Purwanto et al.,1991). Frekuensi pernafasan (respiration rate/minute), denyut jantung (heart beat/minute) dan temperatur rectum (rectal temperature) m

dokumen-dokumen yang mirip
FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

LAJU PERTUMBUHAN PRASAPIH DAN SAPIH KAMBING BOER, KACANG DAN BOERKA-1

PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN KACANG DENGAN PEJANTAN BOER (BOBOT LAHIR,BOBOT SAPIH DAN MORTALITAS)

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER

RESPON FISIOLOGIS KAMBING BOERAWA JANTAN FASE PASCASAPIH DI DATARAN RENDAH DAN DATARAN TINGGI

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

I. PENDAHULUAN. populasi kambing di Provinsi Lampung pada tahun 2009 baru mencapai

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

PENERAPAN SINKRONISASI BIRAHI KAMBING BOERKA DENGAN LOKAL DI AREAL PERKEBUNAN BERBASIS TANAMAN JERUK PADA LAHAN KERING

Status fisiologi dan pertambahan bobot badan kelinci jantan lokal lepas sapih pada perkandangan dengan bahan atap dan ketinggian kandang berbeda

MORTALITAS PRASAPIH KAMBING KACANG DAN BOERKA DI STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH

Jurnal Zootek ( Zootrek Journal ) Vol. 35 No. 2 : (Juli 2015) ISSN

LAMA BUNTING, BOBOT LAHIR DAN DAYA HIDUP PRASAPIH KAMBING BOERKA-1 (50B;50K) BERDASARKAN: JENIS KELAMIN, TIPE LAHIR DAN PARITAS

PENGARUH PENYIRAMAN DAN PENGANGINAN TERHADAP RESPON TERMOREGULASI DAN TINGKAT KONSUMSI PAKAN SAPI FRIES HOLLAND DARA SKRIPSI

REPRODUKSI AWAL KAMBING KACANG DAN BOERKA-1 DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG

konsentrat dengan kandungan TDN berbeda. Enam ekor sapi dara FH digunakan pada penelitian ini. Sebanyak enam perlakukan yang digunakan merupakan

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

RESPON FISIOLOGIS DOMBA YANG DIBERI MINYAK IKAN DALAM BENTUK SABUN KALSIUM

KORELASI BOBOT BADAN INDUK DENGAN LAMA BUNTING, LITTER SIZE, DAN BOBOT LAHIR ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH

Animal Agriculture Journal 3(4): , Desember 2014 On Line at :

TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA

Keunggulan Relatif Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Kacang pada Priode Prasapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke

BOBOT LAHIR BEBERAPA GENOTIPE KAMBING HASIL PERSILANGAN

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

KEJADIAN DAN POLA BERANAK KAMBING KACANG DAN BOER PADA STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG

PERFORMAN EKONOMI KAMBING KABOER DAN KAMBING KACANG PADA KONDISI STASIUN PENELITIAN CILEBUT

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama 45 hari mulai pada Desember 2014 hingga

II. TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur juga dapat dimanfaatkan sebagai ternak penghasil daging

BAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PRODUKSI KAMBING BOER, KACANG DAN PERSILANGANNYA PADA UMUR 0 3 BULAN (PRASAPIH)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan

KAJIAN TERMOREGULASI SAPI PERAH PERIODE LAKTASI DENGAN INTRODUKSI TEKNOLOGI PENINGKATAN KUALITAS PAKAN

PENGARUH BUKA-TUTUP KANDANG TERHADAP KENYAMANAN DAN KINERJA PRODUKSI SAPI PERANAKAN ONGOLE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau

PENGGUNAAN TAPE KULIT BUAH KAKAO SEBAGAI PAKAN KAMBING SEDANG TUMBUH SKRIPSI WINA J. SIHOMBING

RESPON PRODUKSI SAPI MADURA DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN

PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang pengaruh pemberian vitamin B komplek terhadap

Pengaruh Jarak Waktu Pemberian Pakan Konsentrat dan Hijauan Terhadap Produktivitas Kambing Peranakan Etawah Lepas Sapih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mampu beradaptasi dengan pakan dan lingkungan yang kurang baik (Priyanto et

RESPON KONSUMSI TERHADAP LINGKUNGAN PADA KERBAU YANG DIBERI KONSENTRAT DENGAN FREKUENSI YANG BERBEDA

II. TINJAUAN PUSTAKA. jantan dengan kambing Peranakan Etawa betina (Cahyono, 1999). Kambing

PENGARUH PENAMBAHAN TETES DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG

STUDI PENGARUH UNSUR CUACA TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PFH DI DESA DESA CIBOGO DAN LANGENSARI, LEMBANG, BANDUNG BARAT

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

PENGARUH FAKTOR NON GENETIK TERHADAP BOBOT LAHIR KAMBING BOER PADA STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Karyawangi, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa

IMBANGAN HIJAUAN-KONSENTRAT OPTIMAL UNTUK KONSUMSI RANSUM DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH HOLSTEIN LAKTASI

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Peralatan Prosedur

EFFECT OF HOUSE TEMPERATURE ON PERFORMANCE OF BROILER IN STARTER PERIOD

Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

RESPON FISIOLOGIS AYAM JANTAN TIPE MEDIUM DI KANDANG PANGGUNG DENGAN KEPADATAN BERBEDA

Lama Kebuntingan, Litter Size, dan Bobot Lahir Kambing Boerawa pada Pemeliharaan Perdesaan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus

EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN

MATERI DAN METODE. Materi Penelitian

METODE. Lokasi dan Waktu

RESPON FISIOLOGIS DAN PALATABILITAS DOMBA EKOR TIPIS TERHADAP LIMBAH TAUGE DAN KANGKUNG KERING SEBAGAI PAKAN PENGGANTI RUMPUT.

MATERI DAN METODE. Materi

PROFIL TRIGLISERIDA DAN KOLESTEROL DARAH SERTA RESPON FISIOLOGIS TIKUS (Rattus novergicus) YANG DIBERI PAKAN SATE DAGING DOMBA

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP PENAMPILAN KAMBING PERSILANGAN BOER X KACANG MUDA

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung

MATERI DAN METODE. Materi

EVALUASI GENETIK PEJANTAN BOER BERDASARKAN PERFORMANS HASIL PERSILANGANNYA DENGAN KAMBING LOKAL

MATERI DAN METODE. Cara Pengambilan Data

TINJAUAN PUSTAKA. Domba

RESPON FISIOLOGIS SAPI MADURA JANTAN YANG MENDAPAT PAKAN DENGAN LEVEL YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh : MARDIYONO

Laju Pertumbuhan Kambing Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Peranakan Etawah pada Periode Pra-sapih

PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan pertambahan penduduk dari tahun ke tahun yang terus meningkat

PENGARUH PEMBERIAN KONSENTRAT... PERIODE LAKTASI TERHADAP BERAT JENIS, KADAR LEMAK DAN KADAR BAHAN KERING SUSU SAPI

APLIKASIANALISIS RANCANGAN ACAK LENGKAP DALAM PENGOLAHAN DATAHASILPENELITIAN PERCOBAAN PAKAN TERNAK PADAKAMBINGINDUK

PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)

Pengaruh Waktu Pemerahan dan Tingkat Laktasi terhadap Kualitas Susu Sapi Perah Peranakan Fries Holstein

Pengaruh Iklim Mikro terhadap Respons Fisiologis Sapi Peranakan Fries Holland dan Modifikasi Lingkungan untuk Meningkatkan Produktivitasnya (ULASAN)

VIII. PRODUKTIVITAS TERNAK BABI DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

MATERI DAN METODE. Materi

PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP PENAMPILAN KAMBING KOSTA DAN PERSILANGAN BOER SAPIHAN

Adolfina H. Karstan, S.Pt Staf Agroforestri Padamara Tobelo

PERFORMANS SAPI SILANGAN PERANAKAN ONGOLE DI DATARAN RENDAH (STUDI KASUS DI KECAMATAN KOTA ANYAR KABUPATEN PROBOLINGGO JAWA TIMUR)

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

BAB III MATERI DAN METODE. pollard) terhadap respon fisiologi kelinci NZW betina dilaksanakan pada bulan

Korelasi Lingkar Dada Dengan Status Faali...Thaufan Maulana Thamsil

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi pada umumnya digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu sapi lokal (Bos

Pengaruh Pemberian Probiotik dalam Pakan terhadap Pertambahan Bobot Badan Kambing Kacang

HASIL DAN PEMBAHASAN Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

Transkripsi:

RESPON FISIOLOGI TIGA JENIS KAMBING DI MUSIM KEMARAU PADA DATARAN RENDAH Fitra Aji Pamungkas'I dan Yanovi Hendri 2) " Loka Penelitian Kambing Potong Sei. Putih 2) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat ABSTRACT An experiment to know are physiological responses of Boer goat, Kacang and Boerka in low altitude had been conducted in Research Institute for Goat Production Sei Putih, North Sumatera. The research used Boer goat, Kacang and crossbreed (Boerka), consisting of 5 heads each and each breed were put together in one pen. Parameter the measured is temperature of rectal, respiration frequency and hearts beat (06.30-08.00 a.m.) and noon (13.00.14.30 p.m.) every week until 4 weeks. Weather data that is air temperature and dampness of pen at the time of daytime and morning measured use thermometer and hygrometer. Data analysed by using analysis of variance and if there are difference continued with doubled regional test of Duncan. The result of the experiment had indicated that the higher the air temperature the higher the rectal temperature, respiration rate and hearts beat. The rectal temperature between Boer, Kacang and Boerka goats at the morning do not show differences (p>0,05) that is successively 38,54 ± 0,62 ;38,57 ± 0,88;38,48 ± 0,78 1C. So also for frequency of respiration between Boer, Kacang and Boerka goats at the morning successively 21,55.± 4,90 ; 20,30.± 5,70 ; 21,65 f 3,95 times/minute. While in the case of hearts beat, Boerka goat at compared to lower daytime and morning of Kacang and Boer goat. This matter indicated that Boer goat and crossbreed had enough tolerance at condition low altitude. Key words : Boer, Kacang, Boerka, Rectal temperature, Respiration rate, Heart beat PENDAHULUAN Xambing yang berkembang di daerah tropis (Indonesia) pada umumnya mempunyai laju reproduksi yang cukup balk dan relatif tahan terhadap penyakit. Namun demikian kambing-kambing lokal diantaranya kambing Kacang mempunyai bobot dewasa yang relatif rendah (20-30 kg) dengan laju pertambahan bobot badan yang relatif lambat (Setiadi et al., 2001). Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas ternak kambing dapat dilakukan dengan cara mengintroduksi genotipe salah satu kambing unggul kepada genotipe kambing lokal melalui persilangan, seperti diuraikan Bradford (1993) dan Sakul et at., (1994). Upaya yang telah dilaksanakan oleh Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara untuk peningkatan mutu kambing lokal adalah melalui penyilangan dengan kambing Boer yang diperoleh dari Melbourne, Australia. Kambing yang diperoleh dari hasil introduksi genotipe kambing Boer melalui metode persilangan dengan kambing Kacang tersebut dinamakan kambing Boerka. Kambing Boer adalah kambing tipe pedaging yang baik karena mempunyai bentuk tubuh yang balk dengan tulang rusuk yang lentur, badan yang relatif panjang dan perototan yang balk pula. Pertambahan bobot badan mencapai 200 g/hari pada kondisi pakan hijauan 10% dan konsentrat 2% dari berat badan. Bobot badan dewasa betina berkisar 60-75 kg dan pada yang jantan berkisar 75-100 Kg (Devendra & Mc Leroy, 1982). Untuk mencapai target produktivitas ternak yang tinggi, selain potensi genetik pertu diperhatikan keadaan faktor iklim lingkungan dimana ternak tersebut hidup. Suhu dan kelembaban udara merupakan faktor yang penting dari lingkungan kerena besar pengaruhnya terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ternak (Mc Dowell et al., 1970). Ternak memerlukan persyaratan suhu dan kelembaban udara yang optimal. Kambing yang mengalami stress karena panasnya suhu lingkungan dapat menyebabkan turunnya konsumsi pakan yang pada akhirnya menurunkan produktivitas dan reproduksi ternak (Inounu & Sitorus, 1984 ; 116 Fitra AJi Pamungkas dan Yanovi Hendri

Purwanto et al.,1991). Frekuensi pernafasan (respiration rate/minute), denyut jantung (heart beat/minute) dan temperatur rectum (rectal temperature) merupakan variabel penentu status fisiologi ternak, dimana variabel tersebut berkorelasi positif dengan kenaikan suhu lingkungan ternak (Purwanto et al., 1993). Oleh karena itu perlu diperhatikan respon fisiologi kambing Boer dan selanjutnya pada persilangannya (Boerka) terhadap lingkungan setempat, salah satunya dengan metihat keadaan fisiologisnya melatui pengukuran suhu rektal, frekuensi pernapasan, dan denyut jantung ternak. Dengan dasar pertimbangan tersebut diatas, dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui respon fisiologi kambing Boer, Kacang dan Persitangannya pada kondisi lingkungan dataran rendah kering. BAHAN DAN METODE Lokasi penelitian dilakukan di Stasiun percobaan Loka Penetitian Kambing Potong Sei Putih, Kabupaten Deli Serdang, Propinsi Sumatera Utara yang termasuk ke datam daerah dataran rendah, dilaksanakan pada bulan Juni 2006. Mated ternak penelitian yang digunakan adalah 3 jenis kambing yaitu kambing Boer, Kacang dan persilangan Boer dengan Kacang (Boerka) yang masing-masing terdiri atas 5 ekor betina dewasa. Setiap jenis kambing ditempatkan dalam kandang kelompok. Pakan hijauan berupa rumput sebagai sumber makanan pokok bagi kambing diambil dari lapangan dalam bentuk cut dan carry. Disamping itu diberikan puta pakan tambahan berupa konsentrat ± 250 g per ekor per hari. Pola pemberian pakan yaitu pemberian konsentrat dilaksanakan pada pagi hari, sedangkan pemberian rumput pada siang dan sore hari. Sedangkan air minum diberikan secara ad libitum. Parameter yang diukur adalah suhu rectal (T), frekuensi pernapasan (R), dan denyut jantung. Pengukuran dilaksanakan pada pagi hari (jam 06.30-08.00) dan siang hari (jam 13.00-14.30) dilaksanakan seminggu sekali selama 4 minggu. Suhu rektal kambing diukur menggunakan termometer rektal yang dimasukkan ke datam rectum ternak kira-kira 3cm selama 1 menit. Pengukuran frekuensi pernapasan dengan menghitung gerakan nafas pada bagian perut yaitu Legok lapar pada jarak 1-2 m selama I menit. Sedangkan pengukuran denyut jantung dilakukan dengan menggunakan atat stetoskop yang ditempelkan pada bagian dada kambing selama 1 menit. Pencatatan data iktim berupa suhu udara dan ketembaban udara dilakukan pada setiap pengukuran. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan uji Anova (Analysis of Variance) dan jika terdapat perbedaan sebagaimana dilaksanakan dalam penetitian ini dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan dari paket SPSS Versi 10 (Santoso, 2002). HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan kelembaban udara merupakan faktor yang penting dari iklim karena besar pengaruhnya terhadap kondisi fisiologis dan produktivitas ternak (Mc Dowell et al.,1970). Selama periode pengamatan diperoleh rata-rata suhu dan kelembaban udara pada saat pagi adalah masing-masing 28-29 C dan 78-81 %, dan pada siang hari adalah 32-35 C dan 58-71 %. Suhu Rektal dan Frekuensi Pernapasan Suhu rektat (T) dan frekuensi pernapasan merupakan salah satu ukuran untuk mengetahui respons dari ternak terhadap pengaruh iktim tingkungannya. Datam penelitian ini diketahui rataan suhu rektal dan frekuensi pernafasan kambing Boer, Kacang dan Boerka yang diukur pada saat pagi dan siang hari seperti tercantum dalam Tabel 1 dan 2. Prosiding Peternakan 2006 1 1 7

Tabel 1. Rataan suhu rektal (T) kambing Boer, Kacang dan Persilangannya (Boerka) pada soot pagi dan siang hari selama penelitian. Boer Kacang Boerka Pagi 38,54 ± 0,62 8 38,57 ± 0,88a 38,48 ± 0,78a Siang 39,07 ± 0,53 8 39,76 ± 0,83` 39,33 ± 0,55 b Hasit uji statistik menunjukkan bahwa rataan suhu rektal kambing Boerka pada pagi hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05) dibandingkan dengan kambing Boer dan Kacang. Selanjutnya bila dilihat saat siang hari, secara umum suhu rektal antara kambing Boer, Kacang dan persitangannya (Boerka) menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05). Suhu rektal kambing Boerka pada siang hari berada diantara kambing Boer dan Kacang, dimana suhu rektal tersebut masih dalam kisaran normal sesuai dengan yang ditaporkan Bianca (1968) bahwa rataan suhu rektal kambing pada status fisiologis normal sebesar 39 C. Begitu pula menurut Banerjee (1982) yang melaporkan bahwa pada suhu kamar, temperatur tubuh kambing berkisar 101,3 sampai 105,8 F atau 38,5 sampai 41 C. Hat ini mengindikasikan bahwa kambing Boerka cukup beradaptasi dengan lingkungan sekitar terutama daerah dataran rendah. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini tidak jauh berbeda dibanding penelitian yang ditakukan Handayani et al., (1986) pada kambing Kacang di Jawa Barat, dimana diperoleh suhu rektalsebesar 39,09 ± 0,01 C. Tabel 2. Rotaan frekuensi pernapasan (kalilmenit) kambing Boer, Kacang dan Persilangannya (Boerka) pada saat pagi dan siang hari selama penelitian. Boer Kacang Boerka Pagi 21,55 ± 4,90a 20,30 t 5,70a 21,65 ± 3,95' Siang 27,95 ± 7,57a 38,25 t 13,13 b 34,65 ± 7,62 b Sementara itu hasit uji statistik untuk frekuensi pernafasan menunjukkan bahwa frekuensi pernapasan kambing Boerka pada pagi hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05) dengan kambing Boer dan Kacang. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa pada waktu siang hari, frekuensi pernapasan kambing Boerka tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan kambing Kacang, namun menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dengan kambing Boer. Frekuensi pernapasan kambing Kacang pada saat siang relatif lebih tinggi dibanding kambing Boerka, hat ini menunjukkan bahwa usaha kambing Kacang untuk menurunkan kenaikan suhu tubuh agar mencapai suhu tubuh normal dengan melakukan pembuangan panas dari tubuh dilakukan dengan meningkatkan frekuensi pernafasan (Esmay, 1978). Pada saat siang hari, frekuensi pernapasan kambing Boer lebih rendah dibanding Kambing Kacang dan Boerka, hat ini mungkin disebabkan asal kambing Boer dari Australia pada kawasan beriklim sedang dimana pada waktu musim panas udaranya panas dan pada musim dingin udaranya sejuk, sehingga kambing Boer telah beradaptasi dengan perbedaan antara suhu maksimum dan minimum yang sangat ekstrim. Namun demikian, hasit ini lebih rendah dibanding penelitian yang dilakukan Handayani et al., (1986) pada kambing Kacang di Jawa Barat, dimana diperoleh frekuensi pernapasan kambing sebesar 56,7 ± 0,63 kati per menit. Hales Et Webster (1967) menyatakan bahwa frekuensi pernapasan dapat mencapai lebih dari 300 kali per menit ketika ternak kambing mengalami stress. Denyut Jantung Rataan denyut jantung (kali/menit) kambing Boer, Kacang dan Persilangannya pada saat pagi dan siang hari selama penelitian terlihat pada Tabel 3 dan Gambar 3. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa rataan denyut jantung kambing Kacang pada pagi hari lebih tinggi dan menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05) dibandingkan dengan kambing Boer dan Boerka. Begitu pula bila dilihat saat siang hari, secara umum denyut jantung kambing Kacang lebih tinggi (114,60 ± 17,88 kati/menit) dibandingkan dengan kambing Boer dan Boerka (107,45 ± 1 1 8 Fitra Aji Pamungkas dan Yanovi Hendri

8,90 dan 105,50 ± 8,52). Hat tersebut mungkin disebabkan karena kambing Boer merupakan ternak terpilih hash seleksi dimana mempunyai sifat yang lebih tenang dibanding kambing Kacang dan sifat tersebut diturunkan kepada persilangannya (Boerka). Tabel 3. Rataan denyut jantung (kali/menit) kambing Boer, Kacang don Persilangannya poda saat pagi don siang hari selama penelitian. Boer Kacang Boerka Pagi 91,35 ± 9,25 a 99,65 ± 11,19' 88,80 ± 10,08a Siang 107,45 ± 8,90ab 114,60 ± 17,88b 105,50 ± 8,52a` KESIMPULAN Kambing Boer, Kacang dan Boerka berdasarkan pengamatan kondisi fisiologi metalui pengukuran suhu rektal pada waktu pagi hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05) yaitu berturut-turut 38,54± 0,62 ; 38,57± 0,88; 38,48± 0,78 C. Begitu pula untuk pernapasan antara kambing Boer, Kacang dan Persilangannya pada waktu pagi hari berturutturut 21,55 ± 4,90 ; 20,30 ± 5,70 ; 21,65 ± 3,95 kati/menit. Sedangkan dalam hat denyut jantung, kambing Boerka pada pagi dan siang hari lebih rendah dibanding kambing Kacang dan Boer. UCAPAN TERIMAKASIH Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Nasib selaku teknisi kandang percobaan dan Ibu Melinda Hutauruk selaku teknisi laboratorium atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. Penulis mengucapkan terimakasih juga kepada Bapak Wahyoe Supri Hantoro selaku pembimbing pada Diklat Fungsional Peneliti Tingkat Pertama Angkatan 30 LIPI Tahun 2006 sehingga diperoleh karya tulis itmiah ini. DAFTAR PUSTAKA Bianca, W. 1968. Thermoregulation. In E.S.E. Hafes (Ed). Adaptation of domestic animals. Lea 8 Febiger. Philadelphia. Devendra, C. and G.B. Mc Leroy. 1982. Goat and Sheep Production in the Tropic. Toppan Printing. Co. (S). Pte. Ltd. Singapore. Esmay, M.L. 1978. Principles of animal environment. Avi Pub. Co. INC. Wesport, Connecticut. Hales, J.R.S. and M.E.D. Webster. 1967. Respiratoty function during thermal tachypnoea in sheep. Journal of Physiology, U.K. 190 : 241-260. Handayani, S.W., M. Martawidjaja dan R.M. Gatenby. 1986. Effect of physical environment on physiology of sheep and goats in west Java. Ilmu dan Peternakan Vol. 2 No. 2. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hat. 75-78. Inounu, I. and P. Sitorus. 1984. Relationship of wool cover to litter weight and total weaning weight and total weaning weight of Javanese thin-tail sheep : Proceedings of A Scientific Meeting on Small Ruminant Research. Bogor. pp. 147-150. Mc Dowell, R.E., R.G. Jones, H.C. Pant, A. Roy, E.J. Siegenthater and J.R. Stouffer. 1970. Improvement of livestock production in worm animals. W.H. Freeman and Co. San Fransisco. Prosiding Peternakan 2006 1 1 9

Purwanto, B.P., F. Makamasu and S. Yamamoto. 1993. Proceeding V11 World Conference on Animal Production, Edmonton, Alberta, Canada, Vol.2 : 427-428. Purwanto, B.P., M. Fujita, M. Nishibiro and S. Yamamoto. 1991. Effect of environmental temperature and feed intake on plasma concentration of thyroid hormones in dairy heifers. AJAS 4 (3) :293-298. Sakul, H.G.E. Bradford, and Subandriyo. 1994. Prospects for genetic improvement of small ruminant in Asia. Proc. Strategic Development for Small Ruminant Production in Asia and the Pasific. SR-CRSP, Univ. of California Davis. Santoso, S. 2002. SPSS versi 10 Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Edisi ketiga. Gramedia, Jakarta. Setiadi, B. Subandriyo, M. Martawidjaja, D. Priyanto, D. Yulistiani, T. Sartika, B.Tiesnamurti, K. Diwyanto dan L. Praharani. 2001. Evaluasi peningkatan produktivitas kambing persilangan. Kumpulan Hasil-Hasil Penelitian Peternakan APBN Tahun Anggaran 1999/2000. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penetitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor. hat. 157-178. 1 20 Fitra Aji Pamungkas dan Yanovi Hendri