IDENTIFIKASI KEMIRINGAN LERENG Di KAWASAN PERMUKIMAN KOTA MANADO BERBASIS SIG

dokumen-dokumen yang mirip
PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

HASIL PENELITIAN ANALISIS SPASIAL KESESUAIAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TIMUR DENGAN SIG (STUDI KASUS: KECAMATAN TUTUYAN)

ANALISIS PERSEBARAN LAHAN KRITIS DI KOTA MANADO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kata Kunci : Kawasan resapan air, Penggunaan Lahan, Kota Manado

Sabua Vol.7, No.1: Oktober 2015 ISSN HASIL PENELITIAN

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

POLA PERKEMBANGAN KECAMATAN WANEA BERDASARKAN MORFOLOGI RUANG

KLASIFIKASI KEMAMPUAN LAHAN DI KAWASAN WANEA KOTA MANADO LAND CAPABILITY CLASSIFICATION IN WANEA SUB-DISTRICT OF MANADO CITY

PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN DI KOTA JAYAPURA

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN RESAPAN AIR DI KELURAHAN RANOMUUT KECAMATAN PAAL DUA KOTA MANADO

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV.

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

TINGKAT KERENTANAN TERHADAP BAHAYA BANJIR DI KELURAHAN RANOTANA

Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

IDENTIFIKASI PENGGUNAAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR BANDANG KOTA MANADO

PEMETAAN WILAYAH RAWAN BANJIR DI KOTA MANADO DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

HIRARKI WILAYAH KOTA MANADO. Abstrak

III. METODE PENELITIAN

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL

HASIL PENELITIAN. ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BANJIR Di KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

HASIL PENELITIAN IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN WILAYAH KOTA TIDORE

BAB II METODE PENELITIAN

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

ANALISIS KELAYAKAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DI PERUMAHAN LEMBAH NYIUR KAIRAGI MAS

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

Pemanfaatan Analisa Spasial Untuk Kesesuaian Lahan Tanaman Jarak Pagar (Studi Kasus: Kabupaten Sumenep Daratan)

IDENTIFIKASI DAERAH RAWAN LONGSOR MENGGUNAKAN METODE SMORPH - SLOPE MORPHOLOGY DI KOTA MANADO

DAMPAK PERKEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP SISTEM DRAINASE DI KECAMATAN PAAL DUA MANADO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

ARAHAN PENGEMBANGAN PENGGUNAAN LAHAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN AMURANG BARAT, KABUPATEN MINAHASA SELATAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. berpotensi rawan terhadap bencana longsoranlahan. Bencana longsorlahan akan

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan daerah yang didominasi oleh dataran tinggi dan perbukitan. Kabupten

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

BAB III METODE PENELITIAN

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN INDUSTRI DI KELURAHAN GIRIAN BAWAH, KECAMATAN GIRIAN, KOTA BITUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN SEMPADAN SUNGAI SARIO DI KOTA MANADO

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. Persiapan

PENGELOLAAN SAMPAH DOMESTIK DI PERMUKIMAN TERENCANA DI KAWASAN PERI URBAN KOTA MANAADO

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

PILIHAN ADAPTASI DI KAWASAN BERESIKO BENCANA BANJIR (STUDI KASUS : PERMUKIMAN SEPANJANG SUNGAI SARIO) Abstrak

BAB IV METODE PENELITIAN

Permasalahan pemanfaatan ruang terbangun di kawasan pesisir Kota Manado antara lain adanya pembangunan

3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN PERMUKIMAN BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN DAN KAWASAN RAWAN BENCANA DI KABUPATEN BOGOR

Kata Kunci: Pemanfaatan Ruang, Inkonsistensi, Kecamatan Singkil, Kota Manado

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Jumlah Penduduk Kabupaten Bantul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINGKAT PELAYANAN PERSIMPANGAN BERSIGNAL JALAN SAM RATULANGI JALAN BABE PALAR MANADO. James A. Timboeleng ABSTRAK

Ayesa Pitra Andina JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MANADO TAHUN Daniel A. Mangole*, Angela F. C. Kalesaran*, Budi T.

BAB III BAHAN DAN METODE

ANALISIS KERENTANAN WILAYAH PESISIR PANTAI DI PERKOTAAN TERNATE

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

POLA PERKEMBANGAN ZONA KAWASAN PENYANGGA TPA SUMOMPO MANADO DI TINJAU TERHADAP ASPEK SPASIAL DAN TATA LETAK BANGUNAN

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS

ANALISIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN PENDUDUK BERDASARKAN DATA MATRIKS ASAL TUJUAN KOTA MANADO ABSTRAK

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode eksploratif. Menurut Moh. Pabundu Tika

ARAHAN PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN KECAMATAN BUNGKU TENGAH KABUPATEMOROWALI MENGGUNAKAN METODE GIS

PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN TERHADAP POTENSI BAHAYA LONGSOR DENGAN PENDEKATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KOLONODALE KABUPATEN MOROWALI UTARA

ANALISIS POTENSI LAHAN PERTANIAN SAWAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN (IPL) DI KABUPATEN WONOSOBO

BAB III METODE PENELITIAN. dimulai pada bulan Maret 2016 sampai dengan bulan Juni 2016

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Propinsi Sumataera Utara memiliki 2 (dua) wilayah pesisir yakni, Pantai

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

GeoProsessing merupakan fasilitas yang paling sering digunakan dalam mengolah data spasial. Melalui GeoProsessing kita dapat membuat data baru

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN BANGKALAN DENGAN BANTUAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Sabua Vol.2, No.1: 63-71, Mei 2013 ISSN HASIL PENELITIAN

Sistem Pendukung Keputusan Dalam Memetakan Wilayah Risiko Banjir Menggunakan Fuzzy Multi Criteria Decision Making

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai)

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN PERMUKIMAN DI PULAU DOOM KOTA SORONG. : Permukiman, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Permukiman

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

Transkripsi:

IDENTIFIKASI KEMIRINGAN LERENG Di KAWASAN PERMUKIMAN KOTA MANADO BERBASIS SIG Sriwahyuni Hi. Syafri 1, Ir. Sonny Tilaar MSi², & Rieneke L.E Sela, ST.MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas Sam Ratulanggi Manado 2 & 3 Staf Pengajar Jurusan Arsitektur, Universitas Sam Ratulangi Manado Kota Manado memiliki karakteristik lahan perkotaan yang datar sampai dengan sangat curam. Dari yang layak ditempati sampai dengan tidak layak. Permukiman menempati areal paling luas pada lahan yang ada. Akibat perkembangan dan pertumbuhan kota, lahan miring mulai digunakan sebagai tempat bermukim. Hal ini tentunya memiliki konsekuensi pada tata ruang kota dan keselamatan pemukim. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk : 1.Mengetahui kondisi eksisting kemiringan lereng dan penggunaannya di kawasan permukiman Kota Manado 2.Untuk mengidentifikasi dan menganalisis serta mengklasifikasikan kemiringan lereng di Kawasan Permukiman Kota Manado. Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik observasi serta wawancara dan untuk metode analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis spasial yang terdiri dari dua tahap yaitu, tumpang susun (overlay) data spasial dan editing data atribut menggunakan Sistem Informasi Geografis dengan ArcGis 10.1. Hasil akhir dari penelitian ini secara keseluruhan lahan di wilayah penelitian didominasi oleh kemiringan lereng 0-8 % dan untuk penggunaan lahan permukiman sebagian besar terdapat di kemiringan lereng tersebut. Dari hasil analisis penggunaan lahan permukiman pada daerah berlereng di wilayah penelitian, maka dapat diketahui beberapa permukiman yang ada di kemiringan lereng 15-40 % diantarnya permukiman di Kecamatan Malalayang dan Kecamatan Paal Dua. Kedua kecamatan tersebut merupakan kecamatan dengan jumlah rumah terbanyak di kemiringan lereng 15-40 % dibandingkan dengan kecamatan lainnya di wilayah penelitian. Kata Kunci : Kemiringan Lereng, Permukiman, SIG. 70

PENDAHULUAN Lahan perkotaan sebagai salah satu sumber daya alam yang paling berharga yang mempunyai nilai strategis tetapi memiliki keterbatasan baik berupa ketersediaan dan juga kemampuan daya dukungnya. Keterbatasan disini berarti bahwa tidak semua upaya pemanfaatan lahan dapat didukung oleh lahan tersebut. Menurut Bintarto dalam Koestoer (2001:46) permukiman menempati areal paling luas dalam penataan ruang dibandingkan peruntukan lainnya, akan mengalami perkembangan yang selaras dengan pertumbuhan penduduk dan mempunyai pola-pola tertentu dan menciptakan bentuk serta struktur suatu kota yang berbeda No 1. 2. 3. 4. 5. Kemiringan Lereng 0-8 % 8-15 % 15-25 % 25-45 % >45 % Deskripsi Datar Landai Agak curam Curam Sangat curam dengan kota lainnya. Menurut UU N0.26 Tahun 2007 lahan untuk permukiman selain terletak pada kawasan budidaya di luar kawasan lindung juga harus memenuhi kriteria-kriteria kemiringan lereng, curah hujan, daya dukung tanah, drainase, jenis tanah dan tidak pada daerah labil. Berkembangnya suatu kota akibat urbanisasi dan industrialisasi menyebabkan kebutuhan lahan semakim besar untuk menampung kegiatan tersebut, kondisi ini mengakibatkan harga dari lahan yang relatif landai menjadi sangat mahal, yang kemudian dampaknya dirasakan oleh masyarakat yang kurang mampu dengan hanya memanfaatkan lahan yang miring sebagai lokasi permukiman karena harga yang relatif rendah. Pembangunan perumahan yang dilakukan pada daerah berlereng yang pada kenyataannya berbahaya jika tidak dilakukan dengan cara yang tepat dan dapat memperbesar ancaman bencana yang mungkin terjadi di kemudian hari seperti tanah longsor. Kota Manado merupakan Ibukota Propinsi Sulawesi Utara yang memiliki karakter fisik alamiah yang tidak jauh berbeda dengan kotakota lain di indonesia. Kota Manado terletak pada posisi geografis 124 40' - 124 50' BT dan 1 30' - 1 40' LU. Iklim di kota ini adalah iklim tropis dengan suhu rata-rata 24-27 C, Curah hujan rata-rata 3.187 mm/tahun, Luas wilayah daratan adalah 15.726 ha. Dari pengamatan secara empiris terlihat bahwa lahan-lahan yang berada pada kemiringan 15-25 % dan 25-40 % ditempati masyarakat sebagai tempat untuk bermukim. Oleh karena itu perlu adanya penelitian tentang Identifikasi Kemiringan Lereng di Kawasan Permukiman Kota Manado berbasis SIG. KAJIAN TEORI Topografi (Kemiringan Lereng) Kemiringan lereng adalah sudut yang dibentuk oleh perbedaan tinggi permukaan lahan (relief), yaitu antara bidang datar tanah dengan bidang horizontal dan pada umumnya dihitung dalam persen (%). Klasifikasi kemiringan lereng menurut SK Mentan No.837/KPTS/Um/11/1980 seperti ada tabel berikut : Tabel 1. Klasifikasi Kemiringan Lereng Gambar 1 Tipologi Zona Berpotensi Longsor Berdasarkan Hasil Kajian Hidrogeomorfologi Sumber : PP No. 22/PRT/M/2007 Kawasan Permukiman Kawasan permukiman adalah bagian dari kawasan budidaya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dan dengan fungsi utama permukiman (SNI 03-1733-2004: Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Di Perkotaan). Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan 71

tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. (Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman). Sistem Informasi Geografis (SIG) Borough and McDonnell (1998) mendefinisikan SIG dari tiga sudut pandang: kotak alat (tool box), database, dan organisasi. Dengan demikian SIG merupakan suatu sistem pengelola data spasial yang handal (powerfull) dan sekaligus sebagai suatu sistem penunjang keputusan (decision support system). Dalam konteks ini tersirat bahwa SIG tidak dapat dilihat dari satu sudut pandang saja, misalnya sebagi suatu sistem, akan tetpai SIG memiliki dua esensi, yakni dari segi struktur serta fungsinya. Dari segi strukturnya SIG terdiri dari komponen-komponen yaitu meliputi perangkat keras (hardware), perangkat lunak (software), kumpulan data, sistem pengelolaan data, serta organisasi di mana SIG diimplementasikan. sementara fungsinya mencakup apa yang dapat dikerjakan, bagaimana SIG melaksanakan pekerjaan, siapa yang dilayani, dan untuk apa SIG digunakan. Salah satu fungsi SIG yang menonjol, dan sekaligus yang membedakannya dari kartografi computer (computer cartography) adalah fungsi analisis dan manipulasi yang handal, baik secara grafis (spasial) maupun tabular (data berbasis tabel). METODOLOGI Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif, yaitu menjelaskan hubungan antar variabel dengan menganalisis data numerik (angka) menggunakan metode statistik dengan software ArcGis. Metode penelitian yang akan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu persiapan, pendataan, analisa dan penyusunan laporan. Adapun variabel data pada penelitian ini yaitu : Permukiman dengan indikator luasan permukiman dan jumlah rumah. Kelerengan dengan indikator bentuk lereng. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data vektor, maka metode analisis data pada penelitan ini adalah analisis spasial pada data vektor dengan menggunakan metode tumpangsusun (overlay) dan editing data atribut. Ekstraksi dan Overlay (tumpangsusun) a. Ekstraksi. Jenis tool yang digunakan dalam ekstrasi, yaitu Clip. Clip, merupakan tool yang digunakan untuk memotong sebuah fitur menggunakan fitur lain. Fitur yang digunakan untuk memotong harus berupa polygon, sedangkan fitur yang dipotong dapat berupa titik, garis, atau poligon b. Superposisi (overlay). Jenis tool yang digunakan untuk overlay, yaitu Intersect dan Union. Intersect, memiliki fungsi yang hampir sama dengan clip. Intersect digunakan untuk membuat fitur dengan memotong sebuah fitur dengan fitur lain pada bagian yang bersinggungan. Sedangkan Union digunakan untuk membuat fitur dengan menggabungkan beberapa fitur, dimana fitur yang digabungkan berupa poligon. Editing Data Attribut Editing data atribut pada intinya adalah mengolah data yang telah digabungkan sehingga menjadi satu data yang menghasilkan informasi baru. Ada 2 proses yang dilakukan pada tahap ini: (1) menggunakan rumus pada Select By Attributes; dan (2) membuat kolombaru pada AddField. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kota Manado dengan luas wilayah 14.041 Ha. Lokasi penelitian meliputi 10 kecamatan yakni Kecamatan Bunaken, Kecamatan Malalayang, Kecamatan Mapanget, Kecamatan Sario, Kecamatan Singkil, Kecamatana Tuminting, Kecamatan Wenang, Kecamatan Paal Dua, Kecamatan Tikala, dan Kecamatan Wanea. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Sumber : Peneliti, 2015 HASIL DAN PEMBAHASAN 72

Kota manado memiliki topografi (kemiringan lereng) yang bervariasi untuk tiap kecamatan. Secara keseluruhan, Kota Manado memiliki kemiringan lereng 0-8 % dan 8-15 % yang mendominasi lahan dan penggunaan lahan permukiman yang berada pada kemiringan lereng 0-8 % dan 8-15 % yang mendominasi lahan. Untuk lebih rinci dapat dilihat uraian kemiringan lereng dan penggunaan lahan permukiman dibawah ini : Kecamatan Malalayang Kecamatan Malalayang, kemiringan lereng di Kecamatan Malalayang didominasi oleh kemiringan lereng 0-8 % seluas ±767 Ha, kemudian kemiringan lereng yang tidak mendominasi berada pada kemiringan lereng >40 % seluas ±77 Ha. permukiman Kecamatan Malalayang, permukiman di Kecamatan Malalayang didominasi oleh permukiman yang berada pada kemiringan lereng 0-8 % seluas ±304,798 Ha kemudian penggunaan lahan permukiman yang tidak mendominasi berada pada kemiringan lereng 25-40 % seluas ±22,87 Ha. Gambar 4. Peta Pengguaan Lahan Permukiman Kecamatan Malalayang Kecamatan Sario Kecamatan Mapanget, kemiringan lereng di Kecamatan Sario didominasi oleh kemiringan lereng 0-8% seluas ±175 Ha. Berdasarkan peta permukiman Kecamatan Sario, permukiman di Kecamatan Sario yaitu seluas 151,29 Ha. Gambar 3. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Malalayang Gambar 6. Peta Kemiringan Penggunaan Lahan Kecamatan Sario Kecamatan Wanea Kecamatan Wanea kemiringan lereng di Kecamatan Wanea didominasi oleh kemiringan lereng 8-15% seluas ±286,33 Ha, kemudian kemiringan yang tidak 73

mendominasi berada pada kemirigan lereng 25-40 % seluas ±39,335 Ha permukiman Kecamatan Wanea, permukiman di Kecamatan Wanea didominasi oleh permukiman yang berada pada kemiringan lereng 8-15 % seluas ±261,202 Ha kemudian penggunaan lahan yang tidak mendominasi berada pada kemiringan lereng 25-40 % seluas ±33,364 berada pada kemiringan lereng 15-25 % seluas ±43,463 Ha. permukiman Kecamatan Wenang, permukiman di Kecamatan Wenang didominasi oleh permukiman yang berada pada kemiringan lereng 0-8% seluas ±154,929 Ha kemudian penggunaan lahan permukiman yang tidak mendominasi berada pada kemiringan lereng 15-25 % seluas ±42,616 Ha. Gambar 7. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Wanea Gambar 9. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Wenang Gambar Sario ario Gambar 8. Peta Penggunaan Lahan Permukiman Kecamatan Wanea Kecamatan Wenang Kecamatan Wenang, kemiringan lereng di Kecamatan Wenang didominasi oleh kemiringan lereng 0-8% seluas ±209,07 Ha, kemudian kemiringan lereng yang tidak mendominasi Gambar 10. Peta Penggunaan Lahan Permukiman Kecamatan Wenang Gambar 10. Peta Penggunaan Lahan Permukiman Kecamatan Wenang Kecamatan Tikala Kecamatan Tikala kemiringan lereng di Kecamatan Tikala didominasi oleh kemiringan lereng 8-15 % seluas ±348 Ha, kemudian 74

kemiringan lereng yang tidak mendominasi berada pada kemiringan lereng 25-40 % seluas ±28 Ha. permukiman Kecamatan Tikala, permukiman di Kecamatan Tikala didominasi oleh permukiman yang berada pada kemiringan lereng 8-15 % seluas ±107,52 Ha kemudian penggunaan lahan yang tidak mendominasi berada pada kemiringan lereng 25-40 % seluas ±9,349 Ha. 40 % seluas ±29 Ha. Berdasarkan peta pengguaan lahan permukiman Kecamatan Paal Dua, permukiman di Kecamatan Paal Dua didominasi oleh permukiman yang berada pada kemiringan lereng 0-8% seluas ±247,45 Ha kemudian penggunaan lahan permukiman yang tidak 40 % seluas ±6,589 Ha. Gambar 13. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Paal Dua Gambar 12. Peta Penggunaan Lahan Permukiman Kecamatan Paal Dua Kecamatan Paal Dua Kecamatan Paal Dua kemiringan lereng di Kecamatan Paal Dua didominasi oleh kemiringan lereng 0-8 % seluas ±356 Ha, kemudian kemiringan lereng yang tidak Gambar 14. Peta Penggunaan Lahan Permukiman Kecamatan Paal Dua Kecamatan Mapanget Kecamatan Mapanget, kemiringan lereng di Kecamatan Mapanget didominasi oleh kemiringan lereng 0-8% seluas ±4.043 Ha, kemudian kemiringan lereng yang tidak 40 % seluas ±5 Ha. 75

Berdasarkan peta penggunan lahan permukiman Kecamatan Mapanget, permukiman di Kecamatan Mapanget didominasi oleh permukiman yang berada pada kemiringan lereng 0-8% seluas ±616,69 Ha kemudian penggunaan lahan permukiman yang tidak 40 % seluas ±0,387 Ha. Kecamatan Singkil didominasi oleh permukiman yang berada pada kemiringan lereng 8-15 % seluas ±221,183 Ha kemudian penggunaan lahan yang tidak mendominasi berada pada kemiringan lereng 15-25 % seluas ±30,207 Ha. Gambar 17. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Singkil Gambar 15. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Mapanget Gambar 16. Peta Pengguaan Lahan Permukiman Kecamatan Mapanget Kecamatan Singkil Kecamatan Singkil, kemiringan lereng di Kecamatan Singkil didominasi oleh kemiringan lereng 0-8% seluas ±168,26 Ha, kemudian kemiringan lereng yang tidak mendominasi berada pada kemiringan lereng 15-25 % seluas ±48,74 Ha. permukiman Kecamatan Singkil, permukiman di Gambar 18. Peta Penggunaan Lahan Permukiman Kecamatan Singkil Kecamatan Tuminting Kecamatan Tuminting, kemiringan lereng di Kecamatan Tuminting didominasi oleh kemiringan lereng 0-8% seluas ±208,93 Ha, kemudian kemiringan lereng yang tidak mendominasi berada pada kemiringan Lereng 15-25 % seluas ±37,069 Ha. permukiman Kecamatan Tuminting, permukiman di Kecamatan Tuminting 76

didominasi oleh permukiman yang berada pada kemiringan lereng 0-8 % seluas ±190,9 Ha kemudian Penggunaan Lahan Permukiman yang tidak mendominasi berada pada kemiringan lereng 15-25 % seluas ±18,209 Ha. permukiman Kecamatan Bunaken, permukiman di Kecamatan Bunaken didominasi oleh permukiman yang berada pada kemiringan lereng 8-15 % seluas ±119,148 Ha kemudian penggunaan lahan permukiman yang tidak 40 % ±7,736 Ha. Gambar 19. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Tuminting Analisis Penggunaan Lahan Permukiman di Daerah Berlereng Kota Manado Berdasarkan data yang didapat pada wilayah penlitian, kemiringan lereng yang Gambar 21. Peta Kemiringan Lereng Kecamatan Bunaken Gambar 20. Peta Penggunaan Lahan Permukiman Kecamatan Tuminting Kecamatan Bunaken Kecamatan Bunaken, kemiringan lereng di Kecamatan Bunaken didominasi oleh kemiringan lereng 8-15% seluas ±896 Ha, kemudian kemiringan lereng yang tidak 40 % seluas ±508 Ha. mendominasi yakni kemiringan lereng 0-8 % sebesar 7.167,597 Sumber Ha : Hasil dan Analisis kemiringan Peneliti, lereng 2015 8-15 sebesar 3.684 Ha, sisanya pada kemiringan lereng 15-25 % sebesar 1.608,429 Ha, kemiringan lereng 25-40 % sebesar 687,182 dan kemiringan lereng >40 % sebesar 893 Ha. Sedangkan untuk penggunaan lahan permukiman pada wilayah penelitian, permukiman pada kemiringan lereng 0-8 % mendominasi lahan sebesar 2.089,776 Ha kemudian kemiringan lereng 8-15 % sebesar 1.338,397 sisanya berada pada kemiringan lereng 15-25 % sebesar 624,419 Ha, kemiringan lereng 15-25 % sebesar 81,431 Ha dan kemiringan lereng >40 % sebesar 0,738 Ha. Dari hasil analisis dan survey pada wilayah penelitian maka diketahui beberapa kawasan Gambar 22. Peta Penggunaan Lahan Permukiman Kecamatan Bunaken 77

permukiman yang berdiri pada kemiringan lereng 15-25 % hingga >40%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2. Jumlah Rumah di Daerah Berlereng Pada Wilayah Penelitian No Kecamatan Kelurahan 1. Malalayang 2. Paal Dua 3. Singkil 4. Tikala 5. Tuminting 6. Wenang 7. Wanea Sumber: Hasil Analisis Peneliti,2015 Jl. Sea Batu Kota Lembah Sari Jambore Paal Dua Dendengan Dalam Beringin Indah Singkil Kombos Banjer Taas Kampung Islam Tuminting Mahakeret Barat Mahakeret Timur Teling Bawah Teling Tingkulu Ranotana Weru Kemiringan Lereng (%) 15-25 25-40 ±115 Rumah ±41 Rumah ±260 Rumah - ±109 Rumah - ±33 Rumah ±18 Rumah ±111 Rumah - ±200 Rumah - ±181 Rumah - Gambar 23. Peta Kondisi Eksisting Permukiman Pada Wilayah Penelitian KESIMPULAN Berdasarkan identifikasi kondisi eksisting, pengamatan dilapangan, serta hasil analisis yang telah dilakukan pada penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kota Manado mempunyai luas 15.726 Ha dan luas wilayah penelitian mempunyai luas 14.041 Ha dengan klasifikasi kemiringan lereng dari tiap kecamatan yaitu, Kemiringan lereng 0-8 % seluas 7.167,597 Ha (51%) Kemiringan lereng 8-15% seluas 3.684,793 Ha (26%) Kemiringan lereng 15-25% seluas 1.608,429 Ha (12%) Kemiringan lereng 25-40% seluas 687,192 Ha (5%) 78 Kemiringan lereng >40% seluas 893 Ha (6%) Kemudian penggunaan lahan permukiman di wilayah penelitian mempunyai luas 4.135 Ha dengan penggunaan lahan permukiman di daerah berlereng dari tiap kecamatan yaitu, Kemiringan lereng 0-8% seluas 2.522,212 Ha (46%) Kemiringan lereng 8-15% seluas 1.176,163 Ha (24%), Kemiringan lereng 15-25% seluas 624,42 Ha (13%) Kemiringan lereng 25-40% seluas 814,431 Ha (17%) Dapat disimpulkan bahwa penggunaan lahan permukiman di wilayah penelitian di dominasi oleh penggunaan lahan pada kemiringan lereng 0-8 % seluas 2.522,212 Ha (46%) dan kemirigan lereng 8-15 % seluas 1.176,163 Ha (24%). 2. Dari hasil identifikasi dan analisis kemiringan lereng dan penggunaan lahan permukiman pada kondisi eksisting, maka dapat diketahui beberapa permukiman yang berada pada kemiringan lereng 15-25 % dan 25-40 % kawasan tersebut diantaranya : Kecamatan Malalayang dengan jumlah rumah 156 rumah pada kemiringan lereng 15-25 % dan 25-40 %. Kecamatan Paal Dua dengan jumlah rumah 260 rumah pada kemiringan lereng 15-25 %. Kecamatan Singkil dengan jumlah rumah 109 rumah pada kemiringan lereng 15-25 %. Kecamatan Tikala dengan jumlah rumah 51 rumah pada kemiringan lereng 15-25 % dan kemiringan lereng 25-40 %. Kecamatan Tuminting dengan jumlah rumah 111 rumah pada kemiringan lereng 15-25 %. Kecamatan Wenang dengan jumlah rumah 200 rumah pada kemiringan lereng 15-25 %. Kecamatan Wanea dengan jumlah rumah181 rumah pada kemiringan 15-25 %. DAFTAR PUSTAKA Anonimous. 2007. Pedoman Penataan Ruang. Kawasan Rawan Bencana Longsor.

Departemen Pekerjaan Umum Jenderal Penataan Ruang. Anonimous. 2004. SNI 03-1733-2004 Tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan Di Perkotaan. Anonimous. 2011. Undang-Undang RI No.1 Tahun 2011 Tentang perumahan dan kawasan permukiman. Baja, S.2012. Perencanaan Tata Guna Lahan Dan Pengembangan Wilayah. Penerbit Andi, Yogyakarta. Faisol Arif & Indarto. 2012. Konsep Dasar Analisis Spasial. Penerbit Andi, Yogyakarta. Syah Wahyu,Mega dan Hariyanto,Teguh. 2013. Klasifikasi Kemiringan Lereng Dengan Menggunkan Pengembangan Sistem Informasi Geografis Sebagai Evalousi Kesesuaian Landasan Permukiman Berdasarkan Evaluasi Undang-Undang Tata Ruang Dan Metode Fuzzy. Fakultas Sipil Dan Perencanaan. Jurusan Teknik Geomatika. Universitas Sepuluh Nopember. Yunus Sabari Hadi 2010. Metodologi Penelitian Wilayah Kontemporer. Penerbit Pustaka Pelajar,Yogyakarta. 79