BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
DEFENISI. Merupakan suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguangangguan. peradangan, infeksi dan kejang otot.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini mengambil lokasi Desa Pojok Kidul Kecamatan Nguter

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYIMPANAN OBAT Tujuan penyimpanan Agar obat tidak menguap Agar khasiat obat tidak berubah Agar obat tetap dalam keadaan baik dan bersih Agar obat ti

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengobatan sakit ringan (minor illnesses), tanpa resep atau intervensi dokter

BAB I PENDAHULUAN. juga untuk swamedikasi (pengobatan mandiri). Sedangkan ibuprofen berkhasiat

BAB I PENDAHULUAN. rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya

KERANGKA ACUAN PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS CILEDUG

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. membuatya semakin parah. Ambang batas nyeri yang dapat ditoleransi seseorang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mempunyai kemampuan melakukan tugas fisiologis maupun psikologis

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Obat. Written by bhumi Thursday, 15 March :26 -

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

POLA PEMILIHAN OBAT SAKIT KEPALA PADA KONSUMEN YANG DATANG DI ENAM APOTEK DI KECAMATAN DELANGGU SKRIPSI

BAB II A. TINJAUAN PUSTAKA. obat atau farmakoterapi. Tidak kalah penting, obat harus selalu digunakan secara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang optimal. Kesehatan menurut Undang-Undang Kesehatan Republik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 386/MEN.KES/SK/IV/1994, untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Swamedikasi atau self medication adalah penggunaan obat-obatan tanpa

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kefarmasian oleh apoteker (Menkes RI, 2016). Apotek merupakan salah satu. mencegah dan menyembuhkan penyakit pada masyarakat.

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Demografi Responden. Distribusi responden berdasarkan umur seperti pada tabel 3.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek berasal dari bahasa Yunani apotheca, yang secara harfiah berarti

By: Kelompok 2 Amelia Leona Ayu Afriza Cindy Cesara Dety Wahyuni Fitri Wahyuni Ida Khairani Johan Ricky Marpaung Silvia Syafrina Ibrahim

Bab 11 Bagaimana menjelaskan kepada dokter saat berobat

POLA PERESEPAN OBAT PADA PENDERITA REUMATIK DI APOTEK SEHAT FARMA KLATEN TAHUN 2010

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemberdayaan Kader PKK dalam Penerapan DAGUSIBU (Dapatkan, Gunakan, Simpan, dan Buang) Obat dengan Baik dan Benar

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Penyimpanan Obat. Standar penyimpanan obat yang sering di gunakan adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Self Medication menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

Jika ciprofloxacin tidak sesuai, Anda akan harus minum antibiotik lain untuk menghapuskan kuman meningokokus.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. promosi / iklan obat melalui media massa dan tingginya biaya pelayanan kesehatan,

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. berkisar antara 36-37ºC. Jadi seseorang yang mengalami demam, suhu

Lampiran materi MYALGIA (NYERI OTOT) 1. Pengertian myalgia 2. Jenis Myalgia Fibromyalgia

BAB I PENDAHULUAN. Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. masyarakat mencari upaya untuk menghilangkannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peningkatan kesehatan masyarakat. Definisi swamedikasi menurut

AGAR OBAT MEMBERIKAN MANFAAT DAN KEAMANAN BAGI ANDA

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior) yaitu usaha yang

Tips Mengatasi Susah Buang Air Besar

615.1 Ind p PEDOMAN PENGGUNAAN OBAT BEBAS DAN BEBAS TERBATAS

Heru Sasongko, M.Sc.,Apt. 3/24/2015 Farmasi UNS

Di Desa, Rematik Sering Disebut Encok

Maria Ulfa Pjt Maria Lalo Reina Fahwid S Riza Kurnia Sari Sri Reny Hartati Yetti Vinolia R

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

KUESIONER PENELITIAN SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN PENDERITA TENTANG TUBERKULOSIS PARU DENGAN PERILAKU KEPATUHAN MINUM OBAT

PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pekerjaan. Dari hasil penelitian yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LOMBA KOMPETENSI SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN INFORMASI DAN KISI-KISI

ANALGETIKA. Non-Steroidal Antiinflamatory Drugs (OAINS/Obat Antiinflamasi Non-Steroid) Analgetika opioid. Analgetika opioid

Konsep Dasar Pemberian Obat. Basyariah Lubis, SST, MKes

ANALGETIKA. dr. Agung Biworo, M.Kes

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemakaian obat banyak sekali yang digunakan untuk mengobati berbagai penyakit. Pengertian obat itu sendiri merupakan bahan yang hanya dengan takaran tertentu dan penggunaan yang tepat dapat dimanfaatkan untuk mencegah penyakit, menyembuhkan atau memelihara kesehatan. Oleh karena itu, pada saat sebelum penggunaan obat harus diketahui sifat dan cara pemakaian agar penggunaannya tepat dan aman. Informasi tentang obat, utamanya obat bebas dapat diperoleh dari etiket atau brosur yang menyertai obat tersebut. Apabila pasien kurang memahami isi informasi dalam etiket atau brosur obat, dianjurkan untuk menanyakan pada tenaga kesehatan (Depkes, 2007). Nyeri dapat menjadi suatu masalah jika rasa nyeri tersebut tidak segera di obati, sehingga penyakit menjadi berkepanjangan dan dapat merugikan penderita. Oleh karena itu, berbagai upaya telah dilakukan manusia untuk meringankan rasa nyeri tersebut supaya dapat berkurang bahkan sampai hari ini pengaruh nyeri atau rasa sakit ini adalah penyebab utama pasien menemui dokter untuk pengobatan (Ekasari, 1998). Analgetika atau yang sering disebut dengan obat penghalang rasa nyeri merupakan bagian zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Tjay dan Rahardja, 2007). Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri sering disebut dengan istilah swamedikasi. Hal tersebut biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhankeluhan yang muncul pada penyakit ringan yang banyak dialami oleh masyarakat, seperti demam, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan penyakit lain-lain. Pada pelaksanaan swamedikasi justru dapat menimbulkan sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena adanya keterbatasan pengetahuan oleh masyarakat akan obat dan penggunannya (Depkes, 2006). 1

2 Persepsi seseorang tentang sakit sangat menentukan kapan dan bagaimana seseorang tersebut mengambil tindakan pengobatan sendiri. Tersedianya akan obat yang dijual bebas dapat memungkinkan masyarakat untuk mendapatkan dan mengkonsumsi obat tersebut dengan mudah. Ketersediaan informasi mengenai obat dapat menentukan pemilihan dan penggunaan obat tersebut. Menurut Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penggunaan obat terdiri dari 6 hal, yaitu: tingkat pendidikan, pengalaman, bertambahnya umur, keyakinan, informasi, dan juga penghasilan. Tingkat pengetahuan itu sangat berkaitan sekali dengan penggunaan obat dan itu sangat mempengaruhi. Menurut penelitian sebelumnya, tingkat pengetahuan dan tindakan tentang swamedikasi penyakit maag pada mahasiswa fakultas farmasi yang ditujukan pada 69 responden diperoleh hasil yang sangat baik sekali, diantaranya 19 responden dengan pengetahuan baik, dan 12 responden dengan berpengatahuan cukup. Distribusi tindakan swamedikasi menunjukan 93 responden dengan tindakan swamedikasi baik sekali dan 7 responden dengan kategori baik. Dari hasil penelitian tersebut telah menunjukan adanya tingkat hubungan antara tingkat pengetahuan dan tindakan swamedikasi penyakit maag (Wardani, 2011). Hubungan tingkat pengetahuan dan tindakan yang pernah dilakukan oleh Hidayati sebelumnya pada tahun 2012 yang dilakukan terhadap 111 responden pada pelajar SMA Negeri 1 Karanganom Kabupaten Klaten bahkan diperoleh hasil korelasi yang lemah, yaitu dengan nilai r hitung sebesar 0,352 (Hidayati, 2012). Salah satu tanggung jawab dari apoteker dalam menjalani pengobatan sendiri adalah memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa obat yang akan digunakan tersebut aman, efektif, dan terjangkau agar pengobatan sendiri yang dilakukan masyarakat dapat memberikan hasil sesuai yang diharapkan. Pengobatan sendiri yang berkualitas dapat dilihat dari indikator rasionalitas terapi yaitu tepat obat, tepat penderita, tepat dosis, tepat waktu pemberian, dan waspada akan efek samping (Ganiswara,1995)

3 Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan oleh lestari dikalangan mahasiswa yaitu 76% tidak rasional (Lestari. 2014). Hasil gambaran rata-rata tingkat pendidikan penduduk Kabupaten Demak adalah lulus SMA. Sedangkan gambaran lain adalah 6 dari 10 masyarakatmenggunakan swamedikasi, sendangkan sisanya yaitu 4 tidak diobati. Diantara obat- obatan yang dipilih kebanyakan mengandung lebih dari satu zat aktif untuk meringankan gejala nyeri sedangkan gejala tersebut belum tentu dialami oleh tiap responden. Melihat gambaran tingkat pendidikan dan besarnya swamedikasi ini maka perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan tingkat pengetahuan dengan ketepatan penggunaan obat analgetik pada swamedikasi di masyarakat Kecamatan Demak. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah secara umum dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dengan penggunaan dan ketepatan obat analgetik pada swamedikasi penyakit nyeri di masyarakat Kabupaten Demak? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka pada penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat pengetahuan dengan ketepatan pengunaan obat analgetik pada swamedikasi penyakit nyeri di masyarakat Kabupaten Demak. D. Tinjauan Pustaka 1. Analgetik Analgetika atau obat penghilang rasa nyeri adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum). Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang yang tidak nyaman dan berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang

4 berfungsi melindungi tubuh. Nyeri bisa juga dianggap sebagai isyarat bahayayang menunjukan tentang adanya gangguan dijaringan, seperti peradangan (rematik, encok), infeksi jasad renik, atau kejang otot. Pengelolaan nyeri dengan analgesik tergantung dari jenis nyeri, yaitu: a. Nyeri yang ringan, seperti sakit gigi, sakit kepala, nyeri haid, keseleo dan sebagainya, dapat diobati dengan analgesik perifer, misalnya asam mefenamat atau parasetamol b. Nyeri ringan yang menahun, seperti rematik dan artrosis, dapat diobati dengan analgesik atau zat yang lain yang bermanfaat untuk antiinflamasi, diantaranya asam asetilsalisilat, ibuprofen dan indometasin. c. Nyeri yang hebat, seperti nyeri bagian organ-organ dalam (lambung, usus) antara lain dikarenakan kolik pada serangn batu ginjal dan batu empedu, dapat diobati dengan analgesik sentral (narkotika) d. Nyeri hebat yang menahun, misalnya kanker, atau kadang-kadang rematik dan neuralgia, dapat diobati dengan obat-obat yang berefek kuat seperti analgesik narkotik (Tjay dan Rahardja, 2007) 2. Swamedikasi Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan sendiri. Swamedikasi biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain (Depkes, 2006) Resiko dari swamedikasi adalah tidak mengenali keseriusan gangguan. Keseriusan tersebut dapat dinilai merupakan salah satu atau mungkin tidak dikenali, sehingga pengobatannyapun bisa dilakukakn terlalu lama. Gangguan bersangkutan dapat memperparah keluhan yasng dialami, sehingga resiko yang terjaid adalah dokter akan menggunakan obat-obat yang lebih keras. Resiko yang lain yaitu penggunaan obat yang kurang tepat. Bisa berupa cara yang salah, terlalu lama atau takaran yang terlalu besar atau kecil. Guna mengatasi resiko tersebut,

5 maka perlu mengenali kerugian-kerugian tersebut. Aturan pakai atau peringatanperingatan yang diikutsertakan dalam kemasan obat hendaknya dibaca secara seksama dan di taati dengan baik (Tjay dan Rahardja, 1993). 3. Obat Analgesik Menurut buku pedoman penggunaan obat bebas dan bebas terbatas keluaran Depkes 2006 bahwa untuk penggunaan obat analgesik pada pengobatan sendiri terdapat beberapa jenis obat, diantaranya: a. Ibuprofen 1) Kegunaan obat Ibuprofen dapat menekan rasa nyeri dan radang, seperti dismenorea primer (nyeri haid), sakit gigi, sakit kepala, paska operasi, nyeri tulang, nyeri sendi, pegal linu dan terkilir. 2) Hal yang harus diperhatikan a) Menggunakan obat dengan dosis tepat. b) Berhati-hati bagi yang penderita gangguan fungsi hati, ginjal, gagal jantung, asma dan bronkhospasmus atau dikonsultasikan ke dokter atau apoteker c) Diperhatikan untuk penderita yang menggunakan obat hipoglisemi, metotreksat, urikosurik, kumarin, antikoagulan, kortiko-steroid, penisilin dan vitamin C atau minta petunjuk dokter. d) Menghindari minum obat ini bersama dengan alkohol karena dapat meningkatkan risiko perdarahan saluran cerna. 3) Dosis a) Dewasa : 1 tablet 200 mg, 2 4 kali sehari. Diminum setelah makan b) Anak : 1 2 tahun : 50 mg, 3 4 kali sehari 3 7 tahun : 250 mg, 3 4 kali sehari 8 12 tahun : 500 mg, 3 4 kali sehari tidak boleh diberikan untuk anak yang beratnya < 7 kg. (Depkes, 2006)

6 b. Parasetamol/Asetaminofen 1) Kegunaan obat Dapat menurunkan demam dan mengurangi rasa sakit 2) Hal yang harus diperhatikan a) Sebaiknya diminum setelah makan b) Dihindari penggunaan campuran obat demam lain karena dapat menimbulkan overdosis. 3) Dosis a) Dewasa : 500-1000mg, setiap 4 6 jam b) Anak : 0 1 tahun : 60 120 mg, setiap 4 6 jam 1 5 tahun : 120 250 mg, setiap 4 6 jam 6-12 tahun : 250-500 mg, setiap 4 6 jam (Depkes, 2006) c. Asetosal (Aspirin) 1) Kegunaan obat Mengurangi rasa sakit, menurunkan demam, antiradang 2) Hal yang harus diperhatikan a) Diminum setelah makan atau bersama makanan untuk mencegah nyeri dan perdarahan lambung. b) Dikonsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita gangguan fungsi ginjal atau hati, ibu hamil, ibu menyusui dan dehidrasi c) Dikonsultasikan ke dokter atau Apoteker bagi penderita yang menggunakan obat hipoglikemik, metotreksat, urikosurik, heparin, kumarin, antikoagulan, kortikosteroid, fluprofen, penisilin dan vitamin 3) Dosis a) Dewasa : 300-1000 mg setiap 4 jam b) Anak : 6 bulan 12 tahun : 5-10 mg, setiap 6-8 jam 4 5 tahun : 1 ½ - 2 tablet 100 mg, setiap 4 jam 6 8 tahun : ½ - ¾ tablet 500 mg, setiap 4 jam 9 11 tahun : ¾ - 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam > 11 tahun : 1 tablet 500 mg, setiap 4 jam (Depkes, 2006)

7 4. Ketepatan Penggunaan Pengobatanswamedikasi terdapat beberapa kriteria dalam ketepatan penggunaan obat, antara lain: a. Tepat Indikasi Yaitu responden memilih penggunaan obat yang berdasarkan gejala-gejala yang telah dialami dan dirasakan nyerinya. b. Tepat Obat Yaitu melilih kelas terapi dan jenis obat berdasarkan pertimbangan manfaat, keamanan, harga, dan mutu. c. Tepat Pasien Yaitu pasien memilih/menggunakan obat yang tidak terdapat kontraindikasi pada penderita yang bersangkutan (nyeri) dan riwayat penyakit lain yang dideritas d. Tepat Dosis Yaitu dosis obat yang digunakan harus sesuai range terapi obat tersebut. Obat mempunyai karakteristik farmakodinamik maupun farmakokinetik yang akan mempengaruhi kadar obat di dalam darah dan efek terapi obat. Dosis juga harus disesuaikan dengan kondisi pasien dari segi usia, berat badan, maupun kelainan tertentu. (Lestari, 2014). 5. Penyimpanan Obat Dalam upaya pengobatan suatu penyakit, diperlukan pengetahuan dalam menyimpan suatu obat dengan benar, supaya tidak terjadi perubahan sifat obat bahkan sampai terjadi kerusakan obat. Berikut merupakan cara menyimpan obat secara umum obat yang benar menurut Depkes (2008), diantaranya : a. Dijauhkan dari jangkauan anak anak. b. Disimpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat. c. Disimpan obat ditempat yang sejuk dan terhindar dari sinar matahari langsung atau ikuti aturan yang tertera pada kemasan. d. Dihindari meninggalkan obat di dalam mobil dalam jangka waktu lama karena suhu yang tidak stabil dalam mobil dapat merusak sediaan obat.

8 e. Tidak diperbolehkan menyimpan obat yang telah kadaluarsa. Khusus : a. Tablet dan kapsul Obat bentuk sedian tablet atau kapsul dilarang dismpan ditempat yang panas dan atau lembab karena dapat memnyebabkan kerusakan obat dari bentuk fisik dan khasiatnya. b. Sediaan obat cair Obat dalam bentuk cair tidak boleh disimpan dalam lemari pendingin (freezer) agar tidak beku kecuali disebutkan pada etiket atau kemasan obat, karena dapat merubah bentuk fisik dan khasiat serta susah ketika nantinya diminum obatnya. c. Sediaan obat vagina dan ovula Sediaan obat untuk vagina dan anus (ovula dan suppositoria) disimpan di lemari es karena dalam suhu kamar akan mencair. d. Sediaan Aerosol / Spray Sediaan obat tidak boleh disimpan di tempat yang mempunyai suhu tinggi, karena dapat menyebabkan ledakan (Depkes, 2007) 6. Cara Pembuangan Obat Obat sisa yang tidak digunakan untuk pengobatan lagi, sebaiknya disimpan di suatu tempat obat yang terpisah dari penyimpanan barang-barang lain dan tidak mudah dijangkau oleh anak-anak. Tetapi apabila obat tersebut sudah rusak, sebaiknya dibuang saja, agar tidak digunakan oleh orang lain yang tidak mengetahui mengenai masalah obat. Pembuangan obat dapat dilakukan apabila obat rusak akibat penyimpanan yang lama atau kadaluwarsa. Obat yang rusak dibuang dengan cara : a. Penimbunan di dalam tanah Menghancurkan obat yang sudah kadaluarsa terlebih dahulu setelah dikeluarkan dari tempatnya, selanjutnya disiram pakai air selanjutnya baru ditimbun dalam tanah.

9 b. Membakar obat Membakar obat-obat yang sudah kadaluarsa yang dalam bentuk sediaan tablet, pil dan sejenisnya c. Pembuangan ke saluran air Untuk obat bentuk sediaan cair, obatnya diencerkan terlebih dahulu sediaannya dengan air dan baru dibuang kedalam saluran air. Cara Pembuangan Kemasan Obat a. Wadah berupa botol atau pot plastik Kemasan terlebih dahulu lepaskan etiket obat yang tertera, dan tutup botol, kemudian dibuang di tempat sampah, hal ini untuk menghindari penyalah gunaan bekas wadah obat. b. Boks / dus / Tube Boks yang sudah tidak terpakai sebaiknya digunting terlebih dahulu atau dihancurkan baru dibuang. (Depkes, 2007) E. Landasan Teori Nyeri adalah sensasi tidak menyenangkan yang terjadi karena adanya rangsangan pada ujung-ujung saraf yang peka terhadap jaringan tubuh. Nyeri dapat disebabkan oleh banyak hal, diantaranya rangasan mekanis, fisis,biologis dan gangguan psikologis, seperti stres berat yang dapat menyebabkasn rasa nyeri (Djunarko, 2011) Menurut Wardani (2011), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku swamedikasi, yang termasuk dalam kategori korelasi rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara tingkat pengetahuan dengan ketepatan pemilihan obat (Wardani, 2011) F. Hipotesis Hipotesis yang dapat dirumuskan yaitu: Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan ketepatan penggunaan obat analgetik pada swamedikasi nyeri di Masyarakat Kabupaten Demak.