SURVEI KESEHATAN HIDUNG MASYARAKAT DI DESA TINOOR 2

dokumen-dokumen yang mirip
SURVEI KESEHATAN HIDUNG PADA MASYARAKAT PESISIR PANTAI BAHU

Kesehatan hidung masyarakat di komplek perumahan TNI LANUDAL Manado

Kesehatan telinga siswa Sekolah Dasar Inpres 1073 Pandu

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

SURVEI KESEHATAN TELINGA PADA ANAK PASAR BERSEHATI KOMUNITAS DINDING MANADO

Profil Pasien Rinosinusitis Kronik di Poliklinik THT-KL RSUP DR.M.Djamil Padang

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

ABSTRAK KARAKTERISTIK PASIEN SINUSITIS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PADA APRIL 2015 SAMPAI APRIL 2016 Sinusitis yang merupakan salah

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

KESEHATAN TELINGA DI SEKOLAH DASAR INPRES KEMA 3

Kesehatan Hidung pada Siswa-Siswi Sekolah Dasar Negeri 11 Manado

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. mungkin akan terus meningkat prevalensinya. Rinosinusitis menyebabkan beban

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

KESEHATAN TENGGOROK PADA SISWA SEKOLAH DASAR EBEN HAEZAR 1 MANADO DAN SEKOLAH DASAR GMIM BITUNG AMURANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. muka sekitar 40%. Lokasi hidung di tengah dan kedudukan di bagian anterior

BAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga

SURVEI KESEHATAN TELINGA MASYARAKAT PESISIR PANTAI BAHU

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RINOSINUSITIS KRONIS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

LAPORAN KASUS (CASE REPORT)

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

BAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai.

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

BENDA ASING HIDUNG. Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB I PENDAHULUAN. organisme berbahaya dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang terkandung di

RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER Elia Reinhard

Laporan Kasus Besar. Observasi Limfadenopati Colli Multipel, Dekstra & Sinistra SHERLINE

BAB I PENDAHULUAN. hidung dan sinus paranasal ditandai dengan dua gejala atau lebih, salah

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis


Hubungan tipe deviasi septum nasi klasifikasi Mladina dengan kejadian rinosinusitis dan fungsi tuba Eustachius

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di Indonesia, termasuk dalam daftar jenis 10 penyakit. Departemen Kesehatan pada tahun 2005, penyakit sistem nafas

I. PENDAHULUAN. Farmasi dalam kaitannya dengan Pharmaceutical Care harus memastikan bahwa

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

Hubungan gejala dan tanda rinosinusitis kronik dengan gambaran CT scan berdasarkan skor Lund-Mackay

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

KUESIONER PENELITIAN RINITIS ALERGI

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

FAKTOR PREDISPOSISI TERJADINYA RINOSINUSITIS KRONIK DI POLIKLINIK THT-KL RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. paranasaldengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 Allan Hespie Posumah 2 Ramli Hadji Ali 2 Elvie Loho.

HUBUNGAN SKOR LUND-MACKAY CT SCAN SINUS PARANASAL DENGAN SNOT-22 PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS TESIS IRWAN TRIANSYAH

4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tulang kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala. 7 Sinus

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

PENGERTIAN Peradangan mukosa hidung yang disebabkan oleh reaksi alergi / ransangan antigen

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

FISIK DIAGNOSTIK THT Dody Novrial

BAB II. Landasan Teori. keberhasilan individu untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

IDENTITAS I.1. IDENTITAS RESPONDEN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan profil kesehatan provinsi Daerah Istimewa. Yogyakarta tahun 2012, penyakit infeksi masih menduduki 10

BAB I PENDAHULUAN. (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Saat ini, ISPA merupakan masalah. rongga telinga tengah dan pleura. Anak-anak merupakan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. otitis media dibagi menjadi bentuk akut dan kronik. Selain itu terdapat sistem

HUBUNGAN TIPE DEVIASI SEPTUM NASI MENURUT KLASIFIKASI MLADINA DENGAN KEJADIAN RINOSINUSITIS DAN FUNGSI TUBA EUSTACHIUS

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan mendengar dan berkomunikasi dengan orang lain. Gangguan

PERBEDAAN WAKTU TRANSPORTASI MUKOSILIAR HIDUNG PADA PENDERITA RINOSINUSITIS KRONIS SETELAH DILAKUKAN BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL DENGAN ADJUVAN

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. ini terdapat diseluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. tahun. Data rekam medis RSUD Tugurejo semarang didapatkan penderita

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

PROBLEM BASED LEARNING SISTEM INDRA KHUSUS

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sumber infeksi, seperti: gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga

EPISTAKSIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010-DESEMBER 2012

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis Dan Penatalaksanaan Rinosinusitis Dengan Polip Nasi

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang

KARAKTERISTIK PENDERITA YANG MENJALANI BEDAH SINUS ENDOSKOPIK FUNGSIONAL (BSEF) DI DEPARTEMEN THT-KL RSUP. HAJI ADAM MALIK, MEDAN DARI PERIODE

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan

PENDERITA TONSILITIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO JANUARI 2010-DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan kepada masyarakat saja akan tetapi dapat juga merugikan

TUMOR KEPALA LEHER DI POLIKLINIK THT-KL RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER 2012

Transkripsi:

SURVEI KESEHATAN HIDUNG MASYARAKAT DI DESA TINOOR 2 1 Windy S. Ishak 2 Olivia Pelealu 2 R.E.C Tumbel 1 Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado 2 Bagian Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Email: windy.septiyani@gmail.com Abstract: Physiologically, a nose has several functions, for instance as a filter that enables it to be the first-line defense and serves an important function for protecting the body against the disadvantageous condition from our surroundings. The main purpose of this research is to describe about how the health survey of nose on the locals in Tinoor 2 is. The method used on this research is descriptive survey with cross sectional approach. The subject of this research is the locals of Tinoor 2 who willingly participated in. The total of participants is 40 divided into 13 females and 27 males. Findings show that 62,5% and 60% are the result of normal right and left nasal cavity examination. Meanwhile, 32,5% and 35% are for the broad right and left kavum nasi examination, also both of the medium and narrow are 5%. 70% and 67,5% are the result of normal right and left concha examination, 15% and 17,5% are both for edema examination, hyperemia on both sides are 2,5%. 92,5% and 90% are the result of normal right and left mucous examination, while hyperemia with 7,5% and 10%. 97,5% is the result of normal right and left secretion examination, and serous on both sides are 2,5%. 82,5% is the result of normal right and left septum examination, and nasal septum deviation on both sides are 17,5%. There s none post nasal drip within the examination. Conclusion: Of all examination that has been accomplished, most of them result to Normal. Keywords: health survey, physical examination of nose Abstrak: Hidung secara fisiologis mempunyai beberapa fungsi seperti sebagai penyaring dan pertahanan lini pertama dan pelindung tubuh terpenting terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana gambaran survei kesehatan hidung masyarakat desa Tinoor 2. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif survei dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian masyarakat desa Tinoor 2 yang bersedia mengikuti penelitian. Responden 40 orang, dengan jumlah laki-laki dan perempuan 13 dan 27 orang. Pemeriksaan kavum nasi kanan kiri normal 62,5% dan 60%, pada pemeriksaan kavum nasi kanan kiri lapang 32,5% dan 35%, sedang sempit keduanya 5%. Pemeriksaan konka kanan kiri normal 70% dan 67,5%, udim yaitu 15% dan 17,5%, hiperemis dikeduanya 7,5%, pucat dikeduanya 5%, konka dengan udim dan hiperemis keduanya 2,5%. Pemeriksaan mukosa kanan kiri normal 92,5% dan 90%, hiperemis 7,5% dan 10%. Pemeriksaan sekret kanan kiri normal keduanya 97,5%, serus keduanya 2,5%. Pemeriksaan septum kanan kiri normal keduanya 82,5%, deviasi dikeduanya 17,5%. Post nasal drip tidak ditemukan. Simpulan: Dari pemeriksaan hidung yang dilakukan pada responden, ditemukan hasil terbanyak adalah normal. Kata kunci: survei kesehatan, pemeriksaan fisik hidung 311

Ishak, Pelealu, Tumbel: Survei kesehatan hidung... Hidung secara fisiologis mempunyai beberapa fungsi seperti sebagai penyaring dan pertahanan lini pertama dan pelindung tubuh terpenting terhadap kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. 1 Selain berperan sebagai indera penghidu, hidung juga berfungsi menyiapkan udara inhalasi sehingga dapat digunakan paru, mempengaruhi refleks tertentu pada paru dan memodifikasi bicara. Fungsi filtrasi, memanaskan dan melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran nafas dibawahnya dari kerusakan. 1 Tinoor merupakan suatu desa di minahasa, wilayah administrasi kota Tomohon. Saat ini, Desa Tinoor telah menjadi Kelurahan dan terbagi menjadi dua yaitu Kelurahan Tinoor Satu dan Dua. Sebagian besar pemukiman berada jauh dari jalan raya Manado-Tomohon dengan jumlah penduduk Tinoor Dua 1726 jiwa. 2 Faktor lingkungan sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan. Faktor Lingkungan terdiri dari 3 bagian besar; 1) Lingkungan Fisik, 2) Lingkungan Biologis, 3)Lingkungan Sosial. 3 Kesehatan Lingkungan menyangkut aspek kesehatan manusia termasuk kualitas hidup yang ditentukan oleh faktor-faktor fisik, biologis, sosial dan psikososial di lingkungan, yang selalu dikait kan dengan teori dan praktek penilaian, koreksi, pengendalian dan pencegahan faktor-faktor tersebut di lingkungan yang berpotensi berpengaruh buruk dari generasi sekarang dan yang akan datang. 3 Data dari Departemen Kesehatan Republik Indonesia (DEPKES RI) tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. 4 Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk meneliti dengan melakukan survei tentang kesehatan hidung Masyarakat di desa Tinoor 2. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif survei dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian adalah masyarakat di desa Tinoor 2 yang bersedia untuk mengikuti penelitian. Penelitian berlangsung pada tanggal 8 November 2014 di desa Tinoor 2. Variabel Penelitian adalah hasil pemeriksaan hidung pada masyarakat desa Tinoor 2 yang bersedia mengikuti penelitian dan gangguan pada hidung yang ditemukan pada saat pemeriksaan. HASIL PENELITIAN A. Responden Penelitian Jenis kelamin n % Laki-laki 13 32,5 Perempuan 27 67,5 Tabel 1. Jenis Kelamin Responden Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa jumlah responden yang mengikuti penelitian adalah 40 orang, dengan jumlah persentase laki-laki yang menjadi responden adalah 32,5% dan perempuan yang menjadi responden adalah 67,5%. Secara keseluruhan jumlah laki-laki adalah 13 orang sedangkan perempuan 27 orang. B. Hasil Penelitian dilaksanakan dengan melakukan pemeriksaan langsung kepada masyarakat, dan hasil pemeriksaan diisi pada tabel pemeriksaan THT, yang telah disediakan sebelumnya. Tabel pemeriksaan hidung sendiri, terdiri atas pemeriksaan kavum nasi, konka, mukosa, sekret, septum dan post nasal drip. Hasil dari pemeriksaan dicantumkan dalam tabel berikut. 312

Tabel 2. kavum nasi N % Normal 25 24 62,5 60 Lapang 13 14 32,5 35 Sempit 2 2 5 5 Tabel 3. Konka N % Normal 28 27 70 67,5 Udim 6 7 15 17,5 Hiperemis 3 3 7,5 7,5 Pucat 2 2 5 5 Udim dan Hiperemis 1 1 2,5 2,5 Hipertrofi 0 0 0 0 Atrofi 0 0 0 0 Tabel 4. Mukosa N % Normal 37 36 92,5 90 Hiperemis 3 4 7,5 10 Livide 0 0 0 0 Tabel 5. Sekret n % Tidak ada 39 39 97,5 97,5 Serus 1 1 2,5 2,5 Mukoid 0 0 0 0 Purulen 0 0 0 0 Tabel 6. Septum n % Kanan Kiri Kanan Normal 33 33 82,5 Deviasi 7 7 17,5 Abses 0 0 0 Hematoma 0 0 0 Tabel 7. Post nasal drip N % Tidak ada 40 40 100 100 Ada 0 0 0 0 a. Kavum nasi Didasarkan pada tabel 2, hasil pemeriksaan kavum nasi kanan dan kiri dengan hasil normal persentasenya adalah kanan 62,5% dan kiri 60%, pada hasil pemeriksaan kavum nasi kanan dan kiri yang lapang persentasenya adalah kanan 32,5% dan kiri 35%, sedangkan hasil dari pemeriksaan kavum nasi kanan kiri yang sempit persentasenya adalah kanan 5% dan kiri 5%. Jumlah secara keseluruhan dari hasil pemeriksaan kavum nasi kanan dan kiri yang normal adalah kanan berjumlah 25 dan kiri 24, pada kavum nasi yang lapang yaitu kanan berjumlah 13 dan kiri 14, sedangkan kavum nasi yang sempit yaitu kanan berjumlah 2 dan kiri 2. b. Konka Didasarkan dari hasil pemeriksaan konka kanan dan kiri pada tabel 3, yaitu dengan hasil normal adalah kanan 70% dan kiri 67,5%, pemeriksaan konka yang udim yaitu kanan 15% dan kiri 17,5%, konka hiperemis ditemukan kanan 7,5% dan kiri 7,5%, konka pucat ditemukan persentasenya kanan 5% dan kiri 5%, konka dengan udim dan hiperemis persentasenya adalah kanan 2,5% dan kiri 313

Ishak, Pelealu, Tumbel: Survei kesehatan hidung... 2,5%, sedangkan konka yang mengalami hipertrofi dan atrofi tidak ditemukan pada pemeriksaan. Jumlah secara keseluruhan dari hasil pemeriksaan pada konka kanan dan kiri adalah normal pada kanan 28 dan kiri 27,udim pada kanan 6 dan kiri 7, hiperemis pada kanan 3 dan kiri 3, pucat pada kanan 2 dan kiri 2, konka udim dan hiperemis pada kanan 1 dan kiri 1, sedangkan hipertrofi dan atrofi tidak ditemukan. c. Mukosa Didasarkan hasil pemeriksaan mukosa kanan dan kiri pada tabel 4, dengan hasil normal persentasenya adalah kanan 92,5% dan kiri 90%, pada hasil pemeriksaan dengan hasil hiperemis adalah kanan 7,5% dan kiri 10%, sedangkan livide tidak ditemukan pada pemeriksaan. Jumlah secara keseluruhan dari hasil pemeriksaan mukosa kanan dan kiri yaitu dengan hasil normal pada kanan adalah 37 dan kiri 36, hiperemis pada kanan adalah berjumlah 3 dan kiri adalah 4,sedang hasil livide tidak ditemukan. d. Sekret Berdasarkan hasil pemeriksaan sekret kanan dan kiri pada tabel 5, dari hasil pemeriksaan dimana tidak ditemukan sekret persentasinya adalah kanan 97,5% dan kiri 97,5%, dengan hasil serus pada kanan 2,5% dan kiri 2,5%,sedang mukoid dan purulen tidak ditemukan pada pemeriksaan. Jumlah secara keseluruhan pada hasil pemeriksaan dimana tidak ditemukan sekret adalah kanan 39 dan kiri 39, serus dengan jumlah kanan dan kiri adalah 1, sedangkan mukoid dan purulen tidak ditemukan. e. Septum Dari hasil pemeriksaan septum kanan dan kiri pada tabel 6, dapat dilihat hasil pemeriksaan septum normal pada kanan 82,5% dan kiri 82,5%, septum deviasi pada kanan dengan persentasi 17,5% dan kiri 17,5%, sedangkan abses dan hematoma tidak ditemukan. Jumlah keseluruhan dari hasil pemeriksaan septum dengan keadaan normal adalah kanan 33 dan kiri 33, pada septum deviasi adalah kanan 7 dan kiri 7,sedang abses dan hematoma tidak ditemukan. f. Post nasal drip Berdasarkan pada tabel 7, tidak ditemukan adanya post nasal drip pada saat penelitian. BAHASAN Pada penelitian survei kesehatan hidung yang dilakukan pada masyarakat di dataran tinggi desa Tinoor 2 dengan menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini diikuti oleh 40 orang yang bersedia menjadi responden penelitian dan responden terbanyak adalah perempuan dengan jumlah 27 orang ( 67,5%) dan sisanya adalah laki-laki dengan jumlah 13 orang (32,5%). Pada hasil pemeriksaan yang dilakukan pada semua responden terlihat hasil normal merupakan hasil terbanyak. Pada pemeriksaan kavum nasal kanan dan kiri, pada responden perempuan dengan kesempitan pada kavum nasal adalah 1 orang, kavum nasi yang lapang 10 orang, kavum nasi yang lapang hanya pada sebelah kiri adalah 1 orang,dan 15 orang sisanya adalah normal. Pada responden laki-laki dengan kavum nasal yang sempit 1 orang, kavum nasal yang lapang adalah 3 orang, dan 9 orang sisanya adalah normal. Gangguan yang dapat terjadi pada kavum nasi salah satunya adalah polip hidung. Polip hidung ialah massa lunak yang mengandung banyak cairan di dalam rongga hidung, berwarna putih keabuabuan, yang terjadi akibat inflamasi mukosa. 5 Pembentukan polip sering diasosiasikan dengan inflamasi kronik, disfungsi saraf otonom serta predisposisi genetik. Teori lain mengatakan karena ketidakseimbangan saraf vasomotor terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan regulasi vaskular yang mengakibatkan dilepasnya sitokin-sitokin dari sel mast, yang akan menyebabkan edema dan lamakelamaan menjadi polip. Bila proses terus berlanjut, mukosa yang sembab makin 314

membesar menjadi polip dan kemudian akan turun ke rongga hidung dengan dari biopsi konka media, pemeriksaan mikrobiologi dan uji resistensi kuman dan membentuk tangkai. 5 tomografi komputer (CT scan) sinus Untuk polip yang ukurannya sudah paranasal. 7 besar dilakukan ektraksi polip Pada pemeriksaan mukosa kanan dan (polipektomi) dengan menggunakan senar polip. Selain itu bila terdapat sinusitis, perlu dilakukan drenase sinus. Oleh karena itu sebelum operasi polipektomi perlu dibuat foto sinus paranasal untuk melihat kiri, pada responden perempuan ditemukan mukosa hiperemis adalah 3 orang, mukosa dengan hiperemis hanya pada sebelah kiri adalah 1 orang,dan 23 orang sisanya adalah normal. Pada responden laki-laki, mukosa adanya sinusitis yang menyertai polip ini yang normal ditemukan pada semua atau tidak. Selain itu, pada pasien polip dengan keluhan sakit kepala, nyeri di responden laki-laki. Kelainan yang bisa terjadi pada daerah sinus dan adanya perdarahan mukosa contohnya pada rinitis alergi. Pada pembuatan foto sinus paranasal tidak boleh dilupakan. 8,9,10 Prosedur polipektomi dapat mudah dilakukan dengan senar polip pemeriksaan rinoskopi anterior pada rinitis alergi tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livide disertai adanya setelah pemberian dekongestan dan sekret encer yang banyak. Bila gejala anestesi lokal. Pada kasus polip yang persisten, mukosa inferior tampak berulang ulang, perlu dilakukan operasi hipertrofi. 8 etmoidektomi oleh karena umumnya polip berasal dari sinus etmoid. Etmoidektomi ada dua cara, yakni; 1) Intranasal 2) Ekstranasal. 6 Pada pemeriksaan konka kanan dan kiri, pada responden perempuan dengan konka pucat adalah 1 orang, konka dengan hiperemis 2 orang, konka dengan udim 4 orang, konka dengan udim dan hiperemis adalah 1 orang, konka dengan udim hanya Pada pemeriksaan sekret, pada semua responden perempuan tidak ditemukan adanya sekret. Pada responden laki-laki, hanya ditemukan serus pada 1 orang dan sisanya tidak ditemukan. Salah satu jenis sekret yang bisa timbul, yaitu sekret hidung yang encer terutama timbul pada rinitis alergi dan rinitis vasomotor. 9 Pada rinitis alergi, pada inspeksi hidung, mukosa tampak edematosa pada sebelah kiri adalah 1 orang, dan terutama didaerah konka bawah dan sisanya 18 orang dengan hasil normal. Pada responden laki-laki ditemukan konka pucat 1 orang, konka udim adalah 2 orang,konka ditutupi oleh sekret encer. 10 Pada pemeriksaan septum kanan dan kiri, ditemukan 7 orang mengalami deviasi, dengan hiperemis adalah 1 orang, dan sisanya normal pada responden sedangkan 9 orang sisanya adalah normal. Salah satu kelainan yang bisa terjadi pada konka adalah atrofi. Atrofi konka contohnya, pada kasus rinitis atrofi. Rinitis perempuan. Pada semua responden lakilaki ditemukan hasilnya normal. Salah satu kelainan yang terjadi pada septum adalah deviasi septum. Pada deviasi atrofi merupakan infeksi hidung kronik, septum, terdapat pergeseran dinding yang ditandai oleh adanya atrofi progresif pemisah hidung dari garis median. Selain pada mukosa dan tulang konka. Secara disebabkan oleh kelainan kongenital, klinis mukosa hidung menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering sehingga terbentuk krusta yang berbau busuk. 7 Pada pemeriksaan hidung didapatkan trauma juga dapat menyebabkan deviasi. Deviasi terutama bermanifestasi klinis sebagai gangguan pernapasan, tetapi fungsi penghidu di hidung juga dapat terganggu rongga hidung sangat lapang, konka akibat obstruksi. Hanya deviasi yang inferior dan media menjadi hipotrofi atau menimbulkan gejala yang memerlukan atrofi. Pemeriksaan penunjang untuk penatalaksanaan. 11 membantu menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan histopatologik yang berasal Pada pemeriksaan post nasal drip kanan dan kiri, seluruh responden baik 315

Ishak, Pelealu, Tumbel: Survei kesehatan hidung... perempuan maupun laki-laki hasilnya tidak ditemukan adanya post nasal drip. Post nasal drip contohnya pada kasus sinusitis. Sinusitis didefinisikan sebagai insflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri. 12 Keluhan utama rinosinusitis akut ialah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada muka dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). 12 Tujuan terapi sinusitis ialah 1) mempercepat penyembuhan; 2) mencegah komplikasi; dan 3) mencegah perubahan menjadi kronik. Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bakterial untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Pada sinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk kuman negatif gram dan anaerob. 12 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 8 november 2014 menggunakan metode penelitian deskriptif survei dengan pendekatan cross sectional, mengenai survei kesehatan hidung masyarakat di Desa Tinoor 2, dapat disimpulkan hasil normal pada pemeriksaan hidung merupakan hasil terbanyak yang didapat. SARAN Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut, agar dapat membantu didalam mendeteksi gangguan hidung serta dapat membantu didalam pencegahan lebih dini. Sebaiknya juga, untuk penderita gangguan hidung yang lebih berat, perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut pada bagian THT- KL dan dokter spesialis THT untuk mendapat pemeriksaan dan pengobatan lebih memadai. 316 DAFTAR PUSTAKA 1. Irfandy D. Transpor mukosiliar pada septum deviasi. [di akses : 4 Desember 2014]. Tersedia dari : http://repository.unand.ac.id/17719/1/ transpor%20mukosiliar%20pd%20se ptum%20deviasi.pdf 2. Sulong MF, Mananoma T, Tanudjaja L, Tangkudung H. Desain sistem penyediaan air bersih di kelurahan Tinoor. Sipil Statik. 2013;1(2):105. 3. Suyono, Budiman. Ilmu kesehatan masyarakat dalam konteks kesehatan lingkungan. [diakses 17 Januari 2015]. Tersedia dari : http://ejournal.kopertis4.or.id/file/15.%20ke sehatan%20lingkungan.pdf 4. HTA Indonesia. Functional endoscopic sinus surgery di Indonesia [homepage on the Internet]. 2006 [diakses 3 Desember 2014]. Tersedia dari: http://buk.depkes.go.id/ index.php 5. Mangunkusumo E, Wardani RS. Polip hidung. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke- 7. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2012. p. 101-2 6. Darusman KR. Polip nasi. 2002 [diakses 11 Januari 2015]. Tersedia dari: www.geocities.ws/.../ref-tht-rsbapolip-nasi.doc 7. Wardani RS, Mangunkusumo E. Rinorea, infeksi hidung dan sinus. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-7. Jakarta: Balai penerbit FKUI, 2012. p. 117-8. 8. Irawati N, Kasakeyan E, Rusmono N. Rinitis alergi. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke- 7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2012. p.108. 9. Snell RS. Anatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran. Edisi ke-6. Jakarta:EGC, 2006. p. 36-7.

10. Nagel P, Gurkov R. Dasar-Dasar Ilmu THT. Edisi ke-2. Jakarta: EGC, 2012. P. 40 11. Nagel P, Gurkov R. Dasar-Dasar Ilmu THT. Edisi ke-2. Jakarta: EGC, 2012. p. 48 12. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editors. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2012. p. 127-9. 317