BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif deskiptif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN DAN SARAN. risiko PJK kelompok usia 45 tahun di RS Panti Wilasa Citarum

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian kuantitatif deskriptif yaitu penelitian yang tidak. memberikan intervensi kepada objek dan hanya mewawancarai.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan uji Chi Square atau Fisher Exact jika jumlah sel tidak. memenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1. Surat Ijin Uji Validitas dan Penelitian Dari Fakultas

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dampak dari pembangunan di negara-negara sedang berkembang. sebagaimana juga hal ini terjadi di Indonesia, terutama di daerah Jawa

BAB 3 KERANGKA TEORI DAN KERANGKA KONSEP

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. SL, Cotran RS, Kumar V, 2007 dalam Pratiwi, 2012). Infark miokard

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard)

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

BAB I PENDAHULUAN. menurun sedikit pada kelompok umur 75 tahun (Riskesdas, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat. Pola penyakit yang semula didomiasi penyakit-penyakit menular

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 65 orang responden pasca stroke iskemik

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian di bidang ilmu Kardiovaskuler.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB 1 PENDAHULUAN. angka morbiditas penderitanya. Deteksi dini masih merupakan masalah yang susah

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

BAB I PENDAHULUAN. dunia sebanyak 7,4 juta dan terus mengalami peningkatan (WHO, 2012). Hingga

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN ANALISIS FAKTOR RISIKO GAGAL JANTUNG DI RSUD dr. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung adalah penyebab nomor satu kematian di dunia. Hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. maupun organ) karena suatu organisme harus menukarkan materi dan energi

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung koroner (PJK) penyebab kematian nomor satu di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian observasional analitik dan dengan pendekatan cross sectional. Sakit Umum Daerah Dr.Moewardi Kota Surakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Distribusi subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin

Pentingnya mengenal faktor. usaha mencegah serangan Jantung

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan problem kesehatan utama yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan global, penyebab utama dari kecacatan, dan

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 400 per kematian (WHO, 2013).

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. mengancam hidup seperti penyakit kardiovaskuler.

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. negara maju dan negara sedang berkembang. Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner di RSI SITI Khadijah Palembang

BAB I PENDAHULUAN. tidak menular yang lebih dikenal dengan sebutan transisi epidemiologi. 1

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. DM merupakan penyakit degeneratif

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan gangguan aliran. yang menyumbat arteri. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah otak

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah sekelompok gangguan metabolik. dari metabolisme karbohidrat dimana glukosa overproduksi dan kurang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB 4 HASIL PENELITIAN. Telah dilakukan penelitian pada 32 pasien stroke iskemik fase akut

PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang terus mengalami perubahan, terutama di bidang

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya sebagai akibat penyakit degeneratif didunia. Di negara maju, kematian

BAB I PENDAHULUAN. dari orang per tahun. 1 dari setiap 18 kematian disebabkan oleh stroke. Rata-rata, setiap

sebanyak 23 subyek (50%). Tampak pada tabel 5 dibawah ini rerata usia subyek

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Departemen kesehatan RI menyatakan bahwa setiap tahunnya lebih

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat semakin meningkat. Salah satu efek samping

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Penelitian ini merupakan penelitian observasional belah lintang ( ) dimana antara variabel bebas dan terikat diukur pada waktu yang. bersamaan. 3.2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit yang masih menjadi masalah

BAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin maju, yaitu adanya

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit jantung dan pembuluh darah (PJPD) merupakan penyebab utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

ABSTRAK GAMBARAN FAKTOR RISIKO PENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG PERIODE JANUARI DESEMBER 2014

Transkripsi:

42 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Responden Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif deskiptif yang dilakukan di RS. Panti Wilasa Citarum Semarang pada tanggal 19 Agustus 31 Agustus 2013. Yang menjadi sampel pada penelitian ini yaitu seluruh pasien yang berusia 45 tahun yang menjalani rawat inap di ruang Anggrek dan Ruang cempaka. Total sampel yang diperoleh sebanyak pasien namun 10 antaranya sudah terdiagnosa dengan PJK. Tabel 4.1 Distribusi pasien rawat inap usia 45 tahun di RS Panti Wilasa Citarum Semarang PJK Pasien rawat inap Jumlah % Terdiagnosa PJK 10 33.33 Tidak 20 66.67 Terdiagnosa PJK Jumlah 20 100.00 Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013) Pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner, data yang didapat adalah data primer yakni dengan melakukan wawancara pada pasien dan keluarga pasien dan data sekunder dengan melakukan pencatatan hasil rekam medik yang terdapat di ruang Anggrek dan Cempaka RS Panti Wilasa Citarum Semarang.

43 4.2 Hasil Penelitian Dan Pembahasan 4.2.1 Analisa Univariat 1. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi a. Jenis Kelamin Tabel 4.2 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Variabel Jenis Kelamin di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka Jenis Kelamin Tidak Menderita PJK Menderita PJK Jumlah Total Jumlah % Jumlah % Jumla % h Laki-Laki 10 50.00 8 80.00 18 60.00 Perempua 10 50.00 2 20.00 12 40.00 n Jumlah 20 100.0 0 10 100.0 0 100.00 Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013) Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan jenis kelamin di RS Panti Wilasa Citarum semarang Ruang Anggrek dan Cempaka yaitu laki-laki total sebanyak 18 orang (60,00%), sedangkan perempuan sebanyak 12 orang (40,00%). Pasien 45 tahun tidak menderita PJK sebanyak 20 pasien dengan jumlah laki-laki sebanyak 10 orang (50,00%) dan perempuan sebanyak 10 orang (50,00%) sedangkan pasien yang menderita PJK terdapat 10 pasien dengan jumlah laki-laki sebanyak 8 orang (80,00%) dan perempuan 2 orang (20,00%).

44 b. Usia Tabel 4.3 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Variabel Usia di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka. Usia Tidak Menderita PJK Menderita PJK Jumlah Total Jumla % Jumlah % Jumlah % h 45-55 8 40.00 8 80.00 16 53.33 56-65 8 40.00 1 10.00 9.00 66-75 3 15.00 1 10.00 3 10.00 >75 1 5.00 - - 2 6.67 Jumlah 20 100.00 10 100.00 100.00 Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013) Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan Usia di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 8 orang (80,00%) diantaranya berusia 45-55 tahun 1 pasien (10,00%) berusia 56-65, dan 1 pasien (10,00%) berusia 66-75 Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK sebanyak 8 orang (40,00%) berusia 45-55 tahun, 8 orang (40,00%) berusia 56-65 tahun, 3 orang (15,00%) berusia 66-75 dan 1 orang (5,00%) yang berusia >75 tahun. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 16 orang (53,33%) berusia 45-55 tahun, 9 orang (,00%) berusia 56-65 tahun, 3 orang (10,00%) berusia 66-75 tahun, dan 2 orang (6,67%) berusia >75 tahun.

45 c. Riwayat Keluarga Tabel 4.4 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Riwayat Keluarga di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka Riwayat Keluarga Tidak Menderita PJK Menderita PJK Jumlah Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Ya 9 45.00 6 60.00 15 50.00 Tidak 11 55.00 3.00 14 46.67 Tidak ada - 1 10.00 1 3.33 Keterangan Jumlah 20 100.00 10 100.00 100.00 Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013) Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan Riwayat keluarga yang memiliki PJK di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat keluarga dengan PJK dan 3 orang (,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat keluarga dengan PJK dan 1 orang (10,00%) tidak memiliki keterangan tentang riwayat keluarga atau tidak mengetahui tentang hal ini. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat keluarga dengan PJK sebanyak 11 orang (55,00%), 9 orang (45,00%) lainnya tidak menderita PJK dan juga tidak memiliki keluarga. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 15 kasus (50,00%) mempunyai riwayat keluarga dengan PJK, 14 kasus (46,67%) tidak memiliki riwayat keluarga dengan PJK sedangkan 1 kasus (33,33%) yang

46 lainnya tidak memiliki keterangan atau tidak mengetahui apakah keluarganya memiliki riwayat PJK. 2. Faktor-Faktor Risiko Yang Dapat Dimodifikasi a. Merokok Tabel 4.5 Faktor Risiko PJK Berdasarkan Kebiasaan Merokok di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka. Merokok Tidak Menderita PJK Menderita PJK Jumlah Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Ya 12 60.00 8 80.00 20 77.67 Tidak 8 40.00 2 20.00 10 33.33 Jumlah 20 100.00 10 100.00 100.00 Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013) Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan Riwayat Merokok di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 8 orang (80,00%) merokok dan 2 pasien (20,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat merokok. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat merokok sebanyak 12 orang (60,00%) dan 8 orang (40,00%) yang tidak memiliki riwayat merokok. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 20 kasus (66,67 %) mempunyai riwayat merokok, sedangkan yang tidak mempunyai riwayat merokok sebanyak 10 kasus (33,33 %).

47 b. Dislipidemia Tabel 4.6 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Riwayat Dislipidemia di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka. Dislipidemia Tidak Menderita PJK Menderita PJK Jumlah Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Ya 16 80.00 7 70.00 23 76.67 Tidak 4 20.00 3.00 7 23.33 Jumlah 20 100.00 10 100.00 100.00 Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013) Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan Riwayat Dislipidemia di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 7 orang (70,00%) memiliki riwayat dislipidemia dan 3 pasien (,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat dislipidemia. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat dislipidemia sebanyak 16 orang (80,00%) dan 4 orang (,00%) yang tidak memiliki riwayat dislipidemia. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 23 kasus (76,67%) mempunyai riwayat hipertensi, sedangkan yang tidak mempunyai riwayat hipertensi sebanyak 7 kasus (23,33%).

48 c. Diabetes melitus Tabel 4.7 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Riwayat Diabetes Melitus di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka. Diabetes Tidak Menderita PJK Menderita PJK Jumlah Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Ya 13 65.00 6 60.00 19 63.33 Tidak 7 35.00 4 40.00 11 36.67 Jumlah 20 100.00 10 100.00 100.00 Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013) Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan Riwayat Diabetes Melitus di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat Diabetes Melitus dan 4 pasien (40,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat Diabetes Melitus sebanyak 13 orang (65,00%) dan 7 orang (35,00%) yang tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 19 kasus (63,33%) mempunyai riwayat hipertensi, sedangkan yang tidak mempunyai riwayat hipertensi sebanyak 11 kasus (37,67%).

49 d. Obesitas Tabel 4.8 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Obesitas di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka. Obesitas Tidak Menderita PJK Menderita PJK Jumlah Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Ya 12 60.00 4 40.00 16 53.33 Tidak 8 40.00 6 60.00 14 46.67 Jumlah 20 100.00 10 100.00 100.00 Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013) Pada tabel dan gambar di atas dapat dilihat distribusi faktorfaktor risiko PJK berdasarkan Indeks massa tubuh pasien yang tergolong obesitas di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 4 orang (40,00%) tergolong obesitas dan 6 orang (60,00%) penderita PJK namun tidak tergolong obesitas. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun tergolong dalam obesitas sebanyak 12 orang (60,00%) dan 8 orang (40,00%) yang tidak tergolong obesitas dan tidak menderita PJK. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 16 kasus (53,33%) tergolong obesitas, sedangkan yang tidak tergolong obesitas sebanyak 14 kasus (46,67%) e. Hipertensi Tabel 4.9 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Riwayat Hipertensi di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka. Hipertensi Tidak Menderita PJK Menderita PJK Jumlah Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Ya 14 70.00 6 60.00 20 66.67 Tidak 6.00 4 40.00 10 33.33 Jumlah 20 100.00 10 100.00 100.00 Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013)

50 Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan Riwayat Hipertensi di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat Hipertensi dan 4 pasien (40,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat hipertensi. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat hipertensi sebanyak 14 orang (70,00%) dan 6 orang (,00%) yang tidak memiliki riwayat Hipertensi. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 20 kasus (66,67 %) mempunyai riwayat hipertensi, sedangkan yang tidak mempunyai riwayat hipertensi sebanyak 10 kasus (33,33%). f. Inaktivitas fisik Tabel 4.10 Distribusi Faktor Risiko PJK Berdasarkan Inaktivitas fisik di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka. Inaktivitas Tidak Menderita PJK Menderita PJK Jumlah Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % Ya 13 65.00 7 70.00 20 66.7 Tidak 7 35.00 3.00 10 33.3 Jumlah 20 100.00 10 100.00 100.00 Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013) Pada tabel di atas dapat dilihat distribusi faktor-faktor risiko PJK berdasarkan inaktivitas fisik (berolahraga) di RS Panti Wilasa Citarum Semarang Ruang Anggrek dan Cempaka, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK 7 (70,00%) orang diantaranya tidak (inaktivitas) dan 3 (,00%) lainnya berolahraga. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun dan tidak pernah berolahraga sebanyak 13

51 orang (65,00%) dan 7 orang (35,00,00%) lainnya yang tidak menderita PJK namun juga tidak pernah berolahraga. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 20 kasus (66,67%) tidak pernah berolahraga dan 10 kasus (33,33%) saja yang berolahraga. 4.2.2 Uji Normalitas Analisis pengujian normalitas data pada hasil penelitian ini menggunakan teknik uji Kolmogorov Smirnov test (uji K-S). Dikatakan data berdistribusi normal jika nilai signifikansinya > 0,05. Hasil analisis uji normalitas variabel jenis kelamin, riwayat merokok, hipertensi, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat keluarga, usia, obeistas, dan inaktivitas fisik dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 4.11 Hasil Uji Normalitas Data Variabel sex, riwayat merokok,hipertensi,dislipidemia, diabetes, riwayat keluarga, obesitas, usia, dan inaktivitas Variabel Uji Kolmogorov - Smirnov Uji Shapiro-Wilk Df P value Df P value Sex Rokok Hipertensi Dislipidemia Diabetes Keluarga Obesitas Usia Inaktivitas 0.389 0.423 0.423 0.473 0.406 0.325 0.354 0.311 0.423 0.624 0.597 0.597 0.526 0.612 0.717 0.637 0.750 0.597 Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013) Dalam uji normalitas pada tabel 4.2.2.1dengan menggunakan kolmogorov smirnov test (uji K-S), diperoleh signifikansi untuk variabel sex dengan P > α = P (0,389) > α (0,05)

52 dan untuk variable rokok dengan P > α = P (0,423) > α (0,05) untuk variabel hipertensi P > α = P (0,423) > α (0,05) untuk variable dislipidemia dengan P > α = P (0,473) > α (0,05), untuk variable diabetes dengan P > α = P (0,406) > α (0,05), untuk variable keluarga dengan P > α = P (0,325) > α (0,05), untuk variable obesitas dengan P > α = P (0,354) > α (0,05), untuk variable usia dengan P > α = P (0,311) > α (0,05) dan untuk variabel inaktivitas dengan P > α = P (0,423) > α (0,05) dengan ketentuan jika signifikansi < 0,05 maka distribusi normal ditolak dan apabila signifikansi > 0,05 maka distribusi normal diterima. Oleh karena itu data variabel sex, riwayat merokok, hipertensi, dislipidemia, diabetes, riwayat keluarga, obesitas, usia, dan inaktivitas merupakan data yang normal karena signifikansi > 0,05. 4.2.3 Analisa Bivariat Analisa bivariat merupakan analisa yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan atau pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat (Notoatmodjo, 2002). Berdasarkan presentase data univariat diatas dapat dilihat bahwa dari 9 variabel yang diteliti terdapat 4 variabel memiliki jumlah tertinggi, yaitu sebesar 80%, untuk itu 4 variabel tersebut yang akan digunakan untuk dilihat korelasinya dengan angka kejadian PJK. Adapun analisa ini akan menggunakan korelasi ini akan menggunakan korelasi Spearman s Rho dan Kendall s tau-b.

53 Tabel 4.12 Hasil Korelasi Kendall antara variable PJK dengan jenis kelamin, merokok, dislipidemia, dan usia. Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013) Tabel 4.13 Hasil Korelasi Spearman s rho antara variable PJK dengan jenis kelamin, merokok, dislipidemia, dan usia. Sumber : Data statistic primer dan sekunder (2013) Pada analisis korelasi Kedall s didapati nilai koefisien PJK dengan Jenis kelamin sebesar 0,289. Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan

54 antara Variabel PJK dengan Sex adalah tidak erat namun menunjukkan hubungan positif karena angka koefisien positif. Nilai koefisien PJK dengan Merokok sebesar 0,200. Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Variabel PJK dengan Merokok adalah tidak erat namun menunjukkan hubungan positif karena angka koefisien positif. Nilai koefisien PJK dengan dislipidemia sebesar -0,111 Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel PJK dengan diabetes adalah tidak erat dan menunjukkan hubungan negatif karena angka koefisien negatif. Dan nilai koefisien PJK dengan Usia sebesar 0,311. Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Variabel PJK dengan Sex adalah tidak erat namun menunjukkan hubungan positif karena angka koefisien positif. Sedangkan menurut hasil korelasi dengan Spearman Rho didapati nilai koefisien PJK dengan Jenis kelamin sebesar 0,289. Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Variabel PJK dengan Sex adalah tidak erat namun menunjukkan hubungan positif karena angka koefisien positif.

55 Nilai koefisien PJK dengan Merokok sebesar 0,200. Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Variabel PJK dengan Merokok adalah tidak erat namun menunjukkan hubungan positif karena angka koefisien positif. Nilai koefisien PJK dengan Diabetes sebesar -0,111. Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Variabel PJK dengan diabetes adalah tidak erat dan menunjukkan hubungan negatif karena angka koefisien negatif. Dan nilai koefisien PJK dengan Usia sebesar 0,329. Karena koefisien tidak mendekati angka 1 maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Variabel PJK dengan Sex adalah tidak erat namun menunjukkan hubungan positif karena angka koefisien positif. 4.3 Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh mengenai distribusi faktor-faktor risiko pada penyakit jantung koroner di RS Panti Wilasa Citarum Semarang, maka akan dibahas sesuai dengan variabel yang diteliti. 4.3.1 Faktor-Faktor Risiko Yang Tidak Dapat Diubah A. Jenis Kelamin Berdasarkan faktor-faktor risiko PJK menurut jenis kelamin, didapatkan bahwa proporsi pada laki-laki lebih besar yaitu laki-laki total sebanyak 18 orang (60,00%),

56 sedangkan perempuan sebanyak 12 orang (40,00%). Pasien 45 tahun tidak menderita PJK sebanyak 20 pasien dengan jumlah laki-laki sebanyak 10 orang (50,00%) dan perempuan sebanyak 10 orang (50,00%) sedangkan pasien yang menderita PJK terdapat 10 pasien dengan jumlah laki-laki sebanyak 8 orang (80,00%) dan perempuan 2 orang (20,00%). Hasil ini sesuai dengan sumber kepustakaan yang menyatakan bahwa mortalitas akibat penyakit jantung koroner pada laki-laki lebih besar dibandingkan pada perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki daripada perempuan. Diduga faktor hormonal seperti estrogen endogen bersifat protektif terhadap perempuan, namun setelah menopause insidensi penyakit jantung koroner meningkat dengan cepat dan sebanding dengan insidens pada laki-laki seperti pada penelitian Tomaszewski (2008) dari University of Leicester, meneliti sebanyak 933 laki-laki dengan usia rata-rata 19 tahun yang berpartisipasi dalam studi Young Men Cardiovascular Association. Peneliti menyelediki adanya interaksi antara kadar hormon hormon seksual estradiol, estron, testosteron, dan androstenedion, dengan 3 faktor risiko mayor penyakit jantung (kolesterol, tekanan darah dan berat badan). Dalam

57 studi ini diteliti hubungan antara estrogen dalam darah (estradiol dan estron) maupun androgen (testosteron dan androstenedion) dengan faktor risiko mayor kardiovaskular (kadar lipid, tekanan darah, dan indeks massa tubuh) pada 933 laki-laki muda sehat dengan median usia 19 tahun (Tomaszewski, 2008) Dari hasil penelitian ditemukan bahwa 2 jenis hormon seksual (yaitu estradiol dan estron, yang secara bersama disebut estrogen) berhubungan dengan meningkatnya kadar kolesterol-ldl dan menurunnya kadar koleterol-hdl pada laki-laki (Tomaszewski, 2008). Dan pada penelitian yang dilakukan Supriyono (2008) di RS Karyadi Semarang didapati bahwa jenis kelamin lakilaki lebih tinggi yaitu 71,8% sedangkan selebihnya yaitu 28,2% adalah wanita. Tingginya risiko kematian akibat PJK pada laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan karena kebiasaan merokok pada laki-laki yang lebih sering dibandingkan perempuan dan juga dikarenakan pengaruh hormonal (Davidson, 2003). Oleh karena laki-laki memiliki resiko yang lebih besar terhadap angka kejadian PJK, sebaiknya menghindari kebiasaan merokok dan selalu menerapkan pola hidup sehat.

58 B. Umur Hasil penelitian berdasarkan faktor risiko umur didapati kelompok berusia 45-55 tahun adalah kelompok usia yang paling rentan dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 8 orang (80,00%) diantaranya berusia 45-55 tahun 1 pasien (10,00%) berusia 56-65, dan 1 pasien (10,00%) berusia 66-75 Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK sebanyak 8 orang (40,00%) berusia 45-55 tahun, 8 orang (40,00%) berusia 56-65 tahun, 3 orang (15,00%) berusia 66-75 dan 1 orang (5,00%) yang berusia >75 tahun. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 16 orang (53,33%) berusia 45-55 tahun, 9 orang (,00%) berusia 56-65 tahun, 3 orang (10,00%) berusia 66-75 tahun, dan 2 orang (6,67%) berusia >75 tahun. Hal ini sesuai dengan sumber kepustakaan dinyatakan bahwa risiko penyakit jantung koroner meningkat sesuai dengan bertambahnya usia (Davidson,2003). Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Supriyono menunjukkan kelompok usia yang rentan terhadap angka kejadian PJK >45 tahun dengan jumlah 87,5% dibandingkan usia-usia <45 tahun. Peningkatan usia menyebabkan perubahan anatomik dan fisiologik pada jantung dan pembuluh darah bahkan di

59 seluruh organ tubuh manusia. Perubahan anatomi tersebut meliputi perubahan dinding media aorta, penurunan jumlah inti sel jaringan fibrosa stroma katup, penumpukan lipid, perubahan miokardim akibat proses penuaan, penurunan berat jantungdan timbulnya lesi fibrotik diantara serat miokardium. Sedangkan perubahan fisiologik diantaranya berupa denyut jantung maksimum latihan berkurang, isi semenit jantung (cardiac output) dan daya cadangan jantung menurun (Gray,2005) Pada pembuluh darah koroner ditemukan adanya penonjolan yang diikuti garis lemak (fatty streak) pada intima pembuluh yang timbul sejak umur dibawah 10 tahun. Garis lemak ini mula-mula timbul pada aorta dan arteri koroner. Pada usia 20 tahun keatas garis lemak ini dapat ditemukan pada hampir setiap orang. Saat mencapai usia tahunan, garis lemak ini tumbuh lebih progresif menjadi fibrous plaque, yaitu suatu penonjolan jaringan kolagen dan sel-sel nekrosis dan dikenal dengan sebutan ateroma. Pada usia 40 tahun kemudian timbul lesi yang lebih kompleks dan timbul konsekuensi klinis suatu penyakit jantung koroner (Gray,2005). Untuk itu kontrol dalam mengkomsumsi makanan dan lakukan hidup sehat harus dilakukan sejak dini.

60 Mengenai hubungan antara jenis kelamin dan umur sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang dikaitkan dengan penyakit jantung koroner diungkapkan bahwa pada kedua kelompok jenis kelamin, peningkatan risiko penyakit jantung koroner makin bertambah seiring pertambahan usia seseorang. Keadaan ini dihubungakan dengan adanya peningkatan kadar kolesterol total seiring dengan pertambahan usia baik pada pria maupun pada wanita. Semakin bertambahnya umur maka angka kematian akibat PJK akan semakin besar pula. (Sumiati, 2010) C. Riwayat Keluarga mengalami PJK Mengenai distribusi faktor risiko PJK berdasarkan riwayat keluarga menderita PJK, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat keluarga dengan PJK dan 3 orang (,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat keluarga dengan PJK dan 1 orang (10,00%) tidak memiliki keterangan tentang riwayat keluarga atau tidak mengetahui tentang hal ini. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat keluarga dengan PJK sebanyak 11 orang (55,00%), 9 orang (45,00%) lainnya tidak menderita PJK dan juga tidak memiliki keluarga. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 15 kasus (50,00%) mempunyai riwayat keluarga

61 dengan PJK, 14 kasus (46,67%) tidak memiliki riwayat keluarga dengan PJK sedangkan 1 kasus (33,33%) yang lainnya tidak memiliki keterangan atau tidak mengetahui apakah keluarganya memiliki riwayat PJK. Hal tersebut sesuai dengan kepustakaan yang ada, yang menyebutkan bahwa pasien dengan riwayat keluarga penyakit jantung koroner mempunyai risiko lebih besar menderita PJK. Pada keluarga (orangtua, paman, bibi) yang jika pria di bawah usia 55 tahun dan perempuan di bawah usia 65 tahun, dikatakan tergolong usia muda untuk sakit PJK. Oleh karena itu, anak-anaknya maupun keponakannya harus waspada karena 3-5 kali lebih sering terkena serangan jantung dibanding keluarga yang jantungnya sehat (Sumiati, 2010) Seperti pada penelitian Supriyono (2008) di RS Karyadi Semarang didapati adanya hubungan antara riwayat penyakit jantung keluarga dengan kejadian PJK (p=0,027). Pria dan wanita dengan usia < 45 tahun dengan riwayat penyakit jantung keluarga mempunyai risiko 2,1 kali lebih besar untuk terjadinya PJK (OR=2,1 ; 95% CI=1,1-4,0).Hal ini disebabkan masih banyaknya rekam medik yang tidak memiliki keterangan mengenai riwayat keluarga mengalami PJK, sehingga angka kejadian PJK berdasarkan

62 faktor risiko riwayat keluarga mengalami PJK masih belum bisa dibandingkan dan juga dikarenakan ketika ditanyakan pada pasien atau keluarga secara langsung kebanyakan dari mereka menjawab tidak namun kurang yakin dengan jawaban itu sendiri. 4.3.2 Faktor-Faktor Risiko Yang Dapat Diubah A. Merokok Berdasarkan faktor risiko merokok, diperoleh hasil penelitian didapati 10 kasus menderita PJK, 8 orang (80,00%) merokok dan 2 pasien (20,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat merokok. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat merokok sebanyak 12 orang (60,00%) dan 8 orang (40,00%) yang tidak memiliki riwayat merokok. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 20 kasus (66,67 %) mempunyai riwayat merokok, sedangkan yang tidak mempunyai riwayat merokok sebanyak 10 kasus (33,33 %). Hal ini tentu sangat sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa merokok merupakan faktor risiko utama pada penderita PJK bahkan penelitian yang dilakukan oleh mendapatkan bahwa PJK pada laki-laki perokok 10 kali lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan perokok 4,5 kali lebih dari pada bukan perokok dengan nilai

63 koefisiennya perokok sebesar (RR (RR 1,4, 95% CI, 1,1-1,6) (Fiscella, 2004) Pada penelitian yang dilakukan oleh Selim (2013) menunjukkan hubungan PJK tinggi, dimana perokok yang memiliki PJK 71,43 dengan nilai p = 0,008. Kenyataan ini dapat dimungkinkan dikarenakan variabel perokok disini yang dapat dinilai hanya dari sisi apakah pasien aktif merokok atau aktif terpapar asap rokok sehari-harinya dan seperti pada penelitian Supriyono (2008) diperoleh signifikan dengan kejadian PJK (p=0,011) pada perokok, dan juga kebiasaan merokok berisiko untuk terjadinya PJK pada usia > 45 tahun sebesar 2,4 kali dibandingkan dengan yang tidak memiliki kebiasaan merokok (OR=2,4 ; 95% CI=1,3-4,5). Untuk itu sangat disarankan agar para perokok berhenti untuk merokok karena sesuai dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya maupun penelitian ini menunjukkan presentasi perokok yang memiliki PJK sangat besar dan pada para tenaga kesehatan meningkatkan pendidikan kesehatan dan kampanye anti rokok. B. Hipertensi Mengenai distribusi faktor risiko PJK menurut penyakit penyerta hipertensi, didapatkan bahwa proporsi pasien PJK lebih besar pada kelompok dengan penyakit penyerta

64 Hipertensi yaitu dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat Hipertensi dan 4 pasien (40,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat hipertensi. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat hipertensi sebanyak 14 orang (70,00%) dan 6 orang (,00%) yang tidak memiliki riwayat Hipertensi. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 20 kasus (66,67 %) mempunyai riwayat hipertensi, sedangkan yang tidak mempunyai riwayat hipertensi sebanyak 10 kasus (33,33%) Kenyataan ini sesuai teori yang menyatakan bahwa pasien dengan hipertensi memiliki tingkat mortalitas akibat PJK lebih tinggi dibandingkan pasien tanpa hipertensi. Pada penelitian Supriyono (2008) di RS Karyadi Semarang diperoleh signifikansi faktor risiko riwayat merokok pada angka kejadian PJK adalah sebesar (p=0,869). Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Fiscella (2004) menunjukan pasien yang terdiagnosa PJK memiliki tekanan darah sistolik 1-139 mm Hg tinggi (RR 1,6, 95% CI, 1,0-2,4). Pada penderita hipertensi terjadi trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor

65 koroner) dan hal ini menyebabkan angina pektoris, insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding dengan orang normotensi dan sekaligus lebih memperbesar risiko kematian pada penderita dengan PJK (Davidson, 2003). Kebanyakan penderita Hipertensi tidak menyadari dirinya terkena hipertensi karena kurangnya edukasi tentang hipertensi. Selain menjaga pola hidup, pemeriksaan tekan darah secara berkata sangat penting sehingga dapat mencegah terjadinya hipertensi dan resiko PJK. C. Diabetes Meliltus Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor risiko PJK berdasarkan panyakit penyerta diabetes melitus, didapatkan hasil bahwa proporsi pasien PJK lebih besar pada pasien diabetes melitus yaitu dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat Diabetes Melitus dan 4 pasien (40,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat Diabetes Melitus sebanyak 13 orang (65,00%) dan 7 orang (35,00%) yang tidak memiliki riwayat Diabetes Melitus. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 19 kasus (63,33%)

66 mempunyai riwayat hipertensi, sedangkan yang tidak mempunyai riwayat hipertensi sebanyak 11 kasus (37,67%). Kenyataan ini menggambarkan faktor risiko diabetes melitus sebagai salah satu faktor risiko pada penderita PJK, berdasarkan teori yang ada disebutkan bahwa pada penderita diabetes melitus, pembentukan trombus akan meningkat disebabkan karena adanya peningkatan agregasi trombosit dan penurunan fibrinolisis. Faktor-faktor ini berperan pada pembentukan plak dan trombus, pada koyaknya plak yang berakibat semakin mudahnya terjadi sindrom koroner akut maupun serangan otak iskemik (Rohman, 2007) Hasil penelitian Supriyono (2008) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kadar gula darah puasa dengan kejadian PJK (p=0,0001). Kenaikan kadar gula darah puasa >126 mg/dl meningkatkan risiko untuk terjadinya PJK pada kelompok usia < 45 tahun sebanyak 4,1 kali dibandingkan dengan kadar gula darah puasa < 126 mg/dl pada kelompok usia yang sama (OR=4,1 ; 95% CI = 2,1-7,9). Penelitian ini juga berbeda dengan hasil penelitian Saito tahun 2000 yang mendapatan bahwa penderita PJK yang menderita diabetes melitus berisiko 2,63 kali untuk meninggal daripada yang tidak menderita PJK. Dalam

67 penelitiannya didapati hubungan yang bermakna antara diabetes melitus dengan PJK. D. Dislipidemia Berdasarkan distribusi faktor risiko PJK berdasarkan dislipidemia, diperoleh hasil bahwa proporsi PJK pada penderita dengan dislipidemia yaitu 27 kasus (90,00%), sedangkan penderita dengan tanpadislipidemia sebanyak 3 kasus (10,00%). Kenyataan ini sesuai dengan kepustakaan yang ada yang menyebutkan bahwa P dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 7 orang (70,00%) memiliki riwayat dislipidemia dan 3 pasien (,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat dislipidemia. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat dislipidemia sebanyak 16 orang (80,00%) dan 4 orang (,00%) yang tidak memiliki riwayat dislipidemia. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 23 kasus (76,67%) mempunyai riwayat dislipidemia, sedangkan yang tidak mempunyai riwayat dislipidemia sebanyak 7 kasus (23,33%). PJK memiliki korelasi positif dengan asupan kolesterol / dislipidemia seseorang, semakin tinggi kadar kolesterol seseorang, semakin tinggi pula kematian akibat penyakit jantung koroner.

68 Kolesterol adalah jenis lipid yang relative mempunyai makna klinis yang penting sehubungan dengn aterogenesis. Data dari penelitian intervensi faktor risiko majemuk menunjukkan bahwa dengan meningkatnya kadar kolesterol diatas 180mg/dl risiko penyakit arteri koronaria meningkat juga, dan peningkatan akan lebih cepat jika kadarnya melebihi 240mg/dl. Bukti-bukti epidemiologis terbaru menunjukkan adanya hubungan antara aterogenesis dengan pola-pola peningkatan kolesterol tertentu (Gray, 2005). Pada penelitian yang dilakukan oleh Yusnidar (2008) di RS Karyadi Semarang didapati 97 sampel 73,5% yang memiliki kadar kolesterol total tinggi. Kenaikan kadar kolesterol dalam darah > 200 mg/dl meningkatkan risiko untuk terjadinya PJK sebesar 1,8 kali lebih besar dibandingkan dengan kadar kolesterol darah < 200 mg/dl. Kadar kolesterol yang tinggi sangat dipengaruhi asupan makanan yang dimakan,untuk itu pengontrolan dalam makanan sangat penting. Kadar kolesterol dan lemak yang tinggi dapat menyebabkan resistensi insulin yang pada akhirnya menyebabkan diabetes, sehingga semakin meningkatkan resiko angka kejadian PJK (Ridwan, 2011; Defronzo, 1991) E. Obesitas

69 Mengenai distribusi faktor risiko PJK berdasarkan obesitas, diperoleh hasil dimana terdapat 10 pasien menderita PJK, 6 orang (60,00%) memiliki riwayat keluarga dengan PJK dan 3 orang (,00%) penderita PJK namun tidak memiliki riwayat keluarga dengan PJK dan 1 orang (10,00%) tidak memiliki keterangan tentang riwayat keluarga atau tidak mengetahui tentang hal ini. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun memiliki riwayat keluarga dengan PJK sebanyak 11 orang (55,00%), 9 orang (45,00%) lainnya tidak menderita PJK dan juga tidak memiliki keluarga. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 15 kasus (50,00%) mempunyai riwayat keluarga dengan PJK, 14 kasus (46,67%) tidak memiliki riwayat keluarga dengan PJK sedangkan 1 kasus (33,33%) yang lainnya tidak memiliki keterangan atau tidak mengetahui apakah keluarganya memiliki riwayat PJK. Obesitas terjadi dikarenakan pola makan yang tidak sehat, pada penelitian Supriyono (2008) didapati 43,7% pasien PJK memiliki pola makan yang tidak sehat dan termasuk dalam obesitas sebesar 28,7%..Obesitas akan mengakibatkan terjadinya peningkatan volume darah sekitar 10-20 %, bahkan sebagian ahli menyatakan dapat mencapai %. Hal ini

70 tentu merupakan beban tambahan bagi jantung, otot jantung akan mengalami perubahan struktur berupa hipertropi atau hiperplasi yang keduanya dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pompa jantung atau lazim disebut sebagai gagal jantung atau lemah jantung, dimana penderita akan merasakan lekas capek, sesak napas bila melakukan aktifitas ringan, sedang, ataupun berat (tergantung dari derajat lemah jantung) (Gray, 2005). F. Inaktivitas Fisik Mengenai distribusi faktor risiko PJK berdasarkan Inaktivitas fisik, diperoleh hasil, dimana terdapat 10 pasien menderita PJK 7 (70,00%) orang diantaranya tidak (inaktivitas) dan 3 (,00%) lainnya berolahraga. Sedangkan 20 lainnya yang tidak menderita PJK namun dan tidak pernah berolahraga sebanyak 13 orang (65,00%) dan 7 orang (35,00%) lainnya yang tidak menderita PJK namun juga tidak pernah berolahraga. Dari total pasien usia 45 yang di rawat inap di RS citarum di dapati 20 kasus (66,67%) tidak pernah berolahraga dan 10 kasus (33,33%) saja yang berolahraga. Inaktivitas fisik meningkatkan risiko terjadinya penyakit jantung dan meningkatkan risiko hipertensi hingga %. Inaktivitas fisik juga melipat duakan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskuler dan stroke. Suatu meta-analisis

71 besar memperlihatkan bahwa orang-orang yang aktif secara fisik adalah 50-70% lebih kecil probalitasnya dibandingkan orang-orang inaktif. Mengubah gaya hidup dari yang kurang sehat menjadi gaya hidup yang sehat dilakukan dengan melakukan kegiatan olahraga 20- menit, dengan melakukan olaraga terutama olahraga aerobic dapat menurunkan kadar kolesterol. Berdasarkan hasil analisa bivariat menggunakan korelasi kendall s dan Spearman s di dapati 4 variabel yang paling dominan dari 9 variabel yang diteliti. 4 variabel tersebut dikorelasikan dengan angka kejadian PJK pada pasien rawat inap kelompok usia 45 tahun, didapati 3 variabel memiliki hubungan positif yaitu variabel jenis kelamin, usia dan merokok. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Supriyono (2008) dan Yusdinar (2007) yang menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko tersebut berpengaruh terhadap angka kejadian PJK meskipun hubungan keeratannya kurang atau tidak erat. Sedangkan pada variabel dislipidemia tidak didapati hubungan antara dislipidemia dengan PJK dengan nilai koefien -0,111, hal ini tidak sesuai dengan pustakaan yang menyatakan dengan adanya peningkatan dislipidemia maka akan semakin meningkat pula resiko angka kejadian PJK (Gray, 2005).

72 Namun hasil penelitian variabel dislipidemia ini sesuai dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Supriyono (2008). Menurut DeFronzo (1991) peningkatan kolesterol dan lemak dalam tubuh terutama pasien dengan obesitas mempengaruhi kemampuan insulin dalam mengambil glukosa dalam jaringan yang sensitif pada insulin dan meningkatkan sekresi insulin plasma sehingga terjadi hiperinsulinemia, yang pada kelanjutannya akan menyebabkan akan diabetes mellitus. Pada resistensi insulin terjadi peningkatan lipolisis, sehingga terjadi peningkatan asam lemak bebas dalam plasma yang selanjutnya akan meningkatkan uptake asam lemak bebas kedalam liver. Disamping itu terjadi peningkatan sintesis TG de novo di liver karena hiperinsulinemia merangsang ekspresi sterol regulation element binding protein (SREBP1c), protein ini berfungsi sebagai faktor transkripsi yang mengaktifasi gene yang terlibat lipogenesis di liver. Protein kolesterol ester transferase dan hepatic lipase juga meningkat, yang mengakibatkan peningkatan VLDL1 yang kemudian menjadi small dense LDL. Peningkatan kadar VLDL1 ini menyebabkan peningkatan katabolisme HDL sehingga HDL menjadi rendah. Beberapa mekanisme diatas menerangkan

73 rendahnya HDL, tingginya TG dan small dense LDL pada DM tipe2. Pola dislipidemi seperti ini sering disebut diabetic dyslipidemia atau tipe B yang berhubungan erat dengan penyakit kardiovaskular pada populasi umum (Rohman, 2007). Untuk diharapkan penelitian selanjutnya dapat meneliti lebih dalam lagi tentang hubungan dislipidemia dengan angka kejadian PJK. 1.3 Keterbatasan Penelitian Penelitian ini menjadi terbatas dan kurang memuaskan dengan jumlah responden yang sangat sedikit untuk itu peneliti mengharapkan dengan hormat agar penelitian selanjutnya meningkatkan jumlah responden. Dalam penelitian ini peneliti tidak memilah antara aktivitas ringan, sedang dan berat untuk itu, peneliti mengharapkan dengan kerendahan hati agar penlitian selanjutnya memilah antara aktivitas ringan, sedang dan berat. Dalam penelitian ini juga peneliti tidak memilah lama merokok dan jumlah merokok pada setiap pasien, untuk itu peneliti dengan kerendahan hati sangat mengharapkan agar penelitian selanjutnya memilah lama merokok dan jumlah rokok yang diisap perhari.