RENCANA STRATEGIS PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

dokumen-dokumen yang mirip
FOKUS PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESWAN TAHUN 2016

CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014

DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Revisi ke 05 Tanggal : 27 Desember 2017

RENCANA STRATEGIS. PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN (Revisi II-Review)

LAPORAN REALISASI KEGIATAN APBN PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2015 KEADAAN s/d AKHIR BULAN : DESEMBER 2015

RENCANA STRATEGIS (Revisi II) PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN

LAPORAN KINERJA. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

LAPORAN KINERJA 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

RENCANA KINERJA TAHUNAN BPTU-HPT DENPASAR TAHUN 2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh

Revisi ke 01 Tanggal : 18 April 2017

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

PENETAPAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN KABUPATEN JOMBANG TAHUN ANGGARAN 2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PROGRAM DAN KEGIATAN TAHUN 2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA

OLEH DR. Drh. RAIHANAH, M.Si. KEPALA DINAS KESEHATAN HEWAN DAN PETERNAKAN ACEH DISAMPAIKAN PADA :

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA. Berikut ini merupakan gambaran umum pencapaian kinerja Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur :

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No.6 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan: 1. Pemberdayaan Peternak adalah segala upaya yang dila

Terlampir. Terlampir

Revisi ke 02 Tanggal : 16 Maret 2017

Rencana Strategis. Direktorat Perbibitan dan Produksi Ternak DUMMY RENSTRA

GUBERNUR SUMATERA BARAT

RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKA DINAS PERKEBUNAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

Kata Pengantar. Jakarta, Februari 2016 Direktur Jenderal. Muladno

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

Kata Pengantar. Januari 2014

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

LAPORAN REFLEKSI AKHIR TAHUN 2014 DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN PROVINSI SUMATERA UTARA

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

BUPATI MOJOKERTO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MOJOKERTO,

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 42 TAHUN 2011 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN KABUPATEN BLITAR BUPATI BLITAR,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN BUPATI MADIUN,

Kata Pengantar. Januari Direktur Jenderal, Ir. Syukur Iwantoro, MS. MBA NIP

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBERNUR PAPUA

Revisi ke : 04 Tanggal : 31 Desember 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB VI INDIKATOR KINERJA YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD

GUBERNUR JAWA TENGAH

BAB III METODOLOGI. struktur organisasi dan pembagian tugas berdasarkan Keputusan Presiden R.I. No.

Kesiapan Pemerintah di Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

RUMUSAN. RAPAT KONSOLIDASI KONTRAK KINERJA PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI/KERBAU (PSDS/K) 2014 Jakarta, 3 4 Pebruari 2012

(Rp.) , ,04

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN PENDANAAN INDIKATIF

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

SALINAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 47 TAHUN 2011 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

Revisi ke 01 Tanggal : 05 Januari 2015

EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTANIAN. Kredit Usaha. Pembibitan Sapi. Pelaksanaan. Pencabutan.

KATA PENGANTAR. Ir. Ali Rachman, M.Si NIP

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS PETERNAKAN, PERIKANAN DAN KELAUTAN Jalan Patriot No. 14, (0262) Garut

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PEDOMAN PELAKSANAAN KREDIT USAHA PEMBIBITAN SAPI

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

DINAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN LAPORAN KINERJA INSTANSI PEMERINTAH TAHUN 2015

LEGISLASI 1 KEDOKTERAN HEWAN UB SISTEM KESEHATAN HEWAN NASIONAL DAN KEBIJAKAN BIBIT

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

PENGEMBANGAN KOMODITAS SAPI POTONG (TERNAK RUMINANSIA) DI KALIMANTAN TIMUR

Samarinda, 29 Februari 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL MEDIK VETERINER DAN PARAMEDIK VETERINER BAB I PENDAHULUAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 64 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

VISI. Terwujudnya masyarakat yang mandiri, sejahtera melalui peningkatan pembangunan peternakan.

Transkripsi:

RENCANA STRATEGIS PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2015-2019 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian TAHUN 2015

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... BAB I PENDAHULUAN... 2 A. Kondisi Umum. 3 B. Potensi dan Permasalahan... 9 BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN... 14 A. Visi 14 B. Misi... 14 C. Tujuan... 15 D. Sasaran... 15 BAB III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN. 18 A. Arah Kebijakan Pembangunan Pertanian... 18 B. Arah Kebijakan dan Strategi Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan... C. Kerangka Regulasi dan Kelembagaan... 22 1. Kerangka Regulasi..... 22 2. Kerangka Kelembagaan..... 23 BAB IV. PROGRAM DAN KEGIATAN... 25 A. Program... 25 B. Kegiatan..... 26 BAB V. PEMBIAYAAN DAN INDIKATOR KINERJA UTAMA. A. Pembiayaan... B. Indikator Kinerja Utama (IKU) dan Arsitektur Dan Informasi Kinerja (ADIK)... i ii iv v 19 31 31 32 ii

C. Pengukuran Kinerja. 38 BAB VI. PENUTUP... 41 LAMPIRAN... 43 iii

DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Peta Dinamika Sistem Faktor Strategis Lingkungan Tugas Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan.... Gambar 3.1. Tahapan Menuju Pertanian Bioindustri... 18 Gambar 5.1. Struktur IKU dan IKK dalam ADIK. 33 10 iv

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Keragaan Variabel Ekonomi... 3 Tabel 1.2. Keragaan Variabel Ekonomi Produksi dan Populasi... 4 Tabel 1.3. Keragaan Variabel Produksi Susu dan Telur... 5 Tabel 1.4 Analisis Lingkungan Strategis.. 9 Tabel 1.5. Revaluasi Faktor Lingkungan Internal-Eksternal Strategis untuk Analisis Strategi.. 11 Tabel 1.6. Analisis Lingkungan Strategis Untuk Analisis Strategis... 12 Tabel 2.1. Indikator Kinerja Utama (IKU)... 16 Tabel 5.1. Tabel 5.2. Pembiayaan Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2015-2019... Indikator Kinerja dan Kebutuhan Pendanaan Peternakan dan Kesehatan Hewan 205-2019... Tabel 5.3. Kriteria Pengukuran Indikator Kinerja... 39 31 35 v

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Arsitektur Dan Informasi Kinerja (ADIK) Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Lampiran 2. Keterkaitan Output dan Aktifitas Masing-Masing Eselon II 46 Lampiran 3. Sasaran Populasi Sapi Potong Tahun 2015 2019... 53 Lampiran 4. Sasaran Populasi Sapi Perah Tahun 2015 2019... 54 Lampiran 5. Sasaran Populasi Kerbau Tahun 2015 2019... 55 Lampiran 6. Sasaran Populasi Kambing Tahun 2015 2019... 56 Lampiran 7. Sasaran Populasi Domba Tahun 2015 2019... 57 Lampiran 8. Sasaran Populasi Babi Tahun 2015 2019... 58 Lampiran 9. Sasaran Populasi Ayam Buras Tahun 2015 2019... 59 Lampiran 10. Sasaran Populasi Ayam Petelur Tahun 2015 2019... 60 Lampiran 11. Sasaran Populasi Ayam Pedaging Tahun 2015 2019... 61 Lampiran 12. Sasaran Populasi Itik Tahun 2015 2019... 62 Lampiran 13. Sasaran Produksi Daging Sapi Tahun 2015 2019... 63 Lampiran 14. Sasaran Produksi Daging Kerbau Tahun 2015 2019... 64 Lampiran 15. Sasaran Produksi Daging Kambing Tahun 2015 2019... 65 Lampiran 16. Sasaran Produksi Daging Domba Tahun 2015 2019... 66 Lampiran 17. Sasaran Produksi Daging Babi Tahun 2015 2019... 67 Lampiran 18. Sasaran Produksi Daging Ayam Buras Tahun 2015 2019... 68 Lampiran 19. Sasaran Produksi Daging Ayam Petelur Tahun 2015 2019.. 69 Lampiran 20. Sasaran Produksi Daging Ayam Pedaging Tahun 2015 2019. 70 Lampiran 21. Sasaran Produksi Daging Itik Tahun 2015 2019... 71 Lampiran 22. Sasaran Produksi Telur Ayam Buras Tahun 2015 2019... 72 Lampiran 23. Sasaran Produksi Telur Ayam Petelur Tahun 2015 2019... 73 Lampiran 24. Sasaran Produksi Telur Itik Tahun 2015 2019... 74 Lampiran 25. Sasaran Produksi Susu Tahun 2015 2019... 75 43 vi

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB I PENDAHULUAN Sesuai dengan Nawa Cita, visi pembangunan peternakan dan keswan memilih kedaulatan dan keamanan pangan asal ternak. Pemilihan aspek kedaulatan dan keamanan pangan telah pula mempertimbangkan keselarasan dengan visi kementerian pertanian dan telah sesuai dengan tugas fungsi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Sesuai dengan ketentuan, maka Rencana Strategis Teknokratik 2015 2019 merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Kementerian Pertanian mempunyai Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) berupa Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) hingga 2045 dan Rentra 2015-2019 yang menjadi dasar dari disusunnya Rencana Strategis 2015 2019 Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan. Tugas pokok dan fungsi yang diamanatkan kepada Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan adalah menyusun kebijakan dibidang produksi ternak dan kesehatan hewan dengan fungsinya mencakup kebijakan dibidang perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan serta kesehatan masyarakat veteriner dan pasca panen. Berdasarkan fungsi-fungsi tersebut maka selama kurun waktu sampai dengan 2019 maka tujuan kedaulatan dan keamanan pangan menjadi target utama. Maksud dan tujuan disusunnya Renstra ini agar dapat menjadi arahan dalam mengelola tugas pokok fungsi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan dalam rangka mencapai kedaulatan dan keamanan pangan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak, dan menciptakan lapangan pekerjaan melalui peningkatan populasi dan produksi daging sapi dan kerbau serta ternak lainnya. Penyusunan Renstra telah memperhatikan berbagai dinamika lingkungan strategis global, regional, nasional dan sektoral. Sehingga dapat menjawab persoalan masa kini, tantangan dan peluang masa depan. Penggunaan metode dan teknik yang tepat untuk penyusunan renstra tersebut dengan memakai system thinking/system dynamics. 2

A. KONDISI UMUM Kondisi umum Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menyelenggarakan kebijakan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan ditunjukan dari variabel yaitu makro ekonomi, teknis dan fungsional. Dari variabel makro ekonomi ditunjukan dari perkembangan PDB sub sektor peternakan dan kesehatan hewan, investasi baik penanaman modal asing dan dalam negeri, penyerapan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan peternak. Dari variabel teknis dapat dilihat dari pertumbuhan populasi ternak, pertumbuhan produksi dan produktivitas. Sedangkan variabel fungsional yang mendukung variable teknis dan ekonomis dapat dilihat dari fungsi perbibitan, budidaya, pakan, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner serta pascapanen. Untuk melihat keragaan tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1. s.d Tabel 1.3 Tabel 1.1 Keragaan Variabel Ekonomi No. Variabel Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 r 1. Ekonomis a. PDB (Rp Milyar) 38.214 40.040 41.919 43.914-4,39 b. Tenaga kerja (orang) 4.167.894 4.204.213 4.238.209 4.557.503-3,07 c. Investasi 1) PMDN (Rp Juta) 1.227.357 247.244 97.445 360.684-444.125 2) PMA (US $ Ribu) 25.027 21.136 19.822 11.301-15.964 d. Perdagangan ternak 1) Eksport (US $ Juta) 1.599 557 575-2) Import (US $ Juta) 3.045 2.698 3.022 - e. Kesejahteraan peternak - 104 101 101 102 3

Tabel 1.2 Keragaan Variabel Produksi dan Populasi No. Variabel Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 r 2. Teknis a.populasi dan Produksi Daging 1) Sapi potong a)populasi (ribu ekor) 13.582 14.824 15.981 12.686 14.703 18,68 b)produksi daging (ribu ton) 436,5 485,3 508,9 504,8 540,0 5,77 2) Kerbau a)populasi (ribu ekor) 2.000 1.305 1.438 1.110 1.321 (24,91) b)produksi daging (ribu ton) 35,9 35,3 37,0 37,8 41,2 3,56 3) Kambing a)populasi (ribu ekor) 16.620 16.946 17.906 18.500 19.216 19,90 b)produksi daging (ribu ton) 68,8 66,3 65,2 65,2 67,9 (1,60) 4) Domba a)populasi (ribu ekor) 16.620 16.946 17.906 18.500 19.216 19,90 b)produksi daging (ribu ton) 44,9 46,8 44,4 41,5 43,6 (3,93) 5) Babi a)populasi (ribu ekor) 7.477 7.525 7.900 7.611 7.873 12,81 b)produksi daging (ribu ton) 212,0 224,8 232,1 298,4 311,1 9,61 6) Kuda a)populasi (ribu ekor) 419 409 437 434 455 13,69 b)produksi daging (ribu ton) 2,0 2,2 2,9 1,8 2,5 11,03 7) Ayam buras a)populasi (ribu ekor) 257.544 264.340 274.564 276.777 286.538 13,87 b)produksi daging (ribu ton) 267,6 264,8 267,5 319,6 332,1 6,28 8) Ayam Ras Petelur a)populasi (ribu ekor) 105.210 124.636 138.718 146.622 154.657 35,37 b)produksi daging (ribu ton) 57,7 62,1 66,1 77,1 81,0 8,11 9) Ayam Ras Pedaging a)populasi (ribu ekor) 986.872 1.177.991 1.244.402 1.344.191 1.481.872 39,42 b)produksi daging (ribu ton) 1.214,3 1.337,9 1.400,5 1.497,9 1.524,9 6,77 10) Itik a)populasi (ribu ekor) 44.302 43.488 44.357 43.710 44.095 8,50 b)produksi daging (ribu ton) 26,0 28,2 30,1 32,1 32,5 4,79 4

Tabel 1.3. Keragaan Variabel Produksi Susu dan Telur No. 2 Teknis Variabel Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 b.populasi dan Produksi Susu 1) Sapi perah a)populasi (ribu ekor) 488 597 612 444 483 8,95 b)produksi susu (ribu ton) 909,5 974,7 959,7 786,8 798,4 (0,19) c. Populasi dan Produksi Telur 1) Ayam buras a)populasi (ribu ekor) 257.544 264.340 274.564 276.777 286.538 13,87 b)produksi telur (ribu ton) 175,5 187,6 197,1 194,6 197,4 4,24 2) Ayam Ras Petelur a)populasi (ribu ekor) 105.210 124.636 138.718 146.622 154.657 35,37 b)produksi telur (ribu ton) 945,6 1.027,8 1.139,9 1.224,4 1.299,2 7,42 3) Itik a)populasi (ribu ekor) 44.302 43.488 44.357 43.710 44.095 8,50 b)produksi telur (ribu ton) 245,0 256,2 265,0 264,1 267,8 2,54 4) Puyuh a)populasi (ribu ekor) 7.054 7.357 12.234 12.553 12.635 65,85 b)produksi telur (ribu ton) 13,4 8,2 15,8 18,9 19,1 14,88 5) Itik Manila a)populasi (ribu ekor) - - 4.938 7.645 8.680 22,78 b)produksi telur (ribu ton) - - 11,0 26,3 29,3 30,26 r Pada Tabel 1.1 tersebut nampak bahwa dari aspek ekonomi makro yaitu PDB berdasarkan angka konstan meningkat sebesar 4,39% sedangkan penyerapan tenaga kerja tumbuh sebesar 3,07% pada tahun yang sama selama periode tahun 2010 2013. Untuk investasi baik PMA maupun PMDN tumbuh sebesar Rp.44125,0 juta rupiah dan PMA US$ 15.964 ribu dollar. Kenaikan pendapatan dan kesejahteraan petani peternak (NTP) mengalami peningkatan yang masih berada dikisaran 102. Sedangkan, pada aspek perdagangan ternak, peternakan dan kesehatan hewan masih mengalami devisit ekspor dibandingkan impor. Dari variabel teknis pada Tabel 1.2 dapat dicermati bahwa peningkatan populasi dan produksi daging menunjukan bahwa semua jenis ternak mengalami peningkatan populasi kecuali kerbau yang menurun sebesar 24,91% per tahun selama periode tahun 2010 2014. Dalam periode yang sama, untuk peningkatan produksi daging, semua jenis ternak mengalami peningkatan kecuali produksi daging kambing yang menurun 1,60%, domba 3,93% dan produksi susu terjadi sedikit penurunan yaitu sebesar 0,19% per tahun. 5

1. Kinerja Fungsi Perbibitan Ternak Fungsi perbibitan ternak selama lima tahun adalah menyusun berbagai peraturan sesuai dengan kewenangannya yaitu satu peraturan pemerintah, 16 Permentan dan 29 Standard Nasional Indonesia. Selain itu, dari aspek teknis telah dilepas rumpun/galur yang dituangkan dalam 60 Keputusan Menteri Pertanian serta pewilayahan sumber bibit ternak pada dua lokasi yang ditetapkan. Dari uji zuriat telah dihasilkan delapan provenbull dan enam calon bull dari pengujian 80 ekor pejantan terpilih. Sedangkan uji performan telah menghasilkan 324 ekor sapi potong unggul asli dan lokal, induk terseleksi pada 18 kabupaten di 15 provinsi. Telah dibangun lembaga sertifikasi produk (LSpro) benih dan bibit ternak sejak tahun 2011 dan saat ini dalam proses akreditasi KAN. LSPro telah mensertifikasi bibit sapi potong dan sapi perah 136 ekor, semen beku lebih dari 3,4 juta dosis, embrio 655 embrio. Jumlah bibit yang sesuai standar surat keterangan layak bibit (LKSB) sebanyak 7.569. Kinerja operasional kegiatan perbibitan selama lima tahun adalah penguatan kelompok pembibitan ternak ruminansia sapi potong dan kerbau, kambing dan domba, serta ternak non ruminansia (ayam lokal dan kelompok kelinci dan babi). Untuk kegiatan lainnya adalah penyelamatan sapi kerbau betina produktif (insentif sapi kerbau betina bunting dan penambahan indukan sapi potong dan sapi perah), penguatan pembibitan sapi lokal asli di tiga pulau dan penguatan pembibitan sapi potong di kabupaten terpilih. Khusus untuk kerbau dilakukan pembibitan kerbau di tujuh kabupaten terpilih. Dari aspek perkreditan, pelaku usaha yang telah memanfaatkan subsidi bunga melalui Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) relatif masih rendah. Berbeda dengan fasilitasi asuransi ternak bibit sapi potong dan sapi perah yang meningkat pemanfaatannya. Kinerja utama perbibitan ialah tercapainya swasembada semen beku tahun 2012 dan tercapainya swasembada pejantan unggul tahun 2013. Ekspor semen beku produksi dalam negeri telah dijajaki dan dilakukan ke tujuh Negara sehingga diharapkan menjadi salah satu sumber untuk meningkatkan pendapatan Negara ke depannya. 2. Kinerja Fungsi Pakan Ternak Kinerja fungsi pakan ternak yang dilaksanakan sejak tahun 2011 antara lain, yaitu: pengembangan integrasi ternak ruminansia dan ternak unggas dibeberapa kelompok dan lokasi. Untuk membantu kecukupan pakan ternak ruminansia telah dikembangkan pengembangan sumber benih/bibit HPT di UPT PUSAT dan UPT Daerah yang didistribusikan ke kelompok dalam kegiatan pengembangan sumber benih/bibit HPT. Selain 6

itu, dikembangkan pula padang penggembalaan ternak di 6 provinsi terutama di provinsi Indonesia Timur yaitu Papua Barat, NTT, NTB, Sulteng, Sultra dan Aceh. Untuk pemanfaatan lahan kehutanan telah dikembangkan HPT dilahan kehutanan pada beberapa kelompok. Selain itu, juga berhasil dilakukan pengembangan dan penanaman pakam berkalitas dan Pengembangan Unit Pengolahan Bahan Pakan (UBP), pengembang unit pengolah pakan baik untuk ruminansia maupun perunggasan. Untuk menjaga mutu pakan telah diperkuat laboratorium pakan daerah di enam lokasi serta pengawasan mutu pakan dan bimtek di seluruh provinsi. Sedangkan dari aspek regulasi telah dibuat 5 Peraturan Menteri Pertanian dibidang pakan. 3. Kinerja Fungsi Budidaya Ternak Berbagai upaya dan kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tersebut adalah pengembangan usaha budidaya ternak 3.941 kelompok, pembangunan pos IB/ULIB 600 Kelompok dan penguatan kelembagaan IB 3.787 Unit. Selanjutnya dalam meningkatkan dalam pelaksanaan IB telah dilakukan peningkatan kapasitas petugas IB 3.792 Orang, optimalisasi IB 5.564.374 Dosis, fasilitasi N2 cair 800.610 Liter dan kendaraan roda dua petugas IB. Untuk peningkatan kawin alam telah dilakukan pengadaan pejantan INKA 9.292 Ekor. Pengembangan indukan sapi di Papua dan Papua Barat serta pengembangan sapi potong pada kegiatan UPPO, Inpres Percepatan Daerah Tertinggal dan pengembangan budidaya ternak melalui SMD dan LM3 3.091 Kelompok. Ekspor babi, kambing dan domba dan ekspor obat hewan, merupakan keberhasilan penting selama kurun waktu lima tahun terakhir. 4. Kinerja Fungsi Kesehatan Hewan Pada aspek kesehatan hewan telah dilakukan berbagai upaya dan kegiatan, yaitu: kesiap-siagaan wabah 24.203.896 dosis, penguatan kelembagaan dan sumber daya kesehatan hewan 237 unit, penguatan laboratorium pengujian dan penyidikan veteriner dan penguatan survailant PHMSZ 344.952 Sampel. Dibidang obat hewan telah ditingkatkan kapasitas produksi obat hewan, peningkatan pengujian mutu obat hewan dan revitalisasi pengawas obat hewan di berbagai daerah sebesar 24.469.659 dosis. Penanggulangan gangguan reproduksi pada sapi dan kerbau dan penyakit parasiter sebesar 781.741 dosis untuk program swasembada daging sapi telah dikerjakan selama kurun waktu lima tahun terakhir. Kemandirian vaksin AI yang berasal dari strain virus local yang berasal dari master seed yang dapat dijadikan vaksin AI sehingga impor vaksin AI dapat dihentikan. Sedangkan regulasi terkait 7

bidang kesehatan hewan mencakup 4 Peraturan Menteri Pertanian dan 3 rancangan Permentan. Pembebasan dan mempertahankan PHMS yaitu penyakit Brucellosis di pulau Madura dan pulau Sumba, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Rabies di Jawa Timur, Jawa Tengah, DIY, DKI, Papua, Papua Barat, NTB, Kepulauan Riau, dan Kepulauan Bangka Belitung. Hog Cholera di provinsi Sumatera Barat 5. Kinerja Fungsi Kesmavet dan Pascapanen Upaya dan kegiatan untuk mendukung Kinerja Kesehatan Masyarakat Veteriner Dan Pascapanen adalah fasilitasi RPH 134 paket dan pembangunan tempat penampungan unggas 46 paket, penataan kios daging 76 unit di beberapa wilayah penting di Indonesia. Selain itu telah dilakukan pengadaan alat transportasi daging berpendingin 28 unit untuk RPH selain melengkapi jumlah cold storage 18 unit. Dibidang persusuan telah dibangun tempat pengumpulan susu di 33 kelompok peternak sapi perah. Selaian itu juga, telah dilakukan pengadaan peralatan kesmavet 88 paket dan peningkatan pelayanan teknis mutu produk hewan 94.972 sampel. Pada aspek sumber daya manusia telah dilakukan pembinaan SDM kesmavet dan pascapanen. Terkait regulasi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen telah diterbitkan 1 Peraturan Pemerintah, 12 Peraturan Menteri Pertanian, 3 rancangan Permentan dan 1 Standart Nasional Indonesia serta dua Standart Kompetensi Kerja Nasional. Sertifikasi Nomor Kontrol Veteriner (NKV) untuk unit usaha pangan asal hewan 6. Kinerja Fungsi Kesekretariatan Dari aspek Kesekretariatan dan Pelaksanaan Manajemen Pembangunan Peternakan Dan Kesehatan Hewan telah dilakukan perbaikan penyusunan perencanaan program dan anggaran 528 laporan, penyusunan LHP dan evaluasi program kegiatan serta penyediaan data informasi yang berkualitas 521 Laporan. Dari aspek kepegawaian organisasi hukum 57 laporan serta administrasi perkantoran telah dibenahi berbagai laporan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan termasuk penyusunan pelaksanaan administrasi keuangan dan asetnya yang makin berkualitas masing-masing sebesar 57 laporan dan 474 laporan. Pendataan ternak sapi potong, sapi perah dan kerbau yang merupakan kerjasama dengan BPS dengan metode sensus, pembangunan website Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, penerapan pengembangan 8

kawasan, penerapan ISO dan pelayanan rekomendasi untuk peningkatan kualitas pelayanan. Keberhasilan-keberhasilan tersebut mendorong indeks penerapan nilai budaya kerja dan indeks kepuasan masyarakat semakin meningkat dengan nilai mutu budaya kerja berklasifikasi baik dan indeks IKM juga meningkat dengan nilai baik. Dari aspek regulasi Peraturan Perundang- Undangan telah diselesaikan 5 Peraturan Pemerintah, satu Peraturan Presiden, 45 Peraturan Menteri Pertanian dan 90 keputusan menteri pertanian. Disamping itu telah dilakukan revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 menjadi undang-undang nomor 41 tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan. B. POTENSI DAN PERMASALAHAN Untuk mengetahui potensi dan permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan peternakan dan kesehatan hewan melalui kebijakan fungsifungsinya dapat dikaji melalui eksplorasi dan analisis lingkungan internal dan eksternal, yang mencakup aspek kekuatan (strengths), kelemahan (weakneses), peluang (opportunity), dan ancaman (threats). Analisis lingkungan terbagi atas lingkungan internal berupa aspek kekuatan dan kelemahan, sedangkan analisis lingkungan eksternal berupa peluang dan ancaman. Hasil analisis kedua factor tersebut dengan menggunakan metode system thingking atau analisis system dynamic adalah seperti ditunjukkan pada Tabel 1.4. Tabel 1.4. Analisis Lingkungan Strategis Aspek Internal Kekuatan a. Kekayaan jenis plasma nuftah b. Tersedianya biomas pakan c. Kemampuan konservasi lahan d. Tersedianya sumber pakan lokal e. Adanya keswan & kesmavet f. Bebas PMK Kelemahan a. Kelembagaan (efektifitas kemitraan, peran koperasi, dukungan perbankan & asuransi) Aspek Eksternal Peluang a. Pasar produk peternakan b. Potensi sumber daya & penggerak pertumbuhan ekonomi c. Political will kemitraan d. Kesadaran global (food safety, biosecurity, kesejahteraan hewan, dan kualitas lingkungan) e. Perkembangan teknologi Ancaman a. Persaingan dan liberalisasi pasar b. Ketergantungan sarana produksi dari impor c. Perubahan iklim yang berpengaruh 9

Aspek Internal b. Konsistensi kebijakan dan instrumentasi kebijakan c. Tumpang tindihnya peraturan dalam produksi dan bisnis) d. Ego sektoral e. Kemampuan SDM f. Infrastuktur (kualitas RPH, sarana transportasi) g. Law enforcement, reward dan punisment Aspek Eksternal pada pengadaan pakan & keshatan hewan d. Penurunan angkatan kerja di sektor peternakan e. Penyakit eksotik f. Kesepakatan internasional yang tidak menguntungkan (terkait HKI dan animal welfare) g. Persaingan dalam penggunaan lahan dan alih fungsi lahan Kebutuhan Protein Meat Inventory (kualitas ASUH) - - Sertifikasi dan Registrasi + + Konsumsi Daging Handling/transport + Coverage - + B B1 Kapasitas Produksi Daging - B7 + Protein Substitusi + + Harga Daging - Modal + B2 R3 + + Iklim Usaha + + + Import Daging R4 + Perizinan/ Sertifikasi Populasi Sosialisasi - B3 + + Jumlah Peternak - Import Ternak B5 Herd Inventory B6 + Kapasitas Lahan Pakan Area + + Penularan Zoonosis + Kompos - - + + Kapasitas Budidaya R1 + R2 - B4 Jumlah bibit + Import Bibit + + + Pertanian + Kapasitas Produksi Pakan + + R5 + + Produksi Benih vaksin&obat + R6 R + Teknologi Peternakan Kualitas Indukan + Gambar 1.1. Peta Dinamika Sistem Faktor Strategis Lingkungan Tugas Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan 10

Pada Tabel 1.4 melalui system dinamic akan tergambarkan hubungan antar faktor-faktor tersebut yang ditunjukkan oleh causal loop keterkaitan faktor strategis yang mengambil sudut pandang komoditi daging sebagai proxy untuk ketahanan dan kemandirian pangan asal ternak. Hasilnya adalah penggunaan total variabel yang diformulasikan dalam simulasi computer stock flow diagram pada Gambar 1.1 Sedangkan manajemen pengelolaan peternakan yang dilakukan oleh lima fungsi untuk memenuhi supply chains dan divalidasi serta analisis strategi diperoleh kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman seperti pada Tabel 1.5. Tabel 1.5. Revaluasi Faktor Lingkungan Internal-Eksternal Strategis untuk Analisis Strategi Aspek Internal Kekuatan a. Kekayaan jenis b. Biomas pakan c. Pakan lokal d. Keswan & kesmavet Kelemahan a. Kelembagaan (kemitraan, koperasi, perbankan ) b. Infrastuktur Aspek Eksternal Peluang a. Pasar produk b. Kesadaran global Ancaman a. Persaingan dan liberalisasi b. Ketergantungan impor produksi c. Penurunan angkatan kerja d. Penyakit eksotik e. Alih fungsi lahan Analisis berbagai faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman berdasarkan simulasi dengan berbagai skenario baik dengan parameter tunggal maupun agregat dari parameter terpilih yang mempunyai leverage disampaikan pada Tabel 1.6. 11

Tabel 1.6. Analisis Lingkungan Strategis Untuk Analisis Strategi Kekuatan: - Kekayaan jenis - biomas pakan - pakan lokal - keswan & kesmavet Kelemahan: - Kelembagaan (kemitraan, koperasi, perbankan) - Infrastuktur Peluang: - Pasar produk - Kesadaran global Ancaman: - Persaingan dan liberalisasi - Ketergantungan impor produksi - Penurunan angkatan kerja - Penyakit eksotik alih fungsi lahan - Meningkatkan daya saing melalui pemanfaatan sumber daya lokal - Meningkatkan building capacity ayam buras - Meningkatkan maksimum security - Memetakan lahan dan sentra ternak - Pengembangan peternakan bioindustri berkelanjutan - Pengembangan sistem kesehatan hewan - Pengembangan system pendukung biobisnis peternakan - Mendistribusikan ternak dari daerah padat ke daerah pakan berlimpah - Mengembangkan kawasan perbibitan berbasis kepulauan - Mengembangkan sentra ternak dan pakan ternak berbasis tanaman - Restrukturisasi pasar peternakan - Penguatan kelembagaan usaha peternakan dan keswan - Mengembangkan system investasi - Pengembangan kawasan - Pengembangan sistem pendukung biobisnis peternakan - Penyusunan transformasi peternakan rakyat ke industri - Penguatan kelembagaan usaha peternakan dan keswan - Memperlancar arus produk peternakan - Memperkuat regulasi untuk kemandirian dan kemapanan peternak - Memperkuat infrastruktur peternakan dan keswan - Merevitalisasi kelembagaan usaha menuju koperasi - Memperkuat tataniaga dan pemberian instensif 12

BAB II VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 13

BAB II VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Berdasarkan analisis internal dan eksternal serta menjaga konsistensi program, maka, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, menyusun Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran organisasi. A. VISI Visi ini telah mempertimbangkan keselarasan dengan Visi Presiden yang tertuang di dalam Nawa Cita yaitu Terwujudnya Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian. Demikian juga Visi Kementerian Pertanian yaitu Terwujudnya Sistem Pertanian Bio-Industri Berkelanjutan Yang Menghasilkan Beragam Pangan Sehat Dan Produk Bernilai Tambah Tinggi Berbasis Sumberdaya Lokal Untuk Kedaulatan Pangan Untuk Kesejahteraan Petani. Kedaulatan pangan adalah hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan (asal ternak) yang menjamin hak atas pangan (asal ternak) bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Sedangkan keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. B. MISI Terwujudnya Kedaulatan dan Keamanan Pangan Asal Ternak Untuk mencapai visi terwujudnya kedaulatan dan keamanan pangan asal ternak maka Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mempunyai misi: 1. Mewujudkan kedaulatan/ kemandirian pangan asal ternak 2. Meningkatkan nilai tambah dan daya saing ternak dan produk ternak. 3. Mengembangkan peternakan dan kesehatan hewan berbasis bioindustri berkelanjutan. 4. Meningkatkan kualitas pelayanan publik bidang peternakan dan kesehatan hewan. 14

C. TUJUAN Tujuan yang hendak dicapai dalam penyelengaraan pembangunan peternakan dan kesehatan, adalah: 1. Meningkatkan populasi, produksi dan produktivitas ternak. 2. Meningkatkan kualitas komoditas ternak 3. Meningkatkan produk ternak yang ASUH dan berorientasi ekspor 4. Meningkatkan status kesehatan hewan. 5. Mengembangkan usaha peternakan yang terintegrasi 6. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak D. SASARAN Untuk mewujudkan, visi, misi dan tujuan pembangunan peternakan dan keswan, sasaran yang ingin dicapai adalah: 1. Meningkatnya produksi pangan asal ternak 2. Meningkatnya daya saing peternakan 3. Meningkatnya kesejahteraan peternak Masing-masing sasaran tersebut mempunyai indikator yang ingin dicapai selama kurun waktu 2015 2019 yang selanjutnya disebut Indikator Kinerja Utama (IKU). Adapun IKU tersebut dapat dirumuskan pada Tabel 2.1 15

Tabel 2.1. Indikator Kinerja Utama (IKU) No Sasaran Strategis 1. Peningkatan produksi pangan asal ternak 2. Peningkatan daya saing peternakan 3. Peningkatan kesejahteraan peternak Indikator a. Produksi daging sapi kerbau (000 ton) b. Produksi daging ternak lainnya (000 ton) c. Produksi telur (000 ton) d. Produksi susu (000 ton) a. Peningkatan status kesehatan hewan (terbebaskannya dari target yang telah ditetapkan) % b. Jumlah sertifikat (volume) c. Jumlah ekspor obat hewan (volume) d. Jumlah ekspor semen beku (volume) e. Jumlah ekspor produk peternakan (volume) f. Jumlah ekspor ternak hidup (volume) Nilai Tukar Peternakan (indeks) TARGET 2015 2016 2017 2018 2019 545,29 3.438,01 3.131,89 799,97 70 25.865 588,56 3.678,67 3.393,36 850,77 73 26.000 639,61 3.796,88 3.565,86 910,57 76 27.000 694,96 3.969,57 3.655,43 980,88 78 28.000 755,04 4.167,51 3.770,04 1.063,56 80 29.000 106,94 107,23 107,53 107,82 108,12 16

BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN 17

BAB III ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI, KERANGKA REGULASI DAN KERANGKA KELEMBAGAAN A. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN Dalam kurun waktu 2015-2019 arah kebijakan yang ditempuh oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan mengacu dengan arah kebijakan jangka menengah pembangunan pertanian nasional. Kebijakan pembangunan pertanian tersebut adalah mewujudkan sistem pertanian bioindustri berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan sehat dan produk bernilai tambah tinggi berbasis sumber daya lokal untuk kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani. Kementerian Pertanian telah menetapkan 8 tahapan menuju pertanian industri. Tahapan periode tahun 2015-2019 dirumuskan untuk kokohnya pondasi bioindustri yang berkelanjutan, sehingga pada tahun 2045 yaitu tahapan akhir pertanian bioindustri, dapat terwujud tahapan pertanian Indonesia bermartabat, mandiri, maju, adil dan makmur. Gambar 3.1. Tahapan Menuju Pertanian Bioindustri 18

Mengacu pada rumusan di atas, maka Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan pada 2015-2019 menetapkan arah kebijakan Terwujudnya Kedaulatan dan Keamanan Pangan Asal Ternak mendukung kokohnya pondasi bioindustri yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan Terwujudnya Kedaulatan dan Keamanan Pangan Asal Ternak langkah yang akan ditempuh pembangunan pertanian adalah (i) menjadikan komoditas ekspor, penyedia bahan baku bioindustri dan bio energy dengan pendekatan kawasan, (ii) meningkatkan kualitas, nilai tambah dan daya saing produk pertanian, (iii) menyediakan prasarana dan sarana dasar pertanian, (iv) memberikan perlindungan dan pemberdayaan petani, dan (v) meningkatkan tata kelola kepemerintahan yang baik. B. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN Selaras dengan arah kebijakan pembangunan pertanian maka Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan merumuskan strategi untuk pemenuhan pangan asal ternak dan pembangunan agribisnis peternakan rakyat sebagai berikut: 1. Pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetik lokal Indonesia memiliki sumber daya plasma nutfah yang merupakan sumber daya genetic local yang berlimpah. Oleh karena itu pelestarian dan pemanfaatannya melalui berbagai program konversi dan pemuliabiakan harus terus dilanjutkan dan menjadi strategi pembangunan peternakan dan kesehatan hewan. Untuk melindungi sumber daya genetic local pemerintah telah menyusun pelestarian dan pemanfaatan ternak local yang berpotensi untuk dikembangkan yaitu: ternak asli sapi yang meliputi 6 rumpun, kerbau 6 rumpun asli, kambing 5 rumpun, domba 6 rumpun, ayam 7 rumpun, itik 13 rumpun dan kuda 1 rumpun asli. Pemerintah akan mengatur dari sisi konsumsi ternak tersebut dan pelestariannya. 2. Penguatan kawasan dan kelembagaan peternakan Pemerintahan Jokowi JK telah memutuskan untuk membangun dari pinggiran. Oleh karena itu fokus pembangunan peternakan dan kesehatan hewan diarahkan kepada pembangunan kawasan. Telah diputuskan terdapat 100 kawasan pengembangan sapi potong, 13 kawasan pengembangan kebau, 11 kawasan pengembangan kambing, 6 kawasan pengembangan sapi perah, 5 kawasan pengembangan domba dan 9 pengembangan kawasan babi diberbagai kabupaten/kota di Indonesia. Pengembangan kawasan akan memperkuat kelembagaan peternakan dan 19

kesehatan hewan yang diharapkan dapat memperkuat simpul-simpul pelayanan teknis pelayanan ekonomi lainnya. 3. Penguatan infrastruktur dan pelayanan teknis Penguatan infrastruktur dan peningkatan pelayanan teknis merupakan menjadi dua hal yang saling mendukung. Pelayanan teknis peternakan dan kesehatan hewan menjadi optimal apabila ada infrastrukturnya. Oleh karena itu dalam hal pelayanan teknis melalui fungsi-fungsi pembangunan peternakan dan keswan yaitu pelayan perbibitan, budidaya, pakan, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner dan pasca panen masing-masing memerlukan infrastruktur sesuai dengan fungsinya. Pelayanan fungsi-fungsi peternakan sangat memerlukan adanya unit pelayanan teknis yang dapat menjangkau sampai ditingkat lapangan. Oleh karena itu dalam kurun waktu 5 tahun mendatang diperlukan penguatan UPT baik UPT pusat maupun UPT daerah. Ditingkat lapangan juga akan diperkuat infrastruktur pelayanan fungsi yaitu pendirian village breeding center, lumbung pakan, puskeswan, pos IB, sampai kepada sarana padang penggembalaan terutama di wilayah timur Indonesia. 4. Pemberdayaan Peternakan dan Daya Saing Pemberdayaan peternak sesuai yang diamanahkan dalam Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2013 bahwa pemberdayaan peternak adalah segala upaya yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah Kabupaten/Kota dan pemangku kepentingan di bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk meningkatkan kemandirian, memberikan kemudahan dan kemajuan usaha, serta meningkatkan daya saing dan kesejahteraan Peternak. Dengan demikian pemberdayaan peternak mencakup daya saingnya. Untuk ini akan dibuka akses dan kemudahan peternak terhadap sumber pembiayaan, permodalan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi. 5. Peningkatan jumlah dan penguatan kapasitas (kualitas) SDM peternakan dan kesehatan hewan Angkatan kerja peternakan dan kesehatan hewan menunjukkan kecenderungan yang semakin menua. Hal tersebut menunjukkan bahwa lapangan usaha peternakan dan kesehatan hewan mulai tidak menarik bagi generasi muda. Data sakernas menunjukkan bahwa tenaga kerja subsektor peternakan pada tahun 2013 didominasi oleh tenaga kerja laki-laki sebanyak lebih dari 2,4 juta orang (58,7%) sedangkan komposisi tenaga kerja perempuan lebih dari 1,7 juta orang (41, 3%) pada umumnya tenaga kerja perempuan berpendidikan SD masih cukup dominan. Data sakernas menunjukkan juga bahwa lebih dari 1,6 juta orang (37,1%) berpendidikan 20

SD. Oleh karena itu, peningkatan jumlah dan penguatan kapasitas SDM peternakan dan kesehatan hewan menjadi kunci dari strategi lainnya. Upaya peningkatan tersebut dilakukan melalui pendidikan formal maupun informal. Melalui program pemerintah selalu terkait di dalamnya untuk peningkatan jumlah dan penguatan kapasitas SDM. 6. Penerapan Teknologi dan Sistem Informasi Peternakan dan Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan menyadari bahwa penerapan teknologi merupakan faktor terpenting untuk peningkatan produksi dan produktivitas ternak. Saat ini tingkat kematian, angka kesakitan, pertambahan berat badan, lamanya calving interval dan masalah kurangnya pakan pada musim kemarau dan masih lemahnya penataan pemotongan ternak (TPH) disadari dapat dipecahkan dengan penerapan teknologi dibidang pembibitan, budidaya, pakan, kesehatan hewan, dan kesehatan masyarakat veteriner melalui teknologi dan bioteknologi. Penerapan teknologi dapat ditempuh dengan melakukan kerja sama dengan lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Demikian juga untuk sistem informasi akan ditempuh mengikuti perkembangan yang berbasis computer, antara lain: dibidang perencanaan sudah mulai diterapkan e- planning dan bidang pengadaan barang dan jasa melalui e-procurement. Dibidang teknis pelayanan dikembangkan sms gateway untuk pemotongan ternak dan ISIKHNAS untuk kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner, menjadi bagian e-government. 7. Penguatan Regulasi Peternakan dan Kesehatan Hewan Dalam hal regulasi penguatan akan terus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan telah direvisi menjadi Undang-Undang No. 41 tahun 2014 tentang Peternakan Dan Kesehatan Hewan. Sebagai turunannya Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah banyak menyusun Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Pertanian. Sesuai dengan perkembangan, berbagai peraturan tersebut akan mengalami penambahan, revisi, atau pencabutan. 8. Mendorong insentif peternakan Mendorong insentif peternakan akan dilakukan ditngkat peternak maupun badan usaha berbentuk koperasi, BUMN, BUMD dan Perusahaan. Insentif dapat diberikan dalam pemberian bantuan modal khususnya kepada peternak sasaran, pembebasan bea masuk untuk bibit, pembebasan pajak 21

dan berbagai kemudahan lainnya untuk menarik investasi. Diakui bahwa investasi di bidang peternakan dan kesehatan hewan realisasinya masih rendah tidak sesuai harapan. Dalam rangka menuju kemandirian dan keamanan pangan menuju bioindustri peternakan dan kesehatan hewan maka berbagai bentuk insentif akan dikembangkan sesuai dengan peraturan perundangan. Insentif mengandung arti perlindungan terhadap petani peternak dan sumber daya lokal. Oleh karena itu bentuk-bentuk insentif ini akan berbeda dengan untuk korporasi. 9. Perbaikan Tata Niaga Ternak dan Produk Ternak Mata rantai yang panjang komoditas ternak dan produknya sudah lama disadari. Tata niaga ternak potong yang sangat panjang dari wilayah produsen ternak di NTB, NTT, dan Sulawesi Selatan ke Jakarta sebagai wilayah konsumen menyebabkan peternak menerima margin keuntungan yang kecil dibandungkan pedagang, distributor dan pengecer. Untuk peternakan unggas khususnya ayam ras masalah tata niaga dan pemasaran produknya terjadi sebagai akibat pertentangan antara peternak mandiri, kemitraan dan perusahaan. Perusahaan cenderung mengusahakan dalam usaha yang terintegrasi sehingga usahanya menjadi lebih efisien. Dalam kurun waktu lima tahun kedepan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan akan meningkatkan koordinasi lintas sektor khususnya dengan Kementerian terkait. Dengan Kementerian Perhubungan terus dijajaki adanya pengadaan kapal ternak untuk lebih meningkatkan pendapatan peternak di daerah produsen sebagai akibat berkurangnya kerugian pasca panen. Selain itu di daerah-daerah produsen ternak akan dibangun rumah potong hewan (RPH) modern sehingga angkutan ternak digantikan oleh mata rantai dingin untuk mengurangi perlakuan yang tidak sesuai dengan kaidah animal welfare. Dengan Kementerian Perdagangan terus akan dilakukan kerjasama dalam bentuk tim misalnya tim harga agar harga tidak naik dan menyesuaikan dengan suplay ternak lokal. C. KERANGKA REGULASI DAN KELEMBAGAAN Operasionalisasi dari kebijakan tersebut memerlukan piranti regulasi sehingga kebijakan dapat terlaksana dengan baik di lapangan. 1. Kerangka Regulasi Kerangka regulasi adalah kebutuhan regulasi yang diperlukan dalam rangka kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan dan kepentingan para stakeholder. Selama kurun waktu 2015 2019 regulasi yang dibutuhkan banyak terkait dengan peraturan daerah yang mengatur: tataruang peternakan dan keswan; pengendalian 22

pemotongan betina produktif; penetapan kawasan peternakan; pengembangan ternak dilahan sawit/hutan, pelayanan kesehatan masyarakat veteriner dan pascapanen. Selain itu akan didorong dan diarahkan badan, instansi dan berbagai perusahaan untuk mengembangkan CSR/BKBL di bidang peternakan dan kesehatan hewan. Tata ruang memerlukan regulasi di bidang lahan yaitu percepatan penerbitan pergub/perbup untuk penyempurnaan peraturan daerah nomor 41/2009. Di bidang sarana dan prasarana serta pembiayaan diperlukan regulasi sarana peternakan untuk pengembangan sistem perbenihan dan mempercepat serta mempermudah persyaratan akses peternak pada skim kredit. Untuk perlindungan peternak sebagai implementasi Undang- Undang Nomor 19/2013 masih perlu dikembangkan beberapa peraturan pemerintah dan peraturan menteri pertanian. Kebutuhan regulasi lainnya terkait dengan bidang ekspor dan impor produk peternakan dan regulasi untuk kemudahan investasi pada sector peternakan dan kesehatan hewan. 2. Kerangka Kelembagaan Kelembagaan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan selama ini mengacu pada Permentan Nomor 61 Tahun 2010 sebagai bagian dari organisasi Kementerian Pertanian, kelembagaan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan kurun waktu 2015 2019 akan terus menyesuaikan dengan tuntutan pelayanan masyarakat. Saat ini dirasakan perlunya tambahan organisasi atau unit kerja baru atau penggabungan unit kerja. Pelayanan yang dirasa mendesak adalah pelayanan untuk pembinaan dan pengembangan rumah potong hewan dan perbibitan untuk memperbaiki sistem yang sudah terbentuk. Di samping itu, sudah dirasakan adanya tumpang tindih beberapa unit kerja dan beberapa kegiatan yang dilaksanakan di lapangan. Oleh karena itu, kelembagaan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan akan menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan manajemen yang selalu berubah. Organisasi maupun kelembagaan perubahan secara dinamis tersebut menyesuaikan dengan organisasi dan kelembagaan lintas sektor atau lintas kementerian serta lintas wilayah dengan pemda dan pihak swasta. 23

BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN 24

BAB IV PROGRAM DAN KEGIATAN A. PROGRAM Dengan melihat berbagai permasalahan, potensi dan tantangan serta peluang yang telah dianalisis berdasarkan analisis SWOT dengan pendekatan system dynamic maka dalam tahun anggaran 2015-2019 Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan telah merumuskan programnya yaitu Pemenuhan Pangan Asal Ternak dan Agribisnis Peternakan Rakyat. Terdapat 2 (dua) kata kunci dalam program tersebut, yaitu: pemenuhan pangan asal ternak yang mengarah pada pencapaian peningkatan populasi dan produksi ternak (daging, telur dan susu). Kata kunci kedua adalah agribisnis peternakan rakyat yang m Terdapat 2 (dua) kata kunci dalam program tersebut, yaitu: pemenuhan pangan asal ternak yang mengarah pada pencapaian peningkatan populasi dan produksi ternak (daging, telur dan susu). Kata kunci kedua adalah agribisnis peternakan rakyat yang mengarah pada peningkatan daya saing peternakan dan kesehatan hewan. Program ini dilakukan dengan pendekatan ekonomis, pendekatan agribisnis dan pendekatan teknis. Dengan pendekatan ekonomis yaitu perbaikan tataniaga ternak dan produk ternak, mendorong insentif peternakan dan pemberdayaan peternak maka sasarannya adalah peningkatan produksi daging, telur dan susu. Sasaran lainnya adalah pengembangan ekspor dan daya saing yang mencakup komoditas kambing dan babi serta produk ternak berupa kulit, tanduk, semen beku dan obat hewan. Nilai tukar peternak juga menjadi sasaran dengan pendekatan ekonomis. Pendekatan agribisnis berupa penguatan kawasan dan kelembagaan peternakan, regulasi peternakan dan kesehatan hewan serta penerapan teknologi dan sistem informasi. Adapun yang menjadi fokus komoditas dan lokasinya adalah pengembangan delapan komoditas peternakan sapi potong, sapi perah, kerbau, kambing, domba, ayam lokal, itik, babi dan ayam ras yang mengarah pada pengolahan. Melalui pendekatan agribisnis juga akan dikembangkan pengembangan kawasan dan peternakan komunal. Pendekatan teknis yaitu penguatan infrastruktur pelayanan teknis peternakan dan kesehatan hewan, pelestarian dan pemanfaatan sumber daya genetic lokal serta peningkatan jumlah dan penguatan kapasitas SDM peternakan dan kesehatan hewan melalui kegiatan utama: produksi ternak, produksi pakan ternak, produksi bibit ternak, peningkatan penanganan kesehatan hewan dan penjaminan pangan yang ASUH dan pascapanen. 25

Program dan kegiatan ini diarahkan untuk tercapainya produksi pangan asal ternak untuk mencapai kemandirian dan kedaulatan pangan nasional. B. KEGIATAN Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 pasal 1 disebutkan bahwa pengertian Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja pada kementerian Negara/lembaga atau unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil (sumber daya manusia), barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, maka kegiatan utama yang akan diimplementasikan dalam tahun 2015-2019 adalah kegiatan produksi bibit ternak, produksi ternak, produksi pakan ternak, penanganan PHMS, jaminan pangan yang ASUH dan kegiatan dukungan manajemen teknis. Hasil kinerja utama fungsi kegiatan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan yang ingin dicapai adalah: 1. Fungsi perbibitan. a. Produksi Bibit Ternak, dengan indicator; Jumlah produksi semen beku (dosis); Jumlah produksi embrio ternak (embrio);jumlah produksi bibit ternak ruminansia (ekor); Jumlah produksi bibit ternak unggas dan babi (ekor); b. Penguatan Kelembagaan Perbibitan, dengan indicator, Jumlah kelompok pembibitan ternak yang menerapkan prinsip-prinsip pembibitan; Jumlah penetapan wilayah sumber bibit dan penetapan/pelepasan rumpun/galur ternak (Kepmentan); Jumlah kelompok pembibitan yang berbadan hukum (kelompok); dan Jumlah kelembagaan yang menerapkan manajemen mutu (unit); c. Jaminan mutu bibit, dengan indicator Jumlah bibit bersertifikat (sertifikat); Jumlah bibit ber SKLB. 2. Fungsi budidaya ternak a. Perbaikan manajemen pemeliharaan ternak, dengan indicator: Penurunan Calving Interval (bulan); Penurunan SC (rasio); Jumlah kebuntingan hasil IB (ekor); Jumlah kebuntingan hasil Kawin Alam (ekor); Jumlah kelahiran hasil IB dan Kawin Alam (ekor); Jumlah 26

kelahiran ternak lainnya (kambing, domba, babi) (ekor); Jumlah ternak unggas siap potong (ekor); Jumlah telur yang dihasilkan (kg); Jumlah surat keterangan atau sertifikat penerapan prinsip-prinsip GFP. b. Penguatan Usaha dan Kelembagaan Peternak, dengan indikator Jumlah kelompok ternak yang berbadan hukum (klpk); Jumlah kelompok/gapoktan yang mampu mengakses sumber pembiayaan (klpk); Jumlah kawasan peternakan yang terbangun (lokasi); Jumlah plasma peternak unggas (peternak); Jumlah regulasi bidang budidaya ternak. 3. Fungsi pakan ternak a. Produksi HPT berkualitas, dengan indikator; jumlah produksi HPT (ton/bk); Jumlah bibit/benih HPT (stek) b. Produksi pakan olahan dan bahan pakan, dengan indikator; Jumlah produksi pakan olahan dan bahan pakan (ton); peningkatan PBBH (kg/ekor/hari); dan Peningkatan produksi susu (liter/ekor/hari) c. Peningkatan mutu dan keamanan pakan, dengan indikator: penerbitan sertifikat mutu, NPP dan CPPB 4. Fungsi kesehatan hewan a. Peningkatan status kesehatan hewan, dengan indikator, Jumlah wilayah kejadian penyakit berbasis surveilans (wilayah); Jumlah wilayah pencegahan dan pemberantasan PHMS (wilayah); Jumlah wilayah penanganan gangguan reproduksi (wilayah); Jumlah pembebasan wilayah PHMS (wilayah); Jumlah wilayah bebas PHMS (wilayah) b. Jumlah sertifikat yang diterbitkan, dengan indicator: CPOHB; Nomor pendaftaran obat hewan; Kompartemen bebas AI; Kesehatan hewan ekspor-impor (SRP) c. Peningkatan produksi vaksin dan bahan biologik serta obat hewan, dengan indikator: Jumlah produksi vaksin, bahan biologik dan obat hewan (dosis) d. Peningkatan pelayanan kesehatan hewan, dengan indikator: Jumlah unit pelayanan kesehatan hewan e. Penguatan sistem informasi kesehatan hewan nasional, dengan indikator: Jumlah kabupaten/kota yang telah menerapkan isikhnas 5. Fungsi kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pascapanen a. Jaminan Keamanan Pangan Asal Ternak, dengan indikator; Jumlah pengujian produk pangan asal ternak (sampel); Jumlah NKV (unit usaha); Jumlah Sertifikat Pangan Asal Ternak (buah) 27

b. Jumlah unit yang menerapkan prinsip pencegahan penularan zoonosis (unit ) c. Jumlah unit yang menerapkan kesrawan (unit) d. Pemenuhan persyaratan teknis produk ternak prospektif, dengan indikator: Jumlah sertifikat/surat Keterangan produk ternak prospektif 6. Fungsi kesekretariatan a. Implementasi SAKIP, dengan indicator penilaian SAKIP; kontribusi opini BPK terhadap kinerja pembangunan b. Sistem informasi, dengan indicator; sistem informasi yang terpelihara, dan jumlah sistem informasi yang dibangun c. Informasi capaian kinerja, dengan indicator, jumlah dan kualitas capaian kinerja dan ketepatan waktu penyampaian informasi kinerja d. NSPK dan regulasi, dengan indicator, jumlah NSPK yang diterbitkan, jumlah regulasi yang diterbitkan e. IPNBK dan IKM, dengan indicator: Indeks IPNBK dan IKM f. Kualitas pelayanan informasi publik. Untuk menghasilkan kinerja output fungsi tersebut, akan dilakukan berbagai aktifitas kegiatan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan, sebagai berikut: 1. Meningkatkan produksi bibit ternak : a. Meningkatkan produksi benih ternak (dosis) b. Meningkatkan produksi bibit ternak (ekor) c. Memperkuat kelembagaan perbibitan ternak (kelompok) d. Memperkuat wilayah perbibitan 2. Meningkatkan produksi ternak : a. Mengembangkan budidaya sapi potong, sapi perah dan kerbau yang menerapkan GFP (kelompok) b. Mengembangan ruminansia kecil yang menerapkan GFP (kelompok) c. Mengembangakan budidaya ternak unggas dan aneka ternak yang menerapkan GFP (kelompok) d. Memperkuat kelembagaan peternak (kegiatan) e. Optimalisasi IB dan gertak berahi (akseptor) 3. Meningkatkan produksi pakan ternak : a. Mengembangkan HPT (stek) b. Mengembangkan pakan olahan/bahan pakan (ton) c. Mengembangkan mutu dan keamanan pakan (sampel) 28

4. Meningkatkan penanganan PHMSZ : a. Melaksanakan Pengendalaian, pencegahan dan pemberantasan PHMSZ (dosis) b. Melaksanakan Penyidikan dan pengujian penyakit hewan dan sertifikasi obat hewan (sampel) c. Memperkuat kelembagaan otovet (unit) d. Memproduksi vaksin dan bahan biologis (dosis) e. Memperkuat Siskeswanas (provinsi) 5. Peningkatan jaminan pangan yang ASUH : a. Menerapkan penjaminan produk hewan yang ASUH (unit) b. Mencegah penularan zoonosis (unit) c. Melaksanakan penerapan Kesrawan (unit) d. Melaksanakan pemenuhan pesyaratan teknis produk hewan prospektif (unit usaha) 6. Peningkatan dukungan manajemen teknis dan kesekretariatan : a. Melaksanakan penerapan SAKIP (Dokumen) b. Melaksankan dukungan kesekretariatan lainnya 29

BAB V PEMBIAYAAN DAN INDIKATOR KINERJA UTAMA 30

BAB V PEMBIAYAAN DAN INDIKATOR KINERJA UTAMA A. PEMBIAYAAN Pembiayaan untuk pembangunan peternakan dan kesehatan hewan dapat berasal dari sektor pemerintah, swasta dan masyarakat. Dari sektor pemerintah dapat dilakukan melalui dana APBN, APBD provinsi dan APBD kabupaten/kota, sedangkan dari sektor swasta dapat berasal dari PMA dan PMDN dan dari sektor masyarakat berupa swadaya masyarakat untuk investasi di bidang peternakan dan kesehatan hewan. Pembiayaan tersebut diharapkan dapat menumbuhkan PDB peternakan dan membuka kesempatan kerja. 1. Pembiayaan Dari Pemerintah (APBN dan APBD) Dalam rangka mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan, maka Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan diharapkan dapat merumuskan kebijakan dan melaksanakan kebijakan, menggerakkan fungsi-fungsi peternakan dan kesehatan hewan di bidang pengembangan perbibitan, pakan, budidaya ternak, kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner dan pascapanen serta meningkatkan kualitas pelayanan publik dibidang peternakan dan kesehatan hewan. Fungsi APBN diharapkan dapat menjadi faktor stabilisasi, distribusi dan alokasi untuk mengungkit berbagai kegiatan yang ada di masyarakat. Adapun pembiayaan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan yang bersumberkan dari APBN selama tahun 2015 2019 disampaikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Pembiayaan Pembangunan Peternakan dan Kesehatan Hewan Tahun 2015-2019 Anggaran (Rp. Miliar) TOTAL No FUNGSI 2015 2016 2017 2018 2019 1 Perbibitan 370,79 555,00 571,00 600,00 630,00 2.726,79 2 Budidaya 1.209,65 1.129,41 1.417,84 1.541,04 1.682,40 6.980,35 3 Pakan 887,63 746,13 800,43 874,00 980,00 4.288,18 4 Keswan 402,01 420,45 444,49 455,97 531,21 2.254,12 5 Kesmavet PP 178,90 192,30 201,22 210,78 220,80 1.004,02 6 Sekretariat 293,80 316,30 331,30 347,40 364,70 1.653,51 TOTAL 3.3342,78 3.359,59 3.766,28 4.029,20 4.409,11 18.906,96 31