I. PENDAHULUAN. terbesar kedua setelah sektor pariwisata (perdagangan, hotel, dan restoran).

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

Efektivitas Distribusi Subsidi Pupuk Organik dan Dampaknya terhadap Pendapatan Usahatani Padi Sawah di Subak Sungsang, Desa Tibubiu, Kabupaten Tabanan

I. PENDAHULUAN. saat Revolusi Hijau pada tahun 1980-an. Revolusi hijau merupakan teknik

I. PENDAHULUAN. peradaban manusia. Padi adalah komoditas tanaman pangan yang menghasilkan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN. cukup luas sangat menunjang untuk kegiatan pertanian. Sebagai negara agraris yang

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

ABSTRAK. Kata kunci : Simantri, Subak Renon, Dampak.

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

I. PENDAHULUAN. dan bisa melakukan aktivitas sehari-hari serta berkelanjutan. Diantara kebutuhan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG TAMBAHAN BANTUAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

I. PENDAHULUAN. anorganik menjadi bahan organik dengan bantuan tumbuh-tumbuhan dan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI PROVINSI BALI

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah. Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak dapat

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN I TAHUN 2015)

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 93 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN. khususnya lahan pertanian intensif di Indonesia semakin kritis. Sebagian besar

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang.

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA SEMENTARA TAHUN 2014)

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 138 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG KEBERLANJUTAN PROGRAM SIMANTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI,

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian masih sangat penting bagi perekonomian nasional. Hal

WALIKOTA PROBOLINGGO

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 14 TAHUN 2011

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA PROBOLINGGO

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar pekerjaan utama

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI PADA SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2014

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG

PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI (ANGKA RAMALAN II TAHUN 2015)

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURANBUPATI TANAH BUMBU NOMOR 4 TAHUN 2016

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

Seuntai Kata. Denpasar, November 2013 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Ir. I Gde Suarsa, M.Si.

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. pangan pokok saja, tetapi telah berkembang menjadi berbagai jenis bahan makanan

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA WALIKOTA SURABAYA,

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN

WALIKOTA BANJARMASIN

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sangat luas dan sebagian besar

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

PERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS DI KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015

1. JUMLAH RTUP MENURUT GOL. LUAS LAHAN

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

BAB I PENDAHULUAN. kehutanan. Sementara itu, revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan juga

BUPATI TANGGAMUS PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2011

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

BUPATI SEMARANG PROPINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

Transkripsi:

1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian di Bali merupakan sektor penyumbang pendapatan daerah terbesar kedua setelah sektor pariwisata (perdagangan, hotel, dan restoran). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali (2014), pada tahun 2013 sektor pertanian mempunyai kontribusi yang besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali, yaitu sebesar 16,82%, sektor pariwisata sebesar 29,89%, dan sisanya disumbangkan oleh sektor lainnya. Oleh karena itu sektor pertanian sudah seharusnya mendapatkan prioritas karena memberikan kontribusi untuk PDRB. Berbagai kebijakan telah dilakukan pemerintah dalam meningkatkan produksi pertanian seperti pembangunan irigasi, subsidi input produksi (benih, pupuk dan pestisida), kredit usahatani, dan pembinaan kelembagaan usahatani (Bank Indonesia, 2008 dalam Manasehat, 2014). Salah satu kebijakan subsidi input produksi adalah kebijakan subsidi pupuk yang telah dilakukan sejak tahun 1960 bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian. Subsidi pupuk tersebut dibedakan menjadi dua yaitu pupuk organik dan pupuk kimia (anorganik). Penggunaan pupuk anorganik yang telah dilakukan sejak tahun 1970-an secara terus menerus untuk meningkatkan produksi petanian membuat lahan pertanian di Indonesia menjadi kurang subur, tanah menjadi keras dan padat karena menipisnya kadar bahan organik tanah. Tahun 1992 kurang lebih 18 juta hektar lahan di Indonesia telah mengalami degradasi lahan atau penurunan kualitas lahan dan pada tahun 2002 meningkat menjadi 38,6 juta hektar (BPS,

2 2002 dalam Kementan, 2015). Apabila kondisi ini dibiarkan, maka dapat menimbulkan kerusakan lahan semakin luas serta penurunan produktivitas lahan. Sehubungan dengan itu, Gubernur Provinsi Bali (Mangku Pastika) menetapkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2013 dalam upaya meningkatkan kesuburan lahan guna peningkatan produktivitas dan produksi pertanian di Provinsi Bali dengan memotivasi petani menggunakan pupuk organik. Program subsidi pupuk organik oleh Pemerintah Provinsi Bali ini merupakan salah satu upaya menjadikan Bali sebagai pulau organik (go green). Penerapan penggunaan pupuk organik secara penuh saat ini masih belum terlaksana. Pertanian di Bali khususnya usahatani padi sawah masih belum mampu meninggalkan pupuk kimia, sehingga penggunaan pupuk majemuk berimbang mulai diterapkan untuk menuju Bali sebagai pulau organik kedepannya (Dinas Pertanian Provinsi Bali, 2013). Model subsidi pupuk yang diterapkan adalah subsidi tidak langsung, yaitu memberikan subsidi kepada produsen pupuk sehingga petani mendapat manfaat berupa harga pupuk yang lebih murah. Program pemberian subsidi pupuk organik ini dimulai sejak tahun 2013 dengan alokasi dana di Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) Biro Keuangan Provinsi Bali sebesar Rp 4 Milyar. Tahun 2014 dan 2015, alokasi dana meningkat yakni sebesar Rp 10 Milyar untuk membeli pupuk sebanyak 12.500 ton pupuk organik yang disalurkan ke 25.000 ha luas lahan usahatani (Dinas Pertanian Provinsi Bali, 2013-2015).

3 Subsidi pupuk organik yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Bali adalah pupuk organik jenis padat. Pemerintah Provinsi Bali dalam pelaksanaannya mengganti produsen penyedia pupuk organik jenis padat ini dari perusahaan swasta kepada gabungan kelompok tani Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri), kelompok tani yang telah memiliki Alat Pengolah Pupuk Organik (APPO) dan Rumah Percontohan Pembuatan Pupuk Organik (RPPPO). Tujuannya untuk memberdayakan kelompok tani tersebut (Pergub. Bali No.16 Tahun 2013). Kebijakan subsidi pupuk organik oleh Pemerintah Provinsi Bali diberikan khusus untuk petani yang berusahatani padi, palawija, dan tanaman hortikultura pada musim tanam Juni sampai dengan November tahun yang bersangkutan sesuai dengan dosis penggunaan pupuk organik yang dianjurkan sebanyak 500 kg/ha. Kabupaten Tabanan memperoleh alokasi subsidi pupuk organik terbesar dan terus meningkat setiap tahunnya yang ditunjukkan pada Tabel 1. Pada tahun 2013, Kabupaten Tabanan memperoleh subsidi pupuk untuk luas lahan seluas 2.800 ha. Peraturan penggunaan pupuk organik terpadu dengan dosis sebanyak 500 kg/ha, menyebabkan jumlah subsidi pupuk yang diperoleh sebanyak 1.400 ton, meningkat di tahun 2014 menjadi 6.000 ha dengan jumlah subsidi 3.000 ton dan untuk tahun 2015 seluas 7.000 ha dengan jumlah subsidi 3.500 ton. Nilai subsidi pupuk organik Kabupaten Tabanan pada tahun 2013 untuk pupuk organik sebanyak 1.400 ton adalah Rp 980 Juta, meningkat di tahun 2014 menjadi Rp 2,4 Milyar untuk menyubsidi pupuk organik sebanyak 3.000 ton dan nilai subsidi pada Tahun 2015 untuk 3.500 ton pupuk organik bersubsidi

4 adalah Rp 2,8 Milyar. Pengalokasian distribusi subsidi pupuk organik untuk masing-masing kabupaten di Bali setiap tahunnya ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Alokasi Subsidi Pupuk Organik Pemerintah Provinsi Bali No Kabupaten/ Kota Luas (ha) Alokasi (ton) 2013 2014 2015 2013 2014 2015 1 Buleleng 2.800 4.000 5.000 1.400 2.000 2.500 2 Jembrana 1.700 2.000 2.000 850 1.000 1.000 3 Tabanan 2.800 6.000 7.000 1.400 3.000 3.500 4 Badung - 3.500 4.500-1.750 2.250 5 Denpasar - - - - - - 6 Gianyar - 3.500 - - 1.750-7 Bangli 2.300 2.000 2.200 1.150 1.000 1.100 8 Klungkung 1.250 2.000 2.000 625 1.000 1.000 9 Karangasem 578 2.000 2.300 289 1.000 1.150 Jumlah 11.428 25.000 25.000 5.714 12.500 12.500 Sumber : Laporan Pelaksanaan Subsidi Pupuk Organik Tahun 2013-2014 Petunjuk Teknis Pelaksanaan Subsidi Pupuk Organik Tahun 2015. Kabupaten Tabanan terdiri dari 10 kecamatan yaitu Kecamatan Selemadeg, Kecamatan Selemadeg Timur, Kecamatan Selemadeg Barat, Kecamatan Tabanan, Kecamatan Kediri, Kecamatan Marga, Kecamatan Baturiti, Kecamatan Penebel, dan Kecamatan Pupuan. Mayoritas penduduk di Kabupaten Tabanan melakukan usaha di bidang pertanian (BPS Kabupaten Tabanan, 2014). Subak yang mendapatkan subsidi pupuk organik pada tahun 2014 di Kabupaten Tabanan sebanyak 129 subak yang tersebar di 10 kecamatan. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Bali Nomor 1089 Tahun/03-K/HK/2014 tentang kelompok tani/subak pelaksana pemupukan dengan pupuk organik yang disubsidi Pemerintah Provinsi Bali, Subak Sungsang terletak di Desa Tibubiu, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan memiliki luas lahan pertanian 223 ha yang

5 merupakan subak terluas dibandingkan 129 subak lainnya yang mendapatkan subsidi pupuk organik dari Pemerintah Provinsi Bali. Subak Sungsang menerima pupuk organik yang disubsidi oleh Pemerintah Provinsi Bali tahun 2014 dari UD Timan Agung didistribusikan langsung ke Subak Sungsang dan merupakan salah satu subak yang menerapkan pemupukan berimbang pada lahan usahataninya. Peran pupuk organik dalam sektor pertanian sangat penting untuk mengembalikan kualitas lahan pertanian sehingga pupuk organik sudah seharusnya diprioritaskan oleh pemerintah terkait dengan kebutuhan petani (Kementan, 2015). Besarnya potensi dari luas lahan pertanian memberikan konsekuensi kebutuhan pupuk organik yang juga meningkat. Distribusi pupuk organik terkadang tidak sampai kepada petani yang berhak mendapatkan subsidi pupuk organik. Hal-hal yang membuat pupuk organik bersubsidi menjadi tidak optimal karena ada perbedaan data rekapitulasi penyaluran pupuk dengan data rekapitulasi Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Masalah ini memang sederhana tetapi sangat berpengaruh terhadap ketepatan distribusi pupuk bersubsidi. Masalah lain yaitu petani masih beranggapan bahwa penggunaan pupuk organik pada lahan sawah dan mengurangi penggunaan pupuk kimia mengakibatkan penurunan pendapatan usahataninya sehingga susah untuk beralih menggunakan pupuk majemuk berimbang (Sumerta, 2013). Berdasarkan uraian di atas maka penelitian mengenai efektivitas distribusi subsidi pupuk organik yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali dan dampaknya terhadap pendapatan usahatani padi sawah di Subak Sungsang, Desa Tibubiu, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan menjadi penting untuk

6 diteliti guna memberikan gambaran yang jelas mengenai efektivitas distribusi subsidi pupuk organik yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali dan dampak penggunaan pupuk majemuk berimbang terhadap pendapatan usahatani padi sawah di Subak Sungsang. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang timbul adalah. 1. Bagaimanakah efektivitas distribusi subsidi pupuk organik oleh Pemerintah Provinsi Bali ditinjau dari indikator empat tepat (tepat harga, tepat jumlah, tepat waktu dan tepat tempat? 2. Bagaimanakah perbandingan pendapatan usahatani menggunakan pupuk majemuk berimbang dengan pupuk kimia secara penuh? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui. 1. Efektivitas distribusi subsidi pupuk organik Pemerintah Provinsi Bali ditinjau dari indikator empat tepat (tepat harga, tepat jumlah, tepat waktu, dan tempat). 2. Perbandingan pendapatan usahatani menggunakan pupuk majemuk berimbang dengan penggunaan pupuk kimia secara penuh. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak. 1 Memberikan gambaran kebijakan subsidi pupuk organik terhadap sektor pertanian khususnya padi sawah di Subak Sungsang, Desa Tibubiu, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan.

7 2 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Provinsi Bali untuk merumuskan mekanisme distribusi subsidi pupuk organik yang paling efektif dalam mendukung sektor pertanian di Bali. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mengkaji efektivitas distribusi subsidi pupuk organik Pemerintah Provinsi Bali melalui pengukuran efektivitas distribusi subsidi pupuk organik berdasarkan indikator empat tepat (tepat harga, tepat jumlah, tepat waktu, dan tepat tempat). Dampak penggunaan pupuk majemuk berimbang terhadap pendapatan usahatani padi sawah di Subak Sungsang, Desa Tibubiu, Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan melalui pengukuran pendapatan usahatani meliputi biaya usahatani dan penerimaan selama satu musim tanam dan membandingkan pendapatan usahatani menggunakan pupuk majemuk berimbang dengan penggunaan pupuk kimia secara penuh.