FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KONTRASEPSI TUBEKTOMI PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR DI RSUD Dr PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012

dokumen-dokumen yang mirip
Volume 3 / Nomor 1 / April 2016 ISSN :

BAB 1 PENDAHULUAN. kependudukan. Sejak 2004, program keluarga berencana (KB) dinilai berjalan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang relatif tinggi, penyebaran penduduk yang tidak merata, kualitas. penduduk yang harus ditingkatkan (Saifuddin, 2006).

PENGETAHUAN DAN SIKAP SUAMI PASANGAN USIA SUBUR DENGAN KEIKUTSERTAAN MENJADI AKSEPTOR KB PRIA. Darwel, Popi Triningsih (Poltekkes Kemenkes Padang )

Harto P. Simanjuntak 1, Heru Santosa 2, Maya Fitria 2. Abstract

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organisation) expert Committe 1970 :

BAB I PENDAHULUAN. kependudukan salah satunya adalah keluarga berencana. Visi program

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI MKJP PADA PUS DI PUSKESMAS TEMBILAHAN HULU

JURNAL KESEHATAN DAN KEBIDANAN (JOURNAL OF MIDWIFERY AND HEALTH)

PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Starta I pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada saat ini Keluarga Berencana (KB) telah dikenal hampir di

BAB I PENDAHULUAN. India, Pakistan, Brazil, dan Nigeria yang memberikan kontribusi besar pada

GAMBARAN KARAKTERISTIK IBU DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI RUMAH BERSALIN RACHMI PALEMBANG TAHUN 2014

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DALAM PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI DESA PASIRANGIN KECAMATAN CILEUNGSI KABUPATEN BOGOR

BAB 1 PENDAHULUAN. yang muda, dan arus urbanisasi ke kota-kota merupakan masalah-masalah pokok

BAB 1 PENDAHULUAN. berdasarkan sensus penduduk mencapai 237,6 juta jiwa. keluarga kecil yang sehat dan sejahtera yaitu melalui konsep pengaturan jarak

PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR USE OF CONTRACEPTION BY COUPLES OF CHILDBEARING AGE

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan wanita untuk merencanakan kehamilan sedemikian rupa sebagai

: LULUK ERDIKA GRESTASARI J

BAB I PENDAHULUAN. terhadap bayi premature (lahir muda) makin dapat diselamatkan dari kematian,

Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Alat Kontrasepsi IUD pada Wanita PUS di Desa Pasekan Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMILIHAN ALAT KOTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICE (IUD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAGENTAN 2 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia. Situasi dan kondisi

HUBUNGAN PENDIDIKAN, PENGETAHUAN, USIA DAN DUKUNGAN SUAMI DENGAN PEMILIHAN KONTRASEPSI IUD DI DESA TANGGAN GESI SRAGEN NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan Negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada

Correlation Between Mother s Knowledge and Education On Use Of Contraceptive In Yukum Jaya Village Central Lampung In 2013

BAB I PENDAHULUAN. Visi Keluarga Berencana Nasional adalah Keluarga Berkualitas. Keluarga yang

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh : AHMAD NASRULLOH J

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan hingga saat ini juga masih mengalami hambatan hambatan.

KARAKTERISTIK PESERTA KONTRASEPSI STERILISASI DI KLINIK MANTAP MEDAN PERIODE 2014

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN SIKAP AKSEPTOR KB TERHADAP KONTRASEPSI METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA BARON MAGETAN

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI SUNTIK DI PUSKESMAS PAAL X KOTA

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKIKUTSERTAAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah utama yang dihadapi Indonesia adalah di bidang kependudukan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. adalah dampak dari meningkatnya angka kelahiran. Angka kelahiran dapat dilihat dari pencapaian tingkat fertilitas.

GASTER, Vol. 8, No. 1 Februari 2011 ( )

BAB I PENDAHULUAN. 2010) dan laju pertumbuhan penduduk antara tahun sebesar 1,49% yang

Associated Factors With Contraceptive Type Selection In Bidan Praktek Swasta Midwife Norma Gunung Sugih Village

BAB I PENDAHULUAN. penduduk terbesar. Indonesia masuk dalam peringkat ke empat di dunia

GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PRIA PRODUKTIF TERHADAP METODE KONTRASEPSI VASEKTOMI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWASARI

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduk maka semakin besar usaha yang dilakukan untuk. mempertahankan kesejahteraan rakyat. Ancaman terjadinya ledakan

UNIVERSITAS SILIWANGI FAKULTAS ILMU KESEHATAN PEMINATAN KESEHATAN REPRODUKSI SKRIPSI, NOVEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. pertahun (Badan Pusat Statistik, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. namun kemampuan mengembangkan sumber daya alam seperti deret hitung. Alam

HUBUNGAN BEBERAPA FAKTOR PADA WANITA PUS DENGAN KEIKUTSERTAAN KB SUNTIK DI DESA DUREN KECAMATAN SUMOWONO KABUPATEN SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. Negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia setelah Cina,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak

PENGARUH PENGETAHUAN TERHADAP KEPUTUSAN IBU DALAM MEMILIH ALAT KONTRASEPSI DI PUSKESMAS KASSI-KASSI MAKASSAR. Arisna Kadir

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PARTISIPASI PRIA DALAM KELUARGA BERENCANA DI LINGKUNGAN IV KELURAHAN TELING ATAS KOTA MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. diatas 9 negara anggota lain. Dengan angka fertilitas atau Total Fertility Rate

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN ALAT KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI DESA KARANGJATI KABUPATEN SEMARANG

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEIKUTSERTAAN SUAMI PADA PROGRAM KB VASEKTOMI DI WILAYAH KECAMATAN BANJARMASIN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk merupakan salah satu masalah besar. berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan

pemakaian untuk suatu cara kontrasepsi adalah sebesar 61,4% dan 11% diantaranya adalah pemakai MKJP, yakni IUD (4,2 %), implant (2,8%), Medis

BAB I PENDAHULUAN. terbesar di dunia (Cina, India, dan Amerika Serikat) dengan. 35 tahun (Hartanto, 2004).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PASANGAN USIA SUBUR MENJADI AKSEPTOR KB DI KELURAHAN BABURA KECAMATAN MEDAN SUNGGAL KOTA MEDAN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penghambat pengeluaran folicel stimulating hormon dan leitenizing hormon. sehingga proses konsepsi terhambat (Manuaba, 2002).

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN TINGKAT EKONOMI DENGAN PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DI WILAYAH PUSKESMAS SEKAMPUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Juli 2013 mencapai 7,2 miliar jiwa, dan akan naik menjadi 8,1 miliar jiwa pada tahun

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung dari hasil Sensus Penduduk tahun 2010 mencatat jumlah

HUBUNGAN KELOMPOK UMUR PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DENGAN PEMILIHAN JENIS ALAT KONTRASEPSI DI DESA PADAMUKTI KECAMATAN SOLOKANJERUK KABUPATEN BANDUNG

Desi Andriani * Kaca Kunci : Pengetahuan, Pendidikan, AKDR. Daftar pustaka : 16 ( )

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga Berencana (KB). Progam KB yang baru didalam paradigma ini

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG KB SUNTIK 3 BULAN DENGAN KEPATUHAN IBU MELAKUKAN KUNJUNGAN ULANG DI SIDOHARJO

FAKTOR DETERMINAN PARTISIPASI PRIA DALAM VASEKTOMI. Andik Setiyono 1, Siti Novianti 2. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi Tasikmalaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ledakan penduduk merupakan masalah yang belum terselesaikan sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih besar menempatkan ibu pada risiko kematian (akibat kehamilan dan persalinan)

BAB 1 PENDAHULUAN. yang digunakan dengan jangka panjang, yang meliputi IUD, implant dan kontrasepsi

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG IUD DENGAN MINAT KB IUD DI DESA MOJODOYONG KEDAWUNG SRAGEN

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Keperaatan. Disusun oleh : SUNARSIH J.

BAB 1 PENDAHULUAN. kualitas pelayanan kesehatan. Kematian ibu masih merupakan masalah besar yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI DAN DEMOGRAFI TERHADAP KEIKUTSERTAAN PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI KECAMATAN GENENG KABUPATEN NGAWI

The Factors that Affect the Participation of Men in Vasektomi in Kelurahan Sioldengan Kecamatan Rantau Selatan Kabupaten Labuhanbatu 2018

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI PADA WANITA USIA SUBUR DI PUSKESMAS JOMBANG-KOTA TANGERANG SELATAN

1. BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan telah, sedang dan akan dilaksanakan untuk mengatasi masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pembangunan nasional (Prawirohardjo, 2007). Berdasarkan data

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN PENDIDIKAN IBU DALAM PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI METODE OPERASI WANITA (MOW) DI DESA JEPANG PAKIS

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN KB VASEKTOMI TERHADAP PENGETAHUAN SUAMI DI DESA SOCOKANGSI KECAMATAN JATINOM KABUPATEN KLATEN

BAB 1 PENDAHULUAN. petugas membantu dalam memilih dan memutuskan jenis kontrasepsi yang akan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 yaitu sebanyak 248 juta jiwa. akan terjadinya ledakan penduduk (Kemenkes RI, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari penyediaan fasilitas pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara ke empat setelah Amerika Serikat. yang memiliki pertumbuhan penduduk terbanyak pada tahun 2000.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara ke-4 di dunia dengan estimasi jumlah penduduk terbanyak yaitu 256 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia semakin nyata. Menurut World Population Data Sheet 2013, Indonesia

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TERHADAP PEMAKAIAN KONTRASEPSI KB

ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI AKSEPTOR KB DALAM MEMILIH ALAT KONTRASEPSI IUD DI DESA WONOSARI KECAMATAN TANJUNG MORAWA KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN

Ulfa Miftachur Rochmah. Mahasiswa S1 Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas Negeri Surabaya

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI DALAM RAHIM (AKDR) DI PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. besar dan berkualitas serta dikelola dengan baik, akan menjadi aset yang besar dan

FAKTOR YANG MEMBEDAKAN PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI INTRA UTERINE DEVICES

GAMBARAN PENGETAHUAN WANITA USIA SUBUR (WUS) TENTANG KONTRASEPSI IUD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS DANUREJAN 1 KOTA YOGYAKARTA

MA RIFATUL AULIYAH Subject : Dukungan Suami, MKJP, Akseptor KB DESCRIPTION ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengendalian tingkat kelahiran dan usaha penurunan tingkat

ABSTRACT PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN USIA KAWIN PERTAMA PENGGUNAAN ALAT KONTRASEPSI TERHADAP JUMLAH ANAK

Transkripsi:

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PEMAKAIAN KONTRASEPSI TUBEKTOMI PADA WANITA PASANGAN USIA SUBUR DI RSUD Dr PIRNGADI MEDAN TAHUN 2012 Herlinawati¹, Maya Fitria², Heru Santosa² ¹Mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ²Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ABSTRACT Tubectomy contraception is cutting action the fallopian/uterine tube. Tubectomy is medical treatment by blocking uterine tube with the certain purpose to not to have a child for a long time until for a lifetime. The number of female sterilization user in Indonesia in 2012 amounted 1.04% (Lusiana, 2012). Data from the National Population and family planning in 2012 the number of participants tubectomy is in North Sumatra as much as 8.38%. Existing participant data tubectomy at Dr. Pirngadi Local General Hospital in the period January to October 2012 was 45%. This study aimed to examine the relationship between the factors related to tubectomy contraception use among women of fertile age couples. This research was descriptive analytic study using a cross sectional approach where the measurement or observation of the subject was done in a single observation. The sample size in this study was as much as 86 respondents with a total population of 255 respondents. Data were collected through questionnaire-based interviews. Data analysis used chi square test. The results of this study showed that 58.1% of respondents used tubectomy contraception. There were no relationship between age (p = 0.152), education (p = 0.498), occupation (p = 0.103), knowledge (p = 0.397), culture/belief (p = 0.714) and tubectomy contraception use among woman of fertile age couples. There were relationship between parity (p = 0,001), attitude (p = 0.016), family support (p = 0,001) and tubectomy contraception use among woman of fertile age couples. The health workers and Family Planning Field Workers are expected to play an active role in increasing the awareness of fertile age couples by providing a sustainable extension to the community in order to increase their participation in using tubectomy. Keywords: Family Planning Acceptor, Tubectomy Contraception PENDAHULUAN Indonesia menghadapi masalah dengan jumlah dan kualitas sumber daya manusia dengan kelahiran 5.000.000 per tahun. Untuk dapat mengangkat derajat kehidupan bangsa telah dilaksanakan secara bersamaan pembangunan ekonomi dan Keluarga Berencana yang merupakan sisi masing-masing mata uang. Bila gerakan Keluarga 1

Berencana tidak dilakukan bersamaan dengan pembangunan ekonomi, dikhawatirkan hasil pembangunan tidak akan berarti (Manuaba, 2006). Indonesia sebagai negara keempat terbesar setelah negara Cina, India dan Amerika Serikat. Tidak bisa dibayangkan berapa luas tempat yang akan dibutuhkan jika pada tempat yang sama dan waktu yang sama penduduk ini dikumpulkan menjadi satu (Muhammad, 2011). Pada awal tahun 2010, pemerintah telah melakukan sensus penduduk dan diperoleh jumlah penduduk Indonesia saat itu adalah 237.556.363 jiwa yang tersebar dari sabang sampai merauke dengan tingkat kepadatan 124/km 2 (BPS, 2010). Adapun jumlah penduduk Provinsi Sumatera Utara sebanyak 12.982.204 jiwa, mencakup mereka yang bertempat tinggal di daerah perkotaan sebanyak 6.382.672 (49.16%), sedangkan yang bertempat tinggal di desa sebanyak 6.599.532 (50,84%) dengan kepadatan penduduk 178 jiwa/km 2 dan laju pertumbuhan penduduk 1,10 %/tahun (BPS, 2010). Dengan adanya pertumbuhan penduduk yang cepat dan tidak seimbang dengan angka pertumbuhan ekonomi maka akan membawa dampak dan beban berat bagi penduduk misalnya pangan, pendidikan dan pelayanan kesehatan. Dengan adanya dampak tersebut apabila laju pertumbuhan ekonomi belum mampu mengimbangi pertumbuhan penduduk yang berarti manusia dalam keluarga besar semakin tajam derajat kemiskinan (Wahyuni, 2002). Maka menurut pendapat Malthus yang mengemukakan bahwa pertumbuhan penduduk dan kemampuan mengembangkan Sumber Daya Alam laksana deret hitung, sedangkan pertumbuhan dan perkembangan manusia laksana deret ukur, sehingga pada satu titik Sumber Daya Alam tidak mampu menampung pertumbuhan manusia, telah menjadi kenyataan (Manuaba, 2006). Tingkat pertumbuhan penduduk yang lebih cepat dibanding produksi pangan akan menyebabkan kelangkaan pangan. Kelangkaan ini akan memicu perang, kerusuhan, dan kematian (Ananta, 2011). Berdasarkan pendapat demikian diharapkan setiap keluarga memperhatikan dan merencanakan jumlah keluarga yang diinginkan, sehingga tidak terjadi krisis pagan dan mengalami kematian karena kekurangan pangan (Manuaba, 2006). Berdasarkan hal-hal tersebut, maka pada tahun 1971 dimulailah program Keluarga Berencana Nasional dan pada tahun 1973 program Keluarga Berencana Nasional tercantum didalam GBHN. Salah satu cara untuk menekan jumlah penduduk yaitu dengan cara meningkatkan pelayanan Keluarga Berencana. Program Keluarga Berencana adalah program pembahas dan bertujuan untuk menciptakan kesejahteraan ekonomi, spiritual, dan sosial budaya, pendidikan agar dapat tercipta keseimbangan yang baik dengan kemampuan produksi nasional (Manuaba, 2006). Ketersediaan dan akses terhadap informasi dan pelayanan KB, dapat mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Jika semua perempuan mempunyai akses terhadap kontrasepsi yang aman dan efektif, diperkirakan kematian ibu menurun hingga 50%, termasuk 2

menurunkan risiko kesehatan reproduksi yang terkait dengan kehamilan, persalinan dan aborsi tidak aman (Wahyudi, 2012). Kontrasepsi ialah usahausaha untuk mencegah terjadinya kehamilan (Sarwono, 2005). Negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki jumlah penduduk besar mendukung program kontrasepsi untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah penduduk dan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Dalam hal ini pemerintah Indonesia menyelenggarakan program Keluarga Berencana atau KB melalui pengaturan kelahiran. Menurut data Survei Kesehatan dan Demografi Indonesia tahun 2012 kesehatan masyarakat pada metode kontrasepsi mantap masih rendah jumlah peserta KB yang memakai kontrasepsi MOW atau tubektomi 3,2%. Padahal tubektomi merupakan alat kontrasepsi yang dianggap sangat efektif, murah dan aman dalam menghentikan kehamilan. Dengan harapan lebih banyak wanita PUS yang ikut memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi. Kontrasepsi mantap pada wanita disebut juga dengan istilah tubektomi yaitu merupakan tindakan medis berupa penutupan tuba uterina dengan maksud tertentu untuk tidak mendapatkan keturunan dalam jangka panjang sampai seumur hidup. Pada tubektomi dilakukan pengikatan atau pemotongan pada saluran tuba fallopii yang menyebabkan tidak terjadi pembuahan antara sel telur dan sperma (Meilani, 2010). Dahulu tindakan tubektomi ini disebut sterilisasi dan dilakukan atas indikasi medis, seperti kelainan jiwa, kemungkinan kehamilan yang dapat membahayakan nyawa ibu atau penyakit keturunan. Kini tubektomi dilakukan untuk membatasi jumlah anak (Meilani, 2010). Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan suami istri yang pada saat ini hidup bersama, baik bertempat tinggal resmi dalam satu rumah ataupun tidak, dimana umur istrinya antara 15 tahun sampai 44 tahun (Wirosuhardjo, 2004). Adapun informasi yang diperoleh dari 3 ibu yang tidak memakai tubektomi mengatakan alasan untuk tidak memakai tubektomi, karena umur mereka masih muda, jumlah anak yang mereka miliki masih belum sesuai dengan keinginan pasangan suami istri, pengetahuan yang dimiliki oleh ibu yang kurang tentang tubektomi, sikap ibu yang kurang baik dalam menanggapi tentang tubektomi, kurangnya dukungan dari suami dalam melakukan tubektomi serta budaya (kepercayaan) yang mengatakan tidak baik menolak rejeki dari Yang Maha Kuasa. Dalam Kemenkes RI (2010), Indonesia pada tahun 2012 tercatat jumlah peserta KB aktif dari 64.133.347 juta jiwa, dengan jumlah PUS 161.750.743 juta jiwa dan WUS 51.472.069 juta jiwa. Dari 64.133.347 peserta KB aktif, pengguna KB suntik (54,35%), peserta pil (28,65%), peserta IUD (5,44%), peserta kondom (5,34%), peserta implant (4,99%), peserta MOW (1,04%), dan peserta MOP (0,2%) (Lusiana, 2012). Jumlah PUS tahun 2012 di Sumatera Utara adalah 2.317.450. Dimana yang menggunakan IUD 140.480 (10,74%), pil 425.630 (32,54%), kondom 83.450 (6,38%), suntik 422.310 (32,30%), implant 121.670 (9,30%), MOP 4.730 3

(0,36%), dan MOW 109.590 (8,38%) (Subagyo, 2012). Data akseptor KB yang diperoleh di RSUD Dr. Pirngadi Medan selama tahun 2010 yaitu IUD 79 akseptor (33,60%), Implant 18 akseptor (7,60%), Suntik 44 akseptor (18,80%), Pil 14 akseptor (5,90%), Kondom 2 akseptor (0,80%), dan Tubektomi 78 akseptor (33,30%). Jadi total WUS yang menjadi akseptor KB di RSUD Dr. Pirngadi Medan selama tahun 2010 yaitu 235 akseptor. Data akseptor KB terbaru yang diperoleh di RSUD Dr. Pirngadi Medan selama tahun 2011 yaitu IUD 30 akseptor (19,35%), Implant 5 akseptor (3,23%), Suntik 16 akseptor (10,32%), Pil 11 akseptor (7,10%), Kondom 22 akseptor (14,20%), Tubektomi 71 akseptor (45, 80%) dan pada periode Januari-Oktober 2012 yaitu IUD 18 akseptor (18%), Implant 5 akseptor (5%), Suntik 8 akseptor (8%), Pil 12 akseptor (12%), Kondom 12 akseptor (12%), dan Tubektomi 45 akseptor (45%). Jadi total wanita PUS yang menjadi akseptor KB di RSUD Dr. Pirngadi Medan selama tahun 2011 yaitu 155 akseptor dan periode Januari-Oktober 2012 yaitu 100 akseptor. Dilihat dari perbandingan wanita PUS yang menjadi akseptor KB di RSUD Dr. Pirngadi Medan selama tahun 2010 dengan tahun 2011 mengalami penurunan yang signifikan dari 234 akseptor menjadi 155 akseptor. Pada tubektomi juga mengalami penurunan dari 78 akseptor menjadi 71 akseptor. Dari data di atas, terlihat adanya perbedaan pemilihan alat kontrasepsi oleh wanita PUS di RSUD Dr. Pirngadi Medan, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Faktorfaktor yang Berhubungan dengan Tubektomi pada Wanita Pasangan Usia Subur di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS dilihat dari usia, pendidikan, paritas, pekerjaan, pengetahuan, sikap, dukungan keluarga, dan budaya (kepercayaan). Adapun manfaat penelitian adalah: 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemakaian alat kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS dilihat dari usia, pendidikan, paritas, pekerjaan, pengetahuan, sikap, dukungan keluarga, dan budaya (kepercayaan). 2. Sebagai informasi bagi ibu untuk mengetahui bahwa metode kontrasepsi tubektomi merupakan metode yang paling efektif, murah dan aman bila pasangan suami istri sudah tidak mempunyai rencana memiliki anak, serta sebagai informasi untuk menambah pengetahuan tentang tubektomi dan mau ikut serta dalam pelayanan kontrasepsi tubektomi. 3. Sebagai bahan evaluasi bagi RSUD Dr. Pirngadi Medan, serta masukan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi ibu pada saat dilakukan pelayanan KB melalui 4

pendekatan-pendekatan yang efektif. 4. Sebagai sumber referensi bagi peneliti selanjutnya, agar dapat mengkaji hal-hal yang lebih dalam lagi, terutama yang berhubungan dengan pemilihan alat kontrasepsi. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif-analitik dengan pendekatan cross sectional dimana pengukuran atau pengamatan terhadap subjek penelitian dilakukan dengan sekali pengamatan (Ghazali, dkk, 1995). Populasi adalah seluruh wanita Pasangan Usia Subur (PUS) yang pernah mendapatkan pelayanan kontrasepsi di RSUD Dr. Pirngadi Medan selama periode tahun 2011 sebanyak 155 akseptor dan periode Januari-Oktober 2012 sebanyak 100 akseptor, jadi total populasinya adalah sebanyak 255 akseptor. Aspek pengukuran: 1. Pengetahuan Pengetahuan diukur melalui 15 pertanyaan dengan tiga alternatif pilihan jawaban. Diberi skor 2 untuk jawaban benar, skor 1 untuk jawaban hampir benar, dan skor 0 untuk jawaban tidak tahu. Total skor pengetahuan tertinggi adalah 30 dan terendah adalah 0. Tingkat pengetahuan dapat dikategorikan menjadi 3 kategori: a. Baik, jika responden mendapatkan skor 21-30. b. Cukup, jika responden mendapatkan skor 11-20. c. Kurang, jika responden mendapatkan skor 0-10. 2. Sikap Sikap diukur dari 15 pernyataan dengan lima alternatif pilihan jawaban. Nilai diukur dengan skor 5 untuk jawaban sangat setuju, skor 4 untuk jawaban setuju, skor 3 untuk jawaban ragu-ragu, skor 2 untuk jawaban tidak setuju dan skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju. Kecuali untuk pertanyaan untuk nomor 4,5,9,12, dan 15 pemberian skor merupakan kebalikan dari soal nomor 1,2,3,6,7,8,10,11,13, dan 14. Total skor tertinggi adalah 75 dan terendah adalah 15. Berdasarkan kriteria di atas maka dapat dikategorikan sikap responden dengan kriteria sebagai berikut: a. Baik, jika responden mendapatkan skor 56-75. b. Cukup, jika responden mendapatkan skor 30-55. c. Kurang, jika responden mendapatkan skor 15-29. 3. Dukungan keluarga Dukungan keluarga terdiri dari 5 pertanyaan dengan dua alternatif pilihan jawaban. Nilai diukur dengan skor 1 untuk jawaban ya, dan skor 0 untuk jawaban tidak. Skor tertinggi yang bisa diperoleh responden adalah 5 dan yang paling rendah adalah 0 sehingga dapat dikategorikan menjadi: a. Ya, jika responden mendapatkan skor 3-5. b. Tidak, jika responden mendapatkan skor 0-2. 4. Budaya (kepercayaan) Komponen budaya (kepercayaan) terdiri dari 5 pertanyaan dengan dua alternatif pilihan jawaban. Nilai diukur dengan skor 1 untuk jawaban ya, dan skor 0 untuk jawaban tidak. Skor tertinggi yang bisa diperoleh responden adalah 5 dan yang paling rendah adalah 0 sehingga dapat dikategorikan menjadi: a. Ya, jika responden mendapatkan skor 3-5. 5

b. Tidak, jika responden mendapatkan skor 0-2. HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun hasil pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut: Tabel 1. Umur Hubungan Umur dengan Pemakaian Kontrasepsi Tubektomi pada Wanita PUS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 Tubektomi Non Tubektomi Jumlah 25-35 tahun 34 64,2 19 35,8 53 100,0 >35 tahun 16 48,5 17 51,5 33 100,0 = 2,051 dan p = 0,152 hubungan antara umur ibu dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS ditemukan sebanyak 34 akseptor (64,2%) yang berumur 25-35 tahun memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi, sedangkan ibu yang berumur lebih dari 35 tahun sebanyak 16 akseptor (48,5%) memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi. Secara statistik terbukti tidak ada hubungan yang bermakna antara umur ibu dengan pemakaian tubektomi (p=0,152). Tabel 2. Hubungan Pedidikan dengan Pemakaian Kontrasepsi Tubektomi pada Wanita PUS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 Pendidikan Tubektomi Non Tubektomi Jumlah Tinggi 38 60,3 25 39,7 63 100,0 Rendah 12 52,2 11 47,8 23 100,0 = 0,459 dan p = 0,498 hubungan tingkat pendidikan ibu dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS ditemukan sebanyak 38 akseptor (60,3%) yang berpendidikan tinggi yaitu tamatan SLTA dan perguruan tinggi memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi, sedangkan ibu yang berpendidikan rendah sebanyak 12 akseptor (52,2%) memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi. Secara statistik terbukti tidak ada hubungan yang bermakna dari pendidikan ibu dengan pemakaian tubektomi (p=0,498). Tabel 3. Hubungan Paritas dengan Pemakaian Kontrasepsi Tubektomi pada Wanita PUS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 Paritas Tubektomi Non Tubektomi Jumlah Anak < 3 6 26,1 17 73,9 23 100,0 Anak 3 44 69,8 19 30,2 63 100,0 = 13,254 dan p = 0,001 hubungan paritas dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS ditemukan sebanyak 6 akseptor (26,1%) yang berparitas rendah (anak < 3) yaitu memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi, sedangkan ibu yang berparitas tinggi sebanyak 44 akseptor (69,8%) memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi. Secara statistik terbukti ada hubungan yang bermakna dari paritas ibu dengan pemakaian tubektomi (p=0,001). Tabel 4. Hubungan Pekerjaan dengan Pemakaian Kontrasepsi Tubektomi pada Wanita PUS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 Pekerjaan Tubektomi Non Tubektomi Jumlah Bekerja 15 46,9 17 53,1 32 100,0 Tidak Bekerja 35 64,8 19 35,2 54 100,0 = 2,657 dan p = 0,103 hubungan pekerjaan dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS ditemukan sebanyak 15 akseptor (46,9%) yang bekerja memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi, sedangkan ibu yang tidak bekerja sebanyak 35 akseptor (64,8%) memilih 6

tubektomi sebagai alat kontrasepsi. Secara statistik terbukti tidak ada hubungan yang bermakna dari pekerjaan ibu dengan pemakaian tubektomi (p=0,103). Tabel 5. Hubungan Pengetahuan dengan Pemakaian Kontrasepsi Tubektomi pada Wanita PUS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 Pengetahuan Tubektomi Non Tubektomi Jumlah Baik 29 58,0 21 42,0 50 100,0 Cukup 19 63,3 11 36,7 30 100,0 Kurang 2 33,3 4 66,7 6 100,0 ( = 1,850 dan p = 0,397 hubungan pengetahuan dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS ditemukan sebanyak 29 akseptor (58,0%) yang berpengetahuan baik yaitu memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi, sedangkan ibu yang berpengetahuan kurang sebanyak 2 akseptor (33,3%) memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi. Secara statistik terbukti tidak ada hubungan yang bermakna dari pengetahuan ibu dengan pemakaian tubektomi (p=0,397). Tabel 6. Hubungan Sikap dengan Pemakaian Kontrasepsi Tubektomi pada Wanita PUS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 Sikap Tubektomi Non Tubektomi Jumlah Baik 29 74,4 10 25,6 39 100,0 Cukup 16 42,1 22 57,9 38 100,0 Kurang 5 55,6 4 44,4 9 100,0 ( = 8,255 dan p = 0,016 hubungan sikap dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS ditemukan sebanyak 29 akseptor (74,4%) yang memiliki sikap baik yaitu memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi, sedangkan ibu yang memiliki sikap kurang sebanyak 5 akseptor (55,6%) memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi. Secara statistik terbukti ada hubungan yang bermakna dari sikap ibu dengan pemakaian tubektomi (p=0,016). Tabel 7. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tubektomi pada Wanita PUS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 Dukungan Tubektomi Non Tubektomi Jumlah keluarga Mendukung 25 83,3 5 16,7 30 100,0 Tidak Mendukung 25 44,6 31 55,4 56 100,0 = 12,016 dan p = 0,001 hubungan dukungan keluarga dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS ditemukan sebanyak 25 akseptor (83,3%) yang mendapat dukungan keluarga yaitu memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi, sedangkan ibu yang tidak mendapatkan dukungan keluarga sebanyak 25 akseptor (44,6%) memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi. Secara statistik terbukti ada hubungan yang bermakna dari dukungan keluarga dengan pemakaian tubektomi (p=0,001). Tabel 8. Hubungan Budaya (Kepercayaan) dengan Tubektomi pada Wanita PUS di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2012 Budaya Tubektomi Non Tubektomi Jumlah Ya 23 56,1 18 43,9 41 100,0 Tidak 27 60,0 18 40,0 45 100,0 = 0,134 dan p = 0,714 hubungan budaya (kepercayaan) dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS ditemukan sebanyak 23 akseptor (56,1%) yang memiliki budaya (kepercayaan) yaitu memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi, sedangkan ibu yang tidak memiliki 7

budaya (kepercayaan) sebanyak 27 akseptor (60,0%) memilih tubektomi sebagai alat kontrasepsi. Secara statistik terbukti tidak ada hubungan yang bermakna dari budaya (kepercayaan) ibu dengan pemakaian tubektomi (p=0,714). KESIMPULAN DAN SARAN Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tidak ada hubungan antara umur dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS, dimana pada umur 25-35 tahun lebih memilih tubektomi sebesar 53 responden (61,6%) dibanding dengan responden yang berumur > 35 tahun sebesar 33 responden (38,4%). 2. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS, dimana pada pendidikan rendah (SD-SMP) lebih memilih tubektomi sebesar 63 responden (73,3%) dibanding yang berpendidikan tinggi (SMA-Perguruan Tinggi) sebesar 23 responden (26,7%). 3. Ada hubungan antara paritas dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS, dimana responden dengan jumlah anak yang 3 orang lebih memilih tubektomi sebesar 63 responden (73,3%), dibanding dengan responden yang memiliki anak < 3 orang sebesar 23 responden (26,7%). 4. Tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS, dimana responden yang tidak bekerja lebih banyak memilih tubektomi sebesar 54 responden (62,8%), dibanding yang bekerja sebesar 32 responden (37,2%). 5. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS, dimana responden yang berpengetahuan baik lebih memilih tubektomi sebesar 50 responden (58,1%), dibanding dengan yang berpengetahuan kurang sebesar 6 responden (7,0%). 6. Ada hubungan antara sikap dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS, dimana responden yang memiliki sikap baik lebih memilih tubektomi sebesar 39 responden (45,3%), dibanding dengan yang sikap kurang baik sebesar 9 responden (10,5%). 7. Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS, dimana akseptor yang mendapat dukungan keluarga lebih memilih tubektomi sebesar 56 responden (65,1%), dibanding dengan yang tidak mendapatkan dukungan keluarga sebesar 30 responden (34,9%). 8. Tidak ada hubungan antara budaya (kepercayaan) dengan pemakaian kontrasepsi tubektomi pada wanita PUS, dimana akseptor yang tidak memiliki budaya (kepercayaan) lebih memilih tubektomi sebesar 45 responden (52,3%), dibanding yang memiliki budaya (kepercayaan) sebesar 41 responden (47,7%). Adapun saran dari penelitian ini adalah: 1. Meningkatkan kerja sama dengan BkkbN agar lebih proaktif dalam memberikan penyuluhan dan 8

promosi kepada masyarakat terutama wanita PUS agar mereka lebih memahami manfaat program KB dan mengubah paradigma terhadap nilai (kepercayaan) yang ada di masyarakat. 2. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kontrasepsi yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakatuntuk mengoptimalkan dan mengembangkan potensi yang telah ada di masyarakat untuk memberikan fasilitas dan dukungan pelaksanaan program KB sehingga diharapkan potensi masyarakat menjadi berkembang dan mandiri. 3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dan mendalam untuk mengetahui faktor-faktor lain yang memengaruhi wanita PUS menjadi akseptor KB. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2008. Akseptor Baru Menurut Alat Kontrasepsi yang Dipakai Tahun 2008 Sumatera Utara. http://sumut.bkkbn.go.id/ol d/ download/data. Diakses 16 Februari 2012. Badan Pusat Statistik. 2010. 12 & wilayah = Sumatera Utara.http://Sp2010.bps.go.id/index.php/site? id=. Diakses 3 September 2012. Ghazali MV, dkk. 1995. Studi Cross Sectional. dalam Dasar- Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Editor Sastroasmoro & Ismael S. Penerbit Sagung Seto, Jakarta. Hidayat AAA. 2010. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Penerbit Salemba Medika, Jakarta. Lusiana E. 2012. Langit Biru. http: //ernalusiana.blogspot.com/ 2012/01/ kata-kata mutiara_29. html. Diakses 28 Oktober 2012. Manuaba I.B.G. 2006. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Penerbit EGC, Jakarta. Meilani N, dkk. 2010. Pelayanan Keluarga Berencana. Penerbit Fitramaya, Yogyakarta. Muhammad M. 2011. 10 Negara dengan Jumlah Penduduk http://dasawarta.blog.spot.c om/2011/05/.html. Diakses 14 september 2012. Sarwono P. 2005. Ilmu Kandungan. Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta. Suyono H. 2011. BkkbN dan Masalah Kependudukan. http://www.bkkbn.go.id/pro f. Diakses 2 September 2012. Wahyudi A. 2013. Jumlah Penduduk Indonesia 2013. http://www. ariwahyudi.web.id/2013/03/ jumlah- penduduk 9

indonesia-2013/. Diakses 13 September 2012. Wahyuni W. 2002. PeranSuami Pada Istri dalam Pemilihan Alat Kontrasepsidi Desa Kepatihantulangan Sidoarjo.http://www.digili b.itb.ac.id/gdl.php?mod=br owse&op=read&id=jiptum m-gdl-s1-2002-winarti- 441-2002. Diakses 13 september 2012. Wirosuhardjo K. 2004. Dasar-Dasar Demografi. Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. 10