KENAPA HARUS KOMITE SEKOLAH?

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH WALIKOTA YOGYAKARTA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR62 TAHUN 2009 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH BUPATI PURWOREJO,

DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. cukup mendasar, terutama setelah diberlakukannya Undang-Undang Republik

MENGENAL KOMITE SEKOLAH DAN PERANANNYA DALAM PENDIDIKAN

MANAJEMEN PARTISIPASI MASYARAKAT

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN KABUPATEN SUMEDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMEDANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 10 SERI E

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA DEWAN PENDIDIKAN KABUPATEN SUBANG JL. KS TUBUN NO. 21 SUBANG JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. sekolah, pembentukan komite sekolah, peran komite sekolah, fungsi komite

BAB I PENDAHULUAN. mengamanatkan bahwa pemerintah daerah, yang mengatur dan mengurus

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

PERAN SERTA MASYARAKAT/ STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. keinginan pemerintah dan kebutuhan masyarakat. Paradigma baru manajemen

Unang Supriyatna, S.Pd. SD. NIP ABSTRAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG PROGRAM WAJIB SEKOLAH 12 TAHUN DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2016 TENTANG KOMITE SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS PENDIDIKAN DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR

AD ART Komite Sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Di era persaingan global, Indonesia memerlukan sumber daya manusia

MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI 2 LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN BUPATI BANTUL NOMOR 110 TAHUN 2016

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA

MEMBERDAYAKAN KOMITE SEKOLAH UNTUK MENINGKATKAN MUTU LAYANAN PENDIDIKAN. Oleh : Alpres Tjuana, S.Pd., M.Pd

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 736 TAHUN 2012 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN PENGURUS KOMITE SLTP NEGERI 6 SRAGEN Nomer : 01 / Komite / SLTP N 6 / 2003 Tentang Anggaran Dasar Komite Sekolah SLTP Negeri 6 Sragen

MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA

Jurnal SAP Vol. 1 No. 2 Desember 2016 ISSN: X PEMBERDAYAAN KOMITE SEKOLAH: KAJIAN KONSEP DAN IMPLEMENTASINYA

Disampaikan oleh Ketua Dewan Pendidikan Kota Depok Oktober 2016

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat

MASYARAKAT/STAKE HOLDERS DALAM IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KELURAHAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 58 TAHUN 2014 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAERAH DAN KOMITE SEKOLAH/MADRASAH

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

WALIKOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

NOMOR : 051/U/2002 TENTANG PENERIMAAN SISWA PADA TAMAN KANAK-KANAK DAN SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Kinerja Dewan Pendidikan di Kota Salatiga

BAB I PENDAHULUAN. manfaat penelitian secara teoritik dan praktis, serta penegasan istilah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), oleh karena itu

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUKUN TETANGGA DAN RUKUN WARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam peningkatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, sekolah,

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DEWAN PENDIDIKAN

PERAN KOMITE SEKOLAH DALAM PENINGKATAN MUTU PENDIDIKAN DI SD NEGERI 2 GEMEKSEKTI KEBUMEN SKRIPSI

RANCANGAN QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR TAHUN 2013 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA MAJELIS PENDIDIKAN DAERAH KABUPATEN ACEH TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dibidang peningkatan mutu pendidikan sangat diperlukan tertutama

Pembentukan TIM PENGEMBANG SEKOLAH/ MADRASAH (TPS/M)

Lembaran Negara Nomor 4548);

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan pendidikan membuat keberadaan komite sekolah yang mampu

ANGGARAN RUMAH TANGGA PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA GERINDRA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang mengutamakan perluasan pengetahuan. Diharapkan pendidikan dapat

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2003 TENTANG KOMISI PERLINDUNGAN ANAK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang bernama komite sekolah (SK Mendiknas Nomor 044/U/2002). karena pembentukan komite sekolah di berbagai satuan pendidikan atau

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang memberi keleluasaan kepada sekolah untuk mengatur dan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 12 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH. Cicih Sutarsih, M.Pd

ANGGARAN DASAR KOMITE SMP NEGERI 7 PARENGGEAN KECAMATAN PARENGGEAN KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KOMITE SEKOLAH SESUAI PERMENDIKBUD NO. 75 TAHUN 2016 INSPEKTORAT JENDERAL KEMENDIKBUD

SURAT EDARAN Nomor : 110/C/KU/ /C/KU/2008

PEMBUKAAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

ANGGARAN DASAR HIMPUNAN GERAKAN KEWIRAUSAHAAN NASIONAL INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pendidikan juga merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 05 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rizqi Syaroh Amaliyah, 2013

SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No. 78 Telepon (0421) Fax. (0421) 24330

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG BADAN AKREDITASI NASIONAL PENDIDIKAN NON FORMAL

9. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2001 TENTANG PENETAPAN JUMLAH DAN TATA CARA PENGISIAN KEANGGOTAAN

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

Transkripsi:

KENAPA HARUS KOMITE SEKOLAH? (Allah tidak mengubah nasib sekolah kalau sekolah tidak mengubah nasibnya sendiri) I. Pengantar Pengaruh pemerintah (pusat) lebih dominan dalam mementukan arah pendidikan di sekolah. Semuanya diatur oleh pusat (pemerintah), sehingga sekolah menjadi lembaga pemerintah bukan lembaga pendidikan. Di dunia pendidikan dikenal dua paham pendidikan, yaitu liberalisme dan kominisme. Kedua pahan ini sama ektremnya. Satu pihak Liberalisme menekankan kebebasan tak terbatas, sementara Kominisme menekankan pada keterikatan yang kuat. Liberalisme memberikan kebebasan kepada masyakarat sepenuhhnya mengatur pendidikan, sementara Kominisme mendudukkan pemerintah sebabagai pelaku utama di sekolah, sementara Indonesia mengaku punya pahan sendiri, yaitu paham Pancasila, yang sampai saat ini tak satu pun negara lain mengakui adanya paham ini, artinya tak ada pengikutnya di dunia ini. ertas ini bukan mencari mana yang salah, tapi untuk mencari jalan keluar. Sewaktu saya (belajar) berkunjung ke Canada, bulan September 2002 lalu. Ada suatu pelajaran yang menarik. Ternyata negara ini menjadi kiblat perbaikan paham pendidikan. Dari 147 negara di dunia, dengan berbagai indikator pendidikan, maka negara ini termasuk yang terbaik, tentu satu diantaranya adalah peran pemerintah dan masyarakat dalam pendidikan Di negeri ini juga, tempat studi negara Rusia (almarhum Uni Soviet) dan Malaysia, yang belajar khusus pada aspek sekolah kejuruan. Kalau Amerika Syarikat mengacu pada paham Liberalisme, yang memberikan kebebasan pada masyarakat untuk menentukan sendiri warna pendidikandi sekolah mereka, sementara Uni Soviet dengan paham Kominisme terlalu membuat kaki pemerintah ada di sekolah, sehingga masyarakat hanya sebagai objek. Sementara Canada, 1

mengambil jalan tengah, yaitu membangun paham baru, yaitu paham Balance (hanya istilah penulis). Paham ini adalah paham yang demokrasi dalam penyelenggaraan pendidikan, di mana kedua belah pihak melakukan pembagian tugas yang saling menguntungkan. Sayangnya, di Canada sendiri tidak mengenal istilah School Based Managment, seperti Tahu Sumedang tidak ada di Sumedang, cuma orang saja yang menamakannya demikian. Secara ilmiah adalah padanan lain, yaitu School Based Quality Manegement (Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah), atau dikenal juga dengan istilah School Based Quality Improvment). Semua istilah itu mengacu pada konsep yang sama. Edmond, (dalam internet, 1979) menyebutkan bahwa School Based Quality Improvment) itu mengandung konsep: (1) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (2) sekolah memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (3) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (4) adanya harapan yang tinggi dari persosnil sekolah, (5) adanya pengembangan staf yang terus menerus sesuai dengan tuntutan IPTEK, (6) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus, (7) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua/masyarakat. Tak usahlah ini dipermasalahkan. Soalnya di negeri kita sejak digulirkan UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang berlaku 1 Januari 2001, wacana desentralisasi pemerintahan ramai dikaji. Pendidikan termasuk bidang yang didesentralisasikan ke pemerintah kota/kabupaten. Melalui desentralisasi pendidikan diharapkan permasalahan pokok pendidikan yaitu masalah mutu, pemerataan, relevansi, efisiensi dan manajemen, dapat terpecahkan. Cukupkah desentralisasi pendidikan pada tingkat pemerintah kota/kabupaten? Pengalaman berbagai negara menunjukkan bahwa desentralisasi pendidikan tidak cukup hanya pada tingkat kota/kabupaten. Desentralisasi pendidikan untuk mencapai otonomi pendidikan yang sesungguhnya harus sampai pada tingkat sekolah secara individual. Mengapa perlu desentralisasi pendidikan? Menurut Nurhholis, berbagai studi tentang desentalisasi menunjukkan bahwa pekerjaan yang bersifat kompleks, dikerjakan dalam tim, mengandung unsur ketidakpastian, dan berada dalam lingkungan yang cepat berubah tidak bisa dikelola secara sentralistik. Pendidikan dan secara khusus lagi sekolah yang selama ini dikelola secara sentralistik justru menimbulkan banyak masalah. Maka sekolah yang memiliki karakteristik seperti itu harus didesentralisasikan. Salah satu model desentralisasi pendidikan adalah Manajemen Berbasis Sekolah (School Based Management). Banyak pakar dan pemerhati pendidikan menyumbangkan pikirannya untuk mengkaji model MBS yang cocok dengan kondisi negeri ini. Namun jarang sekali yang menyinggung masalah isi (content) yang tak lain merupakan hakikat desentralisasi itu sendiri. Hakikat desentralisasi pendidikan adalah apa dan kepada siapa (what and to whom) dan bukan aturan-aturannya (regulation). Reformasi pendidikan di banyak negara dimulai pada dekade 1980-an. Banyak sekolah di Amerika Serikat, Kanada dan Australia yang berhasil menerapkan desentralisasi pendidikan dengan model MBS. Malalui MBS sekolah memiliki 2

kewenangan dalam pengambilan keputusan yang terkait langsung dengan kebutuhankebutuhan sekolah. Dengan MBS unsur pokok sekolah (constituent) memegang kontrol yang lebih besar pada setiap kejadian di sekolah. Unsur pokok sekolah inilah yang kemudian menjadi lembaga non-struktural yang disebut dewan sekolah yang anggotanya terdiri dari guru, kepala sekolah, administrator, orang tua, anggota masyarakat dan murid. Ide dasar MBS adalah memberikan kewenangan penuh kepada sekolah untuk melakukan perbaikan pendidikan yang dibutuhkan melalui program manajemen berbasis sekolah (MBS). Kehadiran MBS bukan sekadar untuk memperbaiki mutu pendidikan, tetapi terkandung pula usaha pemberdayaan sekolah dan masyarakat untuk peduli pada pendidikan secara umum. Menurut Wohlstetter dan Mohrman (dalam Nurholis, 1993) terdapat empat sumber daya yang harus didesentralisasikan yaitu power/authority, knowledge, information dan reward. Pertama, kekuasaan/kewenangan (power/authority) harus didesentralisasikan ke sekolah-sekolah secara langsung yaitu melalui dewan sekolah. Sedikitnya terhadap tiga bidang penting yaitu budget, personnel dan curriculum. Termasuk dalam kewenangan ini adalah menyangkut pengangkatan dan pemperhentian kepala sekolah, guru dan staff sekolah. Kedua, pengetahuan (knowledge) juga harus didesentralisasikan sehingga sumberdaya manusia di sekolah mampu memberikan kontribusi yang berarti bagi kinerja sekolah. Pengetahuan yang perlu didesentralisasikan meliputi : keterampilan yang terkait dengan pekerjaan secara langsung (job skills), keterampilan kelompok (teamwork skills) dan pengetahuan keorganisasian (organizational knowledge). Keterampilan kelompok diantaranya adalah pemecahan masalah, pengambilan keputusan dan keterampilan berkomunikasi. Termasuk dalam pengetahuan keorganisasian adalah pemahaman lingkungan dan strategi merespon perubahan. Ketiga, hakikat lain yang harus didensentralisasikan adalah informasi (information). Pada model sentralistik informasi hanya dimiliki para pimpinan puncak, maka pada model MBS harus didistribusikan ke seluruh constituent sekolah bahkan ke seluruh stakeholder. Apa yang perlu disebarluaskan? Antara lain berupa visi, misi, strategi, sasaran dan tujuan sekolah, keuangan dan struktur biaya, isu-isu sekitar sekolah, kinerja sekolah dan para pelanggannya. Penyebaran informasi bisa secara vertikal dan horizontal baik dengan cara tatap muka maupun tulisan. Keempat, pengaharhaan (reward) adalah hal penting lainnya yang harus didesentralisasikan. Penghargaan bisa berupa fisik maupun non-fisik yang semuanya didasarkan atas prestasi kerja. Penghargaan fisik bisa berupa pemberian hadiah seperti uang. Penghargaan non-fisik berupa kenaikan pangkat, melanjutkan pendidikan, mengikuti seminar atau konferensi dan penataran. Dengan mendesentralisasikan empat bidang tersebut diharapkan tujuan utama MBS akan tercapai. Tujuan utama MBS tak lain adalah meningkatkan kinerja sekolah dan terutama meningkatkan kinerja belajar siswa menjadi lebih baik. Karena disesuikan dengan kebutuhan peserta didik, bukan sekolah justru membuat anak didik menjadi itik. Melalui Proyek Peningkakatan Mutu Pendidikan Dasar di Indonesia tahun 2001 pihak Bank Dunia menyepakati program peningkatan mutu gedung pendidikan SD/MI 3

melalui rehabilitasi yang mengutamakan peran masyarakat dan sekolah melalui lembaga Komite Sekolah, Cara ini adalah sebagai usaha memberdayakan masyarakat dalam ikut bertanggung jawab langsung dalam pemecahan masalah pendidikan di daerahnya masing-masing. Komite sekolah adalah suatu lembaga swadaya masyarakat yang tergolong baru, maka untuk menyamakan pengetahuan dan keterampilan dalam gerak dan langkah komite sekolah di lapangan perlu memberikan bekal kepada pihak yang terkait melalui suatu pelatihan atau membinaan yang terarah dan berkesinambungan agar pelaksanaan sesuai sesuai dengaan sasaran, waktu dan dana yang tepat. Dengan menggunakan istilah Malaysia, bagaimana membuat orang celik komite? Jawabnya adalah waktu, kemauan politik dan ekonomi. Waktu akan diselesaikan dengan sosialisasi berkesinambungan. Kemauan politik harus diselesaikan dengan tirani besi kekuasan pemerintah, kemauan ekonomi adalah keterbukaan masjid atau dengan kata lain kurangi atau hapuskan korupsi? Uraian di atas, mengantarkan kita pada beberapa pertanayaan. Apa itu komite sekolah? Bagaimana memasyarakatkannya? Kita harus merubah apa? II. Apa itu Komite Sekolah Di Canada, Menteri Pendidikan berkedudukan di Propinsi, dipilih bersamaan dengan pemilihan Perdana Menteri. Dalam waktu bersamaan dilakukan pemilihan Dewan Sekolah (School Board) pada tingkat Kabupaten, yang terdiri atas lima anggota masyarakat (mewakili partai tertentu), Seterusnnya Dewan sekolah menunjuk Superintendent sebagai pelaksana tugas penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Superintendent yang akan mengangkat kepala sekolah dan guru. Kepala sekolah dipilih melalui semacam pemilihan umum. Sedangkan guru walaupun diangkat oleh Dewan sekolah tetapi kepala sekolah diberikan kepercayaan untuk memberikan rekumendasi kelayakan gusu. Di Canada, jelas tidak ada dinas pendidikan propinsi dan kabupaten, sedang di tingkat sekolah ada PAC (Parent Advisory Council/ Persatuan Orang tua siswa), dan di sekolah ada pula Team Planning, yaitu semacam komite sekolah yang anggotanya lima orang terdiri atas satu kepala sekolah, satu guru dan tiga orang tua siswa, yang bertugas menyusun program kerja sekolah, temasuk tentunya RAPBS. Bagaimana pula dengan Komite Sekolah di Negeri kita?.melalui Proyek Peningkakatan Mutu Pendidikan Dasar Propinsi Riau tahun 2001 pihak Bank Dunia menyepakati program peningkatan mutu gedung pendidikan SD/MI melalui rehabilitasi yang mengutamakan peran masyarakat dan sekolah melalui lembaga Komite Sekolah, Cara ini adalah sebagai usaha memberdayakan masyarakat dalam ikut bertanggung jawab langsung dalam pemecahan masalah pendidikan di daerahnya masing-masing. Bukan hanya untuk itu Komite sekolah dikenalkan juga melalui Program Jaringan Pengaman Sosial (JPS). Komite sekolah adalah gabungan peran komite sekolah JPS, organisasi orang tua Siswa dan BP3. Tujuannya adalah membantu kelancaran penyelenggaraan pendidikan nasional. Konsep ini telah pun dikukuhkan dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 044/U/2002, tanggal 2 April 2002, tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Tata hubungan antara Komite Sekolah dengan satuan pendidikan, Dewan Pendidikan, dan institusi lain yang bertanggungjawab dalam pengelolaan 4

pendidikan dengan Komite-Komite Sekolah pada satuan pendidikan lain bersifat koordinatif. Dalam uraian keputusan itu dikatakan, bahwa dalam Pembentukan Komite Sekolah, kepala satuan pendidikan dapat berkonsultasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pembentukan Komite Sekolah dapat diatur melalui Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pengelolaan pendidikan di kabupaten/kota. Pembentukan Komite Sekolah dapat difasilitasi oleh Sekretariat Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dengan alamat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Gedung E Lantai 5, Jalan Jenderal Sudirman Senayan, Jakarta, telpon (021) 5725613, 5725608, fax (021) 5725608, website www.depdiknas.go.id email: dpkp 2002@yahoo.com. Isi keputusan lengkap tentang komite sekolah dapat dilihat dalam lampiran. III. Cara Memyarakatkan Komite Sekolah Canada memerlukan 100 tahun untuk memasukkan peran masyarakat yang lebih besar dalam pengelolaan pendidikan. Lalu kita butuh berapa tahun. Pengawas (supervisor) di Canada sudah dihapuskan dalam sistem sekolah, yaitu menggantinya dengan sistem guru inti. Di Canada Komite sekolah mendapat biaya dari pemerintah dan masyarakat, karena itu kalau kita mau berhasil keluarkan dana untuk melakukan terobosan sehingga dalam waktu yang tidak lama peran komite sekolah akan tampak. IV. Apa yang harus diubah Jawabnya seperti di atas adalah perubahan politik dan ekonomi pendidikan. Kalau di Canada perubahan itu sudah jelas, kalau kita apa? Baru sebatas wacana panjang? Kita tidak perlu fisimis, soalnya di Canada sendiri, masalah peran masyarakat masih diperjuangkan terus. Mereka mengatakan kami juga belum selesai. Jawaban itu, memberikan nafas bagi kita bahwa perubahan harus terus dilakukan. Sebab hakekat pendidikan adalah perubahan dan hakekat hidup juga perubahan. Ciri-ciri manusia hidup adalah perubahan. Berubah adalah suatu kewajiban. Allah tidak mengubah nasib sekolah kalau sekolah tidak mengubah nasibnya sendiri. V. Kesimpulan Pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Komite sekolah adalah jembatan untuk mewujudkannya. Semua pekerjaan kalau dikerjakan bersama akan menjadi ringan. Maka lakukanlah perubahan secara bersama-sama mulai dari sekarang. DAFTAR PUSTAKA Adningsih, Utami, Kualitas dan Profesionalisme Guru. Internet. Depdikbud. (1983). Dasar Ilmu Pendidikan.Buku II A, Akta Mengajar V. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud.. 1996-1997. Pedoman Pengelolaan Gugus Sekolah. Jakarta: Depdikbu 5

. (1997-1998). Pedoman Pelaksanaan Sistem Pembinaan Profesional Guru Sekolah Dasar Melalui Gugus Sekolah. Jakarta: Depdikbud. Duta Hari Murthi Consultants, PT. (2002). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Duta Hari Murthi Consultants, PT. Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. (2001). Modul Manajemen Berbasis Sekolah. Badung. Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. Sidi, Indra Jati. (2001). Menuju Masyarakat Belajar: Menggagas Paradigma Baru Pendidikan. Jakarta: Paramida Kakanwil Depdikbud Riau. (1991). Petunjuk Operasional Peningkatan Mutu Pendidikan. Pekanbaru. Kakanwil Depdikbud Riau Nurholis. (1991). Hakekat Desenteralisasi Model MBS. Pendidikan Networ: internet. Sinar Grafika. (1991). Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Sinar Grafika. Saifullah, Ali. (1982). Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan. Suarabaya: Usaha Nasional. Supriadi, Dedi. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Edisi kedua. Yokyakarta: Mitra Gama Widya Usman, Uzer. (1990). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rasda Karya. Beberapa sumber yang layak di internet. Lampiran: Menimbang : KEPUTUSAN M ENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOM OR 044/U/2002 TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL a. bahwa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional melalui upaya peningkatan mutu, pemerataan, efisiensi penyelenggaraan pendidikan, dan tercapainya demokratisasi pendidikan, perlu adanya dukungan dan peranserta masyarakat yang lebih optimal; b. bahwa dukungan dan peranserta masyarakat perlu didorong untuk bersinergi dalam suatu wadah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah yang mandiri; c. bahwa sehubungan dengan huruf a dan b serta memfasilitasi terbentuknya Dewan Pendidikan 6

dan Komite Sekolah dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah; Mengingat:. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390);. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) tahun 2000-2004;. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 tentang Peranserta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional;. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tatakerja Departemen; MEMUTUSKAN Menetapkan : KEPUTUSAN M ENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH. Pasal 1. Pada setiap kabupaten/kota dibentuk Dewan Pendidikan atas prakarsa masyarakat dan/atau pemerintah kabupaten/kota.. Pada setiap satuan pendidikan atau kelompok satuan pendidikan dibentuk Komite Sekolah atas prakarsa masyarakat, satuan pendidikan dan/atau pemerintah kabupaten/kota. Pasal 2 Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dapat menggunakan Acuan Pembentukan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan II Keputusan ini. Pasal 3 Dengan berlakunya Keputusan ini, Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0293/U/1993 Tahun 1993 tentang Pembentukan Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 4 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 2 April 2002 MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL, ttd. A. MALIK FADJAR Salinan Keputusan ini disampaikan kepada: 7

. Sekretaris Jenderal Departemen Pendidikan Nasional,. Inspektur Jenderal Departemen Pendidikan Nasional;. Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah dan Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, dan Pemuda di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional;. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional,. Sekretaris Inspektorat Jenderal, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, dan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah, dan Pemuda di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional,. Semua Bupati/Walikota,. Semua Gubernur,. Semua Kepala Dinas Pendidikan Propinsi/Kabupaten/Kota,. Semua Ketua DPRD Kabupaten/Kota,. Komisi VI DPR RI. Salinan sesuai dengan aslinya Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Departemen Pendidikan Nasional Kepala Bagian Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan Muslikh, S.H. NIP.131479478 SALINAN LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI PENDID1KAN NASIONAL NOMOR 044/U/2002 TANGGAL 2 APRIL 2002 ACUAN PEMBENTUKAN DEWAN PENDID1KAN I. PENGERTIAN, NAMA, DAN RUANG LINGKUP II. Dewan Pendidikan adalah badan yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan efisiensi pengelolaan pendidikan di kabupaten/kota, III. Nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing- masing, seperti Dewan Pendidikan, Majelis Pendidikan, atau nama lain yang disepakati. IV. Ruang lingkup pendidikan meliputi pendidikan prasekolah, jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. V. KEDUDUKAN DAN SIFAT 8

VI. Dewan Pendidikan berkedudukan di kabupaten/kota; VII. Badan ini bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintahan daerah. VIII. TUJUAN Dewan Pendidikan bertujuan untuk: IX. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan; X. Meningkatkan tanggungjawab dan peranserta aktif dari seluruh lapisan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan; XI. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu. XII. PERAN DAN FUNGSI Dewan Pendidikan berperan sebagai: XIII. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan; XIV. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan; XV. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan; XVI. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif) dengan masyarakat. Dewan Pendidikan berfungsi sebagai berikut: XVII. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; XVIII. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi), pemerintah, dan DPRD berkenan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; XIX. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat; XX. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada pemerintah daerah/dprd mengenai:. kebijakan dan program pendidikan;. kriteria tenaga daerah dalam bidang pendidikan;. kriteria tenaga kependidikan, khususnya guru/tutor dan kepala satuan pendidikan;. kriteria fasilitas pendidikan; dan. hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan; VI. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan; 9

VII. Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan. VIII. ORGANISASI IX. Keanggotaan Dewan Pendidikan. Keanggotaan Dewan Pendidikan terdiri atas: II. Unsur masyarakat dapat berasal dari:. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang pendidikan;. tokoh masyarakat;. tokoh pendidikan;. yayasan penyelenggara pendidikan (sekolah, luar sekolah, madrasah, pesantren);. dunia usaha/industri/asosiasi profesi;. organisasi profesi tenaga pendidikan;. Komite Sekolah. VIII. Unsur birokrasi/legislative dapat dilibatkan sebagai anggota Dewan Pendidikan (maksimal 4-5 orang).. Jumlah anggota Dewan Pendidikan maksimal 17 (tujuh belas) orang dan jumlahnya gasal. X. Kepengurusan Dewan Pendidikan. Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas: II. Ketua: III. Sekretaris; IV. Bendahara;. Pengurus dipilih dari dan oleh anggota;. Ketua bukan dari unsur pemerintah daerah dan DPRD. VII. Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Dewan Pendidikan wajib memiliki AD dan ART;. Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memuat: III. Nama dan tempat kedudukan: IV. Dasar, tujuan dan kegiatan; V. Keanggotaan dan kepengurusan; VI. Hak dan kewajiban anggota dan pengurus; 10

VII. Keuangan; VIII. Mekanisme kerja dan rapat-rapat; X. PEMBENTUKAN DEWAN PENDIDIKAN IX. Perubahan AD dan ART dan pembubaran organisasi. XI. Prinsip Pembentukan Pembentukan Dewan Pendidikan menganut prinsip-prinsip sebagai berikut. transparan, akuntabel, dan demokratis. merupakan mitra pemerintah Kabupaten/Kota III. Mekanisme Pembentukan. Pembentukan Panitia Persiapan II. Bupati/Walikota dan/atau masyarakat membentuk panitia persiapan.panitia persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala sekolah, penyelenggara pendidikan) dan pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri). III. Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan Dewan Pendidikan dengan langkah-langkah sebagai berikut:. Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat (termasuk Majelis Pendidikan Kejuruan Daerah, Komite Kabupaten, Komite Pendidikan Luar Sekolah) tentang Dewan Pendidikan menurut Keputusan ini;. Menyusun kriteria dan mengindentifikasi calon anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;. Menyeleksi calon anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;. Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada masyarakat;. Menyusun nama-nama anggota terpilih;. Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota Dewan Pendidikan;. Menyampaikan nama pengurus dan anggota kepada Bupati/Walikota:. Panitia Persiapan dinyatakan bubar setelah Bupati/Walikota menetapkan Dewan Pendidikan. IX. Penetapan pembentukan Dewan Pendidikan Dewan Pendidikan ditetapkan untuk pertama kali dengan Surat Keputusan Bupati/Walikota, dan selanjutnya diatur dalam AD dan ART. X. TATA HUBUNGAN ANTAR ORGANISASI 11

Tata hubungan antara Dewan Pendidikan dengan Pemerintah Daerah, DPRD, Dinas Pendidikan serta Komite-Komite Sekolah bersifat koordinatif. XI. PENUTUP SALINAN XII. Pembentukan Dewan Pendidikan dapat diatur melalui Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pengelolaan pendidikan di kabupaten/kota. XIII. Pembentukan Dewan Pendidikan dapat difasilitasi oleh Sekretariat Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dengan alamat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar danmenengah, gedung E lantai 5, Jalan Jenderal Sudirman Senayan Jakarta telpon (021) 5725613, 5725608, fax (021) 5725608, website www.depdiknas.go.id, email: dpkp2002@yahoo.com LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 044/U/2002 TANGGAL 2 APRIL 2002 ACUAN PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH I. PENGERTIAN, NAMA, DAN RUANG LINGKUP II. Komite Sekolah adalah badan mandiri yang mewadahi peranserta masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu, pemerataan, dan etisiensi pengelolaan pendidikan di satuan pendidikan, baik pada pendidikan pra sekolah, jalur pendidikan sekolah maupun jalur pendidikan luar sekolah; III. Nama badan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah masing- masing satuan pendidikan, seperti Komite Sekolah, Komite Pendidikan, Komite Pendidikan Luar Sekolah, Dewan sekolah, Majelis Sekolah, Majelis Madrasah, Komite TK, atau nama lain yang disepakati. IV. Bp3, komite sekolah dan/atau majelis sekolah yang sudah ada dapat memperluas fungsi, peran, dan keanggotaan sesuai dengan acuan ini. V. KEDUDUKAN DAN SIFAT VI. Komite Sekolah berkedudukan di satuan pendidikan; VII. Komite Sekolah dapat terdiri dari satu satuan pendidikan, atau beberapa satuan pendidikan dalam jenjang yang sama, atau beberapa satuan pendidikan yang berbeda jenjang tetapi berada pada lokasi yang berdekatan, atau satuan-satuan pendidikan yang dikelola oleh suatu penyelenggara pendidikan, atau karena pertimbangan lainnya; VIII. Badan ini bersifat mandiri, tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan lembaga pemerintahan. IX. TUJUAN Komite Sekolah bertujuan untuk: X. Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan di satuan pendidikan; XI. Meningkatkan tanggung jawab dan peranserta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan; XII. Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel, dan demokratis dalam 12

penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan. XIII. PERAN DAN FUNGSI Komite Sekolah berperan sebagai: XIV. Pemberi pertimbangan (advisory agency) dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan pendidikan; XV. Pendukung (supporting agency), baik yang berwujud financial, pemikiran maupun tenaga dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan; XVI. Pengontrol (controlling agency) dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan; XVII. Mediator antara pemerintah (eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan. Komite Sekolah berfungsi sebagai berikut: XVIII. Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; XIX. Melakukan kerjasama dengan masyarakat (perorangan/organisasi/dunia usaha/dunia industri) dan pemerintah berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu; XX. Menampung dan menganalisis aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh masyarakat; XXI. Memberikan masukan, pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:. kebijakan dan program pendidikan;. Rencana Anggaran Pendidikan dan Belanja Sekolah (RAPBS);. kriteria kinerja satuan pendidikan;. kriteria tenaga kependidikan;. kriteria fasilitas pendidikan; dan. hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan; VII. Mendorong orangtua dan masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan pemerataan pendidikan; VIII. Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan disatuan pendidikan; IX. melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, dan keluaran pendidikan di satuan pendidikan. X. ORGANISASI XI. Keanggotaan Komite Sekolah. Keanggotaan Komite Sekolah terdiri atas: II. Unsur masyarakat dapat berasal dari: 13

. orang tua/wali peserta didik;. tokoh masyarakat;. tokoh pendidikan;. dunia usaha/industri;. organisasi profesi tenaga pendidikan;. wakil alumni;. wakil peserta didik. VIII. Unsur dewan guru, yayasan/lembaga penyelenggara pendidikan Badan Pertimbangan Desa dapat pula dilibatkan sebagai anggota Komite Sekolah (maksimal 3 orang).. Anggota Komite Sekolah sekurang-kurangnya berjumlah 9 (sembilan) orang dan jumlahnya gasal. X. Kepengurusan Komite Sekolah:. Pengurus sekurang-kurangnya terdiri atas: II. Ketua: III. Sekretaris; IV. Bendahara;. Pengurus dipilih dari dan oleh anggota;. Ketua bukan berasal dari kepala satuan pendidikan. VII. Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART).. Komite Sekolah wajib memiliki AD dan ART;. Anggaran Dasar sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memuat: III. Nama dan tempat kedudukan: IV. Dasar, tujuan dan kegiatan; V. Keanggotaan dan kepengurusan; VI. Hak dan kewajiban anggota dan pengurus; VII. Keuangan; VIII. Mekanisme kerja dan rapat-rapat; X. PEMBENTUKAN KOMITE SEKOLAH IX. Perubahan AD dan ART serta pembubaran organisasi. XI. Prinsip Pembentukan Pembentukan Komite Sekolah menganut prinsip-prinsip sebagai berikut: 14

. transparan, akuntabel, dan demokratis;. merupakan mitra satuan pendidikan. III. Mekanisme Pembentukan. Pembentukan Panitia Persiapan II. Masyarakat dan/atau kepala satuan pendidikan membentuk panitia persiapan. Panitia persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan, penyelenggara pendidikan), pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri), dan orangtua peserta didik. III. Panitia persiapan bertugas mempersiapkan pembentukan Komite Sekolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:. Mengadakan forum sosialisasi kepada masyarakat (termasuk pengurus/ anggota BP3, Majelis Sekolah, dan Komite Sekolah yang sudah ada) tentang Komite Sekolah menurut Keputusan ini;. Menyusun kriteria dan mengindentifikasi calon anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;. Menyeleksi calon anggota berdasarkan usulan dari masyarakat;. Mengumumkan nama-nama calon anggota kepada masyarakat;. Menyusun nama-nama anggota terpilih;. Memfasilitasi pemilihan pengurus dan anggota Komite Sekolah;. Menyampaikan nama pengurus dan anggota kepada kepala satuan pendidikan:. Panitia Persiapan dinyatakan bubar setelah Komite Sekolah terbentuk. IX. Penetapan pembentukan Komite Sekolah Komite Sekolah ditetapkan untuk pertama kali dengan Surat Keputusan kepala satuan pendidikan, dan selanjutnya diatur dalam AD dan ART. X. TATA HUBUNGAN ANTAR ORGANISASI Tata hubungan antara Komite Sekolah dengan satuan pendidikan, Dewan Pendidikan, dan institusi lain yang bertanggungjawab dalam pengelolaan pendidikan dengan Komite-Komite Sekolah pada satuan pendidikan lain bersifat koordinatif. XI. PENUTUP XII. Dalam Pembentukan Komite Sekolah, kepala satuan pendidikan dapat berkonsultasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. XIII. Pembentukan Komite Sekolah dapat diatur melalui Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pengelolaan pendidikan di kabupaten/kota. 15

XIV. Pembentukan Komite Sekolah dapat difasilitasi oleh Sekretariat Tim Pengembangan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, dengan alamat Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Gedung E Lantai 5, Jalan Jenderal Sudirman Senayan, Jakarta, telpon (021) 5725613, 5725608, fax (021) 5725608, website www.depdiknas.go.id email: dpkp 2002@yahoo.com. 16