PENERAPAN LOGIKA FUZZY SEBAGAI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PRAKIRAAN CUACA. Gedung GOI Lt.II Bandara Ngurah Rai Denpasar

dokumen-dokumen yang mirip
Analisa Data Radiosonde untuk Mengetahui Potensi Kejadian Badai Guntur di Bandar Udara El Tari Kupang

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISA PERBANDINGAN METODE SUGENO DAN MAMDANI DALAM SISTEM PREDIKSI CUACA (STUDI KASUS BMKG KELAS III TANJUNGPINANG)

Penentuan Jumlah Produksi Kue Bolu pada Nella Cake Padang dengan Sistem Inferensi Fuzzy Metode Sugeno

BAB II LANDASAN TEORI. papernya yang monumental Fuzzy Set (Nasution, 2012). Dengan

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN FUZZY INFERENCE SYSTEM PADA PREDIKSI CURAH HUJAN DI SURABAYA UTARA

Kata kunci: Sistem pendukung keputusan metode Sugeno, tingkat kepribadian siswa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Pengantar Kecerdasan Buatan (AK045218) Logika Fuzzy

BAB III METODE FUZZY MAMDANI

SIMULASI MENENTUKAN WAKTU MEMASAK BUAH KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI

REVIEW PENERAPAN FUZZY LOGIC SUGENO DAN MAMDANI PADA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PRAKIRAAN CUACA DI INDONESIA

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY

Penerapan FuzzyTsukamotodalam Menentukan Jumlah Produksi

1.1. Latar Belakang Masalah

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENERIMAAN BEASISWA BIDIK MISI DI POLITEKNIK NEGERI JEMBER MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY

SPK PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN KONSUMEN PADA RESTORAN XYZ

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI PENELITIAN

Penerapan Metode Fuzzy Mamdani Pada Rem Otomatis Mobil Cerdas

RANCANG BANGUN APLIKASI PERAMALAN CUACA DENGAN MENGGUNAKAN METODE FUZZY MAMDANI (STUDI KASUS KOTA SURABAYA)

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya

PREDIKSI PERMINTAAN PRODUK MIE INSTAN DENGAN METODE FUZZY TAKAGI-SUGENO

Penggunaan Metode Logika Fuzzy Untuk Memprediksi Jumlah Kendaraan Bermotor Berdasarkan Tingkat Kebisingan Lalu Lintas, Lebar Jalan Dan Faktor Koreksi

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

KASUS PENERAPAN LOGIKA FUZZY. Fuzzy tsukamoto, mamdani, sugeno

Metode Fuzzy Inference System untuk Penilaian Kinerja Pegawai Perpustakaan dan Pustakawan

Proses Defuzzifikasi pada Metode Mamdani dalam Memprediksi Jumlah Produksi Menggunakan Metode Mean Of Maximum

MODUL 8 APLIKASI NEURAL NETWORK DAN FUZZY LOGIC PADA PERKIRAAN CUACA

ARTIFICIAL INTELLIGENCE MENENTUKAN KUALITAS KEHAMILAN PADA WANITA PEKERJA

APLIKASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN METODE TSUKAMOTO PADA PENENTUAN TINGKAT KEPUASAN PELANGGAN (STUDI KASUS DI TOKO KENCANA KEDIRI)

ANALISIS DAN PENGEMBANGAN SISTEM METODE PRAKIRAAN CUACA DI BIDANG INFORMASI METEOROLOGI Achmad Zakir ABSTRAK

BAB 2 LANDASAN TEORI

APLIKASI PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN LOGIKA FUZZY (STUDY KASUS : PRAKIRAAN CUACA DI BMKG JAMBI)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN FUZZY SUGENO DALAM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MENENTUKAN KELAS PEMINATAN (STUDI KASUS : STMIK POTENSI UTAMA)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN METODE TSUKAMOTO, METODE MAMDANI DAN METODE SUGENO UNTUK MENENTUKAN PRODUKSI DUPA (Studi Kasus : CV. Dewi Bulan)

NURAIDA, IRYANTO, DJAKARIA SEBAYANG

SIMULASI SISTEM UNTUK PENGONTROLAN LAMPU DAN AIR CONDITIONER DENGAN MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA) REPRESENTASI EMOSI MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY PADA PERMAINAN BONNY S TOOTH BOOTH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

IMPLEMENTASI METODE FUZZY MAMDANI DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT KEBISINGAN LALU LINTAS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tingkat kesehatan bank dapat diketahui dengan melihat peringkat

SISTEM INFERENSI FUZZY (METODE TSUKAMOTO) UNTUK PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI HARIAN OLEH

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN JURUSAN DI SMU DENGAN LOGIKA FUZZY

LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN

Rima Ayuningtyas NIM Jurusan Teknik Informatika, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Jl. Politeknik Senggarang, Tanjungpinang

IMPLEMENTASI FUZZY LOGIC DALAM MENENTUKAN PENDUDUK MISKIN (STUDI KASUS PADA BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PAGARALAM)

Himpunan Tegas (Crisp)

PENERAPAN LOGIKA FUZZY DALAM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMBERIAN BEASISWA BSM

PENENTUAN TINGKAT PELUNASAN PEMBAYARAN KREDIT PEMILIKAN MOBIL DI PT AUTO 2000 MENGGUNAKAN FUZZY MAMDANI

Jurnal Informatika SIMANTIK Vol. 2 No. 2 September 2017 ISSN:

FUZZY MAMDANI DALAM MENENTUKAN TINGKAT KEBERHASILAN DOSEN MENGAJAR

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING

ANALISIS INDEKS KEJADIAN BADAI GUNTUR DI STASIUN METEOROLOGI CENGKARENG DENGAN METODE RAPID MINER DAN FUZZY LOGIC GUNA KESELAMATAN PENERBANGAN

Praktikum sistem Pakar Fuzzy Expert System

PEMODELAN FREKUENSI PETIR DI BOGOR MENGGUNAKAN PENDEKATAN LOGIKA FUZZY PENDAHULUAN

PENERAPAN METODE FUZZY MAMDANI DALAM MEMPREDIKSI TINGGINYA PEMAKAIAN LISTRIK ( STUDI KASUS KELURAHAN ABC )

PENENTUAN KUALITAS CABE MERAH VARIETAS HOT BEAUTY DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM TSUKAMOTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tahap Sistem Pakar Berbasis Fuzzy

PENGGUNAAN SISTEM INFERENSI FUZZY UNTUK PENENTUAN JURUSAN DI SMA NEGERI 1 BIREUEN

BAB IV METODOLOGI. Gambar 4.1 Model keseimbangan air pada waduk (Sumber : Noor jannah,2004)

PENERAPAN LOGIKA FUZZY UNTUK MEMPREDIKSI CUACA HARIAN DI BANJARBARU

ANALISIS RULE INFERENSI SUGENO DALAM SISTEM PENDUKUNG PENGAMBILAN KEPUTUSAN

: Sistem Pendukung Keputusan, Siswa berprestasi, Tsukamoto

Analisis Fungsi Keanggotaan Fuzzy Tsukamoto Dalam Menentukan Status Kesehatan Tubuh Seseorang

Penerapan Logika Fuzzy Metode Sugeno untuk Sistem Pendukung Keputusan Prakiraan Cuaca. Tugas Akhir

IMPLEMENTASI LOGIKA FUZZY MAMDANI UNTUK MENENTUKAN HARGA GABAH

Analisis Pengaruh Pemilihan Fuzzy Membership Function Terhadap Output Sebuah Sistem Fuzzy Logic

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT TANGGAL 02 NOVEMBER 2017 DI MEDAN DAN SEKITARNYA

Sistem Inferensi Fuzzy

MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN DENGAN FUZZY INFERENCE SYSTEM UNTUK PROMOSI KARYAWAN

PENERAPAN METODE FUZZY TSUKAMOTO UNTUK MEMPREDIKSI HASIL PRODUKSI KELAPA SAWIT (STUDI KASUS : PT. AMAL TANI PERKEBUNAN TANJUNG PUTRI BAHOROK)

Metode Mamdani Untuk Klasifikasi Dalam Prediksi Indeks Pembangunan Manusia Di Kota Banda Aceh

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV berisi pembahasan tahapan penelitian, yaitu klasifikasi logika. A. Identifikasi Data Cadangan Hidrokarbon

Penilaian Hasil Belajar Matematika pada Kurikulum 2013 dengan Menggunakan Logika Fuzzy Metode Mamdani

KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8. Entin Martiana

Penerapan Fuzzy Logic Sebagai Pendukung Keputusan Dalam Upaya Optimasi Penjualan Barang

Bab III TEORI DAN PENGONTOR BERBASIS LOGIKA FUZZI

BAB 2 LANDASAN TEORI

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN HANDPHONE BERDASARKAN KEBUTUHAN KONSUMEN MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY. Abstraksi

SISTEM PENGENDALIAN PERSEDIAAN DENGAN PERMINTAAN DAN PASOKAN TIDAK PASTI (Studi Kasus pada PT.XYZ) AYU TRI SEPTADIANTI

PERBANDINGAN PENERAPAN METODE FUZZY MAMDANI DAN SUGENO DALAM MEMPREDIKSI TINGGINYA PEMAKAIAN LISTRIK ( STUDI KASUS KELURAHAN XYZ)

Jurnal String Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 ISSN: MODEL EVALUASI KINERJA KARYAWAN DENGAN METODE FUZZY SUGENO PADA RESTO ABTL

KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8. Entin Martiana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Fuzzy Logic. Untuk merepresentasikan masalah yang mengandung ketidakpastian ke dalam suatu bahasa formal yang dipahami komputer digunakan fuzzy logic.

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom

BAB 2 LANDASAN TEORI

STUDY TENTANG APLIKASI FUZZY LOGIC MAMDANI DALAM PENENTUAN PRESTASI BELAJAR SISWA (STUDY KASUS: SMP PEMBANGUNAN NASIONAL PAGAR MERBAU)

Oleh: ABDUL AZIS JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

Transkripsi:

214 PENERAPAN LOGIKA FUZZY SEBAGAI SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PRAKIRAAN CUACA Decky Irmawan 1), Khamami Herusantoso 2) 1) Stasiun Meteorologi Klas I Ngurah Rai Gedung GOI Lt.II Bandara Ngurah Rai Denpasar 2) Pusdiklat Keuangan Umum Jl. Pancoran Timur II No.1 Jakarta Selatan e-mail: dq_i@yahoo.com, khamami2005@gmail.com Abstract One of weather analyzing source is contributed by Radiosonde; an instrument aimed to record atmospheric condition. The output may consist of several variables. Through proper methods, we can predict both weather and thunderstorm in next 12 hours. The research uses fuzzy logic approachment through Sugeno Ordo 0 methods. To test the effectiveness of system, datas from January 2009 involved. The output then compared through real condition at similar time.the result shows weather prediction appoints 76%. Meanwhile thunderstorm prediction appoints 86%. These mean fuzzy logic approachment deserves a decision support system to forecast both weather and thunderstorm in next 12 hours. Keywords: weather forecast, fuzzy logic, Sugeno Ordo 0 methods, Radiosonde 1. Pendahuluan Kian pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi menjadikan hal tersebut sebagai suatu kebutuhan. Teknologi tidak hanya berkutat di pusat-pusat kegiatan ekonomi manusia, tetapi juga telah menyentuh bidang yang lebih spesifik. Di antara yang spesifik tersebut adalah teknologi informasi dan komunikasi di bidang meteorologi. Meteorologi adalah ilmu yang mempelajari keadaan cuaca beserta sifat fisisnya. Pemanfaatan teknologi di bidang meteorologi dapat diterapkan untuk: melakukan pengamatan cuaca, melaksanakan analisis dan prakiraan cuaca membuat model cuaca menyelenggarakan sistem komunikasi dan jaringan informasi cuaca pemeliharaan instrumen cuaca Pada dasarnya, dalam melakukan analisis cuaca, dibutuhkan masukan yang terdiri dari berbagai unsur meteorologi. Pendekatan untuk memahami kejadian cuaca dilakukan dengan menggunakan bermacam teori fisika dan matematika, yang selanjutnya diterapkan ke dalam sistem komputer sehingga dapat mendukung prakirawan dalam memprakirakan cuaca. Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng, menggunakan beberapa sumber untuk membuat informasi prakiraan. Di antaranya dengan memanfaatkan data hasil pengamatan Radiosonde (rason), yaitu pengamatan dengan cara menerbangkan setiap 12 jam sekali sebuah perangkat elektronik yang dilengkapi pemancar untuk mengetahui dinamika atmosfer. Sinyal yang dipancarkan dari rason akan diterima oleh stasiun pengamatan cuaca di permukaan bumi dan selanjutnya diolah dengan perangkat lunak RAOB sehingga akan menghasilkan output berupa informasi dinamika atmosfer pada suatu wilayah tertentu di atas permukaan bumi. Dengan dilakukannya pengamatan rason tiap 12 jam, maka sebagian output data pengamatan rason tersebut setidaknya dapat digunakan untuk memprakirakan kondisi cuaca maupun peluang badai guntur dalam 12 jam ke depan. Sebagian output data rason dimaksud adalah gaya angkat uap air itu sendiri atau SWEAT (Severe Weather Threat), energi potensial yang memungkinkan uap air terangkat secara vertikal atau CAPE (Convective Available Potential Energy), dan ketersediaan uap air pada ketinggian tertentu di atmosfer atau RH 700 (Relative Humidity at 700 mb), K Indeks yang merupakan metode untuk memprakirakan peluang badai guntur di daerah tropis, serta Total Totals Indeks untuk mengetahui laju penurunan suhu pada lapisan atmosfer antara 850 mb dan 500 mb. Masing-masing variabel tersebut memiliki rentang skala yang berbeda dalam memberikan kriteria prakiraan. Untuk menyederhanakan persepsi agar menghasilkan kriteria prakiraan cuaca yang sama dari beberapa variabel di atas, perlu ada suatu metode yang dapat membantu menjelaskan batasan antara satu kriteria dengan kriteria lainnya. Dengan begitu, akan lebih mudah dalam mendukung keputusan prakiraan kondisi cuaca umum di suatu wilayah, apakah cerah, berawan, ataupun hujan. Serta dapat memprakirakan peluang terjadinya

215 badai guntur, apakah lemah atau kuat. Salah satu metode yang mampu mengatasi permasalahan ini adalah pendekatan logika fuzzy, yaitu suatu sistem yang dibangun dengan definisi, cara kerja dan deskripsi yang jelas berdasarkan logika fuzzy. Sejauh yang penulis ketahui, selama ini sebagian besar penelitian untuk mamprakirakan cuaca berdasarkan logika fuzzy dilakukan dengan memanfaatkan output data unsur pengamatan cuaca permukaan. Sedangkan penggunaan logika fuzzy untuk memprakirakan cuaca dalam 12 jam ke depan (very short range) dengan memanfaatkan output data hasil pengamatan rason belum pernah dilakukan. 2. Dasar Teori 2.1. Logika Fuzzy Menurut Agus Naba, logika fuzzy adalah: Sebuah metodologi berhitung dengan variabel kata-kata (linguistic variable) sebagai pengganti berhitung dengan bilangan. Kata-kata yang digunakan dalam fuzzy logic memang tidak sepresisi bilangan, namun kata-kata jauh lebih dekat dengan intuisi manusia (Naba, 2009). Pemahaman tentang logika fuzzy adalah bahwa pada dasarnya tidak semua keputusan dijelaskan hanya dengan 0 atau 1, melainkan ada kondisi yang terdapat di antara keduanya. Daerah di antara 0 dan 1 inilah yang dikenal dengan fuzzy atau tersamar. Secara umum, konsep sistem logika fuzzy adalah: Himpunan tegas, adalah nilai keanggotaan suatu item dalam suatu himpunan tertentu. Himpunan fuzzy, adalah suatu himpunan yang digunakan untuk mengatasi kekakuan dari himpunan tegas. Fungsi keanggotaan, memiliki interval 0-1 Variabel linguistik, adalah suatu variabel yang memiliki nilai berupa kata-kata yang dinyatakan dalam bahasa alamiah dan bukan angka. Operasi dasar himpunan fuzzy, adalah operasi untuk menggabungkan dan atau memodifikasi himpunan fuzzy. Aturan (rule) if-then fuzzy adalah suatu pernyataan if-then, di mana beberapa kata-kata dalam pernyataan tersebut ditentukan oleh fungsi keanggotaan. Dalam proses pemanfaatan logika fuzzy, hal yang perlu diperhatikan adalah cara mengolah input menjadi output melalui sistem inferensi fuzzy. Inferensi fuzzy metode atau cara untuk merumuskan pemetaan dari ma-sukan yang diberikan kepada sebuah output. Proses ini melibatkan: fungsi keanggotaan, operasi logika, serta aturan IF-THEN. Hasil dari proses ini akan menghasilkan sebuah sistem yang disebut Sistem Inferensi Fuzzy (FIS). Pada logika fuzzy, tersedia beberapa jenis FIS, antara lain Mamdani, Sugeno dan Tsukamoto. 2.2. Metode Mamdani Metode Mamdani adalah cara untuk mendapatkan keluaran dengan menggunakan tahapan: Fuzzifikasi: tahapan di mana variabel masukan maupun keluaran terdiri atas satu atau lebih himpunan fuzzy. Selanjutnya derajat keanggotaan masing-masing variabel ditentukan, sehingga akan didapatkan nilai linguistiknya. Dengan cara ini, setiap variabel masukan difuzzifikasikan. Aplikasi Fungsi Implikasi: tahap di mana proses mendapatkan kesimpulan sebuah aturan IF-THEN dilakukan berdasarkan derajat kebenaran. Fungsi Implikasi yang digunakan pada metode ini adalah fungsi minimum, artinya menetapkan fungsi terkecil di antara dua atau lebih bilangan. Komposisi: disebut juga dengan agregasi, adalah suatu proses untuk mengkombinasikan keluaran semua IF-THEN menjadi sebuah kesimpulan tunggal. Jika pada bagian kesimpulan terdapat lebih dari satu pernyataan, maka proses agregasi dilakukan secara terpisah untuk tiap variabel keluaran aturan IF-THEN. Agre-gasi semacam ini dijalankan dengan logika fuzzy OR. Penegasan (defuzzy) adalah tahapan di mana besaran fuzzy hasil dari sistem inferensi, diubah menjadi besaran tegas. Input dari defuzzifikasi adalah suatu himpunan yang diperoleh dari komposisi aturan-aturan fuzzy, sedangkan output yang dihasilkan merupakan bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. 2.3. Metode Sugeno Pada dasarnya tidak banyak perbedaan antara FIS metode Mamdani dan Sugeno. Perbedaan utamanya hanya terletak pada keluaran sistemnya yang bukan berupa himpunan fuzzy, tetapi berupa konstanta atau persamaan linear. Metode ini memiliki dua model, yaitu Orde 0 dan Orde 1. Pada Orde 0, rumusnya adalah: IF (x 1 is a 1 ) (x 2 is A 2 ) (x n is A n ) THEN z= k, dengan A i adalah himpunan fuzzy ke i sebagai antaseden (alasan), adalah operator fuzzy (AND atau OR) dan k merupakan konstanta tegas sebagai konsekuen (kesimpulan). Sedangkan rumus Orde 1 adalah: IF (x 1 is a 1 ) (x 2 is A 2 ) (x n is A n ) THEN z = p 1 *x 1 + +p n *x n +q,

216 dengan A i adalah himpunan fuzzy ke i seba-gai antaseden, adalah operator fuzzy (AND atau OR), p i adalah konstanta ke i dan q juga merupakan konstanta dalam konsekuen. 2.4. Prakiraan cuaca Prakiraan cuaca merupakan suatu hasil kegiatan pengamatan kondisi fisis dan dinamis udara dari berbagai tempat pengamatan yang kemudian dikumpulkan, di mana kumpulan hasil pengamatan dilakukan secara matematis dengan memperhatikan ruang dan waktu kecenderungan kondisi fisis udara sedemikian rupa sehingga diperoleh suatu prakiraan. Menurut Zakir (2008): di Indonesia informasi prakiraan cuaca yang sudah dikenal masyarakat adalah berawan, cerah dan hujan. Sementara itu untuk terjadinya hujan dikaitkan dengan proses fisis dan dinamis atmosfer yang diketahui melalui parameter-parameter seperti adanya massa udara, gaya vertikal dan e- nergi. Karena itu dalam memprakirakan cuaca perlu pengetahuan dasar terhadap parameter yang digunakan (p.9). 2.5. Labilitas Udara Sebagai Faktor Pembentuk Cuaca Udara dipersepsikan sebagai paket atau parsel yang dapat terangkat jika suhu di dalam parsel tersebut lebih hangat dibandingkan suhu di lingkungan luarnya. Sedangkan jika suhu di dalam parsel lebih dingin daripada suhu di lingkungan luarnya, maka parsel tidak dapat terangkat dan akan kembali ke tempat semula. Ketika parsel terangkat, artinya parsel bergerak menuju tempat yang bertekanan lebih rendah. Akibatnya parsel akan mengembang. Untuk mengembang, parsel memerlukan energi yang diambil dari dalam parsel tersebut. Konsekuensinya, akibat energinya terlepas, maka suhu parsel tersebut akan turun. Proses ini disebut adiabatik. Jika parsel dapat terus naik dan kelembaban udaranya mencapai 100%, maka pertumbuhan awan akan mulai terjadi. 2.6. Terjadinya Badai Guntur Badai guntur atau Thunderstorm (selanjutnya disingkat TS) merupakan peristiwa terlepasnya satu atau lebih muatan positif kelistrikan di atmosfer secara mendadak yang ditandai dengan adanya kilat atau guntur. TS selalu terjadi pada awan konvektif yang kuat, yaitu awan Cumulonimbus/CB. 3. Metode Penelitian Data primer hasil pengamatan rason semula hanya berupa data tekanan, arah dan kecepatan angin, kelembaban udara, suhu udara dan suhu titik embun serta ketinggian lapisan atmosfer di mana data cuaca dicatat. Dengan memasukkan data tersebut ke dalam RAOB 5.7, hasil keluaran akan menunjukkan informasi nilai masing-masing variabel. Berikut adalah contoh output RAOB 5.7: Gambar 1. Hasil pengolahan rason dengan RAOB5.7 Sebagian data di atas yaitu: SWEAT, CAPE, RH700, K Indeks dan Total Totals Indeks lalu dipilih untuk dipergunakan sebagai variabel masukan. Klasifikasi variabel tersebut adalah: a. SWEAT, dengan kriteria: < 145 konvektivitas lemah 145 to 205 konvektivitas kuat > 205 konvektivitas sangat kuat b. CAPE, dengan kriteria: < 1000 energinya kecil 1000-2500 energinya besar > 2500 energinya sangat besar c. RH 700, dengan kriteria: > 10 kandungan uap air sedikit 10 to 60 kandungan uap air sedang > 60 kandungan uap air banyak d. K Index, dengan kriteria: < 40 potensi labilitas kecil 40 potensi labilitas besar e. Total Totals Index, dengan kriteria: < 45 Tidak ada awan CB 45 Ada awan CB 3.1. Sistem Inferensi Fuzzy a. Pembentukan Fungsi Keanggotaan Penelitian diawali dengan pengelompokan masing-masing variabel menjadi tiga himpunan, dengan masing-masing himpunan memiliki rentang nilai tertentu. Karena menggunakan operator AND, maka penentuan nilai keanggotaan (α-predikat), dilakukan dengan mengambil nilai minimum dari hasil operasi pembentukan aturan fuzzy. Kurva untuk daerah tepi berbentuk bahu, sedangkan bagian tengah berbentuk segitiga. Fungsi kurva bahu adalah untuk mengakhiri variabel suatu daerah fuzzy, dengan rumusan fungsi keanggotaan untuk bahu kiri: 1, a

217 µ Kriteri Linguistik 1 (x) = b - x, a x b b - a 0, x b (3.1) Untuk kurva segitiga, rumusan fungsi keanggotaannya adalah: 0, x a µ Kriteria Linguistik 2 (x)= x - a, a x b b - a c - x, b x c c - b 0, x c (3.2) Sedangkan rumusan fungsi keanggotaan untuk bahu kanan adalah: 0 x b µ Kriteria Linguistik 3 (x) = x - b c - b b x c 1 x c (3.3) Untuk memprakirakan peluang TS, karena fungsi keanggotaannya hanya terdiri dari dua himpunan, fungsi segitiga tidak dipergunakan. b. Aplikasi Fungsi Implikasi, Komposisi dan Penegasan dengan Metode Suge-no Orde 0 Untuk prakiraan cuaca umum, di bawah ini digambarkan Sistem Inferensi Fuzzy: Gambar 2. Diagram Sistem Inferensi Fuzzy untuk memprakiraan cuaca umum Dari diagram di atas, nampak bahwa tiap variabel memiliki kriteria tersendiri untuk menentukan kejadian cuaca. Untuk menentukan prakiraan cuaca umum, diperlukan kombinasi kriteria dari ketiga variabel tersebut, sebagaimana dilakukan dalam pembentukan aturan fuzzy. Untuk mendapatkan keluaran, caranya dengan menghitung ratarata terbobot berdasarkan rumus: Z = α 1 (w 1 ) + α 2 (w 2 ) + α 2 (w 2 ) + + α n (w n ) α 1 + α 2 + α 2 + + α n dengan Z = output rata-rata yang telah diberi bobot dan berupa konstanta (k), α = α-predikat = nilai minimum dari hasil operasi pembentukan aturan fuzzy ke n w = bobot untuk setiap prakiraan dalam pembentukan aturan fuzzy Cara dan metode yang sama juga digu-nakan untuk memprakirakan peluang terjadinya TS, dengan variabel yang digunakan adalah K Indeks dan Total Totals Indeks dengan masing-masing variabel terdiri atas dua himpunan fuzzy. Diagram berikut akan menjelaskan bagaimana logika fuzzy dilakukan dalam FIS untuk memprakirakan TS:

218 Sedangkan batasan untuk memperkirakan peluang TS adalah: TS dinyatakan kuat jika pada rentang waktu yang dimaksud terjadi muatan kelistrikan di atmosfer secara mendadak yang ditandai dengan kilat disertai guntur. Jika hanya terdengar suara guntur, meskipun tidak nampak kilat, maka kriteria tersebut termasuk TS kuat. TS dikatakan lemah jika dalam selang waktu yang dimaksud hanya terlihat kilat saja namun tidak terdengar suara guntur, atau tidak ada guntur dan kilat sama sekali. Gambar 3. Diagram Sistem Inferensi Fuzzy untuk memprakirakan TS c. Verifikasi Verifikasi dilakukan untuk mengetahui prosentase tingkat ketepatan prakiraan dibandingkan kondisi cuaca sebenarnya. Rumus verifikasinya: TK = data prakiraan cuaca benar x 100% data kondisi cuaca sebenarnya Guna mengetahui nilai hasil verifikasi, maka perlu dilakukan kualifikasi sebagai berikut: Tabel I Skor Penilaian Data Hasil Verifikasi Skor Kategori Nilai Tk. Ketepatan A Istimewa 91-100 B Sangat Baik 81-90 C Baik 71-80 D Cukup Baik 61-70 E Kurang 51-60 F Sangat Kurang < 50 d. Kriteria Kondisi Cuaca dan TS Untuk memudahkan pemahaman apakah kondisi cuaca dianggap cerah, berawan atau hujan, maka dibuat batasan-batasan sebagai berikut: Cuaca cerah jika pada rentang waktu yang ditentukan jumlah awan yang menutupi langit 4 oktas (menutupi kurang dari separuh hingga separuh bagian langit) dan tidak terjadi hujan Cuaca berawan jika pada rentang waktu yang ditentukan jumlah awan yang menutupi langit > 4 oktas dan tidak terjadi hujan Cuaca hujan jika pada rentang waktu yang ditentukan terjadi hujan tanpa mempertimbangkan berapa banyak jumlah awan yang menutupi langit. 4. Analisa Dan Pembahasan Tabel II Output Data Rason Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng Bulan Januari 2009 NO TGL JAM SWEAT CAPE RH K I T I 1 1 0.00 241 30.42 82 35.5 44.7 2 1 12.00 206.19 3.81 62 27.3 37.4 3 2 0.00 205.39 103.36 58 28.3 42.2 4 2 12.00 237.29 25.19 66 29.9 40.4 5 3 0.00 142.82 23.66 66 27.3 38.8 6 3 12.00 - - - - - 7 4 0.00 70.61 1.07 54 18.7 33.8 8 4 12.00 97.81 28.67 40 16.9 35 9 5 0.00 203.6 5.3 46 26.6 43.9 10 5 12.00 204.81 625.36 79 34.2 41.6 11 6 0.00 212.39 145.23 79 33.3 41.5 12 6 12.00 214.81 323.35 88 35.7 42.7 13 7 0.00 - - - - - 14 7 12.00 217.21 1342.52 79 35.6 44.4 15 8 0.00 193.61 182.72 79 33.7 43.7 16 8 12.00 231.53 1572 96 40.3 47 17 9 0.00 232.4 629.55 90 34.6 42 18 9 12.00 214.4 1415.23 82 35.5 44.3 19 10 0.00 222.82 123.34 83 35.7 45.9 20 10 12.00 188.2 11.22 50 22.9 37.6 21 11 0.00 191.79 61.14 62 26.1 37.4 22 11 12.00 219.8 85.56 87 34.7 42.6 23 12 0.00 230.4 221.07 85 35.7 44.8 24 12 12.00 261 133.3 94 36.5 42.7 25 13 0.00 252.2 1252.93 97 36.9 43.8 26 13 12.00 231.21 0 66 29.5 38.8 27 14 0.00 250.2 50 76 34.4 43.3 28 14 12.00 253 849.24 72 32.9 43.8 29 15 0.00 226.8 548.77 72 32.1 32.1 30 15 12.00 213.41 415.87 82 33.1 41.5 31 16 0.00 236.6 575.67 95 33.7 38.9 32 16 12.00 218.21 195.16 80 31.5 38.3 33 17 0.00 211.41 302.98 71 30.2 40.3 34 17 12.00 207.41 836.78 78 32.8 41.3 35 18 0.00 208.21 84.65 62 26.8 38.1 36 18 12.00 217.01 339.29 89 35.5 41.9 37 19 0.00 227.62 676.86 80 34.4 43.1

219 38 19 12.00 227.81 732.42 82 36.6 45.8 39 20 0.00 204.01 273.8 73 32.1 41.8 40 20 12.00 196.41 450.31 71 31.6 31.6 41 21 0.00 190.01 133.41 62 27.4 37.9 42 21 12.00 173.61 0 62 26.9 36.2 43 22 0.00 188.41 0 62 27 27 44 22 12.00 188.81 92.67 62 29.1 39.4 45 23 0.00 239.8 1161.69 92 38.6 38.6 46 23 12.00 209 178.36 58 31 43.5 47 24 0.00 221.8 908.64 50 28.9 28.9 48 24 12.00 218.2 340.35 74 34.7 44.4 49 25 0.00 197.21 593.09 78 36.4 46.5 50 25 12.00 192.81 44.86 75 34.2 44.1 51 26 0.00 204.81 821.31 91 38 45.5 52 26 12.00 200.41 411.02 71 33.4 43.7 53 27 0.00 215.61 778.53 79 34.5 44.1 54 27 12.00 228.4 228.5 62 29.6 41.1 55 28 0.00 202.81 56.73 79 32.7 41.5 56 28 12.00 213.2 283.83 74 33.2 43.1 57 29 0.00 217.6 128.02 92 36 42.5 58 29 12.00 212.41 319.92 91 36 42.5 59 30 0.00 238 169.26 81 34.9 43.5 60 30 12.00 - - - - - 61 31 0.00 - - - - - 62 31 12.00 210.01 311.88 90 35.3 41.6 Sumber: Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng 4.1. FIS untuk Prakiraan Cuaca Umum a. Pembentukan Fungsi Keanggotaan Fuzzifikasi SWEAT Fuzzifikasi CAPE Fuzzifikasi RH700 b. Aplikasi Fungsi Implikasi, Komposisi dan Penegasan (Defuzzy) Setelah menerima input fungsi keanggotaan dari masing-masing himpunan di atas, langkah selanjutnya adalah mengkombinasikan himpunanhimpunan tersebut menjadi 27 aturan (R). Dengan menggunakan operator AND dalam kombinasi ini, maka penentuan α-predikat dilakukan dengan mencari nilai ter-kecil dari setiap kombinasi. Agar lebih mudah memahami proses implikasi, komposisi, dan defuzzy, kita asumsikan bahwa: Untuk fungsi keanggotaan SWEAT, himpunan lemah diberi bobot 1, kuat diberi bobot 2, dan sangat kuat diberi bobot 3. Untuk fungsi keanggotaan CAPE: himpunan kecil diberi bobot 1, besar diberi bobot 2, dan sangat besar diberi bobot 3. Untuk fungsi keanggotaan RH700: him-punan sedikit diberi bobot 1, sedang diberi bobot 2, dan banyak diberi bobot 3. Berdasarkan pernyataan tersebut, pemaham-an mengenai ke 27 aturan tersebut beserta pembobotannya adalah sebagai berikut: 1. (R1) Jika konvektivitas lemah (1), energi kecil (1) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah cerah (0.33). 2. (R2) Jika konvektivitas lemah (1), energi kecil (1) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah cerah (0.44). 3. (R3) Jika konvektivitas lemah (1), energi kecil (1) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah berawan (0.55). 4. (R4) Jika konvektivitas kuat (2), energi kecil (1) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah berawan (0.44). 5. (R5) Jika konvektivitas kuat (2), energi kecil (1) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah berawan (0.55). 6. (R6) Jika konvektivitas kuat (2), energi kecil (1) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah berawan (0.66). 7. (R7) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi kecil (1) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah berawan (0.55). 8. (R8) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi kecil (1) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah berawan (0.66). 9. (R9) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi kecil (1) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah hujan (0.77). 10. (R10) Jika konvektivitas lemah (1), energi besar (2) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah cerah (0.44). 11. (R11) Jika konvektivitas lemah (1), energi besar (2) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah berawan (0.55).

220 12. (R12) Jika konvektivitas lemah (1), energi besar (2) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah berawan (0.66). 13. (R13) Jika konvektivitas kuat (2), energi besar (2) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah berawan (0.55). 14. (R14) Jika konvektivitas kuat (2), energi besar (2) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah berawan (0.66). 15. (R15) Jika konvektivitas kuat (2), energi besar (2) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah berawan (0.715). 16. (R16) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi besar (2) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah berawan (0.66). 17. (R17) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi besar (2) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah berawan (0.715). 18. (R18) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi besar (2) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah hujan (0.88). 19. (R19) Jika konvektivitas lemah (1), energi sangat besar (3) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah berawan (0.55). 20. (R20) Jika konvektivitas lemah (1), energi sangat besar (3) dan uap air sedang (2 maka prakiraan adalah berawan (0.66). 21. (R21) Jika konvektivitas lemah (1), energi sangat besar (3) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah hujan (0.77). 22. (R22) Jika konvektivitas kuat (2), energi sangat besar (3) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah berawan (0.66). 23. (R23) Jika konvektivitas kuat (2), energi sangat besar (3) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah berawan (0.715). 24. (R24) Jika konvektivitas kuat (2), energi sangat besar (3) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah hujan (0.88). 25. (R25) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi sangat besar (3) dan uap air sedikit (1), maka prakiraan adalah hujan (0.77) 26. (R26) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi sangat besar (3) dan uap air sedang (2), maka prakiraan adalah hujan (0.88) 27. (R27) Jika konvektivitas sangat kuat (3), energi sangat besar (3) dan uap air banyak (3), maka prakiraan adalah hujan (1) Semula, logika untuk memperoleh bobot prakiraan cuaca adalah dengan menjumlah bobot kombinasi antar himpunan. Namun karena rentang nilai bobot pada logika fuzzy adalah antara 0 sampai 1, maka nilai masing-masing bobot dikali 0.11, agar bobot maksimum 1 tercapai. Sedangkan untuk menen-tukan prakiraan cuaca adalah dengan mem-pertimbangkan komposisi bobot paling dominan dari tiga himpunan yang ada. Kecuali pada R3, R7 dan R19 dengan komposisi bobot (1 1 3), (1 3 1) dan (3 1 1), kriteria prakiraannya adalah berawan. Permasalahannya adalah, bagaimana jika terdapat hasil yang sama namun komposisi penjumlahan bobotnya berbeda seperti pada R9, R21 dan R25 dengan komposisi bo-bot (3 1 3), (1 3 3) dan (3 3 1) serta pada R15, R17 dan R23 dengan komposisi bobot (2 2 3), (3 2 2) dan (2 3 2) yang sama-sama berjumlah 7? Untuk membedakannya dalam fungsi IF-THEN, maka pada R9, R21 dan R25 diberi bobot 7 x 0.11 = 0.77 yang masuk dalam kriteria hujan. Sedangkan pada R15, R17 dan R23 diberi bobot 6.5 x 0.11 = 0.715, yang masuk dalam kriteria berawan. Dengan demikian maka kriteria prakiraan cuaca umum yang berlaku adalah: cerah jika skor 0.44 berawan jika skor 0.44 < Z < 0.77 hujan jika skor 0.77 skor maksimum 1. Dengan memasukkan variabel output data rason untuk prakiraan cuaca umum tanggal 01 Januari 2009, akan didapati nilai SWEAT sebesar 241 masuk dalam himpunan sangat sangat kuat (3), nilai CAPE sebesar 30.42 masuk dalam himpunan lemah (1) dan nilai RH700 sebesar 82 masuk dalam himpunan banyak (3). Komposisi ini pada dasarnya sama dengan komposisi pada R9 dengan bobot nilai akhir 0.77. Namun berdasarkan runtutan proses, hasil akhirnya tidak serta-merta didapat langsung hanya dengan memperhatikan satu aturan saja, karena masih harus melalui proses agregasi, yaitu proses untuk mengubah besaran fuzzy menjadi bilangan tegas. Dalam metode Sugeno Orde 0, agregasi dilakukan dengan menghitung rata-rata terbobot, di mana hasil akhir (Z) merupa-kan jumlah total α-predikat min dikali bobot dibagi jumlah total α-predikat min. Jumlah total α- predikat min yang telah diberi bobot adalah 0.77 dan jumlah total α-predikat min. adalah 1, sehingga akan didapati bahwa Z adalah 0.77/1 = 0.77. Berdasarkan kriteria, nilai 0.77 masuk kategori hujan. 4.2. FIS untuk Prakiraan Peluang TS a. Pembentukan Fungsi Keanggotaan Pembentukan fungsi keanggotaan juga dilakukan terhadap variabel untuk memprakirakan peluang badai guntur. Terdapat dua variabel untuk menentukan prakiraan cuaca dengan tiap-tiap variabel digolongkan menjadi dua himpunan kriteria.

221 Fuzzifikasi K Indeks Fuzzifikasi K Indeks b. Aplikasi Fungsi Implikasi, Komposisi dan Penegasan (Defuzzy) Setelah menerima input fungsi keanggotaan dari masing-masing himpunan di atas, langkah selanjutnya adalah mengkombinasi-kan himpunanhimpunan tersebut menjadi 4 aturan. Dengan menggunakan operator AND dalam kombinasi ini, maka penentuan α-pre-dikat dilakukan dengan mencari nilai terkecil dari setiap kombinasi. Penjelasan untuk me-mahami tabel di atas adalah: 1. (R1) Jika atmosfer stabil, dan perawanan menunjukkan tidak ada CB, maka praki-raan adalah TS lemah dengan bobot (0). 2. (R2) Jika atmosfer stabil, dan perawanan menunjukkan ada CB, maka prakiraan adalah TS lemah dengan bobot (0.5). 3. (R3) Jika atmosfer labil, dan perawanan menunjukkan tidak ada CB, maka praki-raan adalah TS lemah dengan bobot (0). 4. (R4) Jika atmosfer labil, dan perawanan menunjukkan ada CB, maka prakiraan adalah TS kuat dengan bobot (1). Pada dasarnya, syarat untuk terbentuknya badai guntur (TS) adalah tersedianya potensi labilitas yang besar dan selalu terbentuk dari awan CB. Itulah mengapa pada indeks yang menunjukkan kestabilan atmosfer dan tidak ada awan CB diberi bobot 0. Sedangkan alasan pembobotan pada aturan nomer dua adalah karena meskipun kondisi stabil, namun ada indikasi awan CB. Sehingga peluang terjadinya CB adalah 50-50. Sedangkan untuk menentukan peluang TS, secara empirik diberi bobot: TS Lemah jika skor 0.90 TS Kuat jika skor > 0.90 dengan skor maksimum 1. Setelah pembobotan pada masing-masing aturan selesai dilakukan, maka perlu proses agregasi untuk mengubah besaran fuzzy menjadi bilangan tegas. Dalam metode Sugeno Orde 0, agregasi dilakukan dengan meng-hitung rata-rata terbobot, di mana hasil akhir (Z) merupakan jumlah α-predikat min dikali bobot dibagi jumlah α- predikat min. Dengan memasukkan variabel output data rason untuk prakiraan peluang TS tanggal 01 Januari 2009, di mana nilai K Indeks sebesar 35.5 dan nilai T Indeks sebesar 44.7, maka jumlah total α-predikat min yang telah diberi bobot ya-itu 0.8875 dibagi jumlah total α-predikat min. yaitu 1.02, akan memperoleh Z= 0.8875/1.02 = 0.87. Berdasarkan kriteria prakiraan peluang terjadinya TS, nilai 0.87 termasuk da-lam kategori TS Lemah. 4.3. UJI VERIFIKASI Untuk membandingkan sejauh mana prakiraan sesuai dengan kejadian sebenarnya, kolom paling kanan dari kedua tabel di bawah ini akan menunjukkan kondisi cuaca sebenar-nya sesuai waktu kejadian. Tabel III. Verifikasi Prakiraan Cuaca Umum Bulan Januari 2009 Data ke TGL Jam Z Prakiraan Fakta 1 1 0.00 0.77 Hujan Berawan 2 1 12.00 0.77 Hujan Hujan 3 2 0.00 0.761 Berawan Berawan 4 2 12.00 0.77 Hujan Berawan 5 3 0.00 0.656 Berawan Berawan 6 3 12.00 - - - 7 4 0.00 0.524 Berawan Berawan 8 4 12.00 0.352 Cerah Cerah 9 5 0.00 0.358 Cerah Berawan 10 5 12.00 0.769 Berawan Berawan 11 6 0.00 0.77 Hujan Hujan 12 6 12.00 0.77 Hujan Berawan 13 7 0.00 - - - 14 7 12.00 0.821 Hujan Hujan 15 8 0.00 0.749 Berawan Berawan 16 8 12.00 0.854 Hujan Hujan 17 9 0.00 0.77 Hujan Hujan 18 9 12.00 0.831 Hujan Hujan 19 10 0.00 0.758 Berawan Berawan 20 10 12.00 0.682 Berawan Hujan 21 11 0.00 0.746 Berawan Berawan 22 11 12.00 0.77 Hujan Hujan 23 12 0.00 0.77 Hujan Hujan 24 12 12.00 0.77 Hujan Hujan 25 13 0.00 0.807 Hujan Hujan 26 13 12.00 0.77 Hujan Hujan 27 14 0.00 0.77 Hujan Hujan 28 14 12.00 0.77 Hujan Hujan 29 15 0.00 0.77 Hujan Hujan 30 15 12.00 0.77 Hujan Hujan 31 16 0.00 0.77 Hujan Hujan 32 16 12.00 0.77 Hujan Hujan

222 33 17 0.00 0.77 Hujan Hujan 34 17 12.00 0.77 Hujan Hujan 35 18 0.00 0.77 Hujan Berawan 36 18 12.00 0.77 Hujan Hujan 37 19 0.00 0.77 Hujan Berawan 38 19 12.00 0.77 Hujan Berawan 39 20 0.00 0.768 Berawan Berawan 40 20 12.00 0.755 Berawan Berawan 41 21 0.00 0.743 Berawan Berawan 42 21 12.00 0.713 Berawan Hujan 43 22 0.00 0.747 Berawan Berawan 44 22 12.00 0.74 Berawan Berawan 45 23 0.00 0.794 Hujan Hujan 46 23 12.00 0.77 Hujan Berawan 47 24 0.00 0.726 Berawan Berawan 48 24 12.00 0.77 Hujan Berawan 49 25 0.00 0.756 Berawan Berawan 50 25 12.00 0.748 Berawan Hujan 51 26 0.00 0.77 Hujan Hujan 52 26 12.00 0.761 Berawan Hujan 53 27 0.00 0.77 Hujan Hujan 54 27 12.00 0.77 Hujan Hujan 55 28 0.00 0.766 Berawan Berawan 56 28 12.00 0.77 Hujan Hujan 57 29 0.00 0.77 Hujan Berawan 58 29 12.00 0.77 Hujan Hujan 59 30 0.00 0.77 Hujan Hujan 60 30 12.00 - - - 61 31 0.00 - - - 62 31 12.00 0.77 Hujan Hujan Tabel IV. Verifikasi Prakiraan Peluang TS Bulan Januari 2009 Data ke TGL Jam Z Prakiraan Fakta 1 1 0.00 0.87 TS Lemah Tidak Ada TS 2 1 12.00 0.406 TS Lemah Tidak Ada TS 3 2 0.00 0.571 TS Lemah Tidak Ada TS 4 2 12.00 0.534 TS Lemah Tidak Ada TS 5 3 0.00 0.438 TS Lemah Tidak Ada TS 6 3 12.00 - - - 7 4 0.00 0.251 TS Lemah Tidak Ada TS 8 4 12.00 0.28 TS Lemah Tidak Ada TS 9 5 0.00 0.605 TS Lemah Tidak Ada TS 10 5 12.00 0.658 TS Lemah Tidak Ada TS 11 6 0.00 0.631 TS Lemah Tidak Ada TS 12 6 12.00 0.744 TS Lemah Terjadi TS 13 7 0.00 - - - 14 7 12.00 0.84 TS Lemah Tidak Ada TS 15 8 0.00 0.755 TS Lemah Tidak Ada TS 16 8 12.00 1 TS Kuat Tidak Ada TS 17 9 0.00 0.687 TS Lemah Tidak Ada TS 18 9 12.00 0.837 TS Lemah Tidak Ada TS 19 10 0.00 0.893 TS Lemah Tidak Ada TS 20 10 12.00 0.372 TS Lemah Tidak Ada TS 21 11 0.00 0.394 TS Lemah Tidak Ada TS 22 11 12.00 0.711 TS Lemah Tidak Ada TS 23 12 0.00 0.875 TS Lemah Tidak Ada TS 24 12 12.00 0.76 TS Lemah Tidak Ada TS 25 13 0.00 0.839 TS Lemah Tidak Ada TS 26 13 12.00 0.473 TS Lemah Tidak Ada TS 27 14 0.00 0.741 TS Lemah Tidak Ada TS 28 14 12.00 0.748 TS Lemah Terjadi TS 29 15 0.00 0.319 TS Lemah Tidak Ada TS 30 15 12.00 0.627 TS Lemah Tidak Ada TS 31 16 0.00 0.547 TS Lemah Tidak Ada TS 32 16 12.00 0.492 TS Lemah Tidak Ada TS 33 17 0.00 0.532 TS Lemah Tidak Ada TS 34 17 12.00 0.621 TS Lemah Tidak Ada TS 35 18 0.00 0.414 TS Lemah Tidak Ada TS 36 18 12.00 0.693 TS Lemah Tidak Ada TS 37 19 0.00 0.741 TS Lemah Tidak Ada TS 38 19 12.00 0.915 TS Kuat Tidak Ada TS 39 20 0.00 0.627 TS Lemah Tidak Ada TS 40 20 12.00 0.333 TS Lemah Tidak Ada TS 41 21 0.00 0.418 TS Lemah Tidak Ada TS 42 21 12.00 0.401 TS Lemah Tidak Ada TS 43 22 0.00 0.369 TS Lemah Tidak Ada TS 44 22 12.00 0.463 TS Lemah Tidak Ada TS 45 23 0.00 0.662 TS Lemah Tidak Ada TS 46 23 12.00 0.68 TS Lemah Tidak Ada TS 47 24 0.00 0.269 TS Lemah Tidak Ada TS 48 24 12.00 0.818 TS Lemah Terjadi TS 49 25 0.00 0.91 TS Kuat Tidak Ada TS 50 25 12.00 0.792 TS Lemah Tidak Ada TS 51 26 0.00 0.95 TS Kuat Terjadi TS 52 26 12.00 0.746 TS Lemah Tidak Ada TS 53 27 0.00 0.799 TS Lemah Tidak Ada TS 54 27 12.00 0.552 TS Lemah Terjadi TS 55 28 0.00 0.619 TS Lemah Tidak Ada TS 56 28 12.00 0.716 TS Lemah Terjadi TS 57 29 0.00 0.738 TS Lemah Tidak Ada TS 58 29 12.00 0.738 TS Lemah Tidak Ada TS 59 30 0.00 0.765 TS Lemah Tidak Ada TS 60 30 12.00 - - - 61 31 0.00 - - - 62 31 12.00 0.679 TS Lemah Tidak Ada TS Berdasarkan data ke dua tabel di atas, maka: a. Hasil prakiraan cuaca umum bulan Ja-nuari 2009 menunjukkan 44 data tepat dari 58 data yang ada. Uji verifikasinya: (44/58) x 100% = 76% dengan kategori baik. b. Hasil prakiraan peluang TS bulan Januari 2009, menunjukkan 50 data tepat dari 58 data

223 yang ada. Uji verifikasinya: (50/58) x 100% = 86% dengan kategori sangat baik. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan a. Logika fuzzy dengan Metode Sugeno Orde 0 ini dapat diterapkan sebagai sistem pendukung untuk memprakirakan cuaca, yang ditunjukkan berdasarkan hasil pengolahan, analisa, dan uji verifikasi terhadap data-data yang diteliti. b. Para prakirawan di Stasiun Meteorologi Klas I Cengkareng akan dapat dengan mudah mengambil keputusan untuk me-nentukan keadaan cuaca dalam 12 jam ke depan: apakah cerah, berawan atau hujan. Juga dapat dengan cepat menen-tukan peluang terjadinya TS, lemah atau-kah kuat. 5.2. Saran a. Diperlukan berbagai masukan untuk memperbaiki tingkat keakuratannya. Di antaranya adalah dengan mencari alternatif variabel yang tersedia pada data hasil pengamatan rason, memodifikasi fungsi keanggotaan masing-masing him-punan variabel, maupun menentukan bobot nilai alternatif di luar penelitian ini. b. Sampel penelitian dapat diperluas hingga ke seluruh stasiun yang melakukan peng-amatan rason. c. Penelitian ini dapat digunakan untuk penelitian sejenis selama masih menerapkan sistem pendukung keputusan de-ngan Logika Fuzzy. 6. DAFTAR REFERENSI [1] Atmospheric Stability, 2005, Nopember 12 2010 <http://www.ux1.eiu.edu/~cfjps/ 1400/ stability.html> [2] Kusumadewi, Sri, & Hartati, Sri (2010), Neuro-Fuzzy Integrasi Sistem Fuzzy & Jaringan Syaraf Edisi 2, Yogyakarta, Graha Ilmu [3] Kusumadewi, Sri, dan Purnomo, Hari (2010), Aplikasi Logika Fuzzy untuk Pendukung Keputusan, Yogyakarta, Graha Ilmu. [4] Naba, Agus (2009), Belajar Cepat Fuzzy Logic Menggunakan MATLAB, Yogyakarta, Andi Offset. [5] Zakir, Achmad (2008), Modul Praktis Analisa dan Prakiraan Cuaca, Jakarta, Pusat Sistem Data dan Informasi Meteorologi.