MAKNA PEMILU/PILKADA DEMOKRATIS DAN EFISIEN DALAM RANGKA PENGUATAN SISTIM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

PENGANTAR MUSYAWARAH FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN BERDASARKAN SISTEM PRESIDENSIL

Reformasi Kelembagaan MPR Pasca Amandemen UUD 1945

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 disebutkan bahwa negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya yang dipilih oleh anggota Dewan

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

Konsekuensi dari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara Langsung?

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

C. Tujuan Penulisan. Berikut adalah tujuan penulisan makalah pemilukada (Pemilihan Umum Kepala. Daerah).

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Pimpinan dan anggota pansus serta hadirin yang kami hormati,

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB V. Kesimpulan. lahir dalam amandemen ketiga. Secara de facto DPD RI baru ada pada tanggal 1

USULAN ASOSIASI ILMU POLITIK INDONESIA (AIPI) TERHADAP RUU PEMILIHAN PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN 1

PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI

POLITIK HUKUM PERUNDANG-UNDANGAN BIDANG POLITIK DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

BAB I PENDAHULUAN. Presiden dan kepala daerah Pilihan Rakyat. Pilihan ini diambil sebagai. menunjukkan eksistensi sebagai individu yang merdeka.

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semarak dinamika politik di Indonesia dapat dilihat dari pesta demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Pasca reformasi tahun 1998, landasan hukum pemilihan umum (pemilu) berupa Undang-Undang mengalami perubahan besar meskipun terjadi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

Demokrasi Sudah Digagas Jauh Sebelum Merdeka

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2001 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia. Pengawasan dalam..., Ade Nugroho Wicaksono, FHUI, 2009

SISTEM POLITIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

I. PENDAHULUAN. akuntabilitas bagi mereka yang menjalankan kekuasaan. Hal ini juga

BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan oleh lembaga legislatif.

PENINGKATAN NILAI PARTISIPASI PEMILIH

MATERI TES TERTULIS DAN WAWANCARA PPK Materi test tulis : Pancasila dan UUD

d. Mendeskripsikan perkembangan politik sejak proklamasi kemerdekaan.

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN TENTANG

DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN

MENGANALISIS SISTEM PEMERINTAHAN DI BERBAGAI NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Hasil amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

MEKANISME DAN MASALAH-MASALAH KRUSIAL YANG DIHADAPI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH SECARA LANGSUNG. Oleh : Nurul Huda, SH Mhum

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak

Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

DESAIN SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL YANG EFEKTIF

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

MPR Pasca Perubahan UUD NRI Tahun 1945 (Kedudukan MPR dalam Sistem Ketatanegaraan)

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

QANUN ACEH NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG BANTUAN KEUANGAN KEPADA PARTAI POLITIK DAN PARTAI POLITIK LOKAL

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB II PERKEMBANGAN DEMOKRASI DI INDONESIA YANG DITUANGKAN DALAM UNJUK RASA (DEMONSTRASI) SEBAGAI HAK DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan sejarah, teori dan pemikiran tentang pengorganisasian kekuasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. atas hukum, yang kekuasaan tertinggi dalam negara berada di tangan rakyat.

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 09 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih

KODIFIKASI UNDANG-UNDANG PEMILU

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

ASPEK SOSIOLOGIS POLITIK KEDAULATAN RAKYAT DALAM UUD NRI TAHUN Oleh: Dr. Suciati, SH., M. Hum

Demokrat Peduli, Serap Aspirasi, dan Beri Solusi Untuk Kesejahteraan Rakyat

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Winarno, 2008: vii). Meskipun demikian, pada kenyataannya krisis tidak hanya

PEMILU NASIONAL DAN PEMILU DAERAH

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

PEMANDANGAN UMUM FRAKSI KEBANGKITAN BANGSA DPR RI TERHADAP KETERANGAN PEMERINTAH TENTANG RUU PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR/DPRD DAN DPD

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

12 Media Bina Ilmiah ISSN No

PERTAMA: UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD, DAN DPRD

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara demokrasi, sehingga pengisian lembaga

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

Transkripsi:

11 MAKNA PEMILU/PILKADA DEMOKRATIS DAN EFISIEN DALAM RANGKA PENGUATAN SISTIM PEMERINTAHAN PRESIDENSIIL Oleh : Makmur Amir * Abstrak Amandemen terhadap UUD 1945 telah menjadi acuan dalam melakukan perundang-undangan di bidang politik. Untuk mengimplementasikan UUD 1945, setidak-tidaknya ada 5 permasalahan mendasar, yaitu pengaturan sistem kepartaian yang demokratis, mandiri dan tangguh dalam NKRI, terselenggaranya pemilu/pilkada yang demokratis, membangun sistem perwakilan rakyat yang kredibel dan aspiratif, terbentuknya pemerintahan yang stabil, kapabel dan responsif, dan terciptanya pola hubungan antar lembaga negara yang sinergis dalam sistem pemerintahan presidensiil. Pemilihan presiden secara langsung diselenggarakan dalam rangka terbentuknya pemerintahan yang stabil, kapabel dan responsif guna memperkuat sistem pemerintahan presidensiil. Demikian pula Pilkada secara langsung yang diselenggarakan secara demokratis secara berjenjang akan menciptakan pola hubungan antara lembaga negara yang sinergis dengan sistem pemerintahan presidensiil (redaksi) Kata kunci : Pemilu Demokratis dan Pemerintahan Presidensiil A. Pendahuluan Reformasi ditandai dengan perubahan di berbagai kehidupan dan salah satu diantaranya yang paling utama adalah mereformasi melalui Amandemen Undang-Undang Dasar yang menjadi acuan dalam menyusun peraturan perundang-undangan di bawahnya. Mencermati Undang-Undang Politik, khususnya Undang-Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008, nampak belum maksimal memenuhi harapan dalam rangka penguatan sistim pemerintahan presidensiil. Terutama dalam upaya penyelenggaraan pemilu yang demokratis dan efisien dalam makna yang sesungguhnya. Dengan mencermati pemilupemilu sebelumnya dan terakhir pemilu 2009 yang bare dilewati maka untuk dimasa-masa mendatang, perlu dilakukan pembaharuan undang-undang politik, yang setidak-tidaknya dalam uraian ini mencakup pada 5 (lima) permasalahan mendasar untuk * StafPengajar Mata Kuliah Pada Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Univers itas Indonesia

JURNAL HUKUM PRIORIS, VOLUME 2, NOMOR 3, SEPTEMBER 2009 mengimplementasikan UUD Negara RI Tahun 1945 sebgaimana teori Hans Kelsen yang tercermin dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yaitu : 1. Pengaturan sistem kepartaian yang demokratis mandiri dan tangguh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Terselenggaranya pemiluipilkazia yang demokratis. 3. Membangun sistem perwakilan rakyat yang kredibel dan aspiratif. 4. Terbentuknya pemerintahan yang stabil, kapabel dan responsif. 5. Terciptanya pola hubungan antar lembaga negara yang sinergis dalam sistem pemerintahan presidensiil. Untuk mencakup hal-hal di atas, setidak-tidaknya ada beberapa pasal terkait dalam UUD Negara RI Tahun 1945 yang menjadi dasar dan rujukan utama antara lain; Pasal 1, 2, 6, 6A, 18, 18A, 1813, 19, 20, 20A, 21, 22C, 22D, 22E serta Pasal 28 dan Bab XA tentang HAM. Pasal 1 ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945 disebutkan bahwa "kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD" (Prof Jimly Assidhiqqie : tanpa tahun : tanpa halaman). Kedaulatan dalam pasal ini dapat dipahami secara utuh melalui keterkaitan satu sama lain dengan pasal-pasal tersebut di atas. Disamping itu, bahwa "kedaulatan rakyat" disalurkan melalui prinsip-prinsip "demokrasi" yang diwujudkan melalui mekanisme pemilihan umum. "Demokrasi" (Abdul Ban & Makmur Amir : 2006 : 2) yang kita kenal pada zaman Yunani kuno, dimana ketika itu kehidupan bernegara masih amat sederhana, sehingga masih memungkinkan "demokrasi langsung" dipraktekkan tanpa hambatan yang berarti. Perkembangan lebih lanjut, ketika sebuah negara berkembang ke arah yang lebih modern, dimana cakupan wilayah negara sudah semakin luas dan populasi penduduknya bertambah besar, begitu pula dengan tuntutan profesionalisme yang menggejala di setiap negara maju dan modern, serta kehidupan dalam berbagai aspeknya menuntut tingkat kompetitif yang tinggi dan semakin tajam, sehingga "demokrasi langsung" menghadapi hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya. Kemudian, diperkenalkan demokrasi modern yaitu "demokrasi tidak langsung" yang lebih popular dengan sebutan "demokrasi perwakilan" atau sejenisnya. 142

MAKMUR AMR, MAKNA PEMILU/PILKADA DEMOKRATIS Amerika Serikat yang dikenal sebagai kampiun demokrasi, juga tidak ketinggalan pula dalam mempraktekkan "demokrasi tidak langsung", seperti dalam pemilihan presiden dengan melalui pemilihan bertingkat dimana terlebih dahulu rakyat membentuk/memilih electoral college (Makmur Amir & Reni Dwi Pumomowati : 2005 : 36) berupa badan pemilihan yang kemudian badan pemilih itu akan menentukan presiden/wakil presiden Amerika Serikat. B. Sistem Kepartaian 1. Pemilu Presiden dan Legislatif Di negara Republik Indonesia pemilihan presiden dan Wakil presiden diatur dalam Pasal 6A ayat (2) dan (3) UUD Negara RI Tahun 1945 dengan menggunakan sistem "demokrasi langsung". Oleh karena itu disiasati sesuai Pasal 6A ayat (2) dan (3) UUD Negara RI tahun 1945 dalam keterkaitannya dengan sistem kepartaian dan rasionalisasi jumlah partai politik disatu sisi lainya. Selain itu juga dalam rangka terbentuknya pemerintahan yang stabil, kapabel dan reponsif guna memperkuat sistem pemerintahan presidensiil. Dibanyak negara, pada umumnya sistem pemerintahan presidensiil ditandai dengan jumlah partai yang sedikit, bahkan tidak lebih dan 2 (dua) partai politik. Meskipun sesungguhnya partai politik di Amerika Serikat juga tidak sedikit jumlahnya, tetapi pada umumnya menggabungkan diri pada kedua Partai Republik atau Partai Demokrat yang ikut pemilu. Partai pemenang pemilu yang memerintah dengan sendirinya diawasi dan diimbangi oleh partai politik yang kalah dengan berupaya mendominasi putusan-putusan parleman. Dengan demikian, ciri presidensiil tercermin pula dan terbangunya mekanisme checks and balances. Karena itu Pasal 6A ayat (2) UUD Negara RI Tahun 1945, hares dimaknai bahwa penggabungan partai politik peserta pemilu dalam pengusulan calon presiden dan wadi presiden (dan pemilu Legislatif sebagaimana Pasal 6A ayat (1) UUd 1945) hams disiasati melalui sistem kepartaian/undang-undang Pemilu. Artinya memberi pengaturan kepada partai politik untuk memilih menggabungkan diri dalam salah satu dari dua penggabungan besar partai politik. Dengan demikian, Pasal 6A ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 dapat terwujud dalam praktek ketatanegaraan, tanpa hams

JURNAL HUKUM PRIORIS, VOLUME 2. NOMOR 3, SEPTEMBER 2009 mengimplementasikan Pasal 6A ayat (4) UUD 1945 yang nota bene dapat berimplikasi pada pemilu yang tidak efisien. Dalam pemilu yang efisien, khususnya pemilu presiden dan wakil presiden tidak perlu dilakukan pemilu putaran kedua, karena pada hakekatnya putaran kedua dengan perolehan suara 50% plus 1 (satu) cenderung semu, artinya kemenangan yang diperoleh tersebut disebabkan oleh gugurya pasangan-pasangan calon presiden/wakil presiden yang ada dalam mengilcuti pemilu putaran kedua selain dari 2 (dua) pasangan calon presiden/wakil presiden urutan teratas. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana menyiasati agar setiap warga negara Indonesia berpeluang sama untuk dapat menjadi calon presiden/wakil presiden?. Oleh karena itu diperlukan pengaturan dalam Undang-Undang, baik untuk di internal masing-masing partai politik (berupa konvensi misalnya), maupun dalam setiap kelompok penggabungan (semacam koalisi) partai politik, agar dilakukan seleksi antar pasangan-pasangan calon presiden/wakil presiden dari masing-masing partai politik. Untuk kemudian ditampilkan satu pasang sebagai calon presiden/wakil presiden dari masing-masing kelompok penggabungan. Pengaturan penggabungan partai politik bukan dimaknai sebagai peleburan partai politik atau fusi partai politik, bukan pula federasi atau konfederasi partai politik, tetapi koalisi yang senantiasa menghargai dan mengakui independensi dan eksistensi masingmasing partai politik yang bergabung. Koalisi seperti ini selain mengusung satu pasang calon presiden/wakil presiden juga dalam rangka pemilu legislatif. Oleh Karena itu, calon presiden/wakil presiden diumumkan sebelum pemilu legislatif (Pasal 6A ayat (1) UUD 1945). Pemilu yang sederhana dan efisien adalah disamping pemilu presiden/wakil presiden dalam satu putaran sekaligus memilih calon-calon legislatif. Jadi calon presiden/wakil presiden dan calon anggota legislatif dipilih dalam satu paket. Untuk itu hanya ada dua paket kertas/lembar surat suara pemilih yang terpisah (untuk menghindari terlalu lebarnya surat suara yang dapat membingungkan pemilih). Pengaturan dalam undang-undang kepartaian mengenai koalisi ini, sedemikian rupa hanya mengikat dalam hal-hal tertentu, seperti tentang pengusulan presiden/wakil presidaen hendaknya dikawal sampai masa bakti presiden/wakil presiden selesai, sebagai wujud pertanggungjawaban kepada pemilh. Begitu pula koalisi yang lainnya beroposisi di DPR untuk memperkuat cheks and balances dalam rangka terciptanya 144

MAKMUR AMIR, MAKNA PEMILU/PILKADA DEMOKRATIS pola hubungan antar lembaga negara yang sinergis dalam sistem pemerintahan yang presidensiil. Atas dasar itu pula sehingga dimungkinkan dalam sistem kepartaian dimaksudkan berimplikasi positif kepada terbangunnya sistem perwakilan rakyat yang kredibel dan aspiratif. Mengapa demikian?, karena koalisi parpol pengusung atau pendukung pemerintah maupun koalisi parpol oposisi akan semakin dapat berkompetisi secara sehat di parlemen. Begitu pula rakyat pemilih dapat menyaksikan secara transparan aktivitas politik para legislator mereka di parlemen sebagai wujud pertanggungjawaban kepada pemilih. Akibat lanjut dari sistem kepartaian yang demikian akan berdampak positif bagi terbentuknya pemerintahan yang stabil, kapabel dan responsif. Artinya demokrasi akan berkembang ke arah yang lebih sehat, dimana oposisi di parlemen tidak dapat dimaknai untuk menjatuhkan pemerintah, tetapi lebih berkompetisi ke arah membangun pemerintahan yang stabil, dimana dinamika parlemen lebih terbuka dengan berbagai alternatif pemecahan masalah yang lebih mudah dicerna, baik oleh pemilih/masyarakat terlebih oleh pemerintah dalam rangka perumusan kebijakan-kebijakannya. Dengan demikian sistem kepartaian dan mekanisme pemilu presiden/wakil presiden dan legislatif seperti ini melahirkan kepemimpinan yang tidak saja didukung oleh rakyat tetapi juga oleh parlemen yang bermuara kepada terbentuknya pemerintahan yang stabil sebagaimana ciri dari sistem pemerintahan presidensiil. 2. Pemilu/Pilkada yang Demokratis Dalam rangka pengaturan sistem kepartaian dan rasionalisasi secara alamiah jumlah partai politik peserta pemilu dan dalam kaitan sebagaimana diuraikan di atas, maka sesuai Pasal 18 ayat (4) UUD Negara RI Tahun 1945, bahwa "gubernur, bupati dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah propinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis". Secara "demokratis" artinya bahwa pilkada tidak mesti dipilih langsung oleh rakyat dalam sistem "demokrasi langsung" seperti saat ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 204 dan peraturan terkait lainnya, tetapi dapat disiasati dengan sistem pemilu "distrik" di tingkat kelurahan/desa bagi walikota dan bupati. Mengapa di tingkat kelurahan/desa?, selama kurun waktu yang cukup lama pemilihan langsung (demokrasi langsung) sudah terbiasa dilakukan oleh masyarakat di 145

JURNAL HUKUM PRIORIS, VOLUME 2, NOMOR 3, SEPTEMBER 2009 seluruh desa-desa di Indonesia dalam pemilihan kepala desa. Sistem distrik dilakukan tingkat kelurahan/desa untuk memilih satu orang wakil pemilih yang mewakili setiap masing-masing kelurahan/desa. Untuk selanjutnya membentuk electoral collegeldewan pemilih di tingkat kota/kabupaten dalam rangka menentukan pasangan walikota/bupati terpilih. Usul/pendaftaran dan seleksi calon walikota/bupati dilakukan di DPRD kota/kabupaten yang kemudian diserahkan KPUD untuk seleksi lebih lanjut dan ditetapkan sebagai calon definitif untuk kemudian dipilih melalui electoral college ditingkat kota/kabupaten. Usulan ke DPRD pasangan calon walikota/bupati dapat dilakukan melalui mekanisme partai politik atau melalui calon perseorangan (untuk mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi tentang calon perseorangan). Sedangkan gubernur sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Negara RI Tahun 1945 adalah dipilih secara "demokratis", yang artinya juga tidak mesti dipilih langsung oleh rakyat dalam sistem "demokrasi" seperti sekarang. Agar tetap "demokratis" sebagaimana Pasal 18 ayat (4) UUD Negara RI Tahun 1945 adalah bahwa pasangan calon gubernur diusulkan oleh masing-masing DPRD kota/kabupaten ke DPRD propinsi bersangkutan yang kemudian ke KPUD propinsi untuk ditetapkan sebagai calon-calon definitif. Selanjutnya, ditetapkan oleh presiden sepasang calon gubernur menjadi gubernur/waki1 gubernur terpilih. Sistem kepartaian dan mekanisme pencalonan walikota/bupati dan gubernur seperti ini, disamping temp "demokratis" sebagaimana Pasal 18 ayat (4) UUD Negara RI Tahun 1945 juga secara alamiah dan pasti akan terbangun rasionalisasi jumlah partai politik peserta pemilu yang bahkan disiasati adanya calon perseorangan. Pertanyaan selanjutnya, dapatkah muncul calon perseorangan?. Jawabannya adalah tergantung kepada DPRD setempat, pada dasarnya sistem ini ingin membangun opini bahwa calon perseorangan tetap diakomodir, di samping mendorong partai-partai politik untuk lebih mampu tampil secara berkualitas dengan sejatinya fungsi-fungsi partai politik menurut teori-teori partai politik dapat diimplementasikan secara benar dalam praktek-praktek ketatanegaraan. Selain itu, kualitas kepemimpinan dari caloncalon perseorangan diuji untuk sejauh mana mampu menggalang kekuatan-kekuatan politik di parlemen/dprd, sehingga dengan demikian ketika terpilih menjadi 146

MAKMUR AMIR, MAKNA PEMILU/PILKADA DEMOKRATIS bupati/walikota sekaligus akan mampu membangun sinergi dengan parlemen/dprd dalam rangka terbentuknya pemerintahan yang stabil, kapabel dan responsif. C. Penutup Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan : 1. Bahwa dalam rangka penguatan sistem pemerintahan presidensiil, maka kedepan perlu dilakukan pengaturan dalam undang-undang partai politik menuju sistem kepartaian yang dapat lebih kondusif ke arah terciptanya rasionalisasi secara alamiah kehidupan partai politik dengan pemilu/pilkada yang demokratis, sederhana dan efisien di masa depan. 2. Bahwa karenanya sistem pemerintahan presidensiil yang demikian memungkinkan : a. Pemilu presiden/wakil presiden dilakukan satu putaran yang dapat mewujudkan terbentuknya pemerintahan yang stabil, kapabel dan responsif b. Pemilu legislatif satu paket dengan pemilu presiden/wakil presiden, sehingga dapat terbangun sistem perwakilan yang kredibel dan aspiratif. c. Pilkada bupati/wakil bupati dan walikota/wakil walikota dipilih "demokratis" melalui electoral college dengan sistem distrik di tingkat desa/kelurahan serta gubernur meskipun ditetapkan oleh presiden, tetapi proses seleksi dilakukan secara "demokratis berjenjang dan bawah dimulai dari DPRD kabupaten/kota sampai DPRD propinsi dengan melibatkan KPUD propinsi. Dengan demikian, dapat tercipta pola hubungan antar lembaga negara yang sinergis dengan sistem pemerintahan presidensiil. Daftar Rujukan Abdul Bari Azed & Makmur Amir, Pemilu dan Partai Politik di Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI Cetakan Kedua, Jakarta, 2006 Jim ly Assidhiqqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Makmur Amir & Reny Dwi Purnomowati, Lembaga Perwakilan Rakyat, Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI Cetakan Pertama, Jakarta, 2005 147