STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR

dokumen-dokumen yang mirip
PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

BAB I PENDAHULUAN. Pasar Klewer Solo merupakan sebuah pasar tradisional di kota Solo dengan

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

RUMAH LIMAS PALEMBANG WARISAN BUDAYA YANG HAMPIR PUNAH

LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR CITY HOTEL DI BENTENG VASTENBURG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1 ( balai pustaka Kamus Bahasa Indonesia 1988 ) 2 Ibid 3 Ibid

PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT YANG BERAKTIVITAS DI KOTA LAMA SEMARANG DAN SEKITARNYA TERHADAP CITY WALK DI JALAN MERAK SEMARANG TUGAS AKHIR

STUDI PENENTUAN KLASIFIKASI POTENSI KAWASAN KONSERVASI DI KOTA AMBARAWA TUGAS AKHIR

STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D

PENGARUH REVITALISASI TERHADAP KAWASAN ALUN-ALUN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh : APIT KURNIAWAN L2D

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peran city walk sebagai faktor pendukung perkembangan pariwisata kota Solo

BAB I PENDAHULUAN. keberadaban. Pengalihan kewenangan pemeliharaan dan pelestarian kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang

BAB I PENDAHULUAN. dari target yang ditetapkan. Kegiatan pertambangan mengalami penurunan seiring

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah,

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui efektivitas dampak kesejahteraan

UPAYA PELESTARIAN PENINGGALAN PURBAKALA DI WILAYAH PROPINSI MALUKU. Drs. M. Nendisa 1

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

BAB I PENDAHULUAN. Museum Permainan Tradisional di Yogyakarta AM. Titis Rum Kuntari /

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENATAAN ULANG TAMAN REKREASI BUDAYA SRIWEDARI SURAKARTA Penekanan Desain Arsitektur Neo Vernakular

STUDI PERSEPSI STAKEHOLDER TERHADAP REVITALISASI KAWASAN TAMAN BUDAYA RADEN SALEH SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh ARDIAN YOSEP YOHANNES L2D

BAB I PENDAHULUAN. suku, agama, dan adat istiadat yang tak pernah luput dari Anugerah sang

POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

ARAHAN KONSEP PERANCANGAN KAWASAN KONSERVASI BENTENG MARLBOROUGH KOTA BENGKULU TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KAJIAN KARAKTERISTIK BERLOKASI PEDAGANG KAKI LIMA DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

IV. KONDISI UMUM KAWASAN PERENCANAAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENATAAN MUSEUM KERETA API AMBARAWA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Post Modern Neo-Vernacular

BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

REVITALISASI TAMAN BALEKAMBANG SEBAGAI TEMPAT REKREASI DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D

STUDI IDENTIFIKASI BENTUK DAN TINGKAT PARTISIPASI PEDAGANG SERTA PENGARUHNYA DALAM PENATAAN RUANG AKTIVITAS PKL (Studi Kasus : PKL Malioboro)

Abito Bamban Yuuwono. Abstrak

BAB VI INFRASTRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai kota pariwisata merupakan tempat yang sangat baik

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang menganggap bahwa perkembangan sektor pariwisata selama ini

PEDOMAN REVITALISASI KAWASAN PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR 18/PRT/M/2011

BAB II KAJIAN LITERATUR

ARAHAN PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA (PKL) DI KAWASAN PENDIDIKAN TEMBALANG TUGAS AKHIR. Oleh: SULISTIANTO L2D

BAB I PENDAHULUAN. setiap kali Kraton melaksanakan perayaan. Sepanjang Jalan Malioboro adalah penutur cerita bagi setiap orang yang

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB I PENDAHULUAN. Kelahirannya dilatarbelakangi oleh norma-norma agama, dan dilandasi adat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

6 RANCANGAN PROGRAM PENATAAN PKL

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK AKTIVITAS PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR YAIK SEMARANG (Studi Kasus : Persepsi Pengunjung Dan Pedagang) TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV ANALISIS PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT TENTANG ASPEK PERANCANGAN KOTA

POTENSI LOKASI PUSAT PERDAGANGAN SANDANG DI KOTA SOLO (Studi Kasus: Pasar Klewer, Beteng Trade Center dan Pusat Grosir Solo) TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. pesat karena kota saat ini, dipandang lebih menjanjikan bagi masyarakat desa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

1.1.1 KONDISI TEMPAT WISATA DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya

STUDI PEMANFAATAN PARKIR UMUM DAN PARKIR KHUSUS TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH DARI SEKTOR PERPARKIRAN DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

EVALUASI PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NO.8/2003 TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN KAWASAN KOTA LAMA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penelitian ini, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian. Selain

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. dilestarikan dan dikembangkan terus menerus guna meningkatkan ketahanan

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. 1 Neufeld ed. in chief, 1988; Webster New World Dict

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata

V. KONSEP PENGEMBANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

MODEL BANGKITAN PERJALANAN YANG DITIMBULKAN PERUMAHAN PURI DINAR MAS DI KELURAHAN METESEH KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :

Upaya Memahami Sejarah Perkembangan Kota dalam Peradaban Masa Lampau untuk Penerapan Masa Kini di Kota Pusaka Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

DAFTAR ISI.. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA LEMBAR PENGESAHAN.. HALAMAN PENETAPAN PANITIA UJIAN UCAPAN TERIMKASIH ABSTRACT...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

SHOPPING MALL DALAM BENTENG VASTENBURG DI SURAKARTA Penekanan Desain Arsitektur Post-Modern

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PERDA TENTANG KARAKTER KHAS BANGUNAN DAN KAWASAN DIKOTA SOLO oleh: Bimo Hernowo

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

2015 PENGEMBANGAN RUMAH BERSEJARAH INGGIT GARNASIH SEBAGAI ATRAKSI WISATA BUDAYA DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. tujuan wisata sebaiknya tetap menjaga citra tujuan wisata dan lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. yang harmonis dapat diwujudkan tanpa mengurangi nilai estetika dan terutama

Transkripsi:

STUDI PARTISIPASI PEDAGANG DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PARTISIPASI DALAM REVITALISASI KAWASAN ALUN-ALUN SURAKARTA TUGAS AKHIR Oleh : ADIB SURYAWAN ADHIATMA L2D 000 394 JURUSAN TEKNIK PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G 2004

Abstrak : Program revitalisasi Kawasan Kraton dan Alun-alun Surakarta yang dilaksanakan sejak tahun 2001 dengan inisiatif dari Depkimpraswil, Pemprop Jateng, Pemkot Surakarta dan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dilaksanakan sebagai wujud kepedulian akan pelestarian dan pengembangan Kawasan Alun-alun dan terutama Kraton Surakarta yang mengalami berbagai permalasahan sejak adanya perubahan status Kawasan Alun-alun Surakarta sebagai ruang publik dan dibukanya Kraton sebagai tempat wisata. Program revitalisasi itu yang salah satu tahapannya berupa penataan kios PKL di bagian barat dan timur Alun-alun Utara Surakarta melibatkan pedagang kaki lima di seputar Alun-alun Utara dan Selatan. Selama ini baru melibatkan pedagang kaki lima, sedangkan masyarakat belum dilibatkan secara penuh dan langsung dalam program. Oleh karena itu studi yang dilakukan ini bertujuan untuk mengkaji partisipasi pedagang dalam program revitalisasi Alun-alun Surakarta serta untuk mengkaji persepsi masyarakat terhadap partisipasi dalam program revitalisasi Alun-alun Surakarta tersebut.metoda yang digunakan dalam studi ini meliputi metode kualitatif deskriptif dan komparatif. Selain itu juga digunakan metode Tabulasi Silang (Cross-Tabulation) untuk mengetahui faktor partisipasi dengan melihat nilai Chi-Square hubungan karakteristik responden dengan bentuk dan tingkat partisipasinya. Kemudian juga digunakan metode Pembobotan untuk mengetahui tingkatan partisipasi responden yang berjumlah 60 orang yang berasal dari kelompok pedagang yang berpartisipasi dalam penataan kios dan masyarakat umum yang dikumpulkan dengan teknik accidental sampling.adapun yang menjadi temuan studinya antara lain adalah bahwa bentuk partisipasi pedagang dan yang diinginkan masyarakat dalam program revitalisasi ini berwujud sumbangan ide serta keterlibatan melalui kelompok-kelompok.kemudian bentuk partisipasi yang dapat dilakukan pedagang dan masyarakat adalah bentuk informasi dan konsultasi. Selain itu karena tingkatan partisipasi pedagang merupakan partisipasi yang dihadiahkan dan berada pada level sedang maka menurut tingkatan Arnstein sebaiknya pedagang pada tingkatan penentraman dan masyarakat pada tingkatan informasi dan konsultasi. Selanjutnya faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk berpartisipasi adalah pendidikan dan pendapatan. Selain itu bahwa pelestarian dan pengembangan masih diperlukan terhadap Kawasan Alun-alun Surakarta. Sehingga kesimpulannya meskipun partisipasi pedagang telah memberikan hasil bermanfaat bagi program dan kawasan tersebut, namun peran masyarakat masih belum tampak secara utuh dalam program. Adanya konflik kepentingan menyebabkan peran masyarakat sebagai wujud partisipasi dalam pembangunan dan terutama penataan ruang belum tercapai secara optimal. Kekuasaan dan peran pihak Pemkot Surakarta dan Kraton Surakarta sebagai stakeholder masih kuat sehingga melupakan peranannya sebagai fasilitator pembangunan partisipatif. Kata Kunci : partisipasi, pedagang, persepsi masyarakat, revitalisasi, Kawasan Alun-alun Surakarta

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Surakarta, atau lebih dikenal dengan nama Kota Solo, adalah salah satu kota budaya dan sejarah di Pulau Jawa. Penyebutan dengan predikat ini demikian karena kota ini memiliki kisah yang panjang dan selalu tampil dalam panggung sejarah Indonesia. Sejak jaman pra-sejarah, jaman kuno, jaman Islam, jaman penjajahan kolonial, sampai jaman kemerdekaan, peran Kota Surakarta sebagai salah satu pusat budaya dan sejarah tidak pernah bisa diabaikan (Budihardjo dan Sidharta, 1989:21). Fakta tersebut menyebabkan sebagian dari berbagai produk budaya dan sejarah masih tertinggal dan bertahan di Surakarta dalam berbagai kondisi dan keadaan. Produk budaya dan sejarah tersebut dapat meliputi karya fisik atau arsitektur dari masa lampau yang kesemuanya itu berkaitan erat dengan wawasan identitas yang terbentuk dari sosok arsitektur dan lingkungan budaya yang beraneka ragam, antara lain seperti warisan arsitektur tradisional Jawa dan warisan arsitektur peninggalan kolonial Belanda. Lebih jauh lagi bahwa produk budaya dan sejarah di Kota Surakarta tersebut dapat berwujud : 1.) kawasan tradisional seperti kawasan Kraton dan Alun-alun Kasunanan Surakarta; 2.) bangunan kuno seperti Benteng Vastenburg, Masjid Agung, Museum Radyapustaka, Stasiun Balapan, Pasar Gede Harjonagoro; 3.) monumen bersejarah dan perabot jalan seperti Jembatan Pasar Gede, Gapura Klewer, Gapura Gading, Tugu Lilin, Monumen Stroomvals; 4.) ruang terbuka/taman seperti Taman Sriwedari, Taman Balekambang. Kawasan Alun-alun Surakarta sebagai salah satu peninggalan budaya dan sejarah di Kota Surakarta pada dasarnya merupakan suatu kawasan yang memiliki nilai historis dan merupakan sebuah kawasan yang memiliki warisan yang berupa bangunan dan disain arsitektur tertentu yang mencirikan keadaan masa lalu ataupun kondisi yang ada pada masa tersebut. Kawasan ini dulunya merupakan bagian dari salah satu pusat pemerintahan kerajaan di Jawa Tengah (Kraton Surakarta). Pada awal berdirinya Kraton dan hingga masa kemerdekaan, kawasan ini diperuntukkan sebagai bagian ruang publik untuk menunjang aktivitas atau event dari pihak Kraton Pakubuwono (LPM-ITB, 2001:87). Namun kemudian dengan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

2 membawa pengaruh terhadap status kraton sebagai bagian dari pengaruh aristokrat. Hal ini berpengaruh pula pada perubahan pemanfaatan Alun-alun Utara dan Alun-alun Selatan, yang kemudian berkembang sebagai ruang publik dan bisa diakses oleh segala kalangan. Status ruang publik yang diberlakukan terhadap kedua alun-alun tersebut ditambah lagi dibukanya Kraton Surakarta sebagai salah satu objek wisata di Surakarta kemudian memberikan implikasi salah satunya adalah masuknya pedagang informal yang sebenarnya mendatangkan masalah terhadap kelestarian kawasan Alun-alun Surakarta ini. Banyak sekali dijumpai pedagang kaki lima yang memenuhi kawasan tersebut sehingga menutupi keberadaannya sebagai kawasan yang mempunyai nilai historis tinggi. Akibat pemekaran kompleks Alun-alun Utara dan Selatan tersebut yang dulunya sedemikian pesatnya menjadi pelataran bagi pedagang kaki lima dan parkir kendaraan terutama kendaraan wisata menjadikan makna kompleks bangunan kraton dan alun-alun sebagai cagar budaya semakin luntur (LPM-ITB,2001:89). Masalah lainnya adalah bahwa terdapat kontradiksi dan konflik kepentingan antara aspek ekonomi dengan untuk mempertahankan sektor informal dan mempertahankan objek pariwisata Kraton Surakarta (Budiasih,2003:248). Padahal kedua hal tersebut dapat hidup saling mendukung manakala direncanakan dengan benar. Kemudian lebih lanjut lagi dapat teridentifikasi bahwa adanya kecenderungan pemanfaatan ruang publik untuk kepentingan sebagian orang yang menjadikan makna penggunaannya bergeser (LPM-ITB,2001:89). Hal tersebut ditambah lagi dengan kondisi struktur ruang yang ada di Kawasan Alun-alun Surakarta yang pada saat ini tidak menggambarkan jawaban terhadap kebutuhan parkir dan pedagang kaki lima karena jumlah pedagang kaki lima yang berderet-deret dan memenuhi ruas jalan dimulai dari Gapura Gladag, jalan lingkar Alun-alun Utara, depan Masjid Agung Surakarta hingga Alun-alun Selatan setiap tahun bertambah jumlahnya terutama setelah adanya acara-acara yang diselenggarakan oleh pihak Kraton yang mengundang banyak pengunjung seperti Penyelenggaraan Upacara/Kirab 1 Suro (sumber:wawancara dengan Pimpro Revitalisasi,2004). Sehingga dampak yang ditimbulkan pada Kawasan Alun-alun Surakarta menunjukkan bahwa dampak perkembangan aktivitas perdagangan dan nonbudaya lainnya seperti keberadaan PKL di kawasan tersebut telah menghilangkan wajah kawasan sebagai kawasan cagar budaya dan hilangnya kesan estetika dan kesan monumental kawasan karena aktivitas perdagangan ini telah menimbulkan kekumuhan dan kekotoran pada wajah kawasan

3 (Budiasih,2003:246). Selain itu Budiasih (2003:247) juga menambahkan bahwa masalah yang terjadi di Alun-alun Surakarta ini disebabkan oleh aktivitas budaya di sekitar Kawasan Alun-alun Surakarta yang cenderung sepi karena kurang mendapat perhatian dari masyarakat serta terjadinya perubahan ruang aktivitas budaya untuk aktivitas lain seperti perdagangan dan yang lebih parah lagi adalah permukiman kumuh. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, kini Kawasan Alun-alun Surakarta sudah mulai mendapatkan perhatian dari Pihak Kraton Kasunanan Surakarta dan Pemerintah Kota Surakarta dan bahkan pemerintah pusat. Maka Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Perdesaan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah melalui Proyek Penataan dan Revitalisasi Kawasan sejak tahun 2001 melaksanakan kegiatan fisik percontohan di delapan lokasi, di delapan propinsi seluruh Indonesia. Salah satunya adalah Program Penataan dan Revitalisasi Kawasan Kraton Surakarta Hadiningrat. Adapun tujuan dari program tersebut adalah selain untuk konservasi aset budaya juga untuk menghidupkan kembali kegiatan ekonomi lokal agar tetap berfungsi dan bermanfaat secara berkelanjutan (Pimbagro Penataan dan Revitalisasi Kawasan Ditjen Tata Perkotaan dan Perdesaan, Wilayah Tengah dalam Kiprah, 5 Januari 2003:40). Kemudian juga mengingat selama kurun waktu 30 tahun terakhir kawasan kraton mengalami kerusakan sehingga produktivitasnya menurun. Untuk itu pemerintah pusat melalui Ditjen Tata Perkotaan dan Perdesaan Dpekimpraswil bersama Pemerintah Propinsi Jawa Tengah, Pemkot Surakarta dan pihak Kraton Surakarta Hadiningrat berupaya mengembangkan dan membina kawasan Alun-alun Surakarta sebagai ajang kegiatan ekonomi, sosial dan budaya melalui program penataan dan revitalisasi kawasan Kraton dan Alun-alun Surakarta. Program ini diharapkan dapat mencegah hilangnya aset-aset dan memudarnya karakter Kota Surakarta, karena tidak sekedar konservasi bangunan ruang Kawasan Alun-alun dan Kraton Kasunanan Surakarta semata, melainkan lebih pada upaya pengmbalian atau menghidupkan kembali kawasan dalam konteks Kota Surakarta yang dipandang sudah menurun fungsinya (Kiprah, 5 Januari 2003:41). Adapun yang menjadi landasan dari program ini sudah jelas yakni Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya Kawasan dan Bangunan Kraton sebagai Situs Cagar Budaya, dan Keputusan Presiden Nomor 21/1992, tentang Pengelolaan Tanah dan Bangunan Kraton yang diserahkan kepada Pemerintah Kota Surakarta, Kraton dan masyarakat.