I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemeriksaan radiografi berperan penting pada evaluasi dan perawatan di bidang kedokteran gigi karena radiograf mampu menyediakan informasi kondisi objek yang tidak dapat dilihat secara klinis. Pada bidang periodontologi, radiograf digunakan untuk menentukan tingkat keparahan penyakit dan memastikan faktor predisposisi terkait periodontitis seperti kalkulus atau tumpatan yang overhanging. Radiograf juga digunakan untuk membandingkan perubahan pada jaringan periodontal dari waktu ke waktu (Hodges, 1998). Di sisi lain pada bidang endodontik, radiograf berperan dalam penetapan diagnosis, rencana perawatan, prosedur perawatan, prognosis, follow-up, dan edukasi bagi pasien (Basrani, 2012). Pada praktiknya, dokter gigi membutuhkan kualitas citra radiografi yang optimal dengan resolusi tinggi dan detail sangat rinci untuk dapat menetapkan diagnosis secara benar. Terlebih lagi jika dokter gigi harus bekerja pada perawatan yang memerlukan ketelitian seperti pada tindakan pemasangan implan yang membutuhkan ketepatan dimensi anatomi (Gahleitner dkk., 2003; Loubele dkk., 2007). Distorsi ukuran pada radiograf dapat menyebabkan permasalahan dan mempersulit penetapan diagnosis ketika distorsi tidak diketahui atau tidak dikalibrasi dengan semestinya (Froum, 2010). Distorsi ukuran citra adalah perubahan ukuran citra objek pada radiograf dibandingkan dengan ukuran sesungguhnya pada objek (White dan Pharoah, 2009). Distorsi radiograf dapat terjadi karena angulasi sinar X, posisi objek, dan posisi reseptor yang kurang tepat 1
2 (Iannucci dan Howerton, 2012). Penelitian Amir dkk. (1998) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara indeks perbesaran ukuran yang tercantum pada mesin radiografi panoramik dengan indeks perbesaran ukuran hasil perhitungan pada penelitian. Indeks distorsi hasil pengukuran pada penelitian tersebut lebih rendah dari indeks distorsi yang tercantum pada produk. Citra radiografi dapat dihasilkan secara konvensional maupun digital (Dental Assistants Association of Australia Incorporated, 2005). Proses menghasilkan radiograf konvensional diawali dengan pemaparan sinar X menembus bagian tubuh manusia sehingga terbentuk pola citra pada film. Selanjutnya film tersebut diproses dengan cairan kimia agar citra struktur anatomi pasien terlihat pada film (Brant dan Helms, 2007). Proses menampilkan citra digital tidak berbeda jauh dari film konvensional, namun pada radiografi digital citra tersebut ditangkap oleh reseptor dan hasilnya dapat dilihat pada komputer. Sistem digital lebih mahal dibandingkan sistem konvensional, namun teknologi digital memiliki banyak kelebihan antara lain: paparan radiasi dapat dikurangi hingga 80%; waktu yang diperlukan lebih singkat; citra dapat dimanipulasi dan diperbesar, serta kontras citra dapat ditingkatkan. Kelebihan tersebut membantu dalam penetapan diagnosis dan berguna untuk edukasi kepada pasien. Citra digital juga lebih mudah disimpan, diduplikasi, dicetak, dan dapat ditransfer melalui internet (Dental Assistants Association of Australia Incorporated, 2005). Struktur anatomi manusia memiliki dimensi tinggi, panjang, dan lebar. Radiograf 2 dimensi (2D) merekam objek 3 dimensi menjadi citra 2 dimensi sehingga menghasilkan perbesaran ukuran citra yang berbeda di setiap bagian
3 objek karena perbedaan jarak bagian-bagian tersebut dengan film (Langland dkk., 2002). Radiograf 2D memiliki keterbatasan kemampuan mengakses struktur anatomi pasien dan sering menghasilkan citra yang disertai distorsi ukuran sehingga memberikan informasi yang terbatas (Froum, 2010; Basrani, 2012). Computed tomographic scanners adalah alat yang mampu menghasilkan citra per slice dari struktur anatomi dengan bantuan teknologi digital (Ghom, 2008). Computed Tomographic (CT) yang memiliki sinar X berbentuk kerucut disebut dengan Cone Beam Computed Tomography (CBCT). Mesin CBCT merupakan alat yang dapat menghasilkan citra radiografi paling informatif yang menggambarkan struktur kraniofasial yang meliputi struktur anatomi pada mulut, wajah, dan rahang pasien (Izzati dkk., 2013). Adapun Three Dimensional Computed Tomographic (3D-CT) merupakan peralatan computed tomographic yang menghasilkan citra 3 dimensi (Ghom, 2008). Citra CBCT dapat dimanipulasi lebih lanjut dengan merotasi aksis citra untuk memperlihatkan kondisi objek dari berbagai bidang pengamatan (Karjodkar, 2006). Teknologi CT menggunakan aplikasi software yang membantu klinisi dalam mengevaluasi struktur anatomi yang lebih spesifik, menginterpretasi struktur tulang, saraf, pembuluh darah, dan membantu penempatan implan. Akurasi ukuran pada citra CBCT dibuktikan oleh penelitian Izzati dkk. (2013), rata-rata hasil pengukuran vertikal pada citra CBCT tidak berbeda signifikan dengan objek sesungguhnya. Menurut Karjodkar (2006), salah satu ciri radiograf yang ideal adalah radiograf mampu memberikan informasi struktur anatomi yang memiliki kesamaan bentuk dan ukuran seperti objek yang dicitrakan. Radiograf
4 yang akurat akan didapatkan jika struktur anatomi yang tercitrakan pada radiograf tepat seperti penampakan objek yang sesungguhnya. Oleh karena itu, perlu diketahui ada atau tidaknya distorsi dan besaran distorsi pada citra radiografi yang dihasilkan dari mesin CBCT yang telah sering digunakan di RSGM Prof Soedomo FKG UGM. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut dapat disusun suatu permasalahan sebagai berikut: apakah terdapat perbedaan jarak metal marker pada pangukuran: horizontal; vertikal; dan oblique citra CBCT dengan objek sesungguhnya pada preparat kering mandibula? C. Keaslian Penelitian Penelitian yang pernah dilakukan adalah penelitian tentang akurasi ukuran pada citra CBCT dengan mengukur panjang implan gigi. Panjang implan diukur menggunakan PLANMECA Romexis TM Software 2.3.1.R, kemudian dibandingkan dengan panjang implan sesungguhnya (Izzati dkk., 2013). Selain penelitian Izzati dkk. (2013), terdapat pula penelitian Loubele dkk. (2007) yang mengukur ketebalan tulang mandibula menggunakan jangka sorong digital, kemudian hasil pengukuran tersebut dibandingkan dengan ukuran pada citra CBCT yang dihasilkan oleh mesin Accuitomo 3D (Morita, Kyoto, Japan). Marker pada penelitian tersebut menggunakan gutta percha yang diletakkan pada permukaan bukal dan lingual mandibula. Sampai saat ini, peneliti belum pernah menemukan adanya penelitian mengenai perbandingan jarak metal marker pada citra CBCT yang dihasilkan dari mesin Volux 3D Dental CT (Genoray, Korea)
5 dibandingkan dengan objek sesungguhnya pada preparat kering mandibula. Pada penelitian Loubele dkk. (2007) pengukuran dilakukan dengan cross sectional view, sedangkan dalam penelitian ini pengukuran dilakukan pada panoramic view dan cross sectional view dengan arah horizontal, vertikal, dan oblique. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan jarak metal marker pada pangukuran: horizontal; vertikal; dan oblique citra CBCT dengan objek sesungguhnya pada preparat kering mandibula. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu : 1. Memberikan informasi terkait distorsi ukuran pada citra CBCT dibandingkan dengan objek sesungguhnya pada preparat kering mandibula sehingga bisa dijadikan acuan pada pemeriksaan CBCT dan acuan penelitian selanjutnya. 2. Menyumbang informasi kepada dokter gigi terkait distorsi ukuran pada citra CBCT yang dimiliki oleh RSGM Prof. Soedomo.