ANALISIS VISIBILITAS HILAL PENENTU AWAL RAMADHAN DAN SYAWAL 1433 H DENGAN MODEL FUNGSI VISIBILITAS KASTNER

dokumen-dokumen yang mirip
KONSEP BEST TIME DALAM OBSERVASI HILAL MENURUT MODEL VISIBILITAS KASTNER

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Penentuan Parameter Fisis Hilal Sebagai Usulan Kriteria Visibilitas di Wilayah Tropis

PENENTUAN PARAMETER FISIS HILAL SEBAGAI USULAN KRITERIA VISIBILITAS DI WILAYAH TROPIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Prosiding Seminar Nasional Sains Antariksa Homepage: http//

USULAN KRITERIA VISIBILITAS HILAL DI INDONESIA DENGAN MODEL KASTNER CRITERIA OF HILAL VISIBILITY IN INDONESIA BY USING KASTNER MODEL

PENENTUAN AWAL BULAN QOMARIAH DI INDONESIA BERDASARKAN DATA PENGAMATAN HILAL BMKG

VISIBILITAS HILAL DALAM MODUS PENGAMATAN BERBANTUAN ALAT OPTIK DENGAN MODEL KASTNER YANG DIMODIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SABTU, 18 AGUSTUS 2012 M PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1433 H

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM KAMIS, 16 DAN JUMAT, 17 JULI 2015 M PENENTU AWAL BULAN SYAWAL 1436 H

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SABTU, 15 AGUSTUS 2015 M PENENTU AWAL BULAN DZULQO DAH 1436 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SABTU, 5 OKTOBER 2013 M PENENTU AWAL BULAN DZULHIJJAH 1434 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM KAMIS, 19 JULI 2012 M PENENTU AWAL BULAN RAMADHAN 1433 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 2 JUNI 2011 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1432 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM KAMIS, 29 MEI 2014 M PENENTU AWAL BULAN SYA BAN 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM JUMAT DAN SABTU, 27 DAN 28 JUNI 2014 M PENENTU AWAL BULAN RAMADLAN 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 8 JULI 2013 M PENENTU AWAL BULAN RAMADHAN 1434 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 19 APRIL 2015 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1436 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 16 OKTOBER 2012 M PENENTU AWAL BULAN DZULHIJJAH 1433 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU DAN KAMIS, 10 DAN 11 APRIL 2013 M PENENTU AWAL BULAN JUMADITS TSANIYAH 1434 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM JUMAT, 20 DAN SABTU, 21 MARET 2015 M PENENTU AWAL BULAN JUMADAL AKHIRAH 1436 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SABTU, 1 MARET 2014 M PENENTU AWAL BULAN JUMADAL ULA 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM JUMAT, 31 JANUARI 2014 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AKHIR 1435 H

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN ARAH KIBLAT DENGAN MENGGUNAKAN AZIMUT PLANET. A. Algoritma Penentuan Arah Kiblat dengan Metode Azimut Planet

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU, 7 AGUSTUS 2013 M PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1434 H

Tugas Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Materi : Batasan dan Ragam KTI)

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU, 14 NOVEMBER 2012 M PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1434 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 12 MARET 2013 M PENENTU AWAL BULAN JUMADIL ULA 1434 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 13 OKTOBER 2015 M PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1437 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 10 FEBRUARI 2013 M PENENTU AWAL BULAN RABI UTS TSANI 1434 H

INFORMASI ASTRONOMIS HILAL DAN MATAHARI SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 8 DAN 9 SEPTEMBER 2010 PENENTU AWAL BULAN SYAWWAL 1431 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 23 JANUARI 2012 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1433 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU DAN KAMIS, 1 DAN 2 JANUARI 2014 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 16 DAN RABU, 17 JUNI 2015 M PENENTU AWAL BULAN RAMADLAN 1436 H

Variasi Lokal Dalam Visibilitas Hilaal: Observasi Hilaal di Indonesia Pada

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 29 APRIL 2014 M PENENTU AWAL BULAN RAJAB 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 16 SEPTEMBER 2012 M PENENTU AWAL BULAN DZULQO DAH 1433 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 18 DAN SELASA, 19 MEI 2015 M PENENTU AWAL BULAN SYA BAN 1436 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM RABU, 24 SEPTEMBER 2014 M PENENTU AWAL BULAN DZULHIJJAH 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 4 NOVEMBER 2013 M PENENTU AWAL BULAN MUHARRAM 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SELASA, 3 DESEMBER 2013 M PENENTU AWAL BULAN SHAFAR 1435 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM SENIN, 22 DESEMBER 2014 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AWAL 1436 H

Abdul Rachman dan Thomas Djamaluddin Peneliti Matahari dan Antariksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)

1 ZULHIJJAH 1430 HIJRIYYAH DI INDONESIA Dipublikasikan Pada Tanggal 11 November 2009

Awal Ramadan dan Awal Syawal 1433 H

2015 PENGARUH FASE AKTIF DAN TENANG MATAHARI TERHADAP KECERAHAN LANGIT MALAM TERKAIT VISIBILITAS OBJEK LANGIT

Waktu Shubuh: Tinjauan Pengamatan Astronomi

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM AHAD, 10 DAN SENIN, 11 JANUARI 2016 M PENENTU AWAL BULAN RABI UL AKHIR 1437 H

ANALISIS PEMIKIRAN KRITERIA IMKAN AR-RUKYAH. MOHD. ZAMBRI ZAINUDDIN dan APLIKASI di INDONESIA

JAWABAN DAN PEMBAHASAN

HASIL OBSERVASI BULAN SABIT JANUARI 2007 JANUARI 2008 RUKYATUL HILAL INDONESIA

PENGUKURAN MAGNITUDO SEMU PLANET VENUS FASE QUARTER MENGGUNAKAN SOFTWARE

BAB 1V ANALISIS PENGARUH ATMOSFER TERHADAP VISIBILITAS HILAL DAN KLIMATOLOGI OBSERVATORIUM BOSSCHA DAN AS-SALAM

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN BUKIT WONOCOLO BOJONEGORO SEBAGAI TEMPAT RUKYAT DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

Foto: Gerhana Bulan Total 28 Agustus Dipotret oleh Geoge Lonas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB IV ANALISIS SISTEM HISAB AWAL BULAN QAMARIAH DR. ING. KHAFID DALAM PROGRAM MAWAAQIT. A. Analisis terhadap Metode Hisab Awal Bulan Qamariah dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam diskursus mengenai kalender hijriah khususnya awal Ramadan,

GERHANA BULAN TOTAL 15 JUNI 2011 (16 JUNI 2011 DINI HARI DI INDONESIA)

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan metode yang berbeda dalam menetapkan awal bulan hijriyah.

PREDIKSI KEMUNGKINAN TERJADI PERBEDAAN PENETAPAN AWAL RAMADHAN 1433 H DI INDONESIA. Oleh : Drs. H. Muhammad, MH. (Ketua PA Klungkung)

Ketajaman Mata Dalam Kriteria Visibilitas Hilal

FOTOMETRI OBJEK LANGIT

KAJIAN ALGORITMA MEEUS DALAM MENENTUKAN AWAL BULAN HIJRIYAH MENURUT TIGA KRITERIA HISAB (WUJUDUL HILAL, MABIMS DAN LAPAN)

Mam MAKALAH ISLAM. Pusat Observatorium Bulan (POB) Tgk. Chiek Kuta Karang Aceh

Imkan Rukyat: Parameter Penampakan Sabit Hilal dan Ragam Kriterianya (MENUJU PENYATUAN KALENDER ISLAM DI INDONESIA)

BAB IV ANALISIS KELAYAKAN PANTAI KARTINI JEPARA SEBAGAI TEMPAT RUKYAT AL-HILAL A. Faktor yang Melatarbelakangi Penggunaan Pantai Kartini Jepara

HISAB RUKYAT DALAM ASTRONOMI MODERN. T. Djamaluddin 1

KRITERIA VISIBILITAS HILAL RUKYATUL HILAL INDONESIA (RHI) (KONSEP, KRITERIA, DAN IMPLEMENTASI)

PEKERJAAN RUMAH SAS PERTEMUAN-1 DAN PERTEMUAN-2 A.Pilihan Ganda

Kapan Idul Adha 1436 H?

Proposal Ringkas Penyatuan Kalender Islam Global

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV KELAYAKAN PANTAI PANCUR ALAS PURWO BANYUWANGI SEBAGAI TEMPAT RUKYAH DALAM PENENTUAN AWAL BULAN KAMARIAH

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN TIM HISAB DAN RUKYAT HILAL SERTA PERHITUNGAN FALAKIYAH PROVINSI JAWA TENGAH

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 31 JULI 2011 M PENENTU AWAL BULAN RAMADHAN 1432 H

INFORMASI HILAL SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 1 DAN 2 JULI 2011 M PENENTU AWAL BULAN SYA BAN 1432 H

PROGRAM PERSIAPAN OLIMPIADE SAINS BIDANG ASTRONOMI 2014 SMA 2 CIBINONG TES 20 MEI 2014

Penentuan Awal Bulan Qamariyah & Prediksi Hisab Ramadhan - Syawal 1431 H

MODEL MATERI PENGETAHUAN SUDUT DALAM PERKULIAHAN IPBA BAGI MAHASISWA FISIKA DAN APLIKASINYA DALAM MEMAHAMI JARAK ANTARBENDA-LANGIT (CELESTIAL BODIES)

Hisab dan rukyat - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklop...

SOAL SELEKSI OLIMPIADE SAINS TINGKAT KABUPATEN/KOTA 2014 CALON TIM OLIMPIADE ASTRONOMI INDONESIA 2015

BAB IV ANALISIS KONSEP MUH. MA RUFIN SUDIBYO TENTANG KRITERIA VISIBILITAS HILAL RHI. A. Kriteria Visibilitas Hilal RHI Perspetif Astronomi

KUMPULAN SOAL & PEMBAHASAN OSK OSP OSN DLL KOORDINAT BENDA LANGIT (By. Mariano N.)

BAB III METODE PENELITIAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

INFORMASI ASTRONOMIS HILAL DAN MATAHARI SAAT MATAHARI TERBENAM TANGGAL 8 OKTOBER 2010 PENENTU AWAL BULAN DZULQO DAH 1431 H

BAB IV UJI KELAYAKAN PANTAI UJUNGNEGORO KABUPATEN BATANG SEBAGAI TEMPAT RUKYATUL HILAL A. UJI KELAYAKAN BERDASARKAN KONDISI GEOGRAFIS

Gambar tata sury, alam 98

BAB III PEMIKIRAN MUH. MA RUFIN SUDIBYO TENTANG KRITERIA VISIBILITAS HILAL RHI

BAB IV UJI AKURASI AWAL WAKTU SHALAT SHUBUH DENGAN SKY QUALITY METER. 4.1 Hisab Awal Waktu Shalat Shubuh dengan Sky Quality Meter : Analisis

MAKALAH ASTRONOMI KALENDER BULAN. Dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Astronomi. Dosen Pengampu: Arif Widiyatmoko, M.Pd.

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDRAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH DIREKTORAT PENDIDIKAN MENENGAH UMUM

MAKALAH ISLAM. Fenomena Gerhana 2014

Hisab dan Rukyat Setara: Astronomi Menguak Isyarat Lengkap dalam Al-Quran tentang Penentuan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah

Transkripsi:

Seminar Nasional Fisika 2012 Universitas Negeri Semarang 6 Oktober 2012 ISBN 978-602-97835-2-0 ANALISIS VISIBILITAS HILAL PENENTU AWAL RAMADHAN DAN SYAWAL 1433 H DENGAN MODEL FUNGSI VISIBILITAS KASTNER J. Aria Utama a, * a Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia Jl.Dr. Setiabudhi 229 Bandung, 40154, Jawa Barat, Indonesia *Corresponding author. Tel/Fax : 08112224036/022-2004548; E-mail: judhistira@yahoo.com ABSTRAK Telah dilakukan analisis visibilitas hilal penentu awal Ramadhan dan Syawal 1433 H menggunakan model fungsi visibilitas Kastner untuk objek-objek yang berada di dekat Matahari. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan astronomi di sejumlah lokasi yang tergabung dalam Jejaring Pengamatan Hilal Nasional maupun lokasi lainnya di Indonesia telah dibandingkan dengan prediksi suatu model matematis. Dijumpai bahwa hasil pengamatan berupa kesaksian mengamati hilal penentu awal Ramadhan (Jumat 20 Juli 2012) dan Syawal (18 Agustus 2012) 1433 H di beberapa lokasi yang tidak terkendala gangguan cuaca bersesuaian dengan prediksi yang diberikan model visibilitas hilal yang digunakan. Kesesuaian tersebut dijustifikasi dari waktu pelaporan keberhasilan mengamati hilal yang seluruhnya berada dalam jendela waktu yang diizinkan oleh model. Hilal yang berada di atas ufuk arah barat pada saat Matahari terbenam hanya mungkin dapat diamati bila kecerahannya melampaui kecerahan langit latar belakang. Berdasarkan hal ini, model yang digunakan secara konsisten mampu memberikan prediksi yang bersesuaian dengan hasil pengamatan di sejumlah lokasi. Meski konsisten dengan mayoritas data observasi, model fungsi visibilitas tidak mampu menjelaskan klaim terlihatnya hilal penentu Ramadhan 1433 H pada Kamis 19 Juli 2012 oleh sekelompok pengamat di wilayah Cakung, Jakarta Timur. Kata kunci: hilal; fungsi visibilitas; model fungsi visibilitas Kastner PENDAHULUAN Secara syariat, pelaksanaan observasi anak Bulan atau rukyat hilal dilakukan pada hari terjadinya konjungsi bilamana konjungsi terjadi sebelum Matahari terbenam. Hilal merupakan salah satu fase Bulan, yaitu sabit tipis pertama yang terbentuk setelah fase konjungsi di arah barat, sementara peristiwa konjungsi menjadi acuan dimulainya siklus lunasi. Rata-rata siklus lunasi berdurasi 29,53 hari, yang berarti pula bahwa aktivitas mengobservasi hilal dilakukan pada tanggal 29 bulan Hijriyah yang sedang berjalan. Studi yang dilakukan Djamaluddin [2] atas data kesaksian mengamati hilal di Indonesia yang dikompilasi oleh Kementerian Agama Republik Indonesia sejak tahun 1962 1997, mendapati bahwa mayoritas kesaksian tersebut tidak valid. Kesalahan dalam mengidentifikasi hilal karena kehadiran objek pengecoh di dekat posisi Bulan (seperti planet Merkurius, Venus, lampu atau awan kecil yang terang di kejauhan) maupun kesaksian mengamati hilal justru pada saat Bulan sudah terbenam membuat jumlah data valid yang tersedia berkurang drastis. Selama ini prediksi visibilitas hilal disimplifikasi berdasarkan konfigurasi ketiga benda langit, yaitu Matahari Bulan Bumi. Meski konfigurasi geometri turut berpengaruh terhadap visibilitas hilal, aspek konfigurasi bukanlah satusatunya faktor yang menentukan. Faktor lain yang turut berperan signifikan adalah kecerahan langit senja. Kecerahan langit senja diyakini berhubungan dengan lintang geografis, ketinggian lokasi dari permukaan laut, musim, dan kandungan aerosol di atmosfer [4]. Posisi hilal yang akan diamati segera setelah fase konjungsi, seringkali berada di sekitar titik terbenamnya Matahari. Meski telah terbenam yang ditandai dengan posisi lengkungan atas piringan Matahari di horison, tidak serta-merta langit menjadi gelap. Langit senja masih cukup terang karena sebaran (scattering) cahaya Matahari oleh partikel-partikel yang terkandung dalam atmosfer. Perburuan penampakan hilal setelah Matahari terbenam bertujuan untuk mempermudah mengesani kemunculan sosok hilal yang sangat

redup. Dengan menunggu hingga terbenamnya Matahari lebih dalam, dimaksudkan untuk meningkatkan kontras hilal terhadap kecerahan langit senja. Kastner [3] telah membangun model fungsi visibilitas pada saat senja untuk objek-objek langit (bintang, komet, dan planet) dekat Matahari. Perhitungan model fungsi visibilitas Kastner menyertakan faktor kecerahan objek di luar atmosfer, ekstingsi optis atmosfer Bumi sebagai fungsi ketinggian objek, dan distribusi kecerahan langit senja sebagai fungsi sudut depresi Matahari. Model tersebut diadopsi dalam naskah ini untuk memprediksi visibilitas hilal penentu awal Ramadhan dan Syawal 1433 H. Aplikasi model Kastner dalam memprediksi visibilitas hilal dapat menjadi acuan awal bagi para pengamat hilal dan pengambil keputusan (Kementerian Agama) terkait mungkin-tidaknya hilal untuk diamati dari suatu lokasi tertentu sekaligus untuk menentukan saat terbaik melakukan pengamatan manakala model memprediksi kemungkinan hilal dapat diamati. METODE PENELITIAN Perlengkapan Pada tahun 2012, kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) kembali berperan menjadi salah satu simpul dari 22 situs Jejaring Pengamatan Hilal Nasional di bawah koordinasi Observatorium Bosscha FMIPA ITB dan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Instrumen yang digunakan dalam kegiatan rukyat hilal penentu awal Ramadhan dan Syawal 1433 H ini adalah adalah teleskop William Optics 66 mm (f/d=6) dengan mounting Vixen SPHINX Equatorial dan teleskop SkyWatcher 80 (f/d=11) EQ. Proses streaming dilakukan menggunakan server stream1.kominfo.go.id memanfaatkan perangkat lunak Adobe Media Live Encoder dan SplitCam yang terinstalasi di sebuah komputer personal (PC Personal Computer). Untuk keperluan komunikasi data tersedia jaringan ASTINET dengan bandwidth 1 Mbps yang disediakan oleh PT TELKOM. Sebagai detektor digunakan handycam Sony DCR-SR68 dengan teknik piggy back bersama teleskop SkyWatcher 80 dan kamera digital saku sebagai media perekam yang diinstalasi di belakang lensa okuler di badan teleskop William Optics 66 (afocal photography). Perhitungan Perhitungan visibilitas dilakukan untuk beberapa lokasi pengamatan yang tergabung dalam Jejaring Pengamatan Hilal Nasional maupun lokasi lainnya di Indonesia untuk nilai ekstingsi atmosfer tertentu (k = 0,19) yang bersesuaian dengan panjang gelombang 5500 Angstrom (1 Angstrom = 10-10 meter) dalam hal kondisi atmosfer yang bersih. Semakin besar nilai ekstingsi mendeskripsikan atmosfer yang semakin kotor [1], sebagaimana kasus yang umum terjadi di kotakota besar. Parameter fisis Bulan dan Matahari (Bulan = [jarak zenit, azimut, elongasi, magnitudo semu visual, semidiameter], Matahari = [sudut depresi, azimut]) yang diperlukan dalam perhitungan diperoleh menggunakan perangkat lunak MoonCalc versi 6.0 dari Monzur Ahmed dengan pengaturan toposentrik dan telah menyertakan efek refraksi atmosfer. Hasil perhitungan fungsi visibilitas ditampilkan dalam Gambar 1 sampai Gambar 5 di bawah. Prediksi model selanjutnya dibandingkan dengan seluruh laporan hasil pengamatan yang diperoleh melalui jaringan komunikasi antarsimpul pengamatan dan prediksi model lainnya, semisal model Yallop. Dari proses verifikasi terhadap laporan hasil pengamatan dan prediksi model lainnya tersebut, dapat dijustifikasi keandalan model Kastner dalam memprediksi visibilitas hilal sebagai acuan awal bagi para pengamat hilal. HASIL DAN PEMBAHASAN Hilal penentu awal Ramadhan 1433 H Fase konjungsi yang mengakhiri bulan Syaban 1433 terjadi pada Kamis 19 Juli 2012 pukul 04.25 UT (11.25 WIB, 12.25 WITA, dan 13.25 WIT). Ketinggian Bulan pada saat Matahari terbenam untuk seluruh wilayah Indonesia bervariasi mulai dari 0 0 (bagian timur Indonesia) hingga 1,5 0 (bagian barat Indonesia). Elongasi atau jarak sudut antara pusat piringan Matahari dan pusat piringan Bulan pada saat Matahari terbenam mencapai 4,4 0 hingga 5,4 0. Sementara usia Bulan sejak fase konjungsi terjadi hingga terbenam Matahari baru mencapai 4,2 jam hingga 7,6 jam di seluruh wilayah Indonesia. Prediksi visibilitas hilal penentu awal bulan Ramadhan 1433 H untuk sejumlah lokasi pengamatan di wilayah timur hingga wilayah barat Indonesia ditunjukkan dalam Gambar 1. Dengan asumsi kondisi cuaca cerah tanpa liputan awan di arah barat dan tidak pula turun hujan, model memprediksi hilal tidak mungkin akan dapat diamati pada saat pengamatan Kamis 19 Juli 2012. Meski menunggu hingga Matahari terbenam, nilai fungsi visibilitas untuk seluruh kota yang dihitung berharga negatif, hal mana menunjukkan bahwa kecerahan hilal selama jendela waktu 8 menit (beda waktu terbenam Matahari dan Bulan) tidak lebih besar daripada kecerahan langit senja. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa di seluruh lokasi pengamatan awan tebal di arah barat membuat tidak berhasil diamatinya hilal pada petang hari J.A. Utama dkk FT101-2

tersebut. Meskipun demikian, diperoleh kesaksian mengamati hilal pada Kamis 19 Juli 2012 dari sekelompok pengamat di wilayah Cakung Jakarta Timur bahkan sebelum Matahari terbenam (Gambar 2). Dilaporkan bahwa hilal telah berhasil diamati menggunakan mata telanjang di ketinggian 3,5 0 4 0 selama sekitar 4 menit. Observasi pada hari ke dua di seluruh simpul pengamatan telah memverifikasi prediksi model. Sebanyak tujuh lokasi pengamatan berhasil melaporkan penampakan hilal walaupun berada di tengah cuaca yang tidak sepenuhnya bersahabat (Gambar 3). Meski terdapat gangguan awan di arah barat, liputan awan sempat terbuka sehingga memberi kesempatan kepada para pengamat untuk mengesani sosok hilal awal Ramadhan. Diperolehnya laporan keberhasilan mengamati hilal dari lokasi Observatorium Lhok Nga, Nanggroe Aceh Darussalam, walaupun perhitungan model memberikan nilai fungsi visibilitas hilal yang negatif, dapat dijelaskan bila pengamatan dilakukan dengan bantuan teleskop. Teleskop sebagai pengumpul cahaya objek langit akan menghasilkan pula perbesaran sudut yang memperbesar ukuran penampakan objek yang diamati dan pada saat yang sama perbesaran sudut tersebut menurunkan nilai kecerahan langit latar belakang yang akan meningkatkan kontras hilal. Hilal penentu awal Syawal 1433 H Fase konjungsi yang mengakhiri bulan Ramadhan 1433 terjadi pada Jumat 17 Agustus 2012 pukul 15.55 UT (22.25 WIB, 23.25 WITA, dan 00.25 WIT). Ketinggian Bulan pada saat Matahari terbenam untuk seluruh wilayah Indonesia bervariasi mulai dari 4,6 0 (bagian timur Indonesia) hingga 7 0 (bagian barat Indonesia). Elongasi atau jarak sudut antara pusat piringan Matahari dan pusat piringan Bulan pada saat Matahari terbenam mencapai 9,4 0 hingga 11 0. Sementara usia Bulan sejak fase konjungsi terjadi hingga terbenam Matahari sudah mencapai 16,7 jam hingga 20 jam di seluruh wilayah Indonesia. Kurva visibilitas untuk sejumlah lokasi ditunjukkan dalam Gambar 4. Dari gambar diketahui bahwa ketiga kota (Bandung, Rembang, dan Pontianak) memiliki nilai fungsi visibilitas yang positif. Hal ini berarti bahwa dari ketiga lokasi tersebut hilal berpeluang untuk dapat diamati sepanjang cuaca mendukung. Faktanya, di ketiga lokasi tersebut para pengamat melaporkan kondisi cuaca yang tidak bersahabat. Terdapat gangguan berupa liputan awan di arah barat, tempat di mana hilal diprediksikan berada. Dari tiga lokasi lainnya (Makassar, Kupang, dan Denpasar) diperoleh laporan keberhasilan mengamati hilal disertai bukti otentik berupa potret sabit Bulan yang berhasil diabadikan tim pengamat dengan kamera yang terhubung ke teleskop. Prediksi model untuk lokasi Makassar, Kupang, dan Denpasar menunjukkan bahwa sejak 11 hingga 13 menit pasca terbenamnya Matahari, kecerahan hilal mulai melampaui kecerahan langit latar belakang sehingga hilal berpeluang untuk dapat diamati (Gambar 5). Catatan waktu berhasil diamatinya hilal dari masing-masing lokasi bersesuaian dengan jendela waktu yang diprediksikan model, yaitu 11 hingga 24 menit setelah Matahari terbenam. Saat di mana nilai fungsi visibilitas mencapai maksimum untuk masing-masing lokasi (15 20 menit setelah Matahari terbenam), relatif lebih bervariasi bila dibandingkan dengan best time yang diprediksikan model Yallop [5], yaitu 15 menit pasca terbenam Matahari. KESIMPULAN Model fungsi visibilitas Kastner secara konsisten mampu memberikan prediksi yang bersesuaian dengan hasil pengamatan di sejumlah lokasi dalam pengamatan hilal penentu awal Ramadhan dan Syawal 1433 H. Prediksi model visibilitas Kastner untuk waktu optimum dalam pengamatan hilal yang ditandai dengan dicapainya nilai maksimum fungsi visibilitas, relatif lebih bervariasi bila dibandingkan dengan konsep best time model Yallop. Model Kastner dapat menjadi acuan awal tentang mungkin-tidaknya mengamati suatu objek langit di dekat Matahari dan bila memang memungkinkan, berapa lama setelah Matahari terbenam objek bersangkutan baru dapat diamati. Model ini tidak dapat memberikan justifikasi perihal modus pengamatan yang diperlukan, apakah pengamatan mata telanjang ataukah pengamatan dengan bantuan alat optik. Model Kastner tidak mampu menjelaskan klaim terlihatnya hilal penentu Ramadhan 1433 H pada Kamis 19 Juli 2012 oleh sekelompok pengamat di wilayah Cakung, Jakarta Timur. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada rekan-rekan Jejaring Pengamatan Hilal Nasional untuk kelengkapan data yang diperlukan dalam penelitian ini. Karya ini didedikasikan kepada administrator mailing list Hilal 2012 yang wafat pada 23 Agustus 2012 silam. Ucapan terima kasih penulis tujukan pula kepada Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI yang telah memungkinkan penulis untuk menghadiri pertemuan ilmiah ini. J.A. Utama dkk FT101-3

DAFTAR PUSTAKA [1] Allen, C.W., Astrophysical Quantities, Univ. of London, The Athlone Press., 1973, pp. 124 127, 134. [2] Djamaluddin, T., Re-evaluation of hilaal visibility in indonesia, ICOP, 2001. [3] Kastner, S.O., Calculation of the twilight visibility function of near-sun objects, RASC Journal, vol 70, No.4, 1976. [4] Mikhail, J.S. et al., Improving the crescent visibility limits due to factors causing decrease in the sky twilight brightness, Earth, Moon and Planets, vol. 70, pp. 109 121, 1995. [5] Yallop, B.D., Tech. Note 69, RGO NAO. 1997. m -5-6 -7-8 Visibilitas Hilal Awal Ramadhan 1433 H (Kamis, 19 Juli 2012) 0 1 2 3 4 Kampus UPI, JABAR Lhok Nga, NAD Rembang, JATENG Pontianak, KALBAR Biak, PAPUA Gambar 1. Prediksi visibilitas hilal awal Ramadhan 1433 H untuk sejumlah lokasi dalam Jejaring Pengamatan Hilal Nasional. Dari kelima lokasi di atas, tidak diperoleh laporan keberhasilan mengamati penampakan hilal pada Kamis 19 Juli 2012 karena gangguan cuaca. Visibilitas Hilal Awal Ramadhan 1433 H (Cakung: Kamis, 19 Juli 2012) 0 1 2 3 4 5 6 m -4.0-6.0-8.0 Gambar 2. Prediksi visibilitas hilal awal Ramadhan 1433 H untuk lokasi Cakung, Jakarta Timur. Meski prediksi menyatakan kecerahan hilal relatif terhadap kecerahan langit latar belakang bernilai negatif, yang berarti bahwa hilal tidak mungkin dapat diamati, dari lokasi ini diperoleh kesaksian melihat hilal dengan ketinggian 3,5 0 4 0 selama sekitar 4 menit. J.A. Utama dkk FT101-4

m 8.0 6.0 4.0 2.0-4.0-6.0-8.0 Visibilitas Hilal Awal Ramadhan 1433 H (Jumat, 20 Juli 2012) 0 5 10152025 30354045 5055 Biak, PAPUA Denpasar, BALI Makassar, SULSEL Lhok Nga, NAD Bangkalan, JATIM Jepara, JATENG Surakarta, JATENG Gambar 3. Prediksi visibilitas hilal awal Ramadhan 1433 H untuk sejumlah lokasi dalam Jejaring Pengamatan Hilal Nasional yang melaporkan berhasil mengamati penampakan hilal pada Jumat 20 Juli 2012. m 1.5 1.0 0.5-0.5-1.0-1.5-2.5-3.0 Visibilitas Hilal Awal Syawal 1433 H (Sabtu, 18 Agustus 2012) a = 2.35 derajat a = 2.31 derajat 0 5 10 15 20 25 a = 1.94 derajat a = 2.33 derajat a = 1.41 derajat Biak, PAPUA Lhok Nga, NAD Pontianak, KALBAR Rembang, JATENG Kampus UPI, JABAR Gambar 4. Prediksi visibilitas hilal awal Syawal 1433 H untuk sejumlah lokasi dalam Jejaring Pengamatan Hilal Nasional. Tiga dari lima kota di atas terlihat memiliki nilai fungsi visibilitas positif, yang berarti bahwa hilal berpeluang untuk dapat diamati, sejak Matahari terbenam hingga terbenamnya Bulan. Kendala cuaca di masing-masing kota membuat tidak diperolehnya laporan keberhasilan mengamati hilal meskipun model memprediksikan peluang tersebut. J.A. Utama dkk FT101-5

m 1.5 1.0 0.5-0.5-1.0-1.5-2.5-3.0 Visibilitas Hilal Awal Syawal 1433 H (Sabtu, 18 Agustus 2012) 0 5 10 15 20 25 Makassar, SULSEL Kupang, NTT Denpasar, BALI Gambar 5. Prediksi visibilitas hilal awal Syawal 1433 H untuk sejumlah lokasi dalam Jejaring Pengamatan Hilal Nasional yang melaporkan berhasil mengamati penampakan hilal pada Sabtu 18 Agustus 2012. Catatan waktu berhasil diamatinya hilal dari masingmasing lokasi berada dalam jendela waktu yang diprediksikan model. J.A. Utama dkk FT101-6