BAB I PENDAHULUAN. sehingga manusia akan hidup dengan hukum dan berhadapan dengan hukum.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang memiliki konstitusi tertinggi dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. telah ditegaskan dengan jelas bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum,

BAB I PENDAHULUAN. barang siapa yang melanggar larangan tersebut 1. Tindak pidana juga merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM. A. Tinjauan Umum Tentang Rumah Tahanan Negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem pemasyarakatan yang merupakan proses pembinaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. ada juga kejahatan yang dilakukan oleh anak-anak. Anak yaitu seorang yang belum berumur 18 tahun dan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya kualitas sumber daya manusia staf Lembaga Pemasyarakatan, minimnya fasilitas dalam Lembaga Pemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

BAB I PENDAHULUAN. lain dalam melangsungkan kehidupannya. 1. menjadi latar belakang diperlukannya hukum dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

I. PENDAHULUAN. Anak adalah amanat sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. Penegakan hukum pidana merupakan sebagian dari penegakan hukum di

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. 1 Hal ini berarti setiap

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

IMPLEMENTASI PEMBINAAN ANAK PIDANA BERDASARKAN PASAL 20 UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. bisa terjadi pada anak dimana apabila anak terkena pidana. Adapun pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai anak, adalah merupakan hal yang sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

I. PENDAHULUAN. sangat strategis sebagai penerus suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

P, 2015 PERANAN LEMBAGA PEMASYARAKATAN WANITA KLAS IIA BANDUNG DALAM UPAYA MEREHABILITASI NARAPIDANA MENJADI WARGA NEGARA YANG BAIK

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

BAB I PENDAHULUAN. Anak Di Indonesia. hlm Setya Wahyudi, 2011, Implementasi Ide Diversi Dalam Pembaruan Sistem Peradilan Pidana

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional pada dasarnya merupakan pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Membicarakan hukum adalah membicarakan hubungan

I. PENDAHULUAN. usahanya ia tidak mampu, maka orang cenderung melakukanya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan karunia Tuhan yang senantiasa membawa perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keluarga, suku dan masyarakat. untuk menjunjung tinggi norma-norma kehidupan mencapai masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. haknya. Bahwa manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang

BAB II PENGERTIAN ANAK PIDANA DAN HAK-HAKNYA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengadilan, serta Lembaga Pemasyarakatan. Keempat subsistem tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum, hal tersebut tercermin dalam UUD

BAB I PENDAHULUAN. penyiksaan dan diskriminatif secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. aka dikenakan sangsi yang disebut pidana. mempunyai latar belakang serta kepentingan yang berbeda-beda, sehingga dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan kodratnya. Karena itu anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

I. PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia. Kepolisian adalah hak-ihwal berkaitan dengan fungsi

PENDAHULUAN. dalam penjelasan UUD 1945 yang secara tegas menyatakan bahwa Negara Indonesia

BAB II URAIAN TEORITIS. Teori adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dan hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Salah satu tujuan negara Indonesia sebagaimana termuat dalam

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai khalifah (pemimpin). Manusia merupakan makhluk

BAB I PENDAHULUAN. Negara Hukum. Secara substansial, sebutan Negara Hukum lebih tepat

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran. Dalam Pasal 2 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara Hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. hanya terbatas pada kuantitas dari bentuk kejahatan tersebut.

menegakan tata tertib dalam masyarakat. Tujuan pemidanaan juga adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. bangsa, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan martabat manusia, terutama masalah Hak Asasi Manusia. Hak Asasi

BAB II TEORI MENGENAI WARGA BINAAN, SISTEM PEMBINAAN DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN, DAN TEORI KRIMINOLOGI. 1. Pengertian Warga Binaan Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. Negeri tersebut diperlukan upaya untuk meningkatkan menejemen Pegawai. Negeri Sipil sebagai bagian dari Pegawai Negeri.

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum, maka

Pengertian dan Sejarah Singkat Pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Pidana Penjara Seumur Hidup (selanjutnya disebut pidana seumur hidup)

BAB I PENDAHULUAN. Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan dari segi kualitas dan kuantitas. Kualitas kejahatan pada

BAB I PENDAHULUAN. dipersiapkan sebagai subjek pelaksana cita-cita perjuangan bangsa. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pergeseran paradigma dalam hukum pidana, mulai dari aliran klasik,

IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE DI TINGKAT PENYIDIKAN DI TINJAU DARI UU

BAB I PENDAHULUAN. tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan. 1 Anak adalah amanah

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perbuatan melanggar hukum.penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial yang pada dasarnya hidup secara berkelompok dan melakukan interaksi dengan sesamanya. Dalam hidup berkelompok dan melakukan interaksi ini, ada kalanya timbul berbagai macam masalah atau konflik, dan hukum adalah salah satu solusinya. Hukum berfungsi untuk menyelesaikan masalah atau konflik kepentingan tersebut sehingga manusia akan hidup dengan hukum dan berhadapan dengan hukum. Anak adalah amanah sekaligus karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat dan martabat juga hak-hak mereka sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak anak. Dengan pentingnya peran anak ini, dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 telah diamanatkan kepada bangsa Indonesia yang termuat dalam salah satu tujuan Negara Republik Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa serta menjamin setiap anak atas kelangsungan hidupnya, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 1 Anak juga merupakan generasi penerus cita cita bangsa dan juga merupakan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Negara, Pemerintah Daerah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban untuk memberikan pembinaan dan menjamin terpenuhinya hak asasi anak sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya juga menjamin perlindungan terhadap anak dari hal yang membahayakan mereka. 1 Pasal 28 B ayat (2) UUD1945 hasil amandemen keempat

Dalam hal upaya pembinaan anak tersebut, terkadang dijumpai penyimpangan perilaku dikalangan anak bahkan lebih dari ini terdapat anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum tanpa mengenal status sosial dan ekonomi. Seiring perkembangan jaman, kejahatan semakin meningkat. Bentuk dan jenis kejahatan bukan hanya dari kalangan orang dewasa saja, akan tetapi anak-anak juga merupakan pelaku kejahatan. Kejahatan yang dilakukan oleh anak pada umumnya disertai dengan keinginan mencapai suatu objek tertentu dengan disertai kekerasan dan agresi. Umumnya anak remaja sangat egois dan suka menyalahgunakan harga dirinya. 2 Anak dalam usia remaja merupakan usia produktif dan cepat tanggap dalam menerima hal-hal baru karena pada usia ini perkembangan otak anak sangatlah cepat. Hal-hal baru yang diterima oleh anak, terkadang tidak mampu dipahami secara baik oleh anak, terkadang hal tersebutlah yang memicu anak untuk melakukan kejahatan. Anak nakal merupakan sesuatu yang wajar, karena tidak seorangpun dari orangtua menghendaki kenakalan anaknya berlebihan sehingga menjurus ketindak pidana. Pada kenyataannya banyak kasus kejahatan yang pelakunya anak-anak. Jika ditelusuri, seringkali anak yang melakukan tindak pidana adalah anak bermasalah yang hidup ditengah lingkungan keluarga atau pergaulan sosial yang tidak sehat. 3 Pemidanaan anak dilakukan secara khusus berbeda dengan tujuan pemidanaan orang dewasa. Sebagai ukuran, bahwa penjatuhan sanksi ditujukan untuk melindungi kepentingan anak, maka ancaman sanksi perampasan kemerdekaan sejauh mungkin dihindarkan. Penghukuman terhadap anak harus sesuai dan diterapkan sebagai upaya terakhir untuk jangka hlm. 1 2 Wagiati Soetodjo,2006, Hukum Pidana Anak, Bandung, Refika Aditama, hlm.2 3 Moch. Faisal Salam,2005, Hukum Acara Perlindungan Anak di Indonesia, Bandung, Mandar Maju,

waktu yang paling pendek. 4 Upaya hukum pidana dalam penanggulangan anak pidana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sanksi hukum yang dapat diputuskan tidak hanya pidana pokok dan pidana tambahan tetapi dapat juga berupa tindakan. Perlakuan terhadap anak yang keliru akan membahayakan generasi yang akan datang karena tidak sepantasnya anak yang melakukan tindak pidana ditempatkan di penjara orang dewasa pada umumnya. Kalaupun memang harus masuk dalam sistem, buatlah sistem peradilan anak yang seramah mungkin yang tujuannya menghindari trauma pada anak. Konflik hukum yang dilakukan oleh anak tidak hilang begitu saja, tetapi dengan memberikan pelajaran, pembinaan dan efek jera bagi anak. Ketika anak dijatuhi vonis dan ditetapkan telah melanggar hukum, maka pemulihan atas kenakalan seorang anak harus dilakukan dalam lingkungan yang layak. Sehingga anak yang menjalaninya bukan lagi seperti orang yang sedang dipenjarakan, lembaga permasyarakatan pun sedapat mungkin dibuat seperti kehidupan masyarakat yang normal. Dalam rangka pembinaan terhadap anak pidana, diperlukan perangkat hukum dan kelembagaan bagi anak yang terlibat dengan kenakalan dan hukum.pembinaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan menyebutkan bahwa: pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan. Berkaitan dengan pembinaan anak tersebut diperlukan sarana dan prasarana hukum yang mengantisipasi segala permasalahan yang timbul. Sarana dan prasarana yang dimaksud 4 Nandang Sambar,2010, Pembaruan Sistem Pemidanaan Anak di Indonesia,Graha Ilmu, Yogyakarta,hlm.225

menyangkut kepentingan anak maupun yang menyangkut penyimpangan sikap dan perilaku anak yang menjadikan anak terpaksa dihadakan ke pengadilan. Lembaga permasyarakatan (LAPAS) sebagai ujung tombak pelaksanaan atas pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan tersebut diatas melalui pendidikan, rehabilitasi dan integrasi. Lembaga permasyarakatan harus dibuat menjadi tempat yang memiliki nilai, sehingga ketika dia kembali kemasyarakat akan bisa mematuhi nilai-nilai dan norma hukum serta tidak melakukan pelanggaran kembali. Dengan demikian, hukuman bagi anak seharusnya bukanlah balasan atas perbuatannya. 5 Sumatera Barat tidakterlepasdariadanyakasuskejahatandankonflikdenganhukum yang dilakukanolehanak, untukitupemerintah Sumatera Barat mendirikan sebuah Lembaga pemasyarakatan anak Tanjung Pati klas IIB dibawah naungan Kementrian Hukum dan Ham (KEMENKUMHAM) dan Dirjen Pemasyarakatan yang telah dirubah namanya menjadi Lembaga Pembinaan Khusus Anak Provinsi Sumatera Barat yang bertempat di TanjungPatiKabupaten Lima Puluhkota. Lembaga pembinaan khusus anak (LPKA) provinsi Sumatera Barat merupakan suatu institusi penegak hukum yang meliputi wilayah Sumatera Barat yang terdiri dari narapidana anak dan wanita. Perubahan nama tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Maanusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-09.OT.01.02 Tahun 2014 tentang Penetapan sementara lembaga pemasyarakatan (LAPAS) atau rumah tahanan negara (RUTAN) sebagai Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) atau Lembaga Penetapan Anak Sementara (LPAS) tentu akan diikuti dengan perubahan sistem perlakuan terhadap anak pidana, sehingga paradigma/kesan pemenjaraan terhadap anak perlahan hilang. 5 Nandang Sambar, Op.,cit,hlm.108.

Lembaga Pembinaan Khusus Anak merupakan tempat untuk mencapai tujuan pengayoman danpembinaan anak pidana melalui pendidikan, rehabilitasi dan reintegrasi. Untuk melaksanakan pembinaan terhadap anak diperlukan dukungan baik yang menyangkut kelembagaan maupun perangkat hukum yang lebih memadai, oleh karena itu diperlukan adanya penyelanggaraan pidana anak secara khusus dan penempatan anak secara khusus pula. Pemasyarakatan yang merupakan akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana adalah bagian integral dari tata peradilan terpadu (integrated criminal justice system). Dengan demikian, pemasyarakatan baik ditinjau dari sitem, kelembagaan, cara pembinaan, dan petugas pemasyarakatan, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari satu rangkaian proses penegakkan hukum. 6 Berpijak dari kenyataan ini, penulis akan menggali, mengkaji, dan mengadakan penelitian untuk mendapatkan informasi, data dan kesimpulan mengenai pembinaan anak pidana di lembaga pembinaan khusus anak apakah sudah sesuai dengan Undang-Undang nomor 12 Tahun 1995 tentang Permasyarakatan, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Permasyarakatan. Berdasarkan situasi tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian sehingga penulis memilih judul PERAN PETUGAS LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK (LPKA) DALAM MEMBERIKAN PEMBINAAN TERHADAP ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN (Studi Di LPKA Klas IIB Provinsi Sumatera Barat). B. Perumusan Masalah bandung 6 Dwidja Priyatno, sistem pelaksanaan pidana penjara di Indonesia, hlm.109,2009, refika aditama,

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan diatas, maka perumusan masalah yang hendak dijadikan permasalahan pokok dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan peran petugas Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) dalam memberikan pembinaan bagi anak didik pemasyarakatan di LPKA klas IIB Provinsi Sumatera Barat? 2. Apakah kendala-kendala yang dihadapi petugas LPKA dalam menjalankan peran sebagai pembina anak didik pemasyarakatan? 3. Bagaimana upaya yang diambil oleh petugas LPKA terhadap kendala-kendala dalam memberikan pembinaan bagi anak didik pemasyarakatan di LPKA klas IIB Provinsi Sumatera Barat? C, Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mendapatkan gambaran secara rinci serta konkrit mengenai persoalan yang diungkapkan dalam perumusan masalah diatas, yaitu: 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan peran petugas LPKA dalam memberikan pembinaan bagi anak didik pemasyarakatan di LPKA klas IIB Provinsi Sumatera Barat. 2. Untuk mengetahui apa saja kendala-kendala yang dihadapi petugas LPKA dalam memberikan pembinaan bagi anak didik pemasyarakatan di LPKA klas IIB Provinsi Sumatera Barat. 3. Untuk mengetahui solusi yang diberikan oleh Petugas LPKA terhadap kendalayang dihadapi dalam memberikan pembinaan bagi anak didik pemasyarakatan di LPKA Klas IIB Provinsi Sumatera Barat.

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pihak baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain : 1) Manfaat Teoritis a. Merupakan sumbangan pemikiran untuk pengembangan ilmu, terutama dalam bidang hukum pidana, khususnya hukum pidana anak. b. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis dibidang hukum pidana, khususnya mengenai pembinaan bagi anak didik pemasyarakatan. 2) Manfaat Praktis a. Merupakan bahan pedoman untuk penelitian lanjutan dan sebagai acuan maupun pembanding bagi penelitian selanjutnya baik dalam segi teori maupun prakteknya. b. Penelitian ini diharapkan memberikan masukan dan sumbangan pemikiran bagi petugas LPKA khususnya di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) klas IIB Provinsi Sumatera Barat. E. Kerangka Penelitian 1. Kerangka Teoritis Dalam penulisan ini diperlukan adanya suatu kerangka teoritis sebagai landasan teoritis dan berpikir dalam membicarakan masalah pembinaan terhadap anak pidana di lembaga pembinaan khusus anak provinsi Sumatera Barat. 1. Sistem Pemasyarakatan Pemikiran pemikiran baru mengenai pembinaan tidak lagi mengenai penjara tapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi sosial warga binaan, maka pemasyarakatan melahirkan suatu pembinaan yang dikenal dan dinamakan Sistem Pemasyarakatan. Sistem

pemasyarakatan menurut Bambang Poernomo adalah suatu elemen yang berinteraksi yang membentuk satu kesatuan yang integral, berbentuk konsepsi tentang perlakuan terhadap orang yang melanggar hukum pidana di atas dasar pemikiran rehabilitasi, resosialisasi yang berisi unsur edukatif, korelatif, defensif yang beraspek pada individu dan sosial. 7 Sistem pemasyatakatn merupakan satu rangkaian kesatuan penegakan hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum mengenai pemidanaan. 8 Sistem pemasyarakatan disamping bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik juga bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulangnya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan penerapan dan bagian yang tak terpisahkan dari nilai nilai yang terkandung dalam Pancasila. 9 Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 1999 tentang Pemasyarakatan, bahwa pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan (narapidana dan anak didik pemasyarakatan) harus dilaksanakan berdasarkan asas: 1. Pengayoman 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan 3. Pendidikan 4. Pembimbingan 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia 6. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu satunya penderitaan 7 Bambang Poernomo,1986. Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan, Yogyakarta: Liberty, hlm.183 8 Dwidjaya Priyatno,Op.Cit, hlm.103 9 Ibid

7. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang orang tertentu. 2. Teori Pemasyarakatan Teori Resosialisasi Bila istilah Resosialisasi ini dipenggal, maka akan diperoleh dua kata yang berlainan makna, yaitu : re mengandung pengertian kembali dan sosialisasi, berarti suatu proses sosial dalam pergaulan hidup masyarakat. Dengan demikian resosialisasi diartikan sebagai suatu proses yang merupakan upaya pengembalian seseorang dalam suatu pergaulan sosial yang normal ditengah-tengah masyarakat. 10 Resosialisasi menurut Romli Atmasasmita adalah: Suatu proses integrasi antara narapidana, petugas kelembagaan pemasyarakatan dan masyarakat, dan kedalam proses integrasi manusia termasuk merubah sistem nilainilai dari pada narapidana, sehingga ia akan dapat baik dan efektif mendapatkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. 11 Berdesarkan pengertian resosialisasi tersebut, maka tujuannya adalah untuk mengembalikan dan mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan motivasi seorang narapidana sebagai warga masyarakat yang baik dan berguna nantinya setelah selesai menjalankan pidananya dan hidup dalam masyarakat bebas. Terhadap istilah resosialisasi ini terdapat suatu pandangan yang mengidentikkannya dengan makna dari istilah pemasyarakatan pandangan yang sedemikian ini dikemukakan oleh Romli Atmasasmita, yaitu: Pemasyarakatan berarti memasyarakatkan kembali terpidana, sehingga menjadi warga yang baik dan berguna (healthy reentry into the 10 Suparlan,Y.1990, kamus Istilah Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta, Pustaka Pengaranghlm.116 11 Romli atmasasmita, 1983, Kepenjaraan dalam Suatu Bunga Rampai, Armica, Bandung, hal44

community) pada hakikatnya adalah resosialisasi. 12 Sebagaimana yang diterangkan dalam naskah sejarah pemasyarakatan yaitu:... sebagai peristiwa sejarah jelas bahwa istilah pemasyarakatan telah dipergunakan sejak tahun 1962, dan kalau isi dari apa yang menyebabkan timbulnya istilah pemasyarakatan itu ditelaah dan diperbandingkan dengan apa yang terkandung dalam istilah resosialisasi maka tidak terdapat perbedaan-perbedaan prinsipil. 13 2. Kerangka Konseptual Dalam kerangka konseptual ini akan dicoba untuk menguraikan maksud yang terkandung sesuai dengan pengrtian umum yang akan diambil dari kamus besar Bahasa Indonesia dan Undang-Undang sesuai dengan judul yang akan dibahas yaitu Peranan Petugas Pemasyarakatan dalam Memberikan Pembinaan Terhadap Anak Pidana studi kasus LPKA Provinsi Sumatera Barat. a. Peran menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. 14 Peran menurut Soerjono Soekanto (2002), peran merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan. 15 Peran menurut Abu Ahmadi (1982), peran adalah suatu kompleks pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi sosialnya. 16 12 Ibid, hlm 53 13 Baharoedin Soerbroto, Naskah Sejarah Pemasyarakatan, Proyek Penyempurnaan Sistem Pemasyarakatan Dirjen Pemasyarakatan, Jakarta, 1963, hlm 32 14 www.kbbi.web.id/perankamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada hari Selasa, tanggal 19 Juni 2016, pukul 20.20 wib. 15 www.kaghoo.blogspot.co.id/2010/11/pengertian-peranteori-teori Sosiologi, diakses pada hari selasa, tanggal 19 Juni 2016, Pukul 20.29 wib 16 Ibid.

b. Petugas pemasyarakatan menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah pegawai pemasyarakatan yang melaksanakan tugas pembinaan, pengamanan, dan pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. c. Pembinaan dalam Pasal 1 ayat(1) Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Permasyarakatan menyebutkan Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik permasyarakatan. d. Anak menurut Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. e. Lembaga Pembinaan Khusus Anak menurut Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak adalah Lembaga atau tempat anak menjalani masa pidananya. f. Anak Didik Pemasyarakatan menurut Pasal 1 ayat 8 Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah: 1. Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan keputusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. 2. Anak negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan kepada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun 3. Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

F. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam mengkaji permasalahan adalah Yuridis sosiologis yang berarti penelitian terhadap permasalahan hukum dengan melihat norma hukum yang berlaku yang dilakukan secara sosiologis atau memperhatikan aspek dan pranata pranata sosial lainnya. Dalam hal ini metode pendekatan akan menitikberatkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai pedoman pembahasan yang dikaitkan dengan prakteknya dilapangan, khususnya petugas pemasyarakatan anak. Pendekatan yuridis dalam penelitian ini yaitu mengacu pada peraturan perundangundangan yang mengatur tentang anak. Sedangkan pendekatan sosiologis digunakan untuk mengetahui pembinaan bagi anak dalam pelaksananaan pidana di lembaga pembinaan khusus anak berdasarkan ketentuan tersebut dalam kenyataannya dilapangan. 2. Sifat Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian yang memberikan data tentang suatu gejala atau keadaan sosial yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran yang menyeluruh tentang objek yang diteliti. 3. Jenis dan Sumber Data Adapun yang menjadi jenis dan sumber data dalam melakukan metode penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Jenis Data

1) Data Primer Data Primer, yaitu data yang diperolehlangsungdarisumberpertama. 17. untukitupenulismenjadikanwawancarakepadapihak pihak yang terkait di LPKA klas IIB Provinsi Seumatera Barat. 2) Data Sekunder Data sekunderyaitu data-data yang mencangkupdokumen-dokumen, buku-buku, hasil-hasilpenelitian yang berwujudlaporandansebagainya. 18 Data sekunder meliputi: a. Bahan Hukum Primer Yaitu bahan hukum-bahan hukum yang mengikat. 19 Bahan-bahan yang berhubungan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang berhubungan dengan materi penulis bahas : 1. Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. 2. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Permasyarakatan. 4. Peraturan Menteri Nomor 18 tahun 2015 tentang Organisasi dan Struktur Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA). b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer 20. Bahan hukum sekunder yakni: 17 AmiruddindanZainalAsikin, 2012, PengantarMetodePenelitianHukum, Jakarta, PT. Raja GrafindoPersada, hlm.30 18 Ibid. 19 Ibid, hlm 31

1. Buku-buku yang berkaitan dengan permaalahan yang akan dibahas. 2. Berbagai jurnal dan artikel. 3. media cetak dan elektronik. 4. Hasil-hasil penelitian c. Bahan Hukum Tersier setelah melengkapi bahan hukum sekunder tersebut, selanjutnya dicari bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. 21 Seperti bahan-bahan melalui literatur pembantu atau pelengkap data, dan bahan-bahan yang termuat dalam bentuk Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan bahan lainnya yang ada hubungannya. b. Sumber Data 1) Data Primer Data primer merupaka data yang diperoleh langsung di lapangan, sumber data ini diperoleh dengan melakukan wawancara. Wawancara ini ditujukan kepada petugas pemasyarakatan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Provinsi Sumatera Barat. Pengumpulan data primer dengan cara wawancara untuk mendapatkan gambaran data yang dibutuhkan mengenai pembinaan anak di LPKA klas IIB Provinsi Sumatera Barat. 2) Data Sekunder Yaitu data yang diperoleh dengan studi kepustakaan yang terdiri dari buku-buku yang berkaitan dengan judul penelitian, jurnal-jurnal ilmiah serta hasil karya dari 20 Ibid, hlm.32 21 Ibid.

kalangan praktisi hukum yang dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Andalas dan Perpustakaan Pusat Universitas Andalas. 4. Teknik Pengumpulan Data MenurutSoerjonoSoekanto, dalampenelitianlazimnyadikenaltigajenisalatpengumpul data, yaitu studidokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi dan wawancara atau interview. 22 Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu sebagai berikut: 1. Studi Dokumen Studidokumenmerupakanlangkahawaldarisetiappenelitian hukum (baiknormativemaupunsosiologis), Pengumpulan data dengan mencari landasan teoritis dari permasalahan dan penelitian dengan mempelajari dokumen atau bukubuku ilmiah yang berkaitan dengan pembinaan bagi anak pidana dan melakukan identifikasi berdasarkan dokumen-dokumen yang ada di LPKA klas IIB Provinsi Sumatera Barat. 2. Observasi Adalah pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala subyek yang diselidiki dengan maksud untuk meyakinkan kebenaran data yang diperoleh dari wawancara. Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan terhadap tempat lembaga pembinaan khusus anak di LPKA klas IIB Provinsi Sumatera Barat. 3. Wawancara Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan secara lisan guna memperoleh informasi dari responden yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti oleh penulis di lapangan, teknik wawancara yang digunakan bersifat semi terstruktur, yaitu disamping menggunakan pedoman wawancara dengan membuat 22 Ibid, hlm.67

daftar pertanyaan juga digunakan pertanyaan-pertanyaan lepas terhadap orang yang diwawancara 23.Peneliti menggunakan teknik wawancarasemi terstruktur, karena dalam penelitian ini terdapat beberapapertanyaan akan peneliti tanyakan kepada nara sumber, dimanapertanyaan-pertanyaan tersebut terlebih dahulu penulis siapkandalam bentuk point-point. Namun tidak tertutup kemungkinan di lapangan nanti penulis akan menanyakan pertanyaan pertanyaan baru setelah melakukan wawancara dengan narasumber.wawancara dilakukan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) klas IIB Provinsi Sumatera Barat. 5. Pengolahan dan Analisis Data a. Pengolahan data Setelah data dikumpulkan dari lapangan dengan lengkap, maka tahap berikutnya adalah mengelola dan menganalisis data yakni dengan cara Editing, yaitu pengeditan terhadap data-data yang telah dikumpulkan yang betujuan untuk memeriksa kekurangan yang mungkin ditemukan dan memperbaikinya,editing juga betujuan untuk memperoleh kepastian bahwa datanya akurat dan dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. 24 b. Analisis Data Semua data yang telah dikumpulkan dari penelitian ini baik data primer maupun data sekunder, akan disusun dan dikelompokkan sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti, dianalisis dengan metode kualitatif yaitu menganalisis hasil menelitian dengan penggambaran kembali berupa kata-kata dan tidak menggunakan angka-angka serta melakukan penilaian terhadap data yang ada dengan bantuan berbagai literatur atau bahan yang terkait kemudia baru ditarik 23 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-PREES, 2008, hlm.196. 24 Bambang Sunggono, 2007, Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hlm.125

kesimpulan secara induktif, kesimpulan ini kemudian dijabarkan dalam bentuk penelitian yang kualitatif. Dari penggambaran tersebut dapat disimpulkan bagaimana pembinaan bagi anak didik pemasyarakatan di LPKA klas IIB Provinsi Sumatera Barat.