PENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK DALAM MANAJEMEN TRANSPORTASI UNTUK MENGATASI KEMACETAN DI DAERAH PERKOTAAN

dokumen-dokumen yang mirip
PENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK DALAM MANAJEMEN TRANSPORTASI UNTUK MENGATASI KEMACETAN LALULINTAS DI KOTA PEKANBARU

REKAYASA TRANSPORTASI LANJUT UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA

PENGEMBANGAN MODEL PERILAKU HUBUNGAN ANTARA SISTEM TATA RUANG DAN SISTEM TRANSPORTASI DI WILAYAH PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SYSTEM DYNAMIC

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang


BAB 2 TINJAUAN TEORI

Analisis Kebutuhan Parkir dan Kajian Dampak Lalu Lintas Gedung Pusat Perbelanjaan Ramayana Makassar

Alternatif Pemecahan Masalah Transportasi Perkotaan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. oleh Negara Negara yang telah maju maupun oleh Negara yang sedang

Aditya Putrantono Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. proses mengangkut dan mengalihkan dengan menggunakan alat pendukung untuk

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota 1.1 LATAR BELAKANG

HUBUNGAN TINGKAT KEMACETAN DAN TINGKAT PERTUMBUHAN JUMLAH WISATAWAN DI KOTA BANDUNG: PENDEKATAN SYSTEM DYNAMICS TESIS NURILLAH UTAMI NIM :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Transportasi merupakan proses pergerakan atau perpindahan orang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN PENDUDUK BERDASARKAN DATA MATRIKS ASAL TUJUAN KOTA MANADO ABSTRAK

TUGAS AKHIR. Oleh : BENI ANGGID LAKSONO L2D

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan sebagai bagian dari sektor transportasi memiliki peran untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Sistem jaringan jalan terdiri dari sistem jaringan jalan primer dan sistem

MODEL DINAMIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN BERDASARKAN PERKEMBANGAN GUNA LAHAN (STUDI KASUS KOTA SEMARANG) TUGAS AKHIR

KAJIAN PENERAPAN SISTEM DINAMIS DALAM INTERAKSI TRANSPORTASI DAN GUNA LAHAN KOMERSIAL DI WILAYAH PUSAT KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. Dalam wilayah suatu negara akan ada kota yang sangat besar, ada kota

NINDYO CAHYO KRESNANTO. .:

POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAERAH PERI-URBAN DENGAN PENDEKATAN MODEL DINAMIS (Studi Kasus : Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TRANSPORTASI SEBAGAI SUATU SISTEM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sistem transportasi seimbang dan terpadu, oleh karena itu sistem perhubungan

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. Bertambahnya penduduk seiring dengan berjalannya waktu, berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari lima Kota Besar di Indonesia adalah Kota Medan dengan

BAB III METODE PENELITIAN

IDENTIFIKASI KINERJA JARINGAN JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA SRAGEN TUGAS AKHIR. Oleh : S u y a d i L2D

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha,

MANAJEMEN TRANSPORTASI DARAT Mengatasi Kemacetan Lalu Lintas di Kota Besar (Jakarta)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Permasalahan tersebut sangat dipengaruhi oleh sistem ruang wilayah dan

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. satu tempat ke tempat lain untuk berbagai aktivitasnya, dan semua manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Namun pada kenyataannya yang terjadi saat ini perkembangan kota selalu lebih

TUGAS AKHIR. Oleh: RICO CANDRA L2D

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Negara berkembang mirip dengan Negara lainnya. Pertumbuhan

Studi Rencana Induk Transportasi Terpadu Jabodetabek (Tahap II) Laporan Akhir: Ringkasan Laporan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Medan merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Umum. Indonesia, telah banyak mengalami perkembangan yang pesat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pendapatan yang rendah, terbatasnya sumber daya, khususnya dana, kualitas dan

EFEKTIVITAS JALUR SEPEDA MOTOR PADA JALAN PERKOTAAN MENGGUNAKAN MODEL SIMULASI-MIKRO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota sebagai perwujudan aktivitas manusia senantiasa mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.

MODEL BANGKITAN PERGERAKAN ZONA KECAMATAN PALU BARAT KOTA PALU

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan yang terjadi antara dua tempat yaitu tempat di mana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Tamin, 1997). Bangkitan Pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesatnya pembangunan yang berwawasan nasional maka prasarana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Simulasi Pemodelan Transportasi pada Jaringan Jalan Menggunakan Aplikasi Saturn

PERBANDINGAN BEBERAPA METODE TRIP ASSIGMENT (PEMBEBANAN PERJALANAN) DALAM PEMODELAN TRANSPORTASI FOUR STEP MODEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukannya. Pergerakan dikatakan juga sebagai kebutuhan turunan, sebab

BAB I PENDAHULUAN. A. Umum. Sebagai Negara yang baru di bangun dengan sarana dan prasarana yang

1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai

KAJIAN KINERJA JALAN ARTERI PRIMER DI SIMPUL JALAN TOL JATINGALEH KOTA SEMARANG (Studi Kasus : Penggal Ruas Jalan Setia Budi)

BAB I PENDAHULUAN. Jaringan jalan raya merupakan prasarana transportasi darat yang. memegang peranan penting dalam sektor perhubungan terutama guna

PRIORITAS PENANGANAN PERMASALAHAN TRANSPORTASI PADA JALAN ARTERI PRIMER DI KOTA PEKALONGAN TUGAS AKHIR. Oleh : TRI AJI PEFRIDIYONO L2D

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan transportasi di daerah Yogyakarta terjadi sebagai salah satu

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. berpenduduk di atas 1-2 juta jiwa sehingga permasalahan transportasi tidak bisa

PERENCANAAN WILAYAH KOMERSIAL STUDI KASUS RUAS JALAN MARGONDA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. Transportasi memainkan peranan penting dalam membantu perkembangan

KOORDINASI SIMPANG BERSINYAL PADA SIMPANG KENTUNGAN-SIMPANG MONJALI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 12 (Duabelas)

ANALISIS POLA PERJALANAN MASYARAKAT KOTA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PERGERAKAN BANGKITAN PERUMAHAN TERHADAP LALU LINTAS. Juanita 1*

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. tentunya dengan perencanaan terpadu dengan peningkatan kegiatan manusia di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KAJIAN PERSEBARAN LALU LINTAS KAWASAN JALAN SEMERU DAN JALAN KAWI ATAS KOTA MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kian meningkat dalam aktivitas sehari-harinya. Pertumbuhan sektor politik,

Kaji Banding Waktu Tundaan Dua Persimpangan Terkoordinasi Dengan Simulasi Jarak Antar Simpang Menggunakan Program Transyt 12 dan PTV Vissim 6

Bangkitan Perjalanan Pada Perumahan Baturaja Permai Kabupaten Ogan Komering Ulu Sumatera Selatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

Transkripsi:

PENGGUNAKAN SISTEM DINAMIK DALAM MANAJEMEN TRANSPORTASI UNTUK MENGATASI KEMACETAN DI DAERAH PERKOTAAN Sugeng Wiyono Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Riau Jl. KH Nasution Km 10 Kampus UIR P. Marpoyan Pekanbaru Fax: (0761) 47728 sugenguir@gmail.com Abstract Traffic congestion is part of the transportation problems which are always resolved using indicators and transportation modeling without considering the spatial or land use development sectors. Land use affects the development and attract the use of urban road network and, thereby, increases the traffic volume. Besides the traffic circulation will create traffic conflicts, congestion, delay, and reduce the traffic speed. Transportation problems can be anticipated by implementing an integrated transportation management system, using a computer program that is able to detect the problem as early as possible. Dynamic modeling can be used to model complex problems of urban transportation. The results of this study indicate that the dynamic system modeling can be used as a tool to estimate the space requirement, with modeling variables must be first determined, making it clear what to be assessed and how the data to be structured. Keywords: traffic congestion, transportation management, dynamic modelling Abstrak Kemacetan lalulintas adalah bagian dari masalah transportasi yang selalu diselesaikan dengan menggunakan indikator dan permodelan transportasi tanpa mempertimbangkan sector-sektor tata ruang atau pengembangan penggunaan lahan. Penggunaan lahan mempengaruhi pengembangan dan daya tarik untuk menggunakan jaringan jalan perkotaan sehingga meningkatkan volume lalulintas. Selain itu sirkulasi arus lalulintas akan meningkatkan konflik lalulintas, kemacetan, tundaan, dan mengurangi kecepatan lalulintas. Masalah transportasi dapat diantisipasi dengan menerapkan sistem manajemen transportasi yang terintegrasi, menggunakan program komputer yang mampu mendeteksi terjadinya persoalan sedini mungkin. Permodelan dinamis dapat digunakan untuk memodelkan permasalahan transportasi perkotaan yang kompleks. Hasil studi ini menunjukkan bahwa permodelan sistem dinamis dapat digunakan sebagai suatu alat untuk mengestimasi kebutuhan ruang gerak, dengan variabel-variabel permodelan harus ditentukan terlebih dahulu, sehingga jelas apa yang mau dinilai dan bagaimana data tersebut distrukturkan. Kata-kata Kunci: kemacetan lalulintas, manajemen transportasi, permodelan dinamis. PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam sepuluh tahun terakhir ini Pekanbaru mengalami perkembangan yang sangat pesat di sektor perdagangan, industri, pariwisata, dan perhotelan. Bahkan diperkirakan Pekanbaru akan menjadi kota metropolis terbesar di Sumatera. Dengan jumlah penduduk Jurnal Transportasi Vol.12 No. 1 April 2012: 1-10 1

sekitar satu juta jiwa, kota Pekanbaru sekarang ini sudah mulai memperlihatkan kemacetan dan polusi udara yang sangat mengkhawatirkan. Permasalahan kemacetan lalulintas merupakan bagian permasalahan transportasi, yaitu terlalu besarnya kebutuhan akan pergerakan dibandingkan dengan prasarana transportasi yang tersedia. Suatu cara memecahkan masalah tersebut adalah membangun prasarana sesuai dengan kebutuhan, mengurangi pergerakan, dan gabungan keduanya. Tetapi pendekatan seperti ini sudah harus ditinggalkan karena pembangunan prasarana jalan di kota bukan saja mahal, namun juga tidak bisa menghilangkan kemacetan masif karena adanya cadangan lalulintas kendaraan yang terbangkitkan, yang selalu siap menunggu untuk mengisi kapasitas prasarana yang disediakan. Oleh karena itu pendekatan membangun sistem prasarana harus diubah menjadi pendekatan manajemen dan efisiensi sistem, yang biasa disebut dengan manajemen sistem transportasi. Pengembangan tata guna lahan menyebabkan bangkitan dan/atau tarikan baru pada jaringan jalan perkotaan sehingga menambah volume lalulintas (Morlok, 1985). Selain itu sirkulasi arus lalulintas akan menambah konflik, kemacetan, tundaan, dan mengurangi kecepatan rata-rata pada ruas jalan tersebut. Kemacetan yang terjadi pada suatu persimpangan seringkali disebabkan oleh adanya perkembangan tata guna lahan di kawasan persimpangan, sehingga sirkulasi lalulintas di kawasan persimpangan menambah tundaan bahkan kemacetan di persimpangan tersebut. Daya dukung prasarana dan tingkat layanan transportasi sangat dipengaruhi oleh strategi penyediaan prasarana dan layanan transportasi. Suatu rencana pengembangan wilayah perlu diatur dan di tata dengan tersedianya prasarana yang memadai sehingga bangkitan dan tarikan yang dihasilkan dapat dilayani dengan baik. Agar permasalahan transportasi dapat diantisipasi dan diatasi, dibutuhkan mekanisme dan sistem manajemen pengelolaan terpadu yang dapat memahami sesuatu yang bersifat kompleks dalam pendekatan sistem dan adanya perubahan dinamis setiap waktu. Diharapkan model dinamis ini mampu mendeteksi terjadinya berbagai potensi kemacetan sedini mungkin. Dengan sistem manajemen transportasi berbasiskan metodologi sistem dinamik ini pemerintah kota dapat melakukan simulasi terlebih dahulu skenario-skenario kebijakan yang akan diambil agar mampu memperkecil akibat yang tidak diinginkan, yang muncul dari suatu keputusan di masa yang akan datang. Penelitian ini dimaksudkan untuk dapat menghasilkan suatu gambaran menyeluruh tentang sistem transportasi yang dimodelkan dalam sistem dinamis, yang menggambarkan kondisi transportasi di Kota Pekanbaru dari sisi bangkitan dan tarikan lalulintas. Dengan pendekatan dinamik ini diharapkan dapat dihasilkan suatu rekomendasi bagi tatanan transportasi di Kota Pekanbaru, terutama yang terkait dengan permasalahan transportasi yang perlu segera ditangani. Pendekatan sistem dinamik adalah pendekatan yang bersifat makro yang didukung oleh pendekatan mikro dengan 4 tahap permodelan transportasi, yaitu bangkitan dan tarikan, distribusi, pemilihan moda, serta pembebanan lalulintas atau pemilihan rute. Dalam pelaksanaannya pendekatan ini memerlukan proses yang panjang. Oleh karena itu penelitian ini dibatasi pada permodelan bangkitan dan tarikan dalam sistem transportasi yang akan disajikan secara dinamis. Bangkitan disajikan melalui beberapa sub model terkait dengan sumber bangkitan adalah sub model guna lahan permukiman dan sub model populasi. Sementara untuk model tarikan, dalam konteks dinamis, direpresentasikan oleh 2 Jurnal Transportasi Vol.12 No. 1 April 2012: 1-10

kondisi guna lahan yang menjadi tarikan, yaitu sub model guna lahan industri, sub model guna lahan komersial, dan sub model harga lahan. Konsep permodelan dimulai dengan membuat Sistem Interaksi Guna Lahan dan Transportasi sebagaimana terdapat pada Gambar 1. Kemudian dilanjutkan dengan pengembangan sub model yang terkait serta membuat diagram sebab akibat variabel yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Terdapat hubungan negatif atau hubungan berbanding terbalik serta hubungan positif atau hubungan berbanding lurus. Selanjutkan dengan memakai perangkat lunak power sim model tersebut dijalankan. Validasi dan kalibrasi dilaksanakan dengan menggunakan data primer yang didapat dari survei langsung di lapangan. Gambar 1 Sistem Interaksi Guna Lahan Analisis bangkitan dan tarikan dapat dilakukan terhadap data sekunder dan data primer dan analisis matrik asal dan tujuan dan pola gerakan dapat dilakukan dengan menyebarkan kuisioner, dengan distribusi responden ke setiap zona harus mewakili pergerakan. Data primer survei asal tujuan juga perlu dilakukan terhadap respoden yang melakukan pergerakan menggunakan angkutan umum sehingga dalam analisis akan dibedakan perjalanan menurut tujuan perjalanan dan menurut karakteristik pengguna. PERMODELAN Sub Model Transportasi Transportasi, sebagai suatu sistem, juga terdiri atas elemen-elemen atau variabelvariabel pembentuknya. Jika pada elemen ini terjadi suatu perubahan, maka perubahan tersebut akan mempengaruhi sistem itu sendiri. Perubahan penggunaan lahan kota dipengaruhi oleh adanya perubahan pada aksesibilitas untuk mencapai suatu lokasi yang dituju. Bila akses transportasi ke suatu lokasi lahan diperbaiki, maka lahan tersebut akan lebih menarik investasi sehingga perkembangannya akan lebih cepat. Jadi jika aksebilitas suatu lokasi lahan meningkat, perubahan yang terjadi pada lahan tersebut akan semakin cepat. Keterkaitan antara transportasi dengan penggunaan lahan ditunjukkan pada Gambar 2. Penggunakan Sistem Dinamik dalam Manajemen Transportasi (Sugeng Wiyono) 3

Sumber: Catanese (1984: 353) Gambar 2 Siklus Penggunaan Lahan dan Transportasi Dengan demikian pembuatan sub model transportasi akan menghasilkan suatu masukan dan keluaran dalam simulasi model dinamis penggunaan lahan pada wilayah studi. Keluaran sub model transportasi ini adalah variabel indikasi aksebilitas (IA), yang akan menjadi input bagi sub model guna lahan dan harga lahan. Selain itu sub model ini menjelaskan ukuran kenyamanan dan kemudahan suatu lokasi lahan guna berinteraksi dengan guna lahan lainnya. Hubungan antar variabel transportasi tersebut digambarkan dalam causal loop yang ditunjukkan pada Gambar 3. Gambar 3 Causal Loop Sub Model Transportasi Sub Model Populasi atau Penduduk Selain dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan alami dan migrasi penduduk, submodel populasi dipengaruhi pula oleh proses distribusi penduduk. Pada model yang dibangun tersebut terdapat hubungan antara pengurangan kepadatan penduduk dengan jarak pusat kota, yang dapat dikatakan berkaitan dengan tingkat aksesibilitas perkotaan. Hubungan sebab-akibat faktor-faktor tersebut ditunjukkan pada Gambar 4. Pada diagram sub model tersebut terdapat hubungan variabel yang saling berpengaruh satu dengan yang lain. Terdapat hubungan negatif (loop negatif) serta hubungan positif (loop positif). Hubungan negatif merupakan hubungan terbalik, yang berarti peningkatan pada satu variabel akan mengurangi variabel yang lain. Sebagai contoh adalah hubungan antara populasi dan kematian, dengan jumlah populasi akan mempengaruhi jumlah kematian, yang artinya semakin besar populasi akan semakin besar pula jumlah kematian, tetapi jumlah kematian ini akan mengurangi jumlah populasi. Loop positif merupakan hubungan yang berbanding lurus, yang berarti peningkatan satu variabel akan mengakibatkan peningkatan pada variabel yang lainnya. Sebagai contoh adalah hubungan antara populasi dengan kelahiran, dengan populasi yang besar akan 4 Jurnal Transportasi Vol.12 No. 1 April 2012: 1-10

mengakibatkan jumlah kelahiran yang besar, begitu juga sebaliknya. Juga pada loop antara populasi dengan migrasi masuk, dengan jumlah penduduk akan mempengaruhi besarnya jumlah migrasi yang masuk; semakin besar jumlah populasi di suatu kota akan menambah ketertarikan penduduk lain untuk ikut masuk ke kota tersebut. Gambar 4 Causal Loop Sub Model Populasi Populasi dalam diagram alir model pada Gambar 5 dipengaruhi oleh adanya perubahan populasi, baik secara alami maupun karena adanya migrasi. Secara alami perkembangan populasi suatu kota ditentukan oleh banyaknya kelahiran yang hidup serta kematian penduduk. Sedangkan secara migrasi dipengaruhi oleh arus migrasi masuk dan keluar. Perkembangan kelahiran, migrasi masuk, dan migrasi keluar secara normal memiliki nilai yang ditentukan dalam fraksi kelahiran, migrasi masuk, dan migrasi keluar. Sedangkan tingkat kematian rata-rata ditentukan oleh angka harapan hidup dalam suatu kota. Fraksi dan angka harapan hidup tersebut kemudian dikalikan dengan jumlah populasi, sehingga dapat diketahui besarnya proyeksi populasi untuk tahun proyeksi tertentu. Besarnya populasi yang diproyeksikan akan mempengaruhi sub model lainnya sebagai suatu variabel pengaruh. Gambar 5 Diagram Model Dinamis Sub Model Populasi Model Dinamis Bangkitan dan Tarikan pada Sistem Transportasi/ Lalulintas Model dinamis bangkitan dan tarikan dimodelkan dalam variabel guna lahan permukiman, sebagai model bangkitan, dan variabel guna lahan komersial sebagai model tarikan pergerakan. Sub model guna lahan permukiman akan membentuk suatu sistem yang saling terkait dan terpengaruh, sehingga faktor atau variabel yang digunakan akan sangat menentukan keterkaitan tersebut. Sebagai contoh, jika perubahan pada populasi Penggunakan Sistem Dinamik dalam Manajemen Transportasi (Sugeng Wiyono) 5

akan mempengaruhi kebutuhan lahan untuk permukiman. Bila jumlah populasi meningkat permintaan lahan permukiman akan meningkat pula, sehingga harga lahan pada lokasi tersebut cenderung mengikuti pasar. Bertambahnya kebutuhan lahan permukiman akan mengurangi jatah atau alokasi guna lahan lainnya, seperti alokasi lahan untuk prasarana penunjang dan lahan terbuka hijau. Namun peningkatan luas lahan permukiman menyebabkan bertambahnya pula kebutuhan lahan institusi, prasarana penunjang, dan lahan komersial, sehingga untuk melihat keterkaitan tersebut dibuat sebuah model, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6. Gambar 6 Causal Loop Sub Model Guna Lahan Permukiman Penggunaan lahan permukiman dipengaruhi oleh kemudahan pencapaian atau aksebilitas serta kedekatan dengan pusat kota dan zona/guna lahan lainnya. Secara sistem kebutuhan lahan komersial, ruang terbuka, serta lahan untuk prasarana kota akan mengurangi pengalokasian lahan permukiman. Kebutuhan lahan permukiman akan semakin meningkat dengan variabel utamanya adalah peningkatan jumlah penduduk, sehingga rasio atau perbandingan penggunaan lahan juga akan meningkat. Peningkatan itu juga dipengaruhi oleh harga lahan serta indeks aksebiltas, yang diartikan dengan indeks kesesuaian penggunaan lahan permukiman. Hubungan yang berbanding lurus ini akan membentuk suatu loop positif, dengan peningkatan suatu variabel akan meningkatkan variabel lainnya. Selain variabel-variabel tersebut, untuk membentuk suatu model dinamis guna lahan permukiman dalam memproyeksikan besarnya kebutuhan permukiman pada masa mendatang, digunakan variabel standar luas lahan permukiman, seperti yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, yaitu luas lahan minimal untuk rumah dengan satu keluarga adalah sekitar 90 m 2, sehingga untuk menghitung kebutuhan minimal luas lahan permukiman seiring dengan peningkatan jumlah populasi dapat ditentukan. Perubahan dalam variabel sub model populasi akan berpengaruh secara langsung terhadap kebutuhan lahan permukiman. Dalam diagram model dinamis, yang yang terlihat pada Gambar 7, besarnya lahan permukiman yang dihendaki dibentuk oleh perkiraan populasi dikalikan dengan standar luas lahan permukiman rata-rata. Sedangkan guna lahan permukiman normal akan meningkat sebanding dengan peningkatan jumlah populasi, sehingga besarnya guna lahan permukiman awal adalah luas guna lahan permukiman normal ditambah dengan guna lahan eksisting. Untuk mengetahui besar pengaruh dan perkembangan penggunaan lahan permukiman yang dipengaruhi oleh variabel guna lahan 6 Jurnal Transportasi Vol.12 No. 1 April 2012: 1-10

permukiman, maka causal loop tersebut digambarkan dalam diagram alir model dinamis untuk sub model guna lahan permukiman. Gambar 7 Diagram Model Dinamis Sub Model Guna Lahan Permukiman Pada model tersebut terlihat bahwa perubahan penggunaan lahan permukiman dibangun oleh guna lahan permukiman esksiting, kebutuhan lahan permukiman yang dihendaki, efek pemanfaatan lahan permukiman sebagai faktor pengali yang kemudian ditambahkan dengan indeks kesesuaian guna lahan permukiman. Indeks kesesuaian guna lahan ini terdiri atas variabel harga lahan, populasi, dan transportasi, yang berupa indeks aksesibilitas. Pembentukan model perubahan penggunaan lahan tersebut tidak dapat dilepaskan dengan adanya waktu kontruksi pencapaian suatu model, yang dalam diagram tersebut ditunjukkan oleh besarnya konstanta waktu kontruksi permukiman. Perubahan dan keterkaitan antara guna lahan komersial atau perdagangan dan jasa dapat dilihat pada diagram sub model guna lahan komersial, yang ditunjukkan pada Gambar 8. Karena model dinamis adalah suatu bentuk penyederhanaan kondisi nyata yang selalu dipengaruhi oleh adanya waktu, maka adanya waktu rata-rata penggunaan lahan komersial tersebut akan menghasilkan suatu rata-rata rasio pemanfaatan lahan komersial terhadap alokasinya. Besarnya rata-rata rasio tersebut akan menimbulkan pengaruh terhadap pemakaian guna lahan komersial, sehingga akan diperoleh efek pemanfaatan lahan komersial, seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Gambar 8 Causal Loop Sub Model Guna Lahan Komersial/Perdagangan dan Jasa Penggunakan Sistem Dinamik dalam Manajemen Transportasi (Sugeng Wiyono) 7

Gambar 9 Diagram Model Dinamis Sub Model Guna Lahan Komersial Model Gabungan Sistem Transportasi dan Sistem Lalulintas Dari keseluruhan model yang telah diuraikan selanjutnya dibuat dalam kerangka sistem, yang nantinya akan digunakan untuk melihat keterkaitan model dan kerangka aplikasinya. Padas Gambar 10 ditunjukkan kerangka model gabungan sub-sub model transportasi dan model lalulintas. Daftar rancangan kebutuhan data untuk melengkapi model dalam analisis ditunjukkan pada Tabel 1. Gambar 10 Diagram Model Gabungan Sistem Transportasi dan Sistem Lalulintas Kebutuhan Untuk Permodelan 8 Jurnal Transportasi Vol.12 No. 1 April 2012: 1-10

Tabel 1 Perumusan Model dan Sub Model Sistem Dinamis Pada Sistem Transportasi No. Causal Loop Variabel yang Mempengaruhi Masing-Masing Ruas Jalan 1. Sub Model Guna Lahan Populasi Permukiman Aksesibilitas Harga lahan 2. Sub Model GunaLahan Komersial Standar luas lahan permukiman Populasi Aksesibiltas Kebutuhan Pelayanan Kegiatan Jasa Komersial Harga Lahan Rencana/Alokasi guna lahan komersial Tabel 2 Perumusan Model dan Sub Model Sistem Dinamis Bangkitan dan Tarikan Pada Sistem Transportasi No. Causal Loop Variabel yang mempengaruhi untuk masingmasing ruas jalan 1 Sub Model Transportasi Jarak tempuh Volume kendaraan pada waktu puncak Tingkat pelayanan jalan 2 Sub Model Populasi Jumlah Kematian Jumlah Kelahiran Migrasi masuk Migrasi keluar KESIMPULAN Dari studi ini dapat diberikan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Meningkatnya aktivitas dan mobilitas masyarakat kota membutuhkan ruang gerak yang lebih luas. Permodelan sistem dinamis dapat digunakan sebagai suatu alat untuk mengestimasi kebutuhan ruang gerak tersebut, dengan variabel-variabel permodelan harus ditentukan terlebih dahulu sehingga jelas apa yang mau dinilai dan bagaimana data tersebut distrukturkan. 2. Data bangkitan, tarikan, moda, dan lalulintas harus diuraikan dengan jelas karena sistem dinamis ini hanya merupakan sebuah alat bantu sehingga tingkat akurasinya bergantung pada pembentukan model awal serta variabel penentunya. Permodelan dinamis tidak harus memodelkan seluruh sistem yang ada, namun dapat dibagi dalam beberapa sub model yang nantinya digabungkan sehingga lebih memudahkan dalam proses aplikasi dan input data. DAFTAR PUSTAKA Abbas, S. 1995. Manajemen Transportasi. Jakarta: Raja Grasindo Persada. Kuantan Graha, PT. 2008. Laporan Akhir Tatrawil Provinsi Riau. Pekanbaru. Penggunakan Sistem Dinamik dalam Manajemen Transportasi (Sugeng Wiyono) 9

Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri. 2012. Laporan Akhir Manajemen Transportasi Untuk Mengatasi Kemacetan Jalan Dengan Sistem Dinamik. Fakultas Teknik Universitas Islam Riau. Pekanbaru. Morlok, E. K. 1985. Pengantar Teknik dan Perencanaan Transportasi (terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga. Parker, M. 2001. Zooming in Traffic Micro Simulation. Traffic Technology International. December 2001/January 2002: 70-72. Pemerintah Kota Pekanbaru. 2000. Rencana Umum Tata Ruang Kota Pekanbaru. Pekanbaru. Pursula, M. 1999. Simulation of Traffic Systems - An Overview. Journal of Geographic Information and Decision Analysis. 3 (1): 1-8. 10 Jurnal Transportasi Vol.12 No. 1 April 2012: 1-10