BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan negara (pemerintah) serta memberi perlindungan hukum bagi rakyat. Salah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III TINJAUAN TEORITIS. Peraturan Perundang-undangan sebagai produk hukum, bukan merupakan produk

BAB 1 PENDAHULUAN. pulau yang dibatasi oleh lautan, sehingga di dalam menjalankan sistem pemerintahannya

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

Implementasi Kewenangan Kepala Daerah Dalam Pembuatan Perda Dan Peraturan Lainnya. Yusdiyanto Dosen Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unila

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah Provinsi dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaturan hukum Penyelenggaraan Transparansi Pemerintahan di Kota. Gorontalo menurut Perda No.

BAB I PENDAHULUAN. diamanatkan dalam penjelasan Undang-Undang Dasar Tahun hak setiap orang yang wajib dihormati. Karena jika tidak, maka akan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan maupun evaluasi.

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD KABUPATEN/KOTA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 22 April 2016

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah yang dilaksanakan dalam Negara kesatuan Republik

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (supremacy of law).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia saat ini sedang melaksanakan pembangunan nasional yang dilaksanakan

Reposisi Peraturan Desa dalam Kajian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 & Undang-undang No. 12 Tahun 2011

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945.

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 26/PUU-VI/2008

BAB I PENDAHULUAN. daerahnya sendiri, pada tahun ini juga tonggak sejarah reformasi manajemen

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

EKSISTENSI PERATURAN DESA PASCA BERLAKUNYA UNDANG- UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 SAIFUL / D

PELAKSANAAN PENGAWASAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) KOTA PADANG TAHUN 2011

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

BAB I PENDAHULUAN. pengambil keputusan dalam pemerintahan di era reformasi ini. Pemerintah telah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

BAB I PENDAHULUAN. memburuk, yang berdampak pada krisis ekonomi dan krisis kepercayaan serta

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum. Setiap kegiatan disamping

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB IV MATERI MUATAN PERATURAN WALIKOTA BENGKULU NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN KAWASAN TANPA ROKOK DALAM KOTA BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN. Norma hukum yang berlaku di Indonesia berada dalam sistem berlapis dan

I. PENDAHULUAN. Kewenangan pembentukan Peraturan Daerah ( PERDA) dalam sistem. dalam mengatur rumah tangga daerah atau urusan pemerintahan daerah.

Perekonomian Indonesia

KEDUDUKAN HUKUM KEPALA DAERAH DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DALAM PEMBUATAN PERATURAN DAERAH MUHAMMAD ARJUNA AWAL PUTRA / D

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

INTELIJEN NEGARA DALAM NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Dalam hal tuntutan pemberian otonomi yang luas kepada daerah kabupaten dan kota,

BAB IV. HASIL PENELITIAN Dan PEMBAHASAN. Badan Pusat Statistik Kabupaten Gorontalo 36 dalam data mencatat

Kebebasan dan keterbukaan tentu merupakan anugrah yang diharapkan. banyak pihak, terutama dalam iklim demokrasi yang ditandai dengan adanya

DELEGASI REGULASI DAN SIMPLIFIKASI REGULASI DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN KEPALA DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

ASPEK HUKUM PENATAAN RUANG PULAU KEPULAUAN

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta merupakan Daerah Istimewaan yang berbeda dengan Provinsi yang lainnya,

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

Kata Kunci: Perundang-Undangan Dan Norma

I. PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru dan digantikan dengan gerakan

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 75/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

PUSANEV_BPHN PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK DALAM PERUNDANG-UNDANGAN. Sigit Nugroho.

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

HARMONISASI PERATURAN DAERAH DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN LAINNYA. (Analisis Urgensi, Aspek Pengaturan, dan Permasalahan) 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sistem sentralisasi ke sistem desentralisasi. Ini memberikan implikasi terhadap

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal.

BAB I PENDAHULUAN. canggih memungkinkan kita mengakses berbagai macam informasi.

BEBERAPA KETENTUAN DALAM UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1

Bab I PENDAHULUAN. menyangkut 3 hal yaitu : legislasi, pengawasan dan anggaran.

POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDASARI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN *

BAB I PENDAHULUAN. bentuk negara. Awalnya, para pendiri Negara ini percaya bentuk terbaik untuk masyarakat

Muchamad Ali Safa at

MODEL PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TERHADAP PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE (STUDI DI KOTA SALATIGA) PERIODE

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi. menjadi suatu fenomena yang umumnya sering terjadi.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA SEBAGAI PENEGAK PERATURAN DAERAH Sejarah Pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKN) DISIPLIN ITU INDAH

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan suatu wadah bagi masyarakatnya untuk turut serta dalam proses. daerah demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

PEMERINTAH KABUPATEN WONOGIRI DINAS PERHUBUNGAN, KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Pengaturan Daerah Pengelolaan Keuangan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya begitu pula

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

PENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM)

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemberian otonomi luas

Pasal 4. (1) Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan Undang Undang ini.

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016

Bahan Analisis. RUU tentang Perubahan atas UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. Supporting System A-194

BAB I PENDAHULUAN. yang dipayungi oleh Pasal 18 Undang-Undang Dasar Sedangkan inti

BAB I PENDAHULUAN. Peran strategis Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebagai lembaga

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

LAPORAN. Penelitian Individu

GAYA PERUMUSAN KALIMAT PERINTAH PEMBENTUKAN PERATURAN YANG MENJALANKAN DELEGASI DARI UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB VI PENUTUP. terkait dengan judul penelitian serta rumusan masalah penelitian. yang telah dibahas dalam bab-bab sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

KEWENANGAN GUBERNUR DALAM URUSAN AGAMA DI DAERAH SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan, yang mengatur urusan otonomi daerah dan tugas

KAJIAN POLITIK HUKUM TENTANG PERUBAHAN KEWENANGAN PEMBERIAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

`````````````````` LAPORAN TAHUNAN LAYANAN INFORMASI PUBLIK PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI (PPID) PEMBANTU PELAKSANA

PELAKSANAAN TUGAS DEKONSENTRASI OLEH GUBERNUR KAJIAN PENYUSUNAN PERATURAN DAERAH APBD DI KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW. Oleh : Mahmuddin Kobandaha 1

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini mencerminkan adanya respon rakyat yang sangat tinggi akan permintaan

Transkripsi:

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Sistem Konstitusi sebagai perwujudan negara hukum di Indonesia tercermin dalam peraturan perundang-undangan yang dibuat dan berlaku untuk membatasi kekuasaan negara (pemerintah) serta memberi perlindungan hukum bagi rakyat. Salah satu aspek konstitusional penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia adalah persoalan yang berkaitan dengan otonomi daerah sebagai subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintahan negara yang berbentuk kesatuan (unitary). Berangkat dari hal di atas, bahwa salah satu prinsip negara kesatuan adalah Desentralisasi, yakni penyerahan kewenangan Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah, sehingga mencerminkan kemandirian daerah untuk berdiri sendiri dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya. Lebih menguatkan lagi adalah, pemberlakuan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah yang mengatur secara pasti mengenai pengelolaan daerah. Adanya desentralisasi atau pelimpahan kewenangan pemerintahan pusat di daerah yang diatur berdasarkan prinsip otonomi, sesungguhnya telah melahirkan pembagian kewenangan dalam melakukan penetapan peraturan penyelenggaraan pemerintahan, yang salah satu produk hukumnya adalah Peraturan Daerah, (selanjutnya disebut Perda). Pasal 18 ayat (6) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan Pemerintah Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturanperaturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan. 1

Berdasarkan pemahaman bahwa Pemerintah Daerah diberikan kesempatan untuk menetapkan peraturan perundang-undangan sebagai upaya dalam menjalankan tugas pembantua, bukan berarti bahwa penyusunan aturan dimaksud tidak memperhatikan koridor hukum sebagaimana diatur dalam peraturan perundangundangan di atasnya. Bagir Manan 1 mengatakan bahwa, pembuatan peraturan perundang-undangan tingkat daerah tidak sekedar melihat batas kompetensi formal atau kepentingan daerah bersangkutan, tetapi harus dilihat pula kemungkinan dampaknya terhadap daerah lain atau kepentingan nasional secara keseluruhan dan penyusunannya tidak bisa lepas dari sistem perundang-undangan Nasional. Selain itu, hakikat otonomi daerah menurut Ateng Syafrudin 2, adalah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, artinya keberadaan perda tidak bisa lepas dari peraturan perundangundangan yang berlaku secara nasional dan menyeluruh. Diberi makna pula bahwa perda merupakan instrumen hukum yang dibuat oleh pemerintah di daerah dalam menyelenggarakan kewenangannya untuk mewujudkan otonomi yang dimiliki, disamping sebagai penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan lebih tinggi. Persoalan saat ini adalah, perlu diberi perhatian serius terhadap penerapan perda yang diterbitkan tidak sesuai lagi harapan masyarakat, bahkan bertentangan dengan 1 Bagir Manan, Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Tingkat Daerah, Pusat Penerbitan Universitas LPPM, Universitas Islam Bandung, Bandung,1995, hlm.8-9 2 Ateng Syafrudin, Pasang Surut Otonomi Daerah, Binacipta, Bandung,1985, hlm.5 2

aturan perundang-undangan lebih tinggi. Sejak otonomi daerah digulirkan, banyak perda yang dibuat oleh pemerintah daerah baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, akan tetapi sebagian besar peraturan daerah tersebut dalam penyusunannya belum mengikuti teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan yang baik dan benar. Menyikapi persoalan khususnya yang berkaitan dengan perda, semestinya pihak-pihak terkait seperti Kementerian Hukum dan HAM dapat memberikan pendampingan, bahkan menjadi mitra Pemerintah Daerah dan DPRD dalam keseluruhan proses pembentukan peraturan daerah melalui Kantor Wilayah yang tersebar di setiap provinsi. Selanjutnya, keterlibatan pihak akademisi menjadi bagian penting untuk menghasilkan kajiah ilmiah melalui penelitian awal serta melakukan penilaian terhadap kelayakan produk hukum. Akan tetapi, hingga saat ini peran tersebut belum begitu maksimal atau dimaksimalkan, dan dapat dilihat dari adanya pembentukan perda yang sifatnya serba cepat tanpa melalui proses kajian terlebih dahulu. Wujud nyata otonomi daerah khususnya menyangkut kewenangan yang diberikan pemerintah pusat dalam bidang penyelenggaraan pemerintahan, di Kota Gorontalo telah memberlakukan Perda No. 3 Tahun 2002 Tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Persoalan diatur dalam perda transparansi adalah menyangkut sistem pemerintahan di Kota Gorontalo yang sifatnya terbuka (transparancy), akuntabel dan muaranya pada Good Governance (pemerintahan yang baik). 3

Keberadaan Undang-Undang No. 14 tahun 2008 mengenai Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disebut UU KIP) saat in, memunculkan hal lain terkait materi yang tercantum dalam Perda Transparansi. Terbitnya UU KIP yang memuat dan mengatur persoalan berkaitan dengan jaminan informasi bagi masyarakat, tidak jauh beda dengan materi yang tertuang dalam perda transparansi yaitu isi atau kalimat yang tercantum pada kedua aturan tersebut sama persis makna dan artinya. Meski demikian, pada dasarnya terdapat perbedaan signifikan bahkan bertentangan menyangkut substansi antar kedua aturan ini, dan diuraikan peneliti melalui beberapa pasal dalam pembahasan. Maria Farida 3 mengatakan bahwa dilihat dalam perspektif hukum positif di Indonesia, hierarki peraturan perundang-undangan yang tercantum dalam desain Teory Nawiasky adalah disusun secara berjenjang (piramida), dengan fungsi sebagai tolok ukur bagi peraturan perundang-undangan yang ada di bawahnya terhadap perundang-undangan di atasnya. Adanya tata aturan berjenjang ini maka kekuatan hukum berjenjang pula, artinya bahwa bagi peraturan lebih tinggi mempunyai kekuatan hukum yang lebih tinggi pula. Sebaliknya, peraturan lebih rendah mempunyai kekuatan hukum yang lebih rendah. Berdasarkan ketentuan tersebut, Perda Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan di Kota Gorontalo memiliki kekuatan hukum lebih rendah dibandingkan dengan UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. 3 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-undangan, Penerbit Kansius, 2007, Cempaka (Yogyakarta), hlm.44 4

Kenyataannya, pemerintah Kota Gorontalo terkait informasi publik cenderung menggunakan Perda dan mengenyampingkan UU terbaru yang pada dasarnya merupakan aturan memiliki kedudukan serta tingkatan lebih tinggi, dengan alasan klasik bahwa perda lebih dahulu diterbitkan dibanding UU KIP. Hal ini dipertegas Kabag Hukum Kota Gorontalo (Adhy Mo o, SH) 4, bahwa pemerintah Kota Gorontalo sejak tahun 2003 mengimplementasikan perda tentang transparansi penyelenggaraan pemerintahan Kota Gorontalo yang telah diterbitkan ketimbang menggunakan UU Nomor 14 Tahun 2008. Adhi mengatakan, kedepan akan tetap memberlakukan peraturan daerah yang telah membentuk sebuah lembaga independen dan dikenal dengan Komisi Transparansi yang saat ini berkedudukan di Kota Gorontalo, dan memiliki lima (5) personil serta dua (2) orang staf sebagai pengelola administrasi dan keuangan. Lembaga (komisi transparansi) yang diketuai Abd. Hais Isa, S.Ag tersebut menurut pengakuan Sekertarisnya Drs. Ridwan S. Saleh 5 kurang berjalan efektif, salah satu faktor penghambat adalah pemahaman masyarakat tentang tugas dan fungsi komisi ini belum begitu maksimal disebabkan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat. Ketidakjelasan wewenang dan dukungan yang diberikan pemerintah dari segi anggaran maupun petunjuk teknis yang jelas, menjadi faktor utama dalam melaksanakan tanggung jawab lembaganya. Ridwan mengakui kenyataan saat ini 4 Wawancara, Adhi Mo o, SH (Kabag Hukum Pemkot Gorontalo) 5 Wawancara, Ridwan Saleh (Sekertaris Komisi Transparansi) 5

terlihat dari kurang efektifnya komisi transparansi saat ini dalam menjalankan tugasnya sesuai amanat Perda. Sebagaimana diketahui, perda merupakan produk politik yang kadang kala kebijakan daerah bersifat politis sehingga berpengaruh terhadap substansi maupun implementasi perda dan harus diberi perhatian serius agar tidak menimbulkan gejolak dalam masyarakat. Seperti Perda Transparansi di Kota Gorontalo yang menurut pengurus komisi transparansi (Ridwan Saleh) bahwa penegasan dan pemberlakuannya bersifat setengah-setengah, dalam arti belum adanya kejelasan pihak pemerintah untuk melegitimasi sepenuhnya apa yang menjadi peran komisi transparansi. Selanjutnya, belum ada penyesuaian perda ke dalam peraturan lebih tinggi yang telah ada sekarang (UU KIP), dan menjadi pedoman bagi aturan di bawahnya untuk menghindari vorg norm (kekaburan norma) dalam pemberlakuannya. Berdasarkan fenomena di atas, penulis melakukan penelitian lebih mendalam terhadap hal tersebut dengan mengangkat judul Analisis Yuridis Perda No. 3 tahun 2002 tentang Transparansi Penyelenggaran Pemerintahan di Kota Gorontalo ditinjau dari UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). F B. Rumusan Masalah 6

Bagaimanakah Pengaturan Hukum Perda Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan di Kota Gorontalo ditinjau dari UU No. 14 Tahun 2008? C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui Bagaimana Pengaturan Hukum Perda Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Transparansi Penyelenggaraan Pemerintahan di Kota Gorontalo, yang ditinjau dan dianalisis berdasarkan ketidaksesuaian dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis, Penelitian ini dapat mengembangkan konsep hukum tata negara terutama dalam pembuatan Perda secara umum, serta memberi sumbangan kepada Ilmu Pengetahuan pada umumnya maupun Ilmu Hukum pada khususnya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat memberikan bahan masukan serta upaya-upaya yang perlu didalami oleh pemerintah daerah terkait dengan pelaksanaan Perda No. 3 tahun 2002 yang dilihat dari keberadaan UU No. 14 tahun 2008 tentang Kebebasan Informasi Publik, selain juga dapat memberi faedah untuk kepentingan Negara, Bangsa, dan Masyarakat dalam proses Pembangunan. 7