BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia menginginkan kesejahteraan hidup dimana kesejahteraan

dokumen-dokumen yang mirip
KATA PENGANTAR. Dalam rangka menyusun tugas akhir, maka saya membutuhkan bantuan. dari rekan-rekan untuk meluangkan waktu dan mengisi kuesioner ini.

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Masyarakat semakin berkembang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini banyak bermunculan berbagai jenis penyakit yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Deficiency Syndrome) merupakan salah satu penyakit yang mematikan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat menginjak masa dewasa, individu telah menyelesaikan masa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan hal yang penting karena merupakan bekal bagi

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Orang dengan HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral atau

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) berarti kumpulan gejala dan

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome,

HIV/AIDS. Intan Silviana Mustikawati, SKM, MPH

2016 GAMBARAN MOTIVASI HIDUP PADA ORANG DENGAN HIV/AIDS DI RUMAH CEMARA GEGER KALONG BANDUNG

H.I.V DAN KANKER; PSIKOLOGI SEPANJANG PERJALANAN PENYAKIT. Oleh: dr. Moh. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

BAB I PENDAHULUAN. Menurut (Nugroho. T, 2010: 94) Aquired Immune Deficiency Syndrome

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose in life). Bila hal itu berhasil

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB 1 PENDAHULUAN. HIV dalam bahasa inggris merupakan singkatan dari. penyebab menurunnya kekebalan tubuh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa karakteristik anak autis, yaitu selektif berlebihan

BAB 1 PENDAHULUAN. Data kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan dari tahun Menurut

PSIKOLOGI UMUM 2. Stress & Coping Stress

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

2015 KAJIAN TENTANG SIKAP EMPATI WARGA PEDULI AIDS DALAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV/AIDS SEBAGAI WARGA NEGARA YANG BAIK

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang didirikan untuk

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI. Menderita penyakit yang belum ada obatnya adalah merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sejak awal tahun 2008, masalah kesehatan seringkali menjadi topik utama

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Acquired Immunice Deficiency Syndrome atau AIDS merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin. Salah

I. Identitas Informan No. Responden : Umur : tahun

# kasus terbanyak ditemukan pada kelompok risiko tinggi termasuk pengguna narkoba suntik (penasun), pekerja seks dan pasangan/ pelanggannya, homoseksu

BAB I PENDAHULUAN. gejala penyakit yang disebabkan oleh virus HIV ( Human Immunodeficiency

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan menurunnya kekebalan tubuh manusia. 1 HIV yang tidak. terkendali akan menyebabkan AIDS atau Acquired Immune Deficiency

BAB I PENDAHULUAN orang orang orang

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan teknologi di bidang otomotif, setiap perusahaan

Virus tersebut bernama HIV (Human Immunodeficiency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan. Penyakit-penyakit kronis tersebut, di antaranya: kanker,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Terdapat hampir di semua negara di dunia tanpa kecuali Indonesia. Sejak

2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG HIV/AIDS DI KELAS XI SMA YADIKA CICALENGKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kasus pertama dilaporkan pada tahun 1981, Acquired Immune

BAB I PENDAHULUAN. Guna memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan milenium atau sering disebut dengan millennium development goals (MDGs) adalah

ABSTRAK Lazarus Folkman

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu penyakit mematikan di dunia yang kemudian menjadi

BAB I PENDAHULUAN. periodontal seperti gingiva, ligament periodontal dan tulang alveolar. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV (Human. Immunodeficiency Virus) (WHO, 2007) yang ditemukan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

DITA RACHMAYANI, S.PSI., M.A YUNITA KURNIAWATI, S.PSI., M.PSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan tersebut. Perkembangan tersebut juga merambah ke segala aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. Immunodeficiency Virus (HIV) semakin mengkhawatirkan secara kuantitatif dan

2015 INTERAKSI SOSIAL ORANG D ENGAN HIV/AID S (OD HA) D ALAM PEMUD ARAN STIGMA

BAB I PENDAHULUAN. Timbulnya suatu penyakit dalam masyarakat bukan karena penyakit

57 2-TRIK: Tunas-Tunas Riset Kesehatan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. bahkan negara lain. Saat ini tidak ada negara yang terbebas dari masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipilih oleh calon mahasiswa dengan berbagai pertimbangan, misalnya dari

BAB I PENDAHULUAN. disediakan oleh pemerintah untuk menampung orang-orang yang melanggar

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiensy Vyrus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit menular maupun tidak menular sekarang ini terus. berkembang. Salah satu contoh penyakit yang saat ini berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) merupakan sekumpulan gejala

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

b/c f/c Info Seputar AIDS HIV IMS Informasi di dalam buku saku ini dipersembahkan oleh: T A T

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah (alasan dan temuan/teori pendukung)

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini kita dihadapkan pada berbagai macam penyakit, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Sebaliknya dengan yang negatif remaja dengan mudah terbawa ke hal yang

LEMBAR PERSETUJUAN PENGISIAN KUESIONER. kesukarelaan dan bersedia mengisi kuesioner ini dengan sebaik-baiknya.

HIV/AIDS (Human Immunodeficiency/Acquired Immune Deficiency. Syndrome) merupakan isu sensitive dibidang kesehatan. HIV juga menjadi isu

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan suatu lembaga yang memberikan pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. Akibat pesatnya pembangunan fisik dan pertambahan penduduk di suatu kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat hal tersebut menjadi semakin bertambah buruk.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang secara

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang untuk dapat beraktivitas dengan baik. Dengan memiliki tubuh yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah HIV/AIDS. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas dan menjadi isu global yaitu Infeksi HIV/AIDS.

BAB I PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodefeciency Virus).

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terbebas dari

BAB I PENDAHULUAN. (HIV-AIDS) merupakan masalah kesehatan global karena penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2004, bencana demi bencana menimpa bangsa Indonesia. Mulai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. pada pembangunan di sektor ekonomi. Agar dapat bersaing antar bangsa, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap perkembangannya akan mengalami masa berhentinya haid yang dibagi

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan bahwa Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tri Lestari Octavianti,2013 GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG SEKS BEBAS DI SMA NEGERI 1 KADIPATEN KABUPATEN MAJALENGKA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia menginginkan kesejahteraan hidup dimana kesejahteraan tersebut mencakup berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah aspek kesehatan. Tubuh yang sehat memungkinkan seseorang melakukan berbagai aktivitas dan membuat perencanaan-perencanaan dalam hidup. Ketika tubuh terjangkit oleh suatu penyakit maka individu akan mengalami hambatan dalam menjalankan aktivitas dikarenakan gangguan pada fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah penyebab AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome). Acquired berarti didapat, bukan penyakit keturunan, immune berarti sistem kekebalan tubuh, deficiency berarti kekurangan, dan syndrome berarti kumpulan gejala penyakit, sehingga AIDS dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya sistem kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus). AIDS sendiri dapat menular melalui hubungan seks, jarum suntik, transfusi darah, dan melalui persalinan. Orang dengan HIV/AIDS akan mengalami pengurangan kekebalan tubuh yang mengakibatkan individu lebih mudah untuk terserang berbagai macam penyakit yang pada akhirnya berujung pada kematian (Zubairi Djoerban, Samsuridjal Djauzi, 2007).

2 Seseorang yang menderita penyakit AIDS disebut sebagai Odha, yaitu Orang dengan HIV/AIDS. Jumlah Odha di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya, dimana kota Bandung merupakan kota kedua terbesar untuk jumlah perkembangan Odha. Dari data terakhir yang dikumpulkan oleh KPAD Jawa Barat tahun 2007, jumlah Odha telah mencapai 1.729 orang dengan rentang usia 20-29 tahun. Dimana rentang usia penyebaran AIDS ini merupakan rentang usia dewasa awal. Penyebaran AIDS lebih banyak melalui jarum suntik yang sering dipakai secara bersama dan berulang diantara pengguna narkotika. Dari data KPAD Jawa Barat, penularan AIDS didominasi oleh pengguna narkotika (NAPZA) yang menggunakan jarum suntik yaitu sebesar 67,4%. Jumlahnya lebih besar apabila dibandingkan dengan penyebab lainnya seperti penularan melalui aktivitas seksual sebanyak 28,8% atau dari kelahiran 2%. Odha kebanyakan berada pada rentang usia 20-30 tahun yang tergolong dewasa awal (early adulthood), dimana masa ini merupakan waktu untuk membentuk kemandirian pribadi dan ekonomi, memilih pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara intim, dan memulai keluarga, dan mempunyai pekerjaan tetap (Santrock, 2002). Untuk memenuhi hal-hal tersebut di atas, seorang pada tahap perkembangan dewasa awal perlu melakukan interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Seorang Odha mengalami hambatan dalam pemenuhan kebutuhan perkembangannya karena terjadi perubahan besar dalam rencana-rencana dan

3 harapan-harapan hidupnya. Selain itu, Odha juga dihantui rasa takut akan kematian yang bisa datang kapan saja. Hambatan-hambatan yang yang dialami Odha merupakan stressor yang harus dihadapi setiap harinya begitu dinyatakan positif terinfeksi AIDS. Stressor bagi Odha berupa timbulnya gejala AIDS, ancaman kematian yang bisa datang kapan saja. Sampai saat ini belum ditemukan vaksin untuk mencegah dan obat untuk mengobati AIDS sehingga Odha merasa khawatir akan ketidakpastian waktu, biaya dan hasil pengobatan yang dijalani, kemungkinan anak yang dilahirkan cacat atau bahkan tidak dapat memiliki keturunan, penyakit oportunistik yang muncul, serta diskriminasi dan stigmatisasi dari masyarakat dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan pergaulan/interaksi sosial. Odha karena NAPZA suntik yang terus-menerus menilai keadaan dan hambatan yang terjadi baik dalam hal fisik dan psikis maupun yang terjadi di lingkungan, jika merasakan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dengan kemampuan yang dimilikinya maka akan memunculkan stres. Dimana stres merupakan bentuk interaksi antara individu dengan lingkungan yang dinilai individu sebagai tuntutan yang membebani atau melampaui kemampuan yang dimilikinya, serta mengancam kesejahteraan dirinya (Lazarus, 1984). Stressor dapat menimbulkan kondisi ketegangan (strain) pada bebrapa aspek dalam diri, yaitu aspek biologis dan psikososial (kognisi, emosi dan perilaku sosial). Reaksi biologis terhadap stres yang ditunjukkan Odha mencakup permasalahan kesehatan seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, asma, serta masalah kesehatan lainnya sebagai akibat terganggunya fungsi tubuh Odha. Dampak stres

4 terhadap aspek psikososial dapat berupa kesulitan berkonsentrasi, tidak dapat mengolah informasi dan kesulitan dalam membuat keputusan, mengasingkan diri dari lingkungan, tidak peduli terhadap lingkungan sekitar, marah, takut, dan merasa tidak bahagia. Di kota Bandung, satu-satunya tempat yang dibangun untuk menampung para pengguna NAPZA yang terinfeksi AIDS adalah Yayasan X. Di yayasan ini, kepada Odha diberikan bekal keterampilan, dukungan dari teman sebaya, dan dipantau kesehatannya secara rutin. Hal tersebut dimaksudkan agar Odha tetap dapat mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki, belajar menerima kondisi dirinya yang terinfeksi AIDS, tidak merasa diasingkan dan ditolak oleh masyarakat karena dalam melakukan aktivitas sehari-hari di yayasan, Odha berinteraksi dengan sesama Odha dan orang-orang sehat lainnya (tidak terinfeksi AIDS) yang dimaksudkan agar Odha tetap memiliki kepercayaan diri dan tidak menjadi stres ataupun depresi. Dari hasil survey yang dilakukan pada 10 (sepuluh) orang Odha di Yayasan X Bandung, diperoleh data bahwa 40% Odha menunjukkan rekasi kognitif seperti gangguan dalam berkonsentrasi dan mengalami mimpi buruk karena cemas akan usia hidupnya karena kematian yang akan datang kapan saja. Namun, Odha tetap dapat berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. 30% Odha menunjukkan reaksi perilaku sosial karena merasa cemas terhadap diskriminasi dan stigmatisasi dari masyarakat dalam bidang pendidikan, pekerjaan dan interaksi sosial, sehingga menjadi sering mengurung diri dan tidak peduli dengan keadaan disekitarnya. Namun, Odha tetap dapat mengerjakan tugas-tugasnya

5 dengan baik selama tidak memerlukan interaksi dengan orang lain yang baru dikenalnya. 20% Odha cemas tentang bagaimana ia akan menjalani hidup seterusnya dengan status positif AIDS, penyakit apa saja yang akan menyerangnya dan pengobatan apa yang harus dijalani membuat Odha sering menunjukkan reaksi biologis seperti mengalami ganggun pola makan karena merasa tidak berdya akan masa depannya, merasa depresi atau tidak bahagia dengan kondisi dirinya saat ini. Sebesar 10% Odha sering menunujukkan reaksi emosi seperti marah dan merusak benda-benda disekitarnya, jika kegagalan dalam melaksanakan tugasnya dikaitkan dengan status positif AIDS yang dideritanya. Setiap Odha karena NAPZA suntik akan memberikan reaksi yang beragam sesuai dengan penilaian mereka terhadap stressor yang dihadapi. Reaksi-reaksi yang ditunjukkan oleh Odha muncul setelah Odha melakukan penilaian kognitif terhadap tuntutan-tuntutan yang ada (stressor). Odha akan membandingkan tuntutan-tuntutan tersebut dengan kemampuan diri yang dimilikinya. Apabila tuntutan yang ada dianggap lebih besar atau melampaui kemampuan diri yang dimiliki oleh Odha maka Odha akan mengalami stres dan tinggi rendahnya derajat stres yang dialami dapat dilihat dari sering tidaknya Odha menunjukkan reaksi terhadap stres pada aspek biologis maupun psikososisal. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mendalam mengenai derajat stres pada orang dengan HIV/AIDS (Odha) karena napza suntik usia 20-30 tahun yang berada di Yayasan X Bandung.

6 1.2 Identifikasi Masalah Pada penelitian ini, ingin diketahui bagaimana derajat stres pada orang dengan HIV/AIDS (Odha) karena napza suntik usia 20-30 tahun di yayasan X Bandung. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud penelitian Untuk memperoleh gambaran mengenai derajat stres pada orang dengan HIV/AIDS (Odha) karena napza suntik usia 20-30 tahun di Yayasan X Bandung. 1.3.2 Tujuan penelitian Untuk memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif mengenai derajat stres, dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada orang dengan HIV/AIDS (Odha) karena napza suntik usia 20-30 tahun di Yayasan X Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan ilmiah 1. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan disiplin ilmu Psikologi terutama Psikologi Klinis yaitu dengan memberi informasi khususnya tentang derajat stres yang dialami orang dengan HIV/AIDS (Odha) karena napza suntik usia 20-30 tahun.

7 2. Menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan derajat stres pada orang dengan HIV/AIDS (Odha) karena napza suntik. 1.4.2 Kegunaan praktis 1. Memberi informasi pada Odha mengenai derajat stres agar mereka mampu mengenali stressor yang dapat menimbulkan dan meningkatkan derajat stres, sehubungan dengan perkembangan penyakit dalam dirinya sehingga dapat mempersiapkan dirinya dalam menghadapi reaksi-reaksi yang akan muncul baik dari dalam diri maupun dari lingkungan. 2. Memberikan informasi tambahan mengenai derajat yang dialami oleh Odha karena napza suntik usia 20-30 tahun pada Yayasan X Bandung, sebagai bahan pertimbangan dalam merancang program-program pembinaan maupun konseling yang berguna untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. 3. Memberi informasi mengenai derajat stres dan hal yang menjadi stressor bagi Odha kepada keluarga agar dapat memberikan dukungan yang optimal pada Odha dalam menjalani kehidupannya sehari-hari.

8 1.5 Kerangka Pemikiran Seorang yang terinfeksi HIV, memiliki potensi untuk menularkan virus seumur hidup, dikarenakan sampai saat ini belum ada vaksin untuk mencegah dan obat untuk menyembuhkannya. Orang dengan HIV/AIDS (Odha), menyadari hal tersebut dan menganggapnya sebagai sesuatu yang mengancam karena virus tersebut akan terus berkembang dan hanya akan berakhir dengan kematian. Kerusakan pada sistem kekebalan tubuh menyebabkan Odha amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit. Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan menyebabkan Odha sakit parah bahkan meninggal. AIDS lebih tepat jika didefinisikan sebagai kumpulan gejala penyakit. Seiring dengan memburuknya kekebalan tubuh, Odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi oportunistik antara lain berat badan yang menurun, demam lama, rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare, tuberkolosis, dan infeksi jamur. Pada situasi ini, terdapat gejala klinis gangguan kognitif atau disfungsi motorik yang mengganggu kerja atau aktivitas sehari-hari, tanpa dapat dijelskan oleh penyebab lain selain infeksi HIV (Zubairi Djoerban, Samsuridjal Djauzi, 2007). Ketika memasuki usia dewasa awal (20-30 tahun), seseorang dituntut untuk dapat mandiri secara ekonomi, memilih pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara intim, dan memulai berkeluarga. Namun setelah terinfeksi AIDS, banyak perencanaan-perencanaan hidup yang telah dibuat sebelumnya menjadi berantakan. Odha harus mengatur perencanaan hidupnya kembali dan menyesuaikannya dengan kondisi tubuh yang telah terinfeksi AIDS.

9 Hidup dengan HIV/AIDS dapat menimbulkan berbagai masalah yang sulit bagi Odha, misalnya seputar kesehatan, pekerjaan, hubungan dengan orang lain di sekitar, bahkan kelangsungan hidupnya. Penyakit AIDS yang menginfeksi Odha sangat mempengaruhi pikiran dan perasaan mereka baik dalam hal kenyamanan atau rasa aman, seksualitas dan masa depan. Dalam menjalani kehidupan setelah terinfeksi HIV, Odha dihadapkan pada beragam masalah, seperti: kondisi fisik yang semakin menurun, infeksi oportunistik, proses pengobatan yang hanya akan terhenti saat mereka meninggal, stigmatisasi yang berasal dari keluarga maupun masyarakat, hingga reaksi psikis yang muncul dalam menghadapi penyakitnya. Odha cenderung untuk menyalahkan diri atas penyakit yang dideritanya, merasa cemas dan takut menjelang kematian, dan marah karena sampai saat ini belum ada vaksin ataupun obat yang dapat menyembuhkan ataupun membebaskannya dari ancaman kematian akibat AIDS. Segala hal yang tidak diharapkan mengakibatkan munculnya kecenderungan dari Odha untuk mengalami stres. Stres itu sendiri merupakan keadaan ketika seseorang merasa tertekan baik secara fisik maupun psikologis, yaitu situasi dimana Odha menilai tuntutan yang ada melebihi sumber dayanya dan membahayakan keberadaan dirinya atau kesejahteraannya (Lazarus & Folkman, 1984: 19). Semakin sering Odha menghayati tuntutan baik dari luar maupun dalam dirinya sebagai sesuatu yang mengancam, melebihi sumber daya yang dimilikinya maka derajat stres yang dialaminya semakin tinggi. Begitu pula sebaliknya, jika tuntutan semakin jarang tuntutan dihayati Odha sebagai sesuatu

10 yang mengancam melebihi sumber daya yang dimilikinya maka stres yang dialami akan rendah. Pada Odha, seluruh hal tersebut di atas menjadi stressor yang akan meningkatkan derajat stres jika Odha menilai hal tersebut sebagai hal yang menjadi hal yang membebani atau melampaui kemampuan yang dimiliki serta mengancam kesejahteraan dirinya. Dalam kehidupannya sehari-hari sebagai individu, Odha memiliki tuntutan-tuntutan yang harus ia penuhi. Tuntutan adalah sesuatu yang jika tidak dipenuhi akan menimbulkan konsekuensi yang tidak menyenangkan bagi individu (Lazarus & Folkman, 1984). Odha dihadapkan pada berbagai masalah diantaranya masalah pekerjaan. Untuk membiayai pengobatan tentunya Odha memerlukan biaya yang cukup besar dikarenakan penyakit yang diderita sifatnya bukan sementara. Penyakit oportunistik yang timbul pada penderita AIDS dapat bermacam-macam bentuknya dan jika tidak mendapatkan penanganan yang baik akan memperburuk keadaan fisik Odha. Namun, terkadang Odha dipecat dari pekerjaannya karena penyakit yang dideritanya. Hal ini tentunya menjadi stressor pada diri Odha yang dapat meningkatkan derajat stres Odha tersebut. Ia harus memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarga jika ia telah berkeluarga tetapi sumber penghasilannya tidak ada. Namun dengan adanya faktor situasional yang mempengaruhi penilaian kognitif yang dilakukan Odha untuk menilai keadaan tersebut berupa harapan (desirability) segera ditemukannya obat untuk penyakit AIDS dapat menjadikan derajat stres Odha menjadi lebih rendah.

11 Faktor situasional yang juga mempengaruihi penilaian kognitif Odha yaitu transisi kehidupan (life transition) dimana AIDS muncul pada saat Odha berada pada rentang usia 20-30 tahun. Pada rentang usia tersebut, Odha dihadapkan pada tuntutan untuk memilih pasangan, belajar hidup dengan seseorang secara intim, dan memulai keluarga. Status positif AIDS menjadikan Odha menjadi kurang bahkan tidak percaya diri sehingga mereka enggan untuk membuka diri kepada orang lain di lingkungannya. Odha memiliki masalah lain dengan kemungkinan memiliki keturunan yang terinfeksi HIV, cacat ataupun anak yang dilahirkan mungkin saja akan meninggal. Seluruh kemungkinan tersebut pada akhirnya dapat menjadikan Odha mengalami stres dengan derajat yang tinggi jika menilainya sebagai hal yang melampaui kemampuan dan mengancam kesejahteraan diri Odha. Namun, dengan usaha yang dilakukan Odha untuk mengatasi penyakit yang dideritanya (controlability) yakni dengan rutin berobat dan memeriksakan kesehatan, maka derajat stres yang dialami Odha menjadi lebih rendah. Stres yang dialami Odha selanjutnya dapat muncul dalam bentuk reaksi yang dapat dikelompokkan menjadi reaksi yang sifatnya biologis dan rekasi psikososial (kognitif, emosi dan perilaku sosial). Tinggi rendahnya derajat stres dapat dilihat dari frekuensi munculnya reaksi-reaksi tersebut. Reaksi biologis yang dimunculkan Odha antara lain meningkatnya tekanan darah, denyut jantung bertambah cepat, keringat berlebihan, ketegangan pada otot, asma atau kesulitan bernafas, sakit kepala, hilangnya nafsu makan, kesulitan tidur atau insomnia, dan keletihan. Reaksi kognitif seperti kesulitan dalam berkonsentrasi, sering lupa,

12 tidak mampu mengambil keputusan, sensitif terhadap kritik dan mimpi buruk dari aspek emosi reaksi yang ditunjukkan seperti kecemasan, takut, depresi, frustrasi, marah, memiliki perasaan tidak bahagia, merasa tidak berdaya akan masa depan, terlihat lesu/tanpa gairah atau pasif, memiliki rasa bersalah, merasa terasing, rendahnya rasa percaya diri. Dalam bentuk tingkah laku sosial, stres membuat Odha menjauhkan diri dari lingkungan, cenderung berperilaku merusak, gemetar, ledakan emosi, kurang peduli dan tidak peka terhadap lingkungan sekitar (Rosenhan & Seligman, 1984 dalam Sarafino, 1990: 83). Semakin berat dan mengancam suatu stressor dihayati oleh Odha maka dampak yang ditimbulkan akan semakin berat pula, dan bagaimana Odha menilai keadaan tersebut yang menentukan tinggi rendahnya derajat stres yang dialami. Penilaian dan penghayatan yang dilakukan tiap individu akan berbeda, maka tinggi rendahnya derajat stres yang dialami pun akan berbeda pula. Penilaian kognitif (cognitive appraisal) yang dilakukan oleh Odha memiliki peran penting dalam menentukan derajat stres yang akan dialaminya. (Folkman, 1984). Masing-masing Odha memiliki penilaian yang beragam terhadap tuntutan-tuntutan yang ditujukan pada dirinya. Jika suatu stressor berupa timbulnya gejala AIDS, penyakit oportunistik, ancaman kematian, kemungkinan tidak dapat memiliki anak atau anak yang dilahirkan akan cacat, ketidakpastian waktu, biaya dan hasil pengobatan serta stigmatisasi dan diskriminasi masyarakat terhadap penderita AIDS, jika dirasakan tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan Odha, tidak bermakna, tidak ada keterkaitan maka Odha akan mengabaikan stimulus tersebut, atau dengan kata lain

13 hal tersebut tidak menjadi stressor yang dapat meningkatkan derajat stres pada Odha (irrelevant). Jika stressor tersebut dihayati sebagai hal yang positif dan dianggap dapat meningkatkan kesejahteraan hidup Odha maka Odha mengalami penghayatan benign-positive, dan mengalami penghayatan stress appraisal, jika stressor menimbulkan penghayatan harm/loss (gangguan kerugian/ perasaan kehilangan), threat (ancaman), dan challenge (tantangan). Situasi yang sama akan menghasilkan penghayatan stres yang berbeda pada tiap Odha tergantung dari faktor individual maupun situasional yang mempengaruhi penilaian kognitif yang dilakukan Odha (Lazarus, 1984). Faktor individual tersebut adalah komitmen (commitment) yaitu suatu pengungkapan mengenai hal apa yang penting bagi diri Odha. Semakin kuat Odha memegang komitmennya maka semakin besar ancaman atau bahaya yang akan diterimanya. Bagi Odha di Yayasan X Bandung kesehatan merupakan hal yang penting dalam menjalani hidup. Sehingga begitu menyadari dirinya terinfeksi AIDS serta ancaman kematian yang menyertai penyakit AIDS tersebut menyebabkan Odha merasa tidak berdaya dan tidak yakin akan mampu mengahadapi ataupun menyelesaikan masalah yang mungkin saja timbul karena penyakit AIDS dinilai sebagai sesuatu yang melebihi kemampuan diri yang dimilikinya. Keyakinan (belief) akan menentukan bagaimana Odha mengevaluasi apa yang sedang dan akan terjadi. Dengan belief ini Odha nantinya merasa yakin diri atau tidak terhadap kekuatan/power yang dimilikinya untuk menguasai stressor yang dihadapinya sebagai penderita AIDS (Wrubet, 1981; dalam Lazarus & Folkman, 1984).

14 Faktor lain yang juga mempengaruhi penilaian (appraisal) pada Odha adalah faktor situasional. Faktor situasional ini diantaranya adalah:kesegeraan akan mengalami kematian (imminence) cenderung untuk dilihat Odha sebagai suatu hal yang penuh dengan stres (Cohen & Lazarus, 1983; Patresen & Neufeld, 1987; dalam Sarafino, 1990: 77). Kematian merupakan kekhawatiran terbesar bagi Odha yang dinilai sebagai hal ancaman bagi kelangsungan dan kesejahteraan hidupnya sehingga mampu meningkatkan derajat stres. Ancaman kematian dan bentuk-bentuk stressor lainnya muncul ketika Odha memasuki fase perkembangan baru (mengalami transisi kehidupan). Perpindahan dari satu fase/ tahap ke fase/ tahap perkembangan berikutnya atau dari suatu kondisi kehidupan ke kondisi kehidupan berikutnya menyebabkan munculnya perubahan-perubahan yang mendasar yang diiringi pula dengan timbulnya tuntutan-tuntutan baru yang harus dipenuhi. Odha memasuki usia dewasa awal dihadapkan pada tuntutan-tuntutan yang baru seperti mandiri secara ekonomi dan memiliki pasangan hidup, namun di sisi lain status HIV/AIDS dapat menjadi penghambat pemenuhan tuntutan-tuntutan tersebut. Penyimpangan munculnya suatu peristiwa dari saat yang diharapkan yakni terinfeksi AIDS, dapat menimbulkan stres pada Odha dikarenakan peristiwa tersebut berlangsung terlalu cepat dan tidak ada kesiapan dari Odha dalam menghadapi dikarenakan tidak adanya sumber daya untuk menghadapi tuntutan dari peristiwa tersebut. Hal ini menyebabkan Odha mengalami ketidakjelasan (ambiguity). yakni suatu kekurangjelasan dari suatu situasi. Di satu sisi Odha dihadapkan pada

15 tuntutan untuk mengembangkan kemandirian dalam pengambilan keputusan maupun secara ekonomi, menjalin keintiman dengan orang lain. Sedangkan di sisi lain, penyakit dan status yang ada pada Odha menjadi suatu hambatan dalam pemenuhan tuntutan-tuntutan tersebut. HIV/AIDS menjadikan peran yang mesti Odha jalankan menjadi kabur. Dibandingkan dengan peristiwa yang dapat dikontrol, suatu peristiwa yang tidak dapat dikontrol cenderung untuk dinilai oleh Odha sebagai suatu hal yang sangat menekan (Lazarus, 1984). Bagi Odha, hal yang tidak ia harapkan adalah infeksi penyakit AIDS pada tubuhnya yang mengakibatkan banyak dari perencanaan-perencanaan hidupnya menjadi kacau sehingga Odha cenderung mengalami derajat stres yang tinggi. Namun, timbulnya keinginan akan munculnya suatu peristiwa yang diinginkan (desirability) seperti harapan Odha agar ditemukan obat untuk HV/AIDS, merupakan salah satu bentuk usaha Odha dalam menghadapi penyakitnya yang dapat menurunkan derajat stres yang dialaminya. Derajat stres yan ditampilkan oleh tiap Odha tentunya akan berbeda satu dengan yang lainnya tergantung pada cognitive appraisalnya. Oleh karena itu derajat stres dan reaksi biologis dan psikososial yang timbul dari penilaian kognitif tersebut akan berbeda-beda pula pada tiap Odha. Jika stressor dirasakan tidak berpengaruh terhadap kesejahteran diri Odha, tidak bermakna, tidak ada keterkaitan, dapat diabaikan (irrelevant) serta dihayati sebagai hal yang positif dan dianggap dapat meningkatkan kesejahteraan diri Odha (benign positive), Odha akan cenderung mengalami stress dengan derajat yang rendah. Akan tetapi jika stressor menimbulkan penghayatan harm/loss (gangguan kerugian/perasaan

16 kehilangan), threat (ancaman), dan challenge (tantangan) bagi Odha, seperti kematian yang dinilai sebagai suatu ancaman akibat terinfeksi AIDS, maka Odha akan mengalami stres dengan derajat yang tinggi. Melalui penilaian kognitif terhadap stressor, Odha dapat memberikan penghayatan akan situasi yang dihadapinya, dan dengan demikian akan mempengaruhi tnggi atau rendahnya derajat stres yang dialami oleh Odha. Melalui proses penilaian kognitif, Odha dapat menilai situasi atau peristiwa dan sumber daya yang ia miliki untuk menghadapai stressor dan tuntutan yang ada. Dengan demikian, derajat stres yang dialami Odha karena napza suntik usia 20-30 tahun di Yayasan X Bandung dapat lebih jelas dilihat pada bagan kerangka pikir berikut:

Stressor: Fisik : - Timbulnya gejala AIDS, penyakit oportunistik setelah terinfeksi AIDS dan ancaman kematian, Psikis : - Kemungkinan tidak dapat memiliki keturunan, - Kemungkinan anak yang dilahirkan cacat, - Ketidakpastian waktu, biaya & hasil pengobatan, Sosial : - Diskriminasi dan stigmatisasi masyarakat dalam pendidikan, pekerjaan dan pergaulan/interaksi sosial. Odha karena napza suntik usia 20-30 tahun di Yayasan X Bandung Penilaian Primer (Primary Appraisal) Stress appraisal Stress a. Faktor individual - Commitments - Beliefs b. Faktor situasional - Imminence - Life transition - Timing - Ambiguity - Desirability - Controlability Dampak stress: 1. Reaksi biologis 2. Reaksi psikososial: a. Kognisi b. Emosi c. Tingkah laku sosial Bagan 1.5 Kerangka Pikir Tinggi Rendah

18 1.6 Asumsi Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut dapat diasumsikan bahwa : 1. Orang dengan HIV/AIDS karena napza suntik usia 20-30 tahun di Yayasan X Bandung memiliki derajat stres yang berbeda. 2. Tuntutan yang berasal dari dalam diri (internal) maupun yang berasal dari luar diri Odha (eksternal) merupakan stressor yang dapat mempengaruhi derajat stres. 3. Odha akan melakukan penilaian kognitif (cognitive appraisal) dalam menghadapi tekanan internal maupun ekstrenal. 4. Penilaian kognitif (cognitive appraisal) menentukan tinggi rendahnya derajat stres yang dihayati oleh Odha. 5. Odha di Yayasan X menilai tuntutan yang ada (stressor) sebagai stress appraisal yaitu situai yang menimbulkan penghayatan harm/loss (kerugian/perasaan kehilangan), threat (ancaman), dan challenge (tantangan).