II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. yang terkontrol (UU No. 31 / 2004). Kegiatan-kegiatan yang umum termasuk

dokumen-dokumen yang mirip
V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Profil Masyarakat Desa Karangsewu Profil masyarakat Desa Karangsewu merupakan gambaran identitas yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. pantai mencapai km dengan luas wilayah laut sebesar 7,7 juta km 2

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

STRUKTUR SIKAP Komponen Kognitif Komponen Afektif Komponen Konatif

PENDAHULUAN Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

II. LANDASAN TEORI. Menurut Kotler, Philip dan Gary Armstrong (2008:6) Definisi tersebut memunculkan pengertian bahwa tujuan pemasaran adalah untuk

BAB III KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat mendukung untuk pengembangan usaha perikanan baik perikanan

PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

sebagai sumber pendapatan masyarakat. Indonesia mempunyai potensi sumber memberikan kontribusi yang besar bagi rakyatnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB I PENDAHULUAN. kedua sumber utama tidak dapat memenuhi kebutuhan. Ketersediaan pangan

BAB I PENDAHULUAN. telah mendapat prioritas utama dalam pembangunan nasional karena. pembangunan ekonomi diharapkan dapat menjadi motor penggerak

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam tersebut tersebar di seluruh propinsi yang ada di

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KISI-KISI SOAL UKA 2014 PROGRAM KEAHLIAN TEKNOLOGI DAN PRODUKSI PERIKANAN BUDIDAYA

I. PENDAHULUAN. luas dan garis pantai yang panjang menjadi daya dukung yang sangat baik untuk

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan sekitar 25% aneka spesies di dunia berada di Indonesia. Indonesia

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi pasca krisis ekonomi saat ini, sub sektor perikanan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERIKANAN BUDIDAYA (AKUAKULTUR) Riza Rahman Hakim, S.Pi

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

PROSPEK USAHA TAMBAK DI KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO JAWA TIMUR TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2

I. PENDAHULUAN. Hutan mangrove yang dikenal sebagai hutan payau merupakan ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan usaha diseluruh penjuru Indonesia yang bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Habitat air tawar dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu perairan

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah merupakan salah satu masalah serius yang sering ditemui di lapangan.

BAB I PENDAHULUAN. dalamnya, tergenang secara terus menerus atau musiman, terbentuk secara alami

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

I. PENDAHULUAN. Herpetofauna adalah kelompok hewan dari kelas reptil dan amfibi (Das,

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

I. PENDAHULUAN. Jawa. Budidaya lele berkembang pesat karena permintaan pasar yang tinggi,

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PRT/M/2015 TENTANG

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

Geografi KEARIFAN DALAM PEMANFAATAN SUMBER DAYA ALAM I. K e l a s. Kurikulum 2013

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 16/PRT/M/2011 Tentang PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI TAMBAK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang terbesar di dunia,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

I PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

PENDAHULUAN. lahan pertambakan secara besar-besaran, dan areal yang paling banyak dikonversi

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

memasuki lingkungan yang lebih luas yakni lingkungan masyarakat. PENDAHULUAN A. Permasalahan Penelitian

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pesisir memiliki peranan sangat penting bagi berbagai organisme yang berada di

BAB I PENGANTAR. laju pembangunan telah membawa perubahan dalam beberapa aspek kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. lahan budidaya sehingga dapat meningkatkan jumlah lapangan kerja untuk

Budidaya ikan sistem karamba jaring apung di Waduk Kedungombo Kabupaten Boyolali. Sutini NIM K UNIVERSITAS SEBELAS MARET BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERLINDUNGAN KEANEKARAGAMAN HAYATI

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam kehidupan manusia, mulai hal yang terkecil dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Wilayah pesisir mempunyai peranan yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

saat suhu udara luar menjadi dingin pada malam dan pagi hari. (Mengakibatkan kematian pada Udang)

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk meningkatkan produksi perikanan adalah melalui budidaya (Karya

I. PENDAHULUAN. ekosistem asli (alami) maupun perpaduan hasil buatan manusia yang

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

PENTINGNYA MENJAGA KEANEKARAGAMAN HAYATI ALAM DI SEKITAR KITA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

PERENCANAAN WATANG BACUKI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV. KEADAAN UMUM DAERAH. RW, 305 RT dengan luas wilayah ha, jumlah penduduk jiwa.

Transkripsi:

4 II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengelolaan Tambak Udang Pembudidayaan udang adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan atau memperkembangbiakkan udang serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol (UU No. 31 / 2004). Kegiatan-kegiatan yang umum termasuk didalamnya adalah budidaya udang, budidaya ikan, budidaya tiram dan budidaya rumput laut. Di Indonesia, budidaya perairan dilakukan melalui berbagai sarana. Kegiatan budidaya yang paling umum dilakukan di kolam/empang, tambak, tangki, karamba, serta karamba apung. Definisi tambak atau kolam menurut Biggs et al. (2005) adalah badan air yang berukuran 1m² hingga 2 hektar yang bersifat permanen atau musiman yang terbentuk secara alami atau buatan manusia. Rodriguez-Rodriguez (2007) menambahkan bahwa tambak atau kolam cenderung berada pada lahan atau lapisan tanah yang terdapat didaratan dengan air tawar, sedangkan tambak untuk air payau atau air asin. Biggs et al. (2005) menyebutkan salah satu fungsi tambak bagi ekosistem perairan adalah terjadinya pengkayaan jenis biota air. Bertambahnya jenis biota tersebut berasal dari pengenalan biota-biota yang dibudidayakan. Jenis-jenis tambak yang ada di Indonesia meliputi: tambak intensif, tambak semi intensif, tambak tradisional dan tambak organik. Perbedaan dari jenis tambak tersebut terdapat pada tekhnik pengelolaan mulai dari padat penebaran,

5 pemberian pakan, serta sistem pengelolaan air dan lingkungan (Widigdo, 2000). Hewan yang dibudidayakan dalam tambak adalah hewan air, terutama ikan, udang, serta kerang. Perkembangan tambak di Indonesia secara intensif meningkat sejak tahun 1990. Pengembangan tambak tersebut dilakukan melalui upaya konversi hutan mangrove (Gunarto, 2004). Peningkatan luas lahan tambak diiringi dengan berkurangnya luas mangrove diwilayah pesisir tersebut memicu terjadinya kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari polusi kegiatan pertambakan. Keberlanjutan budidaya tambak sangat tergantung pada kondisi kualitas lingkungan perairan. Kondisi lingkungan perairan yang berbeda mempengaruhi kondisi kualitas lingkungan, baik secara fisika kimia maupun biologi. Cottenie et al. (2001) menunjukkan adanya perbedaan struktur komunitas zooplankton pada kondisi lingkungan perairan yang berbeda. Shartau et al. (2010) menunjukkan adanya pengaruh lingkungan terhadap perkembangan zooplankton dalam tambak. Sementara Senarah dan Vishvanathan (2001) menyebutkan bahwa pengembangan usaha budidaya tambak juga menghasilkan dampak negatif terhadap lingkungan disamping keuntungan secara ekonomi. Biao et al. (2009) menunjukkan bahwa jenis tambak yang berbeda akan menghasilkan kondisi kualitas lingkungan yang berbeda pula. Yuvanatamya (2007) juga menunjukkan adanya interaksi antara bahan organik dengan efisiensi produksi dari tanah tambak dimana kandungan bahan organik pada tambak yang produktivitasnya rendah cenderung lebih rendah dibandingkan tambak dengan produktivitas tinggi. Sementara Rahimibashar (2012) menyebutkan adanya pengaruh lingkungan tambak terhadap aliran sungai

6 di sekitarnya dimana kondisi air buangan tambak yang buruk (tercemar) juga akan menurunkan kondisi kualitas air sungai. Sebagai media pemeliharaan biota air, tambak membutuhkan pengelolaan terkait dengan kesesuaian kondisi lingkungan budidaya untuk biota yang dibudidayakan. Pengelolaan yang dilakukan dalam budidaya tambak diantaranya adalah pengelolaan kualitas lingkungan, baik fisika, kimia maupun biologis (Abowei et al, 2011). Beberapa parameter lingkungan yang sangat penting menurut Kalita et al (2004) adalah kandungan oksigen terlarut, kekeruhan serta masuknya organisme pengganggu (predator/parasit). Sementara Morris dan Mischke (1999) menyebutkan salah satu faktor yang penting dalam pengelolaan tambak adalah plankton sebagai pakan alami serta sebagai indikator bagi kualitas tambak. Abowei et al. (2011) menyatakan bahwa pengelolaan tambak tidak hanya sebatas pada upaya untuk menghasilkan ikan, tetapi juga penting untuk menjaga kondisi lingkungan yang layak, mengawasi panen dan pertumbuhan ikan, pemeriksaan keberhasilan reproduksi ikan dan menjauhkan ikan-ikan yang tidak diinginkan (predator/parasit). Disamping itu juga masih terdapat banyak faktor yang harus diperhatikan dalam pengelolaan tambak udang seperti pengelolaan populasi ikan, pengelolaan sistem, pemilihan spesies ikan, pemberian pakan, pemasaran dan sebagainya. Tambak udang yang dikelola dengan baik cenderung memiliki kualitas air yang lebih baik (Silva et al., 2007).

7 2. Peraturan Tambak Udang Adapun peraturan tentang tambak udang yang dibuat oleh organisasi Paguyuban Petambak Imorenggo (PPI) yang berdiri pada tanggal 3 Mei 2014 adalah sebagai berikut 1. Pembuatan tambak tidak boleh di selatan gunungan yang ada di sempadan pantai (harus di utara gunungan). 2. Pembuatan tambak minimal 2 meter dari bibir jalan aspal dan minimal ½ meter dari batas lahan sebelahnya. 3. Pembuatan tambak dilarang merusak gunungan sempadan pantai ke selatan sampai laut kecuali untuk sementara pemasangan paralon dan sebagainya dan setelah selesai wajib memulihkan minimal seperti sebelumnya. 4. Pihak tambak wajib menanam, merawat dan menjaga tanaman mangrove/ tanaman lindung khususnya di gunungan sempadan pantai ke selatan (kecuali lahan yang telah digarap pribadi/lahan usaha transmigrasi). 5. Pihak tambak wajib menjaga ekosistem lingkungan (termasuk kebersihan dan kerapian lingkungan). 6. Menjaga dan meningkatkan kerjasama dengan masyarakat/ lingkungan sekitar. 7. Setelah masa kerjasama antara pemilik tambak dan pemilik lahan sudah habis/ selesai, pemilik tambak wajib mengembalikan lahan seperti semula (kecuali ada perjanjian khusus) Apabila dikemudian hari ada penambahan maupun perubahan aturan kesepakatan akan diselesaikan dan diputuskan secara musyawarah untuk mufakat.

8 3. Sikap Masyarakat Definisi sikap dikemukakan oleh Thurstone pada tahun 1993, sikap sebagai salah satu konsep yang cukup sederhana yaitu jumlah pengaruh yang dimiliki seseorang atas atau menentang suatu objek. Beberapa tahun kemudian, Gordon Allphort mengajukan definisi yang lebih luas, yaitu : Sikap adalah suatu mental dan syaraf penghubung dengan kesiapan untuk menanggapi, diorganisasi melalui pengalaman dan memiliki pengaruh yang mengarah dan dinamis terhadap perilaku. Definisi yang dikemukakan oleh Gordon Allphort tersebut mengandung makna bahwa sikap mempelajari kecenderungan memberikan tanggapan terhadap suatu objek baik disenangi maupun tidak disenangi secara konsisten. Tradisi dan ahli lainnya mengkombinasikan tiga jenis tanggapan yaitu : (pikiran, perasaan dan tindakan) kedalam model tiga unsur dari sikap (Tripartite Model Attitude). Dalam skema ini sikap dipandang mengandung tiga komponen yang terkait, yaitu : kognisi (pengetahuan tentang objek), afeksi (evaluasi positif atau negative terhadap suatu objek) dan konasi (perilaku aktual terhadap suatu objek). Selanjutnya Fisbein, seperti halnya Thurstone, meyatakan bahwa lebih berguna untuk melihat sikap sebagai suatu konsep suatu dimensi sederhana. Saat ini sebagian periset setuju bahwa konsep sederhana dari sikap yang diajukan oleh Thurstone dan Fishbein adalah yang paling bermanfaat. Artinya sikap mewakili perasaan senang atau tidak senang terhadap objek yang dipertanyakan. Kepercayaan (kognisi) dan keinginan untuk bertindak (konasi) dipandang

9 memiliki hubungan dengan sikap dan merupakan konsep negative yang terpisah, bukan merupakan bagian dari sikap itu sendiri. Sikap memiliki beberapa fungsi. Daniel Kazt mengklasifikasikan empat sikap, yaitu sebagai barikut a) Fungsi pengetahuan, merupakan sikap membentuk seseorang mengorganisasikan informasi yang begitu banyak yang setiap hari dipaparkan pada dirinya. Fungsi pengetahuan dapat membantu seseorang mengurangi ketidak pastian dan kebingungan dalam memilah-milah informasi yang relevan dan tidak relevan dengan kebutuhannya. b) Fungsi mempertahankan ego, merupakan sikap yang dikembangkan oleh seseorang cenderung untuk melindunginya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal, sehingga membentuk fungsi mempertahankan ego. c) Fungsi utilitarian, merupakan fungsi yang berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar imbalan dan hukuman. d) Fungsi ekspresi nilai, seseorang mengembangkan suatu objek bukan didasarkan atas objek manfaat objek itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuan objek. Selain fungsi diatas, sikap juga mempunyai komponen. Dalam Azwar (2005) struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang paling menunjang yaitu sebagai berikut a) Komponen Kognitif, komponen ini berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan dan kepercayaan. Mann (1969), dalam Azwar (2005) menjelaskan bahwa komponen kognitif berisi persepsi, kepercayaan dan

10 stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Sering kali kepercayaan yang telah terbentuk akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai objek tertentu terlepas benar atau tidak. Namun kadang-kadang kepercayaan terbentuk karena kurangnya informasi yang benar mengenai objek yang dihadapi. b) Komponen Afektif, menyangkut masalah emosional yang subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh yang memungkinkan mengubah sikap seseorang. c) Komponen Konatif, menunjukkan bagaimana kecenderungan berperilaku ada pada diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Komponen ini menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Ketika berada dalam situasi dan lingkungan sosial, selalu ada mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku terhadap manusia atau sesuatu yang sedang dihadapi bahkan terhadap diri sendiri. Pandangan dan perasaan terpengaruh oleh ingatan akan rasa malu, apa yang diketahui dan kesan terhadap apa yang sedang dihadapi, itulah fenomena sikap (Azwar, 2005). 4. Hasil Penelitian Tentang Sikap Manusia Penelitian Sikap Pelajar di Kabupaten Sleman Terhadap Pembangunan Pertanian Subsektor Tanaman Pangan berdasarkan hasil penelitian dari

11 Hayuningsih (2010), secara umum sikap pelajar terhadap pembangunan pertanian sub sektor pertanian tanaman pangan adalah positif dan faktor-faktor korelasi terhadap sikap pelajar di Kabupaten Sleman terhadap pembangunan pertanian sub sektor tanaman pangan adalah persepsi, pengalaman, inovasi dan keberadaan media. Hal ini ditunjukkan dengan kesetujuan pelajar terhadap pembangunan pertanian yang sudah dilakukan selama ini dan mempunyai keinginan untuk berperan dalam usaha pembangunan pertanian di masa mendatang walaupun dari segi pengetahuan masih kurang. Penelitian tentang Sikap Generasi Muda Terhadap Sektor Pertanian di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditulis oleh Murbayati, yaitu sikap generasi muda terhadap sektor pertanian adalah baik, jika dilihat dari sikap kognitif (tingkat pengetahuan) tergolong cukup dan jika dilihat dari komponen afektif (perasaan atau sikap emosi) tergolong kategori baik. Faktor-faktor yang secara nyata mempengaruhi sikap generasi muda terhadap sektor pertanian adalah latar belakang keluarga, terpaan media massa, latar belakang sosial budaya dan pengalaman agraris. Hasil penelitian Lestariningsih (2010) mengenai Sikap Petani Terhadap Proyek Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Pantai di Kabupaten Bantul menunjukkan terdapat hubungan antara kondisi sosial ekonomi petani dengan sikap antara lain, umur, tingkat pendidikan, mobilitas sosial, aktivitas komunikasi dan pemilikan lahan. Faktor umur mempunyai hubungan dengan sikap yaitu semakin bertambahnya umur seseorang maka sikap akan semakin rendah. Sedangkan tingkat pendidikan, mobilitas sosial, aktivitas komunikasi dan

12 kepemilikan lahan mempunyai hubungan positif dengan sikap, artinya makin tinggi pengaruh faktor-faktor tersebut maka sikap akan semakin tinggi. 5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Masyarakat Adanya sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dibentuk oleh individu. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan yang saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Menurut Azwar (2005), diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, orang lain yang dianggap penting (tokoh masyarakat), institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama. a. Pengalaman pribadi Segala sesuatu yang telah dan akan dialami akan turut membentuk dan mempengaruhi penghayatan seseorang dalam stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Sehubungan dengan hal itu, Middlebrook (1974) dalam Azwar (2005) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negative terhadap objek tersebut. b. Orang lain yang dianggap penting (tokoh masyarakat) Orang lain disekitar kita merupakan salah satu yang ikut mempengaruhi sikap. Seseorang yang dianggap penting akan banyak mempengaruhi

13 pembentukan sikap terhadap sesuatu. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang searah dengan sikap yang dianggapnya penting. c. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama Lembaga pendidikan dan lembaga agama mempunyai pengaruh penting dalam pembentukan sikap karena kedua hal tersebut meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan diperoleh dari pendidikan agama. Oleh karena itu, konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan system kepercayaan, maka wajar saja jika pada saatnya kemudian konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu terhadap suatu hal. B. Kerangka Pemikiran Pemerintah Kabupaten Kulon Progo yang serius mengembangkan tambak udang, sangat positif bagi pengembangan yang berwawasan lingkungan. Pemerintah Kabupaten Kulon Progo menyadari bahwa upaya pengembangan tambak udang di sepanjang Pantai Trisik tidak dapat dilakukan oleh Pemkab dan pihak kelurahan terkait, sehingga instansi tersebut menginstruksikan ke Kelurahan untuk melakukan sosialisasi dan pengarahan kepada masyarakat Desa Karangsewu agar pembuatan dan pengembangan tambak udang tersebut berjalan dengan lancar. Jadi, sosialisasi berawal dari Kabupaten Kulon Progo kemudian ke Kelurahan Karangsewu dan berakhir pada masyarakat Desa Karangsewu. Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap antara lain pendidikan terakhir, pekerjaan, dan umur. Faktor tersebut merupakan faktor-faktor yang sering diuji

14 pada penelitian terdahulu. Walaupun hasil korelasi faktor-faktor tersebut terhadap sikap masyarakat tidak selalu sama pada tiap-tiap penelitian. Berdasarkan kerangka pemikiran diatas lebih jelasnya dapat diihat pada gambar skema kerangka pemikiran di bawah ini Pengembangan Tambak udang di sepanjang Pantai Trisik Pengetahuan terhadap peraturan Paguyuban Petambak Imorenggo Faktor yang mempengaruhi sikap masyarakat Desa Karangsewu terhadap tambak udang : - Pendidikan Terakhir - Pekerjaan - Umur Sikap masyarakat Desa Karangsewu terhadap tambak udang -Kognitif -Afektif -Konatif Gambar 1. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian