PEMBERIAN KONSENTRAT YANG BERBEDA

PENGARUH AMPAS TEH DALAM PAKAN KONSENTRAT TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH 3 CAIRAN RUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

KADAR HEMATROKRIT, GLUKOSA DAN UREA DARAH SAPI JAWA YANG DIBERI PAKAN KONSENTRAT DENGAN TINGKAT YANG BERBEDA

PENGARUH JUMLAH (3 DAN 6 PER HARI) FREKUENSI PEMBERIAN KONSENTRAT TERHADAP KOMPOSISI TUBUH KERBAU JANTAN

KELAYAKAN ROTI SISA PASAR SEBAGAI PAKAN ALTERNATIF BERDASAR PEMANFAATAN KECERNAAN ENERGI DAN PARAMETER DARAH PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak

PROPORSI DAGING, TULANG DAN LEMAK KARKAS DOMBA EKOR TIPIS JANTAN AKIBAT PEMBERIAN AMPAS TAHU DENGAN ARAS YANG BERBEDA

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

K. A. P. Hartaja, T. H. Suprayogi, dan Sudjatmogo Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2013 sampai Januari

RESPON FISIOLOGIS DAN PROFIL DARAH SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI PAKAN AMPAS TEH DALAM LEVEL YANG BERBEDA

G. S. Dewi, Sutaryo, A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

TOTAL VFA, KONSENTRASI NH 3 DAN PRODUKSI PROTEIN MIKROBA RUMEN PADA SAPI JAWA YANG DIPELIHARA DENGAN PROPORSI KONSENTRAT YANG BERBEDA SKRIPSI.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daging dan kulit. Kambing Kacang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap

RESPONS KOMPOSISI TUBUH DOMBA LOKALTERHADAP TATA WAKTU PEMBERIAN HIJAUAN DAN PAKAN TAMBAHAN YANG BERBEDA

Penampilan Produksi Sapi PO dan PFH Jantan yang Mendapat Pakan Konsentrat dan Hay Rumput Gajah

DEPOSISI PROTEIN PADA DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI PAKAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT DENGAN METODE PENYAJIAN BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepatnya dari pulau Madura. Sapi Madura merupakan ternak yang dikembangkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

Pertumbuhan dan Komponen Fisik Karkas Domba Ekor Tipis Jantan yang Mendapat Dedak Padi dengan Aras Berbeda

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

D. Akhmadi, E. Purbowati, dan R. Adiwinarti Fakultas Peternakan Unuversitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENAMPILAN PRODUKSI DAN PARAMETER PERTUMBUHAN KERBAU YANG DIBERI PAKAN KONSENTRAT DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

RESPON KONSUMSI TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERBAU YANG DIBERI KONSENTRAT DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

KOMPOSISI KIMIA DAGING SAPI PERANAKAN ONGOLE YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI URINASI DAN LEVEL KONSENTRAT YANG BERBEDA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul keluaran kreatinin lewat urin pada domba lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22

PEMANFAATAN PROTEIN PAKAN DAN PRODUKSI PROTEIN MIKROBA PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DIBERI PAKAN ROTI SISA PASAR SEBAGAI PENGGANTI DEDAK PADI

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

BAB III MATERI DAN METODE. Kacang jantan muda dan dewasa akibat taraf pemberian pakan yang berbeda

PENGARUH PENGGUNAAN UREA-MINYAK DALAM RANSUM TERHADAP ph, KECERNAAN BAHAN KERING,BAHAN ORGANIK, DAN KECERNAAN FRAKSI SERAT PADA SAPI PO

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

PENGARUH KUALITAS RANSUM TERHADAP KECERNAAN DAN RETENSI PROTEIN RANSUM PADA KAMBING KACANG JANTAN

EDIBLE PORTION DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN PAKAN RUMPUT GAJAH DAN POLLARD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

APAKAH PERUBAHAN KONSUMSI MEMPENGARUHI KEERATAN HUBUNGAN ANTARA CREATININ DENGAN BOBOT BADAN?

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FORMULASI PAKAN SAPI POTONG BERBASIS SOFTWARE UNTUK MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

RESPON PRODUKSI SAPI MADURA DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRAT DENGAN KADAR PROTEIN KASAR YANG BERBEDA PADA RANSUM BASAL TERHADAP PERFORMANS KAMBING BOERAWA PASCA SAPIH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merah bata dan kaki bagian bawah berwarna putih (Gunawan, 1993). Menurut

PRODUKTIVITAS SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN PADA BERBAGAI TINGKATAN BOBOT BADAN

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipelihara dengan tujuan menghasilkan susu. Ciri-ciri sapi FH yang baik antara

PENGARUH PEMBERIAN LIMBAH PEPAYA TERHADAP KANDUNGAN GLUKOSA DARAH SAPI POTONG DI DESA KANDANG MUKTI KECAMATAN LELES KABUPATEN GARUT

Muchamad Luthfi, Tri Agus Sulistya dan Mariyono Loka Penelitian Sapi Potong Jl. Pahlawan 02 Grati Pasuruan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

Animal Agriculture Journal 3(4): , Desember 2014 On Line at :

PERSENTASE KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN DENGAN METODE PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA

PENGARUH METODE PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKTIVITAS DOMBA EKOR TIPIS

PENGARUH JUMLAH PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP KADAR HEMATOKRIT, UREA DAN GLUKOSA DARAH PADA SAPI MADURA JANTAN SKRIPSI.

KONDISI CAIRAN RUMEN DOMBA YANG DIGEMUKKAN SECARA FEEDLOT DENGAN PAKAN DASAR DAN ARAS KONSENTRAT BERBEDA

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara lain terdapat benjolan sebesar kacang di leher atas, bertubuh kecil, leher

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

E. Rianto, Nurhidayat, dan A. Purnomoadi Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Ternak Kerbau yang Digunakan Dalam Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan selama 2 bulan dari tanggal 5 Agustus

TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA

THE EFFECT OF DIFFERENT CRUDE FIBER ON FEED INTAKE, DIGESTIBILITY AND VFA CHARACTERISTIC IN THE ONGOLE CROSSBRED CATTLE

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada 4 Juli sampai dengan 21 Agustus 2016.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

PARAMETER DARAH SAPI JAWA YANG DIBERI PAKAN DENGAN TINGKAT PROTEIN YANG BERBEDA (Blood Parameters of Java Cattle Under Different Protein Levels of Feeding) MUNZARONAH, SOEDARSONO, C.M.S. LESTARI, E. PURBOWATI dan A. PURNOMOADI Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Kampus Tembalang, Semarang ABSTRACT This study was conducted to determine the effect feed with different protein level on blood hematocrit, glucose and urea nitrogen in Java cattle. Twelve male Java cattle age 1 to 1,5 years old and average body weight 155,97 ± 21,80 kg (13,98 %). The experimental design used was randomized block design (RAK) with 3 treatments and 4 groups of cows based on initial body weight. The feed given consisted of rice straw and concentrate feeding arranged to give crude protein 9% (T1), 12% (T2) and 15% (T3). Parameters measured were hematocrit, glucose and urea nitrogen of blood. The results showed that all parameters observed was not significantly different (P > 0.05). Average of blood glucose at 0, 3, 6 and 9 hours post feeding were 43.86; 68.13; 92.65; and 92.65 mg/dl. Average of blood urea nitrogen at 0, 3, 6 and 9 hours post feeding were 57.95; 31.49; 32.07; and 32.15 mg/dl. Hematocrit level at week 0 in T2 (34%) was higher (P < 0.05) than T1 (30.50%) and T3 (31.50%). The conclusion of this study was protein level up to 15% did not affect hematocrit level, blood glucose and urea nitrogen in Java cattle. Key Words: Hematocrit, Blood Glucose, Blood Urea Nitrogen, Java Cattle, Protein Feeding ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh pakan dengan tingkat protein yang berbeda pada hematokrit, glukosa dan urea nitrogen darah pada sapi Jawa. Dua belas sapi Jawa jantan umur 1 sampai 1,5 tahun dan berat badan rata-rata 155,97 ± 21,80 kg (13,98%). Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 kelompok sapi berdasarkan bobot badan awal. Pakan yang diberikan terdiri dari jerami padi dan pakan konsentrat yang diatur untuk memberikan protein kasar 9% (T1), 12% (T2) dan 15% (T3). Parameter yang diukur adalah hematokrit, glukosa dan nitrogen urea darah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pakan perlakuan terhadap semua parameter yang diamati tidak menunjukkan perbedaan nyata (P > 0,05). Rata-rata glukosa darah pada 0, 3, 6 dan 9 jam pasca pemberian makan adalah 43,86; 68,13; 92,65; dan 92,65 mg/dl. Rata-rata nitrogen urea darah pada 0, 3, 6 dan 9 jam pasca makan adalah 57,95; 31,49; 32,07; dan 32,15 mg/dl. Tingkat hematokrit pada minggu ke 0 dalam T2 (34%) lebih tinggi (P < 0,05) daripada T1 (30,50%) dan T3 (31,50%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat protein hingga 15% tidak mempengaruhi tingkat hematokrit, glukosa darah dan nitrogen urea pada sapi Jawa. Kata Kunci: Hematokrit, Glukosa Darah, Nitrogen Urea Darah, Sapi Jawa, Pakan Protein PENDAHULUAN Faktor utama yang menentukan produktivitas ternak adalah pakan, pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan hewan, dalam bentuk yang dapat dicerna seluruhnya atau sebagian dengan tidak menggangu kesehatan ternak yang bersangkutan (LUBIS, 1963). Bahan pakan dapat berasal dari limbah pertanian dan limbah industri pertanian (HARTADI et al., 2005). Produktivitas dan fisiologis merupakan gambaran respon ternak terhadap bahan pakan yang diberikan pada ternak. Darah merupakan jaringan yang beredar dalam sistim pembuluh darah yang tertutup. Darah terdiri dari elemenelemen padat (sel darah merah dan putih serta trombosit) yang terdapat dalam plasma (HARPER et al., 1977; FRANDSON, 1992). Darah merupakan salah satu parameter fisiologis yang mencerminkan kondisi fisik ternak. 243

Parameter yang biasa diamati dalam darah yaitu kadar hematokrit, glukosa dan urea. Hematokrit adalah istilah yang artinya persentase (berdasarkan volume) dari darah, yang terdiri dari butir-butir darah merah (FRANDSON, 1992). GUYTON (1993) menyatakan bahwa kandungan eritrosit dalam darah secara langsung menentukan tinggi rendahnya kadar hematokrit darah. Kadar hematokrit dapat berubah karena nilai atau status gizi yang dihasilkan dari pakan yang dikonsumsi. Nilai hematokrit normal pada sapi adalah 22 39% (BENYAMIN, 1978). Glukosa merupakan hasil akhir dan utama dari pencernaan karbohidrat yang beredar bersama darah (ANGGORODI, 1995). Glukosa pada ruminansia selain sebagai sumber energi juga penting dalam pemeliharaan sel-sel tubuh terutama darah dan otot (PARAKKASI, 1999). Menurut HARPER (1977) kadar glukosa darah pada ruminansia berkisar 70 120 mg/dl. Urea merupakan hasil akhir dari metabolisme protein dalam tubuh ternak dan diekskresikan melalui urin. Apabila kecepatan pembentukan amonia (NH 3 ) lebih besar dari pada penggunaannya, maka NH 3 akan diserap ke dalam darah dan diubah menjadi urea. Apabila protein ransum bertambah, akan menyebabkan bertambahnya produksi NH 3 dalam rumen. Apabila NH 3 yang dimanfaatkan mikrobia untuk membentuk protein tubuh dalam rumen rendah, maka NH 3 yang akan diabsorsi oleh darah tinggi, sehingga produksi urea darah di hati bertambah (TILLMAN et al., 1991). Kisaran kadar urea darah sapi normal menurut HUNGATE (1966) adalah 26,6 56,7 mg/dl. Menurut VASCONCELOS et al. (2006), kadar protein kasar yang diberikan mempunyai korelasi yang tinggi terhadap kadar urea dalam darah, yaitu semakin tinggi tingkat protein yang diberikan maka semakin tinggi pula kadar urea dalam darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar hematokrit, glukosa dan urea darah pada sapi Jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein yang berbeda. MATERI DAN METODE Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah sapi Jawa jantan sebanyak 12 ekor dengan umur ± 1 tahun dan rata-rata (BB) awal 155,97 ± 21,80 kg (CV 13,98%). Pakan yang digunakan terdiri dari jerami padi, molasses, onggok, dedak padi, bungkil kelapa, ampas bir, dan mineral. Komposisi dan kandungan nutrisi pakan penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Metode dalam penelitian ini sesuai petunjuk GOMEZ dan GOMEZ (1995) yaitu mengunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan pakan (T1 dengan PK 9%, T2 dengan PK 12%, dan T3 dengan PK 15%) dan 4 kelompok sapi berdasarkan bobot badan (BB). Pakan diberikan 2 kali sehari yaitu setiap pagi (pukul 08.00) dan sore (15.00) hari, sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Parameter utama yang diamati pada perlakuan ini adalah kadar hematokrit, glukosa dan urea darah. Pengambilan sampel darah melalui pembuluh darah (vena jugularis). Pengukuran kadar hematokrit dilakukan 4 kali pengambilan yaitu minggu 0, 3, 6 dan 9. Pengukuran kadar urea dan kadar glukosa dilakukan pada minggu ke-6 perlakuan dengan waktu pengambilan darah 0, 3, 6, dan 9 jam setelah makan. Setelah sampel darah diperoleh, kemudian darah dipisahkan antara plasma dan padatan dengan Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrisi pakan penelitian Uraian Perlakuan T1 T2 T3 Kandungan nutrisi (100% BK) Protein kasar (PK) 9,02 12,00 15,00 Abu 9,21 9,67 10,50 Lemak kasar (LK) 4,83 6,05 7,40 Serat kasar (SK) 22,24 24,60 25,30 Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) 54,74 47,68 41,80 Total digestible nutrients (TDN) 65,00 65,00 66,90 244

menggunakan sentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 3.000 rpm. Plasma darah kemudian diambil dengan pipet mikromili. Setelah itu dianalisis dengan mengunakan glukosa dan urea kit, masing-masing reagen berfungsi untuk mengetahui kadar glukosa dan urea pada plasma darah sapi Jawa yang dianalisis. Data hasil penelitian diolah dengan menggunakan uji F dan apabila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan (GOMEZ dan GOMEZ, 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian tentang kadar hematokrit, glukosa dan urea darah sapi Jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein berbeda ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil analisis statistik menunjukkan, bahwa semua parameter yang diamati, kecuali kadar hematokrit pada minggu ke-0, tidak berbeda nyata (P > 0,05). Kadar hematokrit darah Kadar hematokrit sapi Jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein yang berbeda, pada minggu ke-3, 6 dan 9 tidak berbeda nyata (P > 0,05), kecuali kadar hematokrit pada minggu ke-0 berbeda nyata (P < 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa status gizi ternak di awal perlakuan berbeda. Kadar hematokrit T2 (34,00%) lebih besar (P < 0,05) dari pada T1 (30,50%) dan T3 (31,50%). Perbedaan status gizi ini kemungkinan disebabkan sapi T2 lebih cepat beradaptasi dengan pakan penelitian sehingga konsumsi pada saat tahap adaptasi dan pendahuluan lebih baik dari pada T1 dan T3. Tabel 2. Kadar hematokrit, glukosa, dan urea darah sapi Jawa Parameter T1 T2 T3 Rata-rata Keterangan Hematokrit (%) Minggu ke-0 30,50 b 34,00 a 31,50 b s Minggu ke-3 30,00 32,00 31,50 31,17 ns Minggu ke-6 30,25 33,25 34,50 32,67 ns Minggu ke-9 30,75 34,75 33,25 32,92 ns Glukosa darah (mg/dl) 0 jam setelah makan 36,07 38,02 57,49 43,86 ns 3 jam setelah makan 66,89 55,88 81,62 68,13 ns 6 jam setelah makan 88,97 92,65 96,32 92,65 ns 9 jam setelah makan 92,65 96,65 100,00 96,43 ns Urea darah (mg/dl) 0 jam setelah makan 49,68 61,59 62,58 57,95 ns 3 jam setelah makan 26,86 31,83 35,79 31,49 ns 6 jam setelah makan 31,58 37,78 26,86 32,07 ns 9 jam setelah makan 25,87 30,83 39,76 32,15 ns BB awal (kg) 157,00 155,88 155,04 155,97 BB akhir (kg) 194,37 201,46 191,92 195,92 PBBH (kg) 0,59 0,72 0,58 0,63 ns Konsumsi BK (kg) 4,52 4,57 4,48 4,52 ns Konsumsi PK (g) 407 b 548 a 672 a s Konsumsi karbohidrat (kg) 3,21 3,08 2,79 3,03 ns Konsumsi air (l) 14,26 13,87 13,65 13,93 ns Ns: tidak berbeda nyata (P > 0,05); s: berbeda nyata (P < 0,05); a,b: superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) 245

Pada minggu ke-3, 6 dan 9, pakan yang diberikan tidak berpengaruh terhadap kadar hematokrit (P > 0,05) dengan nilai rata-rata masing-masing sebesar 31,17; 32,67 dan 32,92%. Hal ini kemungkinan karena konsumsi BK pakan yang tidak berbeda nyata (P > 0,05) pula. Meskipun konsumsi PK pada T1 (407 g) lebih rendah daripada T2 (548 g) dan T3 (672 g), namun pemanfaatan protein di dalam tubuh kemungkinan sama sehingga kadar hematokritnya tidak berbeda. Kadar hematokrit sapi Jawa dalam penelitian ini berkisar antara 31,17 32,92%, berada pada kisaran normal, karena berdasarkan hasil penelitian BENYAMIN (1978), diketahui bahwa kadar hematokrit normal sapi berkisar antara 22 39%. Hal ini berarti pakan yang dikonsumsi sapi Jawa (BK 4,52 kg dan PK 407 672 g) telah mampu memberikan kecukupan nutrisi bagi ternak terlihat dengan terjadinya peningkatan bobot badan sapi sebesar 0,63 kg/hari. Konsumsi pakan sapi Jawa hasil penelitian ini telah memenuhi kebutuhan sapi menurut PARAKKASI (1999), bahwa sapi dengan BB 155,97 kg dan PBBH 0,63 kg, membutuhkan BK 4,32 kg/hari dan PK 543 g/hari. Kadar hematokrit hasil penelitian ini lebih rendah dari pada hasil penelitian CHALIMI et al. (2008) yang berkisar antara 31 48% pada sapi Peranakan Ongole (PO) yang mendapat pakan roti sisa pasar sebagai pengganti dedak padi. Hal ini dikarenakan konsumsi BK pakan pada penelitian CHALIMI et al. (2008) lebih tinggi yaitu antara 6,47 7,62 kg. Fenomena ini sesuai dengan penelitian ARIFIN (1992) yang menyatakan bahwa, ternak kerbau yang mengkonsumsi bahan kering lebih banyak, maka kadar hematokritnya juga lebih tinggi. Kadar glukosa darah Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi Jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein yang berbeda mempunyai nilai kadar glukosa darah yang tidak berbeda nyata (P > 0,05), baik pada 0, 3, 6 dan 9 jam setelah diberi pakan. Hal ini karena konsumsi BK dan karbohidrat (SK + BETN) juga tidak berbeda nyata (Tabel 2). Menurut FRANDSON (1992), hasil pencernaan karbohidrat pada ternak ruminansia di dalam retikulo rumen adalah asam lemak mudah terbang (VFA = volatile fatty acid), terutama asam asetat, propionat, dan butirat yang akan diserap sebelum mencapai usus. Volatile fatty acid kemudian akan diabsorbsi masuk peredaran darah menuju hati, dan di dalam hati VFA akan diubah menjadi glukosa, maupun hasil-hasil lain yang dibutuhkan oleh tubuh (TILLMAN et al., 1991). Kadar glukosa darah sapi Jawa hasil penelitian ini berkisar antara 43,86 96,43 mg/dl dengan rata-rata 75,27 ± 24,41 mg/dl. Kadar glukosa darah tersebut masih dalam kisaran normal menurut HARPER (1977) yaitu 70 120 mg/dl. Glukosa pada ruminansia selain sebagai sumber energi setelah VFA juga penting dalam pemeliharaan sel-sel tubuh terutama darah dan otot (PARAKKASI, 1999). Kadar glukosa darah hasil penelitian ini lebih tinggi daripada hasil penelitian CHALIMI et al. (2008) yang mendapatkan kadar glukosa darah sapi PO yang diberi pakan roti sisa pasar sebagai pengganti dedak padi berkisar antara 58,90 60,00 mg/dl. Hal ini kemungkinan karena energi yang tercerna dan termetabolis pada pakan penelitian ini lebih baik daripada penelitian CHALIMI et al. (2008). Kadar glukosa darah terlihat meningkat dari sebelum dan setelah makan (Tabel 2). Hal ini menunjukkan, bahwa ada aktivitas fermentasi karbohidrat di dalam rumen menjadi VFA hingga diabsorbsi masuk peredaran darah menuju hati, dan di dalam hati VFA diubah menjadi glukosa setelah ternak diberi pakan. Kadar urea darah Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar urea darah sapi Jawa yang diberi pakan dengan tingkat protein yang berbeda, mempunyai kadar urea darah yang tidak berbeda nyata (P > 0,05), baik pada 0, 3, 6 dan 9 jam setelah diberi pakan. Meskipun konsumsi PK pada T1 (407 g) lebih rendah (P < 0,05) daripada T2 (548 g) dan T3 (672 g) dan menurut VASCONCELOS et al. (2006), kadar protein kasar yang diberikan mempunyai korelasi yang tinggi terhadap kadar urea dalam darah, yaitu semakin tinggi tingkat protein yang diberikan, maka semakin tinggi pula kadar urea dalam darah, namun hal tersebut tidak terbukti dari hasil penelitian ini. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena 246

protein pakan yang dihidrolisa menjadi NH 3 dan diabsorsi oleh darah menuju ke hati sedikit sehingga yang akan dirubah menjadi urea darah juga sedikit. Apabila hal itu terjadi berarti protein pakan yang dicerna banyak digunakan di dalam jaringan tubuh ternak. Selain itu kemungkinan yang kedua adalah NH 3 cairan rumen yang terbentuk banyak dimanfaatkan untuk membentuk protein mikroba karena tersedianya karbohidrat mudah dicerna dari onggok dan molasses. Menurut ARORA (1995) dan TILLMAN et al. (1991), protein pakan yang masuk ke dalam rumen, sebagian diuraikan oleh mikroba menjadi asam-asam amino dan kemudian dideaminasi untuk membentuk asam-asam organik, amonia, CO 2, dan sebagian lagi tidak mengalami degradasi. Sebagian dari amonia yang terbentuk di dalam rumen dikombinasikan dengan asam-asam alfa keto dari sumbersumber protein atau karbohidrat digunakan untuk mensintesa asam-asam amino baru untuk pembentukan protein mikroba. Kadar urea darah sapi Jawa hasil penelitian ini berkisar antara 31,49 57,95 mg/dl, dengan rata-rata 38,42 ± 13,03 mg/dl, sedikit di atas kisaran normal menurut HUNGATE (1966), yang menyatakan bahwa kisaran kadar urea darah sapi normal adalah 26,6 56,7 mg/dl. Kadar urea darah hasil penelitian ini lebih tinggi daripada hasil penelitian CHALIMI et al. (2008) yang berkisar antara 4 25 mg/dl pada sapi PO yang mendapat pakan roti sisa pasar sebagai pengganti dedak padi, kemungkinan karena protein pakan yang diberikan pada penelitian CHALIMI et al. (2008), lebih rendah dan NH 3 cairan rumen yang terbentuk lebih rendah daripada hasil penelitian ini. Kadar urea darah terlihat menurun dari sebelum dan setelah makan (Tabel 2). Hal ini kemungkinan karena sebagian urea darah yang dikembalikan ke dalam rumen melalui saliva atau langsung menembus dinding rumen pada saat sebelum makan, diabsorbsi kembali ke hati dan diubah menjadi urea lagi. Saat setelah makan, tersedia sumber karbohidrat yang mudah dicerna di dalam rumen sehingga NH 3 yang terbentuk di dalam rumen dapat dimanfaatkan untuk membentuk protein mikroba, akibatnya NH 3 yang diabsorbi dan dikirim ke hati untuk diubah menjadi urea lebih sedikit. KESIMPULAN Simpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah tingkat protein 9 sampai 15% pada pakan sapi Jawa menghasilkan kadar hematokrit, glukosa dan urea darah yang relatif sama. DAFTAR PUSTKA ANGGORODI, R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan VI. PT Gramedia, Jakarta. ARIFIN, M. 1992. Phisiologyc and Metabolic Responses of Phil-Murrah Buffaloes to Concentrate Suplementation and Thermal Protection. Thesis. University of The Philippines, Los banos. ARORA, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Diterjemahkan oleh: MURWANI, R. BENYAMIN, M.M. 1978. Outline of Veterenary Clinical Pathologi. 3 rd Ed., W. H. Freeman and Company, San Fransisco. CHALIMI, K. 2008. Kadar Hematokrit, Glukosa dan Urea Darah Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Roti Sisa Pasar Sebagai Pengganti Dedak Padi. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. COLES, H. 1980. Veterinary Clinical Pathology. 3 th Ed., Philadelphia, London. FRANDSON, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Diterjemahkan oleh: SRIGANDONO, B. dan K. PRASENO. GOMEZ, K.A. dan A.A. GOMEZ. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian Pertanian. Edisi ke- 2. Indonesia University Press, Jakarta. Diterjemahkan oleh: SJAMSUDDIN, E. dan J.S. BAHARSJAH. GUYTON, A.C. 1993. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Bagian I. Edisi Ke-17, Penerbit Buku Kedokteran E.G.C., Jakarta Diterjemahkan oleh: WIDJAJAKUSUMAH, M.D., D. IRAWATI. M. SIAGIYAN, D. MOELOEK dan B.U. PENDIT. HARPER, H.A., VICTOR. W. RODWELL, PETER dan A. MAYERS. 1977. Biokimia (Review of Physiological Chemistry). 17 th Edition. Lange Metical Publication, Los Altos, California. Diterjemahkan oleh: MUALIAWARMAN, M. 247

HARTADI, H., S. REKSOHADIPRODJO dan A.D. TILLMAN. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Cetakan V. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. HUNGATE, R.E. 1966. The Rumen and its Microbes. Academic Press, New York. LUBIS, D.A. 1963. Ilmu Makanan Ternak. Cetakan ke-3. PT Pembangunan, Jakarta. PARAKKASI, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. TILLMAN, A.D, H. HARTADI, S. REKSOHADIPROJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. VASCONCELOS, J.T., L.W. GREENE, N.A. COLE, M.S. BROWN, F.T. MCCOLLUM III and L.O. TEDESCHI. 2006. Effect of phase of protein on performance, blood urea nitrogen concentration, manure nitrogen: Phosphorus ratio, and carcass characteristic of feedlot cattle. J. Anim. Sci. 84: 3032 3038 248