BAB II TINJAUAN PUSTAKA. barang-barang dan jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Definisi lahan memiliki keterkaitan dengan tanah. Menurut Utomo, et al

IV. TAHAP-TAHAP PERTUMBUHAN EKONOMI ANDRI HELMI M, SE., MM.

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia dalam konstitusi negara adalah untuk

Oleh: Hendry Wijaya, SE., M.Si.

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Historis a. Frederich List ( ) 1) Masa berburu dan mengembara 2) Masa beternak dan bertani

TEORI PERTUMBUHAN WALT WHITMAN ROSTOW

BAB II URAIAN TEORITIS. jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang

TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI ROSTOW

PENERAPAN MODEL SOLOW-SWAN UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DEMAK

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan indikator

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

LEMBARAN SOAL. 4. Berikut ini adalah indikator pembangunan ekonomi dan pertumbuhan ekonomi

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar

MAKALAH PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA. Oleh

TINJAUAN PUSTAKA. keseluruhan usaha-usaha pembangunan meliputi juga usaha-usaha pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena yang relatif baru bagi perekonomian Indonesia. perekonomian suatu Negara. Pertumbuhan ekonomi juga diartikan sebagai

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi. Salah satu indikator yang sangat penting daam menganalisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi yang pernah dilakukan di Indonesia. tenaga kerja dengan variabel pertumbuhan ekonomi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

Prof. Dr. Almasdi Syahza, SE., MP Peneliti dan Pengamat Ekonomi Pedesaan Blog:

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, maka pelaksanaan pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara ketimpangan dan pertumbuhan ekonomi. pembangunan ekonomi yang terjadi dalam suatu negara adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Ekonomi 2.2 Pengertian Makro Ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

II.TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan adalah manifestasi dari suatu proses menuju kemajuan material

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah

Perkembangan Teori Pertumbuhan Ekonomi. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

BAB I. KONDISI KETENAGAKERJAAN dan DAMPAKNYA TERHADAP PEMBANGUNAN EKONOMI. Uji Kompetensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. membangun infrastruktur dan fasilitas pelayanan umum. pasar yang tidak sempurna, serta eksternalitas dari kegiatan ekonomi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pandang yang berbeda oleh para ekonom. Boediono (1999) mengemukakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

BAB 2 LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Sebagaimana cita-cita kita bangsa Indonesia dalam bernegara yaitu untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hasil pekerjaan membangun, sedangkan ekonomi adalah suatu ilmu yang

I. PENDAHULUAN. Adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah serta Undang-

Teori-teori Alternatif dan Arti Pembangunan

PENGANTAR EKONOMI PEMBANGUNAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan pendudukyang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dihindarkan. Hal ini disebabkan karena pemerintah merupakan salah satu pelaku

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

MATERI PERDAGANGAN LUAR NEGERI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

PENGANTAR EKONOMI MAKRO. Masalah Utama dalam perekonomian, Alat Pengamat Kegiatan Ekonomi dan Kebijakan Ekonomi Makro

II. TINJAUAN PUSTAKA. kenaikan dalam produk domestik bruto (PDB) yang dapat didefinisikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Semenjak merdeka 1945 hingga 1966 atau selama pemerintahan Orde Lama,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/1996

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat untuk mengumpulkan dana guna membiayai kegiatan-kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. panjang, dan pertumbuhan ekonomi merupakan fenomena penting yang dialami

II. TINJAUAN PUSTAKA. padahal pertumbuhan dan pembangunan itu berbeda. Menurut sadono sukirno

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEMPATAN KERJA DI JAWA TENGAH PERIODE TAHUN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1995 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 1995/96

ABSTRAK. Kata kunci: PDB, Kurs, Impor, Utang luar negeri

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

Teori Pertumbuhan Ekonomi

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. adalah pertumbuhan ekonomi yang mengalami perubahan yang diikuti oleh

PENGARUH BELANJA MODAL, PENGANGGURAN DAN PENDUDUK TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN AGAM DAN KABUPATEN PASAMAN

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. perkembangannya apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada yang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan barang dan jasa, investasi yang dapat meningkatkan barang modal,

Kuliah 6. Paradigma Pentahapan. 4/4/2016 Marlan Hutahaean 1

BAB I PENDAHULUAN. yang dimulai dengan bangkrutnya lembaga-lembaga keuangan di Amerika

PENDAHULUAN. Setiap negara di dunia ini sudah lama menjadikan pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Begitu juga dengan investasi yang merupakan langkah awal

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dapat meningkatkan

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI SUMATERA UTARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi berhubungan dengan proses

I. PENDAHULUAN. dan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu maka pelaksanaan otonomi daerah. pendapatan dan pembiayaan kebutuhan pembangunan di daerahnya.

ekonomi Tujuan Pembelajaran

Pertumbuhan ekonomi wilayah

Perekonomian Indonesia

BAB II LANDASAN TEORI. ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti keluarga,

Pengantar Ekonomi Makro. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi Walt Whitman Rostow

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan negara adalah pemerataan pembangunan ekonomi. Dalam

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. internasional tidak bisa lepas dari hal-hal yang sedang dan akan berlangsung di

Pengantar Ekonomi Pembangunan PERENCANAAN PEMBANGUNAN EKONOMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

PERTUMBUHAN EKONOMI,PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI, DAN KRISIS EKONOMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasajasa.

TEORI-TEORI KLASIK PEMBANGUNAN EKONOMI

I. PENDAHULUAN. untuk dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan seluruh rakyat bangsa tersebut.

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan

Transkripsi:

2.1 Pertumbuhan Ekonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.1 Pengertian Pertumbuhan Ekonomi Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefenisikan sebagai peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, maka proses ini pada gilirannya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat. Dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan meningkat. Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik Bruto (PDB) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value) dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu (biasanya satu tahun). Perlu diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi berbeda dengan pembangunan ekonomi, kedua istilah ini mempunyai arti yang sedikit berbeda. Kedua-duanya memang menerangkan mengenai perkembangan

ekonomi yang berlaku. Tetapi biasanya, istilah ini digunakan dalam konteks yang berbeda. Pertumbuhan selalu digunakan sebagai suatu ungkapan umum yang menggambarkan tingkat perkembangan sesuatu negara, yang diukur melalui persentasi pertambahan pendapatan nasional riil. Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan perkembangan ekonomi di negara-negara berkembang. Dengan perkataan lain, dalam mengartikan istilah pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor pertanian yang tradisional, masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi dan masalah perataan pembagian pendapatan (Sukirno, 2006:423) 2.1.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang antara lain: (Sadono Sukirno, 2006:243-270). 2.1.2.1 Teori Pertumbuhan Klasik Teori ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus, dan John Stuart Mill. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu jumlah penduduk, jumlah barang modal, luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi yang digunakan. Mereka lebih menaruh perhatiannya pada pengaruh pertambahan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka asumsikan luas tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan. Teori yang menjelaskan keterkaitan antara

pendapatan perkapita dengan jumlah penduduk disebut dengan teori penduduk optimal. Menurut teori ini, pada mulanya pertambahan penduduk akan menyebabkan kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah penduduk terus bertambah maka hukum hasil lebih yang semakin berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi yaitu produksi marginal akan mengalami penurunan, dan akan membawa pada keadaan pendapatan perkapita sama dengan produksi marginal. Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang maksimal. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk optimal. Apabila jumlah penduduk terus meningkat melebihi titik optimal maka pertumbuhan penduduk akan menyebabkan penurunan nilai pertumbuhan ekonomi. 2.1.2.2 Teori Pertumbuhan Harrod-Domar Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan oleh Roy F. Harrod (1984) di Inggris dan Evsey D. Domar (1957) di Amerika Serikat. Mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya dianggap mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Domar. Teori ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam jangka panjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar didasarkan pada asumsi : a) Perkonomian bersifat tertutup.

b) Hasrat menabung (MPS = s) adalah konstan. c) Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to scale). d) Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama dengan tingkat pertumbuhan penduduk. Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang kuat (steady growth) dalam jangka panjang. Asumsi yang dimaksud di sini adalah kondisi dimana barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan memiliki proposional yang ideal dengan tingkat pendapatan nasional, rasio antara modal dengan produksi (Capital Output Ratio/COR) tetap perekonomian terdiri dari dua sektor (Y = C + I). Atas dasar asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar membuat analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut : g = K = n Dimana : g K n = Growth (tingkat pertumbuhan output) = Capital (tingkat pertumbuhan modal) = Tingkat pertumbuhan angkatan kerja Harrod-Domar mendasarkan teorinya berdasarkan mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi

kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran dan permintaan barang. 2.1.2.3 Teori Pertumbuhan Neo-klasik Teori pertumbuhan neo-klasik dikembangkan oleh Robert M. Solow (1970) dan T.W. Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu, Solow-Swan menggunakan model fungsi produksi yang memungkinkan adanya substitusi antara kapital (K) dan tenaga kerja (L). Dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan ekonomi yang baik dalam model Solow-Swan kurang restriktif disebabkan kemungkinan substitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal ini berarti ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga kerja. Teori Solow-Swan melihat bahwa dalam banyak hal mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan, sehingga pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri atau mempengaruhi pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber yaitu, akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan peningkatan teknologi. Teknologi ini

terlihat dari peningkatan skill atau kemajuan teknik, sehingga produktivitas capital meningkat. Dalam model tersebut, masalah teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu. Teori neo-klasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama seperti dalam ekonomi model klasik, kebijakan yang perlu ditempuh adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan, termasuk perpindahan orang, barang, dan modal. Harus dijamin kelancaran arus barang, modal, dan tenaga kerja, dan perlunya penyebarluasan informasi pasar. Harus diusahakan terciptanya prasarana perhubungan yang baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan stabilitas politik. Analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan bahwa untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth ), diperlukan suatu tingkat saving yang tinggi dan seluruh keuntungan pengusaha diinvestasikan kembali. 2.1.2.4 Teori Schumpeter Teori ini menekankan pada inovasi yang dilakukan oleh para pengusaha dan mengatakan bahwa kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh jiwa usaha (enterpreneurship) dalam masyarakat yang mampu melihat peluang dan berani mengambil risiko membuka usaha baru, maupun memperluas usaha yang telah ada. Dengan pembukaan usaha baru dan perluasan usaha, tersedia lapangan kerja

tambahan untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya. Didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan dari inovasi tersebut, maka para pengusaha akan meminjam modal dan mengadakan investasi. Investasi ini akan mempertinggi kegiatan ekonomi suatu negara. Kenaikan tersebut selanjutnya juga akan mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk menghasilkan lebih banyak lagi sehingga produksi agregat akan bertambah. Selanjutnya Schumpeter menyatakan bahwa jika tingkat kemajuan suatu perekonomian semakin tinggi maka keinginan untuk melakukan inovasi semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh karena masyarakat telah merasa mencukupi kebutuhannya. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat jalannya dan pada akhirnya tercapai tingkat keadaan tidak berkembang (stationary state). Namun keadaan tidak berkembang yang dimaksud di sini berbeda dengan pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Sedangkan dalam pandangan klasik, keadaan tidak berkembang terjadi pada waktu perekonomian berada pada kondisi tingkat pendapatan masyarakat sangat rendah. 2.1.2.5 Teori Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi Teori ini dimunculkan oleh Prof. W.W. Rostow yang memberikan lima tahap dalam pertumbuhan ekonomi. Analisis ini

didasarkan pada keyakinan bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercapai sebagai akibat dari timbulnya perubahan yang fundamental dalam corak kegiatan ekonomi, juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam suatu masyarakat dan negara. Adapun kelima tahapan tersebut adalah: 1) Tahap Masyarakat Tradisional (The Traditional Society) Rostow mengartikan bahwa masyarakat tradisional sebagai suatu masyarakat yang: a) Cara-cara memproduksi yang relatif primitif dan sikap masyarakat serta cara hidupnya yang sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dicetuskan oleh cara pemikiran yang bukan rasional, tetapi oleh kebiasaan yang telah berlaku secara turun-temurun. Tingkat produksi yang dapat dicapai masih sangat terbatas, karena ilmu pengetahuan dan teknologi modern belum ada atau belum digunakan secara sistematis dan teratur. b) Tingkat produksi perkapita dan tingkat produktivitas per pekerja masih sangat terbatas. Oleh sebab itu sebagian besar dari sumber-sumber daya masyarakat digunakan untuk kegiatan dalam sektor pertanian. Dalam sektor ini struktur sosialnya sangat bersifat hierarkis, sehingga mobilitas secara vertikal dalam masyarakat sedikit sekali. c) Kegiatan politik dan pemerintahan terdapat di daerahdaerah dipegang oleh tuan-tuan tanah yang berkuasa, dan

kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat selalu dipengaruhi oleh pandangan tuan-tuan tanah di berbagai daerah tersebut. 2) Tahap Prasyarat Lepas Landas Tahap ini adalah tahap sebagai suatu masa transisi pada saat masyarakat mempersiapkan dirinya ataupun dipersiapkan dari luar untuk mencapai pertumbuhan yang mempunyai kekuatan untuk terus berkembang (self-sustain growth). Pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan berlaku secara otomatis. Tahap prasyarat lepas landas ini dibedakan menjadi dua, yaitu: a) Tahap prasyarat untuk lepas landas yang dicapai oleh negara-negara Eropa, Asia, Timur Tengah, dan Afrika yang dilakukan dengan merubah struktur masyarakat tradisional yang sudah ada. b) Yang dinamakan Rostow bom free, yaitu prasyarat lepas landas yang dicapai Amerika Serikat, Kanada, Australia dan Selandia Baru, dengan tanpa harus merombak sistem masyarakat yang tradisional, karena masyarakat negaranegara itu terdiri dari emigran yang telah mempunyai sifat-sifat yang diperlukan oleh masyarakat untuk mencapai tahap prasyarat lepas landas.

3) Tahap Lepas Landas (Take Off) Adalah suatu tahap interval dimana tahap masyarakat tradisional dan tahap prasyarat untuk lepas landas telah dilewati. Pada periode ini, beberapa penghalang pertumbuhan dihilangkan dan kekuatan-kekuatan yang menimbulkan kemajuan ekonomi diperluas dan dikembangkan, serta mendominasi masyarakat sehingga menyebabkan efektivitas investasi dan meningkatnya tabungan masyarakat. Ciri-ciri tahap lepas landas yaitu: a) Adanya kenaikan dalam penanaman modal investasi (yang produktif, dari 5% atau kurang, menjadi 10% dari Produk Nasional Neto). NNP=GNP-D (penyusutan). b) Adanya perkembangan beberapa sektor industri dengan laju perkembangan yang tinggi. c) Adanya atau terciptanya suatu kerangka dasar politik, sosial dan institusional yang akan menciptakan: 1) Kenyataan yang membuat perluasan di sektor modern. 2) Potensi ekonomi ekstern sehingga menyebabkan petumbuhan terus-menerus berlangsung. 4) Tahap Gerakaan ke Arah Kedewasaan (The Drive of Maturity) Gerakan ke arah kedewasaan diartikan sebagai suatu periode ketika masyarakat secara efektif menerapkan teknologi

modern dalam mengolah sebagian besar faktor-faktor produksi dan kekayaan alamnya. Ciri-ciri gerakan ke arah kedewasaan adalah: a) Kematangan teknologi, dimana struktur keahlian tenaga kerja mengalami perubahan. b) Sifat kepemimpinan dalam perusahaan mengalami perubahan. c) Masyarakat secara keseluruhan merasa bosan dengan keajaiban yang diciptakan oleh industrialisasi, karena berlakunya hukum kegunaan batas semakin berkurang. 5) Tahap Masa Konsumsi Tinggi. Pada masa ini perhatian masyarakat mengarah kepada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat dan bukan lagi kepada masalah produksi. Leading sectors, bergerak ke arah barang-barang konsumsi yang tahan lama serta jasa-jasa. Pada periode ini terdapat tiga macam tujuan masyarakat untuk mendapatkan sumber-sumber daya yang tersedia dan dukungan politis, yaitu: a) Memperbesar kekuasaan dan pengaruh negara tersebut ke luar negeri dan kecenderungan ini dapat berakhir pada penaklukan atas negara-negara lain. b) Menciptakan suatu welfare state, yaitu kemakmuran yang lebih merata kepada pendukungnya dengan cara mengusahakan terciptanya pembagian pendapatan yang

lebih merata melalui sistem perpajakan yang progresif, dalam sistem perpajakan seperti ini makin besar pendapatan maka makin besar pajaknya. c) Mempertinggi tingkat konsumsi masyarakat di atas konsumsi dasar yang sederhana atas makanan, pakaian, rumah keluarga secara terpisah dan juga barang-barang konsumsi tahan lama serta barang-barang mewah. 2.2 Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu aspek penggunaan sumber daya ekonomi yang secara langsung dikuasai oleh pemerintah dan secara tidak langsung dimiliki oleh masyarakat melalui pembayaran pajak. Pada umumnya, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan kegiatan perekonomian suatu negara. Keadaan ini dapat dijelaskan dalam kaidah yang dikenal sebagai Hukum Wagner, yaitu mengenai adanya korelasi positif antara pengeluaran pemerintah dengan tingkat pendapatan nasional. Walaupun demikian, peningkatan pengeluaran pemerintah yang besar belum tentu berakibat baik terhadap aktivitas perekonomian. Untuk itu perlu dilihat efisiensi penggunaan pengeluaran pemerintah tersebut. Mengukur efisiensi pengeluaran pemerintah dapat dilihat dari proporsi pengeluaran rutin dan pembangunan juga dapat dilihat dari komposisi pengeluarannya. Dengan demikian efisiensi tidak dapat dilihat melalui satu indikator tertentu melainkan dari beberapa indikator secara bersama-sama. Beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat sejauh mana efisiensi pengeluaran pemerintah antara lain:

1) Proporsi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan terhadap produk domestik bruto. 2) Perbandingan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. 3) Komposisi pengeluaran rutin. Di Indonesia, pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menurut dua klasifikasi, yaitu: 2.2.1 Pengeluaran Rutin Pengeluaran rutin pemerintah yaitu pengeluaran untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan pemerintahan sehari-hari. Termasuk dalam pengeluaran rutin adalah belanja pegawai, belanja barang, subsidi daerah otonom, bunga, cicilan utang dan lain-lain. Pengeluaran rutin pemerintah memegang peranan yang penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan setiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi tersebut antara lain dapat diupayakan melalui, pinjaman, alokasi pengeluaran rutin dan pengendalian koordinasi pelaksanaan pembelian barang-barang dan jasa-jasa kebutuhan departemen atau lembaga negara non departemen. Dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap (Susanti, 2000:69)

2.2.2 Pengeluaran Pembangunan Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan, baik fisik, seperti jalan, jembatan, gedung-gedung, dan pembelian kendaraan, maupun pembangunan nonfisik spiritual seperti misalnya penataran, training dan sebagainya, sehingga anggarannya selalu disesuaikan dengan dana yang berhasil dimobilisasi, dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang direncanakan dalam Repelita. Misalnya dalam Pelita 1 pembangunan dititik beratkan pada sektor pertanian dan industri yang mendukung pertanian, dan Pelita II tetap menitik beratkan pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku dan seterusnya. Selain membiayai pengeluaran sektoral melalui departemen/lembaga, pengeluaran pembangunan juga membiayai proyek-proyek khusus daerah yang dikenal sebagai proyek Inpres (Instruksi Presiden), baik yang dilaksanakan oleh pusat maupun masing-masing daerah. Bantuan pembangunan bagi daerah dimaksudkan juga sebagai perwujudan dari asas pemerataan pembangunan antar wilayah dan sejalan dengan keinginan pemerintah untuk mendorong pemerintah daerah agar lebih mampu melaksanakan pembangunan daerahnya sendiri. Selain daripada itu, pemberian bantuan pembangunan bagi daerah juga dimaksudkan untuk mendorong prakarsa dan partisipasi masyarakat di daerah secara lebih nyata dan bertanggung jawab dalam pembangunan. Besarnya alokasi anggaran untuk bantuan pembangunan daerah dipengaruhi oleh kemampuan keuangan negara

serta beberapa faktor yang disesuaikan dengan masing-masing wilayah, seperti banyaknya penduduk dan luas wilayah. Dengan demikian proyek-proyek yang akan dibangun dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi masingmasing daerah sejalan dengan pembangunan di daerah lain. Agar proyek-proyek pembangunan yang akan dibiayai dengan dana bantuan pembangunan daerah tersebut dapat lebih sesuai dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing daerah, serta mampu mendukung proyek-proyek pembangunan lainnya dalam perumusan program dan proyek pembangunan bagi daerah, maka dalam proses perencanaannya senantiasa diikutsertakan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dari tiap daerah yang bersangkutan (Djamin, 1993:73) 2.2.3 Penentu Penentu Pengeluaran Pemerintah Jumlah pengeluaran pemerintah yang akan dilakukan dalam suatu periode tertentu tergantung kepada banyak faktor. Yang penting diantaranya adalah: jumlah pajak yang akan diterima, tujuan-tujuan kegiatan ekonomi jangka pendek dan pembangunan ekonomi jangka panjang, dan pertimbangan politik dan keamanan. 1) Proyeksi Jumlah Pajak yang Diterima Jumlah pajak yang diramalkan adalah salah satu faktor penting yang menentukan besarnya pengeluaran pemerintah. Dalam menyusun anggaran belanjanya, pemerintah harus terlebih dahulu membuat proyeksi mengenai jumlah pajak yang akan diterimanya. Makin banyak jumlah pajak yang dapat dikumpulkan, makin banyak pula perbelanjaan pemerintah yang akan dilakukan.

2) Tujuan-Tujuan Ekonomi yang Ingin Dicapai Faktor yang lebih penting dalam penentuan pengeluaran pemerintah adalah tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai pemerintah. Pemerintah penting sekali peranannya dalam perekonomian. Kegiatannya dapat memanipulasi/mengatur kegiatan ekonomi ke arah yang diinginkan. Beberapa tujuan penting dari kegiatan pemerintah adalah mengatasi masalah pengangguran, menghindari inflasi dan mempercepat pembangunan ekonomi dalam jangka panjang. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, seringkali pemerintah membelanjakan uang yang lebih besar dari pendapatan yang diperoleh dari pajak. Untuk mengatasi pengangguran dan pertumbuhan ekonomi yang lambat, misalnya, pemerintah perlu membiayai pembanguan infrastruktur, irigasi, jalan-jalan, pelabuhan dan mengembangkan pendidikan. Usaha seperti itu memerlukan banyak uang, dan pendapatan dari pajak saja tidak cukup untuk membiayainya. Maka, untuk memperoleh dana yang diperlukan, pemerintah terpaksa meminjam atau mencetak uang. 3) Pertimbangan Politik dan Keamanan Pertimbangan-pertimbangan politik dan kestabilan negara selalu menjadi salah satu tujuan penting dalam menyusun anggaran belanja pemerintah. Kekacauan politik, perselisihan diantara berbagai golongan masyarakat dan daerah sering berlaku di berbagai negara di dunia. Keadaan seperti itu akan menyebabkan kenaikan perbelanjaan pemerintah yang sangat besar, terutama apabila operasi militer perlu dilakukan. Ancaman kestabilan dari negara luar juga dapat menimbulkan kenaikan yang besar

dalam pemgeluaran ketentaraan dan akan memaksa pemerintah membelanjakan uang yang jauh lebih besar dari pendapatan pajak. 2.2.4 Fungsi Pengeluaran Pemerintah Dari uraian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengeluaran pemerintah di atas, dapat disimpulkan bahwa pendapatan nasional tidak memegang peranan yang penting dalam menentukan perbelanjaan pemerintah. Dengan perkataan lain, pengeluaran pemerintah pada suatu periode tertentu dan perubahannya dari satu periode ke periode lainnya tidak didasarkan kepada tingkat pendapatan nasional dan pertumbuhan pendapatan nasional. Dalam masa kemunduran ekonomi misalnya, pendapatan pajak berkurang. Tetapi untuk mengatasi pengangguran itu pemerintah perlu melakukan lebih banyak program-program pembangunan, maka pengeluaran pemerintah perlu ditambah. Sebaliknya, pada waktu inflasi dan tingkat kemakmuran tinggi, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam perbelanjaannya. Harus dijaga agar pengeluaran pemerintah tidak memperburuk keadaan inflasi yang berlaku. Berdasarrkan kepada alasan yang baru diterangkan di atas, fungsi perbelanjaan pemerintah adalah seperti yang digambarkan dalam Gambar 2.1 yaitu ia sejajar dengan sumbu datar dan dengan demikian besarnya tidak tergantung kepada pendapatan nasional. Ini berarti, perbelanjaan otonomi. Perubahan-perubahan perbelanjaan pemerintah digambarkan dalam bentuk perpindahan fungsi pengeluaran pemerintah ke atas atau ke bawah. Sebagai contoh, misalkan dalam suatu periode tertentu pengeluaran pemerintah adalah sebanyak G rupiah. Maka dalam grafik, fungsi pengeluaran pemerintah adalah seperti ditunjukkan oleh fungsi G. pada periode berikut

misalkan terjadi pengangguran yang sangat buruk dan untuk mengatasinya pemerintah melakukan perbelanjaan yang lebih banyak, yaitu sebanyak G 1. Langkah ini memindahkan fungsi G ke atas. Sebaliknya, apabila perekonomian mengalami masalah inflasi pemerintah berusaha menurunkan pengeluarannya dan perubahan ini digambarkan oleh perpindahan fungsi perbelanjaan pemerintah dari G menjadi G 2 (Sukirno, 2006:169). Pengeluaran G 1 Pemerintah Tambahan Pengeluaran G Pengurangan Pengeluaran G 2 0 Pendapatan Nasional Gambar 2.1 Fungsi Pengeluaran Pemerintah 2.3 Jumlah Penduduk Penduduk merupakan unsur penting dalam kegiatan ekonomi dan dalam membangun perekonomian suatu negara. Di negara berkembang masalah penduduk dan lapangan kerja selalu menjadi pokok perhatian. Persoalan yang timbul dari jumlah penduduk sudah sangat mendesak dan mempengaruhi kehidupan masyarakat. 2.3.1 Masalah penduduk Di negara berkembang, pertumbuhan penduduk yang sangat besar menambah kerumitan masalah pembangunan. Dapat juga dikatakan bahwa

masalah penduduk adalah masalah yang paling sukar dihadapi dan diatasi. Sudah sejak lama ahli ekonomi dan para ahli kependudukan menyadari bahwa pengurangan laju pertambahan penduduk di negara berkembang adalah solusi penting yang harus dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Akibat buruk yang mungkin ditimbulkan oleh perkembangan penduduk terhadap pembangunan akan tercipta apabila produktivitas sektor produksi sangat rendah dan dalam masyarakat terdapat banyak pengangguran. Dengan adanya kedua keadaan ini, pertambahan penduduk tidak akan menaikkan produksi secara signifikan. Yang lebih buruk lagi, masalah pengangguran akan bertambah serius. Disamping itu produktivitas yang sangat rendah akan menyebabkan perkembangan produksi pertanian yang sangat rendah pula. Hal ini menurunkan tingkat pendapatan perkapita. Dan akhirnya dalam keadaan penduduk telah sangat berlebihan jumlahnya, pertambahan penduduk menimbulkan akibat yang kurang menguntungkan terhadap tingkat tabungan, penanaman modal, pembagian pendapatan, migrasi penduduk, kemampuan mengekspor dan beberapa faktor lain yang mempengaruhi laju pembangunan. 2.3.2 Pengaruh Pertambahan Penduduk dalam Pembangunan Ahli-ahli ekonomi pada umumnya sependapat bahwa perkembangan penduduk dapat menjadi faktor pendorong maupun penghambat pembangunan, hal ini dianggap sebagai faktor pendorong karena: 1) Perkembangan ini memungkinkan pertambahan jumlah tenaga kerja dari masa ke masa.

2) Pertambahan penduduk dan pemberian pendidikan kepada mereka sebelum menjadi tenaga kerja, memungkinkan sesuatu masyarakat memperoleh bukan saja tenaga kerja yang ahli, akan tetapi juga tenaga kerja terdidik dan terampil. Hal ini akan memberikan sumbangan yang lebih besar bagi pengembangan kegiatan ekonomi. 3) Perluasan pasar, luas pasar barang-barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah penduduk. Maka apabila penduduk bertambah dengan sendirinya luas pasar akan bertambah pula. Karena peranannya ini maka perkembangan penduduk akan merupakan pemacu bagi sektor produksi untuk meningkatkan kegiatannya. 2.4 Nilai Tambah Industri (besar/sedang) Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1994) dalam Ajidedim (2008), definisi nilai tambah adalah perbedaan antara nilai dari output suatu perusahaan atau suatu industri, yaitu total pendapatan yang diterima dari penjualan output tersebut, dan biaya masukan dari bahan-bahan mentah, komponen-komponen atau jasa-jasa yang dibeli untuk memproduksi komponen tersebut. Nilai tambah adalah nilai yang ditambahkan oleh suatu perusahaan ke bahan-bahan dan jasa-jasa yang dibelinya melalui produksi dan usaha-usaha pemasarannya. Nilai tambah diketahui dengan melihat selisih antara nilai output dengan nilai input suatu industri. Nilai output atau biaya produksi terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan suatu industri secara rutin setiap

periode tertentu dan jumlah yang tetap. Sedangkan biaya variabel meliputi biaya bahan baku utama, bahan penolong, upah tenaga kerja, biaya bahan bakar, dan biaya pemasaran. Sedangkan yang nilai input suatu industri (penerimaan) merupakan hasil kali antara harga produk barang dengan jumlah barang yang diproduksi. Dalam hal ini nilai tambah industri yang dimaksud adalah nilai tambah yang dihasilkan oleh industri besar dan sedang. 2.4.1 Konsep Nilai Tambah dalam Konteks Makroekonomi 2.4.1.1 Konsep Haller dan Stolowy (1995) Nilai tambah atau value added adalah pengukuran performance entitas ekonomi. Value added merupakan konsep utama pengukuran income suatu negara. Konsep ini secara tradisional berakar pada ilmu ekonomi makro, terutama yang berhubungan dengan penghitungan pendapatan nasional yang diukur dengan performance produktif dari ekonomi nasional yang biasanya dinamakan Produk Nasional atau Produk Domestik. Hal ini dalam periode tertentu dapat mempresentasikan nilai tambah perekonomian nasional. 2.4.1.2 Konsep Accounting System Haller dan Stolowy (1995) Menurut kelompok ini, konsep nilai tambah industri ini berasal dari konsep theory of the economic circle yang dikembangkan pertama kali di Prancis oleh Quesnay (1670). Dalam konteks akuntansi nasional, indikator perkembangan ekonomi suatu negara dibandingkan dengan negara lain awalnya sering digunakan konsep nilai tambah. Sebenarnya tujuan awalnya adalah untuk menunjukkan secara akurat

perbandingan internasional berkaitan dengan gambaran mengenai harmonisasi metode perhitungan value added. 2.4.2 Peranan Nilai Tambah Industri terhadap Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan industri di daerah merupakan bagian dari segi pembangunan industri secara nasional, dimana keberhasilan dari pembangunan industri didaerah merupakan salah satu kunci pokok suksesnya pelaksanaan pembangunan industri nasional. Sektor industri, dalam hal ini adalah industri besar dan sedang harus dikembangkan karena merupakan sektor yang potensial dalam membantu suksesnya pelaksanaan pembangunan, dimana sektor ini dapat menyerap tenaga kerja yang banyak, mempunyai peluang pasar yang lebih baik dibanding sektor lainnya. Sektor industri yang maju tentunya akan menghasilkan nilai tambah industri yang semakin meningkat pula. Peningkatan nilai tambah industri ini pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah dan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu, perkembangan industri diarahkan kepada usaha yang berorientasi ekspor sekaligus dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan menyerap tenaga kerja yang ada. Adanya sasaran yang hendak dicapai dalam program pembangunan nasional yaitu menempatkan sektor industri sebagai penyedia lapangan kerja merupakan titik tolak dalam mengupayakan manusia Indonesia menjadi kekuatan utama dalam pembangunan. Untuk dapat menampung penyediaan tenaga kerja yang demikian secara produktif maka dibutuhkan pertumbuhan di sektor industri dimana penyerapan tenaga kerja ini akan dapat menguarangi pengangguran dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah.