KAJIAN METEOROLOGIS BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR, PAPUA BARAT

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN II TINJAUAN PUSTAKA

IDENTIFIKASI PERUBAHAN DISTRIBUSI CURAH HUJAN DI INDONESIA AKIBAT DARI PENGARUH PERUBAHAN IKLIM GLOBAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. panas serta biasanya menghabiskan bahan bakar hutan seperti serasah, tumbuhan

Aplikasi microwave pada Satelit TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) Microwave Imagener untuk mengukur curah hujan 2012

2 BAB II TEORI DASAR

Novvria Sagita 1), Ratih Prasetya 2) Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado ABSTRAK

Analisis Hujan Lebat pada tanggal 7 Mei 2016 di Pekanbaru

Novvria Sagita dan Ratih Prasetya Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado Jl. AA Maramis Bandara Sam Ratulangi, Manado 59374

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

TINJAUAN SECARA METEOROLOGI TERKAIT BENCANA BANJIR BANDANG SIBOLANGIT TANGGAL 15 MEI 2016

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTREM SURABAYA DI SURABAYA TANGGAL 24 NOVEMBER 2017

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS CURAH HUJAN SAAT KEJADIAN BANJIR DI SEKITAR BEDUGUL BALI TANGGAL 21 DESEMBER 2016

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS KLIMATOLOGI HUJAN EKSTRIM BULAN JUNI DI NEGARA-BALI (Studi Khasus 26 Juni 2017)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM (BANJIR) DI KEC.NGARAS KABUPATEN PESISIR BARAT (study kasus tgl 09 Nopember 2017)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KECAMATAN PALAS LAMPUNG SELATAN (Studi Kasus Tanggal 27 September 2017)

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI HUJAN LEBAT DAN ANGIN KENCANG DI ALUN-ALUN KOTA BANJARNEGARA (Studi Kasus Tanggal 08 Nopember 2017)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

LAPORAN KEJADIAN BANJIR DAN CURAH HUJAN EKSTRIM DI KABUPATEN LOMBOK BARAT DAN KOTA MATARAM TANGGAL 9-14 DESEMBER 2016

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS CUACA EKSTRIM DI BANDAR LAMPUNG (Studi Kasus Tanggal Maret 2018)

ANALISIS KONDISI ATMOSFER PADA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH JAKARTA SELATAN (Studi kasus banjir, 27 dan 28 Agustus 2016) Abstrak

ANALISIS CUACA EKSTRIM NTB HUJAN LEBAT TANGGAL 31 JANUARI 2018 LOMBOK BARAT, LOMBOK UTARA, DAN LOMBOK TENGAH Oleh : Joko Raharjo, dkk

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Miranti Indri Hastuti *), Annisa Nazmi Azzahra

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM TERKAIT HUJAN LEBAT, BANJIR DAN TANAH LONGSOR DI KOTA BALIKPAPAN DAN PENAJAM PASIR UTARA (PPU) TANGGAL 17 MARET 2018

ANALISIS CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI WILAYAH KAB. SUMBAWA TANGGAL 11 FEBRUARI 2017

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI KABUPATEN LAMPUNG UTARA (Studi Kasus Tanggal 29 Desember 2017)

STASIUN METEOROLOGI PATTIMURA AMBON

KAJIAN METEOROLOGI KEJADIAN BANJIR BANDANG SAMBELIA TANGGAL 9 DAN 11 FEBRUARI 2017

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

ANALISIS KEJADIAN CUACA EKSTRIM DI KECAMATAN KRUI SELATAN KABUPATEN PESISIR BARAT LAMPUNG (Studi Kasus Tanggal 11 Oktober 2017)

LAPORAN KEJADIAN BANJIR DAN CURAH HUJAN EKSTRIM DI KOTA MATARAM DAN KABUPATEN LOMBOK BARAT TANGGAL JUNI 2017

MEKANISME HUJAN HARIAN DI SUMATERA

ANALISIS KLIMATOLOGI BANJIR BANDANG BULAN NOVEMBER DI KAB. LANGKAT, SUMATERA UTARA (Studi Kasus 26 November 2017) (Sumber : Waspada.co.

ANALISIS KONDISI CUACA SAAT TERJADI BANJIR DI DUSUN WAYARENG DESA MULYOSARI KEC.BUMI AGUNG KAB. LAMPUNG TIMUR (Studi Kasus Tanggal 18 Februari 2018)

ANALISIS BANJIR DI WILAYAH BIREUEN TANGGAL 12 JUNI Oleh : Syahrir Stamet kelas 1 Blang bintang Banda Aceh

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

ANALISIS INTENSITAS CURAH HUJAN WILAYAH BANDUNG PADA AWAL 2010 ANALYSIS OF THE RAINFALL INTENSITY IN BANDUNG IN EARLY 2010

Stasiun Meteorologi Klas I Sultan Iskandar Muda Banda Aceh

ANALISIS CUACA EKSTREM LOMBOK NTB HUJAN LEBAT (CH mm) DI LOMBOK TENGAH 15 SEPTEMBER 2016

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

VERIFIKASI DATA CURAH HUJAN TRMM DI SUMBAWA MENGGUNAKAN METODE INVERSE DISTANCE WEIGHTING, MEAN, DAN POINT

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR TANGGAL 26 OKTOBER 2017 DI BANDARA PONGTIKU KABUPATEN TANA TORAJA

ANALISIS BANJIR BANDANG DAN TANAH LONGSOR DI SEKITAR BEDUGUL (BULELENG) DAN KINTAMANI (BANGLI) TANGGAL 9 FEBRUARI 2017

ANALISIS CUACA TERKAIT BANJIR DI KELURAHAN WOLOMARANG, KECAMATAN ALOK, WILAYAH KABUPATEN SIKKA, NTT (7 JANUARI 2017)

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR DAN TANAH LONGSOR TANGGAL 7 MARET 2018 DI LEMBANG TUMBANG DATU SANGALLA UTARA KABUPATEN TANA TORAJA

Seminar Nasional Penginderaan Jauh ke-4 Tahun Stasiun Meteorologi kelas III Nangapinoh-Melawi,Kalimantan Barat 2

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Analisis Kondisi Atmosfer Pada Saat Kejadian Banjir Bandang Tanggal 2 Mei 2015 Di Wilayah Kediri Nusa Tenggara Barat

ANALISIS KONDISI CUACA EKSTRIM ANGIN PUTING BELIUNG DI PEMALANG TANGGAL 01 JUNI Stasiun Meteorologi Nabire

ANALISIS PERUBAHAN CURAH HUJAN SATELIT TROPICAL MEASURING MISSION (TRMM) TAHUN 2009 DAN TAHUN 2010

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

ANALISIS KEJADIAN BANJIR BANDANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

STASIUN METEOROLOGI PATTIMURA AMBON

ANALISIS KEJADIAN HUJAN LEBAT DI KOTA BALIKPAPAN TANGGAL 29 NOVEMBER

LAPORAN KEJADIAN BANJIR DAN CURAH HUJAN EKSTRIM DI KABUPATEN BIMA DAN KOTA BIMA TANGGAL DESEMBER 2016

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS KLIMATOLOGIS CURAH HUJAN EKSTREM DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR TANGGAL NOVEMBER 2017

I. INFORMASI METEOROLOGI

ANALISIS KEJADIAN BANJIR DAN LONGSOR

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI NABIRE

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI KLAS III MALI

I. INFORMASI METEOROLOGI

LAPORAN ANALISIS KEJADIAN BANJIR DI KABUPATEN LOMBOK BARAT DAN KOTA MATARAM, 02 MEI 2015

ANALISIS KEJADIAN TANAH LONGSOR DI WILAYAH PEJAWARAN BANJARNEGARA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI SERAM BAGIAN BARAT

LAPORAN ANALISIS KEJADIAN BANJIR DI KABUPATEN BIMA, DOMPU DAN KOTA BIMA, JANUARI 2015

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

ANALISA CUACA TERKAIT KEJADIAN ANGIN PUTING BELIUNG DI ARJASA SUMENEP TANGGAL 03 APRIL mm Nihil

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG-TANGERANG

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA STASIUN METEOROLOGI MALI - ALOR

ANALISIS CUACA TERKAIT KEJADIAN HUJAN EKSTRIM DI SUMATERA BARAT MENGAKIBATKAN BANJIR DAN GENANGAN AIR DI KOTA PADANG TANGGAL 16 JUNI 2016

KAJIAN METEOROLOGI DALAM KEJADIAN BANJIR BIMA TANGGAL 21 DAN 23 DESEMBER 2016

STASIUN METEOROLOGI KLAS III NABIRE

ANALISIS EKSTRIM DI KECAMATAN ASAKOTA ( TANGGAL 4 dan 5 DESEMBER 2016 )

ANALISIS KEJADIAN HUJAN SANGAT LEBAT DISERTAI ANGIN KENCANG DI WILAYAH RASAU JAYA, KAB. KUBU RAYA KALIMANTAN BARAT TANGGAL 10 SEPTEMBER 2017

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

STASIUN METEOROLOGI GAMAR MALAMO GALELA

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Alfan.muttaqin.bppt.go.id. Intisari

ANALISIS CUACA KEJADIAN BANJIR DI WILAYAH BINJAI, MEDAN, DELI SERDANG SUMATERA UTARA FEBRUARI 2016

I. INFORMASI METEOROLOGI

BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

Transkripsi:

KAJIAN METEOROLOGIS BENCANA BANJIR BANDANG DI WASIOR, PAPUA BARAT Findy Renggono, M. Djazim Syaifullah UPT Hujan Buatan BPPT, Gedung BPPT I Lt. 19 JL. MH. Thamrin No.8, Jakarta Email: frm_68@yahoo.com ABSTRAK Banjir bandang telah melanda kawasan Wasior, Papua Barat pada Senin 4 Oktober 2010. Bencana ini menyebabkan puluhan orang meninggal, ratusan luka dan ribuan lainnya kehilangan tempat tinggal. Keterbatasan data meteorologis untuk wilayah ini yang sangat minim menyebabkan kesulitan dalam melakukan analisa kondisi cuaca pada saat sebelum dan selama kejadian banjir. Data penakar hujan yang terdekat hanya terdapat di Manokwari dan Sorong, yang letaknya lebih dari 200 km dari Wasior. Dari pengamatan skala sinop, kondisi meteorologis pada saat sebelum banjir memang mendukung adanya pertumbuhan awan yang cukup besar, sedangkan hasil analisa dengan data TRMM diketahui bahwa telah terjadi hujan dengan intensitas yang cukup tinggi dari tanggal 3 malam sampai 4 pagi. Analisa data curah hujan selama 2 tahun terakhir dengan data TRMM menunjukkan kejadian hujan seperti ini memang beberapa kali pernah terjadi sebelumnya, walaupun tidak menimbulkan bencana banjir. Kata kunci : banjir, curah hujan, TRMM. ABSTRACT th Great flood which hit Wasior, West Papua, Monday October 4, 2010, has caused up to 200 people were killed or injured, and 1000 homeless. The lacks of meteorological data of this place make it difficult to analyze the meteorological condition before the flood. The nearest rain gauge was only in Sorong and Manokwari which is more than 200 km away from Wasior. Synoptic analysis showed that the atmospheric condition supports cloud development over Wasior area. TRMM data analysis found that the night before the flood, there was a heavy rain, but this kind of rain was also found several times in the last three years. Keywords : flood, rainfall, TRMM Naskah masuk : 18 Januari 2011 Nasakah diterima : 2 Mei 2011 33

I. PENDAHULUAN Banjir Bandang yang terjadi di Wasior, Papua Barat pada tanggal 4 Oktober 2010 cukup banyak menelan korban, baik jiwa maupun harta. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana tersebut telah merenggut 144 korban tewas, 179 orang luka berat, 641 orang luka ringan dan 103 orang hilang (Antara, 11 Oktober 2010). Pemerintah menyatakan bahwa terjadinya banjir bandang di Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat baru-baru ini disebabkan faktor alam yaitu intensitas curah hujan yang tinggi. Otoritas setempat mengaku belum menemukan indikasi banjir bandang karena adanya pembalakan liar, sementara dari editorial Metro TV pada tanggal 6 Oktober 2010 menyatakan bahwa banjir Wasior diakibatkan oleh pembalakan liar. Lepas dari itu tulisan ini akan melakukan kajian meteorologis berkaitan dengan kejadian banjir tersebut. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) juga menyebutkan adanya perubahan suhu udara yang mengakibatkan peningkatan pertumbuhan awan pada malam sebelum kejadian banjir. Kawasan Wasior, Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, memang dikenal sebagai daerah yang rawan banjir bandang. Tercatat telah tiga kali banjir bandang berkekuatan besar telah menghempas pemukiman penduduk di distrik 1) tersebut, yaitu pada tahun 1955 dan tahun 2008. Namun dalam bencana banjir bandang sebelumnya tidak pernah memakan korban jiwa, sebab kala itu penduduk Wasior tidak sebanyak sekarang. Pada awalnya Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri PU menyatakan bahwa banjir Wasior diakibatkan oleh pembalakan liar, tetapi kemudian Menteri Pekerjaan Umum menegaskan kembali bahwa kejadian banjir di wilayah ini bukan karena pembalakan liar setelah melakukan analisis foto udara, karena dari hasil foto udara tidak tampak ada pengurangan jumlah hutan. 2) Data meteorologi yang sangat minim untuk wilayah Papua barat ini menyebabkan sulitnya mengetahui dengan pasti kejadian hujan yang terjadi pada saat sebelum bencana tersebut terjadi, dan berapa besar rata-rata curah hujan untuk wilayah tersebut. Penggunaan satelit sebagai alat untuk mengukur presipitasi telah banyak dikembangkan. Walaupun bukan merupakan pengukuran langsung, namun cakupan wilayahnya yang luas membuat data ini menjadi salah satu referensi yang cukup penting untuk pengukuran hujan di suatu wilayah, khususnya di wilayah yang sulit dijangkau. Data satelit meteorologi yang digunakan dalam tulisan ini adalah data TRMM. Data TRMM adalah data presipitasi (hujan) yang didapat dari satelit meteorologi TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) dengan sensornya PR (Precipitation Radar), TMI (TRMM Microwave Imager), dan VIRS (Visible and Infrared Scanner). Ada beberapa satelit meteorologi selain satelit TRMM, yaitu : Satelit DMSP (Defense Meteorological Satellite Program) dengan sensor SSM/I (Special Sensor Microwave Imager). Satelit Aqua dengan sensor AMSR-E (Advanced Microwave Scanning Radiometer-Earth Observing System). dan satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dengan sensor AMSU-B (Advanced Microwave Sounding Unit-B). Pada hasil akhirnya nanti, beberapa data dari hasil analisis beberapa satelit tersebut digabungkan/dikombinasikan untuk memproduksi data hujan (presipitasi) yang disebut dengan produk TRMM Multi-satellite Precipitation Analysis (TMPA) yang memiliki tingkat keakurasian data lebih baik dari data-data aslinya. Kajian ini mencoba menelaah kondisi atmosfer di wilayah itu pada saat sebelum sampai sesaat sebelum terjadinya bencana. Pada tulisan ini juga diuraikan hasil pengamatan kejadian hujan di wilayah Wasior berdasarkan data dari TRMM. II. METODE PENELITIAN 2.1. Lokasi Wasior (terletak di 2.716 LS, 134.5 BT) adalah sebuah distrik di kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat, Indonesia. Lokasinya terletak sekitar lebih dari 200 km sebelah Selatan dari Manokwari dan lebih dari 400 km sebelah Tenggara dari Sorong (gambar 1). Menurut 3) Aldrian, dari model REMO diketahui bahwa wilayah ini mempunyai pola hujan yang mirip dengan pola hujan di pulau Jawa, yaitu mempunyai puncak sedikit hujan pada pertengahan tahun. Akan tetapi, untuk daerah Wasior secara khusus belum ada penelitian mengenai pola hujannya, karena ketidak-adaannya penakar hujan di wilayah itu. JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 1 TAHUN 2011: 33-41 34

mekanisme perubahan iklim global dan memonitoring variasi lingkungan. Gambar 1. Lokasi Wasior terhadap Sorong dan Manokwari. (diambil dari Google Earth) 2.2. TRMM Untuk mengatasi ketiadaan data penakar hujan, digunakan data dari satelit TRMM. Satelit TRMM diluncurkan dengan roket H-II pada tanggal 27 November 1997 pada jam 6:27 pagi (waktu setempat) di pusat stasiun peluncuran roket milik JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) di Tanegashima, Jepang. TRMM membawa 5 buah sensor yaitu PR, TMI, VIRS, CERES (Clouds and the Earth's Radiant Energy System), dan LIS (Lightning Imaging Sensor). Akan tetapi yang sering digunakan untuk mengambil data hujan hanya dua jenis sensor yaitu PR dan TMI. TRMM disponsori oleh NASA (National Aeronautics and Space Administration) dari USA dan JAXA yang dulu disebut NASDA (National Space Development Agency) dari Jepang dan merupakan satelit pertama yang mengkhususkan diri untuk penelitian tentang hujan. Program TRMM adalah untuk penelitian jangka panjang yang didesain untuk studi tentang tanah, laut, udara, es, dan sistem total kehidupan di bumi3). TRMM mampu mengobservasi struktur hujan, jumlah dan distribusinya di daerah tropis dan sub tropis serta berperan penting untuk mengetahui 2.3. Metode Data TRMM 3B42RT merupakan data presipitasi dengan resolusi spasial dan temporal adalah 0.25 dan 3 jam. Data akumulasi curah hujan 3 jam untuk wilayah Wasior diambil dari website nasa di http://giovani.gsfc.nasa.gov. Sedangkan untuk analisis curah hujan historis dan kejadian hujan setiap 3 jam selama 24 bulan, digunakan data binary TRMM yang diambil dari ftp server milik nasa. Nilai presipitasi wilayah Wasior didapatkan dengan cara mengambil rata-rata dari 4 titik yang berdekatan. sedangkan untuk akumulasi curah hujan selama kejadian banjir dilakukan dengan membandingkan 12 data yang berdekatan. III. PEMBAHASAN 3.1. Curah Hujan Historis Variasi tahunan curah hujan untuk wilayah Wasior, Papua Barat dapat dilihat pada gambar 2. Gambar ini merupakan rata-rata akumulasi curah hujan bulanan berdasarkan nilai presipitasi data TRMM 3B43 dari tahun 2007-2009. Terlihat pada gambar ini bahwa pola curah hujan bulanan di Wasior berkisar antara 240-500 mm. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei dan tertinggi pada bulan Agustus. Bulan Oktober termasuk mempunyai curah hujan yang tinggi, yaitu 436 mm. Menurut Islam dan Uyeda 4 ) yang membandingkan data TRMM dengan penakar hujan menyebutkan bahwa perhitungan curah hujan dengan TRMM terlihat lebih besar dibandingkan penakar hujan pada saat premonsoon di Bangladesh, tapi lebih rendah pada saat monsoon. Gambar 2. Variasi tahunan curah hujan di Wasior 35

Dari analisis pola curah hujan ini terlihat bahwa pada bulan Oktober daerah Wasior mempunyai curah hujan yang cukup tinggi sehingga mempunyai potensi kejadian hujan dengan intensitas yang besar yang dapat menyebabkan banjir. 3.2. Analisis sinoptik dan citra satelit cuaca Untuk mengetahui kondisi penyebab banjir di Papua Barat, perlu dilihat kondisi metorologis dan sinoptiknya sebelum kejadian bencana tersebut. Gambar 3 adalah gambar gradient wind untuk tanggal 3 Oktober 2010 pukul 12UTC (pukul 21 WIT) semakin putih / cerah piksel tersebut semakin dingin suhunya / semakin tinggi puncak awannya. Secara umum awan hujan (jenis Cumulus dan Cumulonimbus) dicirikan dengan warna yang cerah dan kontras dengan lingkungannya. Dari analisis citra satelit cuaca menunjukkan bahwa sejak siang hari sebelum kejadian banjir, hampir seluruh wilayah bagian Utara dari Papua Barat diselimuti oleh awan-awan. Awan-awan tersebut mulai muncul sekitar pukul 15.00 WIT, dan tampak semakin lama semakin tebal. Terlihat pada gambar ini bahwa pada pukul 21.00 WIT, tutupan awan di wilayah sekitar Wasior cukup tebal. Awan-awan tersebut bertahan lama karena mendapat suplai uap air dari samudra Pasifik. Gambar 3. Gradient Wind tanggal 3 Oktober 2010, 12z. (dari BOM, Australia). Dari analisis gradient wind terlihat bahwa ternyata di wilayah Papua tidak terdapat pumpunan tekanan rendah maupun pumpunan tekanan tinggi, pola tekanan rendah pada saat itu terkonsentrasi di wilayah Indonesia bagian Barat dan sebelah Barat Australia. Tekanan rendah di sebelah Barat Australia berpotensi menarik massa udara di wilayah Samudera Pasifik yang kaya akan massa uap air dikarenakan nilai SST (Sea Surface Temperature) yang masih hangat. Penarikan massa uap air ini akan melalui wilayah Papua yang dapat menyebabkan potensi pertumbuhan awan yang cukup banyak, sehingga meskipun daerah Papua pada saat itu bukan merupakan daerah konvergensi tetapi pertumbuhan awan cukup banyak terjadi akibat masuknya massa uap air dari wilayah Pasifik. Selain itu kemungkinan lain yang menunjukkan konvergensi (penumpukan massa uap air) yang dapat menyebabkan pertumbuhan awan yang menghasilkan hujan lebat adalah karena efek orografik pegunungan Papua Hal tersebut diatas dapat dilihat dari tutupan awan yang ditunjukkan pada gambar citra satelit tanggal 3 Oktober 2010 12 UTC (gambar 4). Citra tersebut diambil dengan sensor Infrared sehingga Gambar 4. Tutupan awan dari sensor Infrared pada tanggal 3 Oktober 2010, jam 12z (dari Kochi University). 3.3. Kejadian Hujan Gambar 5 di bawah ini adalah deretan gambar kejadian hujan di Papua Barat dari tanggal 3 Oktober 2010 pukul 15.00 WIT sampai tanggal 4 Oktober 2010 pukul 18.00 WIT. Tampak pada gambar-gambar tersebut bahwa presipitasi di Wasior diatas 20 mm mulai pukul 21.00 sampai pukul 09.00 WIT. Wilayah hujannya pun cukup luas, meliputi pesisir teluk Cendrawasih. Data TRMM yang digunakan dalam tulisan ini merupakan data TRMM 3B42RT, yang berupa data multi-satellite precipitation analysis. Data ini menggunakan kombinasi optimal dari visual dan infrared dengan microwave data. Keluaran dari produk ini adalah nilai presipitasi suatu wilayah dengan resolusi spasial 0.25 x 0.25 dan resolusi waktu 3 jam dengan time lag sekitar 6 jam. Beberapa gambar TRMM diproses di http://giovanni.gsfc.nasa.gov, sedangkan data curah hujan 3 jam-an Wasior diambil dari website NASA. JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 1 TAHUN 2011: 33-41 36

Gambar 5 (a-l). Daerah sebaran hujan dari tanggal 3 Oktober 2010 jam 15 WIT sampai tanggal 4 Oktober 2010 jam 18 WIT. Akumulasi curah hujan di Wasior dari 3-4 Oktober setiap 3 jam mulai dari tanggal 3 Oktober 2010 pukul 06z (15.00 WIT) sampai tanggal 4 Oktober 2010 pukul 12z (21.00 WIT), ditunjukkan pada gambar 5(a-l). Terlihat pada gambar-gambar tersebut bahwa hujan mulai terlihat di wilayah Wasior sejak pukul 18.00 WIT (gambar 5-b), dan puncaknya pukul 00.00 WIT (gambar 5-d) hujan 37

yang terkonsentrasi di wilayah tersebut semakin banyak dan meluas. Setelah pukul 06.00 WIT (gambar 5-f), intensitas hujan mulai turun dan berhenti sekitar pukul 12.00 WIT (gambar 5-h). Namun pada pukul 18.00 (gambar 5-k), hujan terlihat muncul kembali di wilayah tersebut walaupun tidak terlalu tinggi intensitasnya. Untuk melihat berapa besarnya curah hujan di Wasior, diambil rata-rata akumulasi curah hujan dari 4 grid data TRMM yang berdekatan dengan koordinat 2.75 S 134.50 E. Gambar 6 adalah ratarata akumulasi curah hujan dari tanggal 3 Oktober 2010 pukul 15.00 WIT sampai 4 Oktober 2010 pukul 21.00 WIT. Gambar 7. Akumulasi curah hujan selama kejadian hujan dari tanggal 3 oktober pukul 21.00 WIT sampai tgl. 4 Oktober pukul 18.00 WIT Pada Tabel 1 di bawah ini ditunjukkan beberapa nilai curah hujan untuk 12 grid yang terdekat dengan lokasi Banjir. Gambar 6. Rata-rata akumulasi curah hujan Wasior dari tanggal 3 Oktober 2010 pukul 15.00 WIT sampai 4 Oktober 2010 pukul 21.00 WIT. Dari Gambar 6 di atas terlihat bahwa Intesitas curah hujan yang tinggi terjadi pada tanggal 4 Oktober 2010 pukul 00.00 WIT sebesar 63.4 mm/3jam, dan jam 06.00 WIT sebesar 60.9 mm/3jam. Setelah pukul 09.00 WIT curah hujan berangsur-angsur menurun intensitasnya. Pada pukul 18.00 terlihat meningkat kembali walaupun tidak terlalu tinggi. Dilihat dari durasi hujannya, kejadian hujan tanggal 4 Oktober ini hampir terjadi sepanjang hari dengan perkiraan jeda waktu siang sampai sore hari. Gambar 7 adalah sebaran akumulasi curah hujan dari tanggal 3 Oktober jam 15.00 WIT sampai dengan tanggal 4 Oktober 2010 jam 12.00 WIT (selama 24 jam), dan tabel akumulasi curah hujan untuk jangka waktu yang sama pada beberapa grid yang berdekatan dengan Wasior (Tabel 1). Dari gambar 7 terlihat bahwa selama durasi waktu tersebut, seluruh teluk Cendrawasih tampak terjadi hujan dengan jumlah total curah hujan selama 24 jam diatas 40 mm, namun konsentrasi hujan tertinggi berada di sekitar Wasior dengan intensitas curah hujannya lebih 150 mm/hari. Tabel 1. Akumulasi curah hujan selama kejadian hujan dari tanggal 3 Oktober pukul 21.00 WIT sampai tgl. 4 Oktober pukul 18.00 WIT, yang diambil dari 12 grid yang terdekat dengan Wasior. Latitude Longitude Akumulasi CH (mm) -2.75 134 120.78-2.75 134.25 181.32-2.75 134.5 246.84-2.75 134.75 245.34-2.5 134 104.34-2.5 134.25 145.77-2.5 134.5 162.51-2.5 134.75 237.63-2.25 134 108.12-2.25 134.25 101.52-2.25 134.5 105.87-2.25 134.75 103.47 Rerata (mm) 155.3 Terlihat pada tabel tersebut bahwa akumulasi curah hujan berkisar antara 101.5-246.8 mm dengan rata-rata total adalah 155.3 mm. Namun jika diambil 4 titik terdekat, yaitu yang berada diantara 134.3 E<lon<134.8 E dan 2.5 S<lat<3.0 S, rata-ratanya adalah 223 mm. Nilai curah hujan ini termasuk dalam hujan ekstrim karena jauh lebih tinggi dari rata-rata hariannya dan dengan curah hujan seperti ini, apalagi dalam JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 1 TAHUN 2011: 33-41 38

waktu yang cukup lama, dapat memicu kejadian tanah longsor. 3.4. Diskusi Hasil analisis kejadian hujan pada bab sebelumnya menunjukkan bahwa dengan curah hujan diatas 60 mm/3jam atau total curah hujan diatas 223 mm/hari dapat menimbulkan bencana banjir bagi wilayah Wasior. Pada bab ini akan ditunjukkan hasil analisis kejadian hujan dari bulan Oktober 2008 sampai September 2010 (24 bulan) dengan menggunakan data TRMM, untuk melihat apakah pernah terjadi kejadian hujan yang sama seperti kejadian tanggal 4 Oktober 2010. Meskipun demikian análisis ini mempunyai keterbatasan karena data TRMM bukanlah data yang terukur di lapangan tetapi data pengukuran secara tidak langsung dengan menggunakan satelit seperti dijelaskan sebelumnya. Berikut adalah Scatter plot dari nilai curah hujan 3 jam-an ditunjukkan pada gambar 8. Nilai curah hujan dikelompokkan berdasarkan waktu kemunculannya, dan masingmasing bulan di plot berderet ke samping. Pada gambar ini tampak bahwa nilai curah hujan lebih banyak terkonsentrasi di bagian bawah, yang menunjukkan bahwa hujan dengan intensitas rendah lebih banyak dibandingkan dengan curah hujan tinggi. Hujan terlihat lebih sering muncul pada malam hari sampai dengan pagi hari sebelum jam 09 WIT dengan intensitas yang bervariasi. Hujan dengan intensitas diatas 50 mm/3 jam yang terjadi antara tengah malam sampai pukul 9 pagi, ini menunjukkan bahwa hujan dengan intensitas sama ataupun lebih besar dari kejadian pada tanggal 4 Oktober 2010 pernah terjadi di Wasior sebelumnya. Seluruh data yang mempunyai nilai akumulasi curah hujan sebesar lebih dari 50 mm per 3 jam dihitung total akumulasi curah hujannya selama satu kejadian hujan. Satu kejadian hujan ekstrim ini dihitung dengan menjumlahkan seluruh akumulasi curah hujan yang berurutan (tidak ada curah hujan bernilai 0.0 mm pada satu kejadian hujan). Selama 24 bulan tersebut ditemukan 17 kejadian hujan yang mempunyai minimal satu kejadian hujan dengan intensitas lebih dari 50 mm/ 3jam (tabel 2). Sebagai perbandingan, di bagian paling bawah dalam Tabel 2 tersebut ditampilkan juga nilai curah hujan pada saat kejadian hujan tanggal 3-4 Oktober 2010. Gambar 8. Kejadian hujan dari bulan Oktober 2008 sampai September 2010 (24 bulan) dengan menggunakan data TRMM 39

Akumulasi curah hujan pada ke 17 data hujan tersebut berkisar antara 75.6-164.3mm, dengan durasi hujan berkisar antara 9 sampai 18 jam. Durasi hujan dalam tulisan ini dihitung berdasarkan data curah hujan 3 jam-an. Kejadian hujannyapun bervariasi dan hampir ada disetiap bulan, namun terlihat ada peningkatan jumlah kemunculan pada tahun 2010 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Tabel 2. Kejadian hujan yang terjadi antara bulan Oktober 2008 sd. September 2010, yang mempunyai curah hujan lebih dari 50 mm/3 jam Jumlah kejadian hujan dengan curah hujan yang tinggi seperti ini paling banyak terjadi pada bulan September 2010, yaitu 4 kejadian. Namun dari ke 17 kejadian hujan ekstrim tersebut total akumulasi curah hujannya masih lebih kecil dari kejadian tanggal 4 Oktober 2010, yaitu sebesar 178.3 mm per kejadian hujan, durasi hujannya pun tidak sebesar kejadian hujan pada saat terjadi bencana, yang mencapai 21 jam. Dari data ini terlihat bahwa hujan pada tanggal 3-4 Oktober 2010 memang cukup besar dilihat dari durasinya maupun intensitasnya dibandingkan kejadian-kejadian hujan sebelumnya di Wasior, sehingga memungkinkan kejadian hujan tersebut memicu terjadinya bencana banjir di wilayah tersebut. IV. KESIMPULAN P e m e r i n t a h D a e r a h P a p u a B a r a t menyebutkan bahwa bencana banjir yang menimpa wilayah Wasior pada tanggal 4 Oktober 2010 merupakan bencana yang terjadi akibat curah hujan yang tinggi. Analisa data meteorologi global menunjukkan potensi pertumbuhan awan yang cukup besar di atas wilayah Wasior. Data analisa kejadian hujan dengan TRMM pada saat sebelum sampai setelah terjadinya bencana menunjukkan adanya hujan dengan intensitas curah hujan yang lebih tinggi dari rata-rata. Dalam satu hari tercatat lebih dari 233 mm hujan dengan maksimum curah hujannya setiap 3 jam adalah 60 mm. Hasil pengolahan data TRMM selama 24 bulan terakhir (Oktober 2008 - September 2010) menunjukkan bahwa kejadian hujan dengan curah hujan lebih dari 60 mm/3 jam pernah terjadi selama beberapa kali dalam kurun waktu tersebut. Akan tetapi total akumulasi curah hujan pada masingmasing kejadian hujan tersebut tidak lebih besar dari yang terjadi pada tanggal 4 Oktober 2010. Wa l a u p u n h a s i l a n a l i s i s k o n d i s i meteorologis sebelum kejadian banjir mendukung terjadinya hujan yang cukup deras dan intens, namun kejadian hujan yang serupa juga sudah pernah terjadi sebelumnya tanpa menimbulkan bencana. Maka dari itu, untuk mengetahui penyebab bencana Wasior, bukan hanya dilihat dari kejadian hujannya saja namun kondisi lahan juga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mempelajarinya melalui peta satelit atau foto udara. Selain itu juga, untuk mendapatkan perkiraan nilai curah hujan yang lebih tepat dari data satelit, perlu dilakukan perbandingan antara pengukuran curah hujan dengan TRMM dan penakar hujan di wilayah ini. V. DAFTAR PUSTAKA 1) Teluk Wondama Sesalkan Pemberitaan Pembalakan Liar di Wasior (2010). (http://www.tempoin teraktif.com/hg/ nusa_lainnya/2010/10/14/brk,20101014-284632,id.html) diakses tanggal 15 Oktober 2010. 2) Kirmanto, D (2010), Illegal Logging Bukan P e n y e b a b B e n c a n a W a s i o r. JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 12 NOMOR 1 TAHUN 2011: 33-41 40

(http://www.pikiran-akyat.com/node/ 124505), diakses tanggal 20 Oktober 2010. 1) Aldrian, E., R. D. Susanto, (2003), Identification of three dominant rainfall regions within Indonesia and their relationship to sea surface temperature, International Journal of Climatology, 23, 1435-1452, DOI: 10.1002/joc.950 1) Md. Nazrul Islam, Hiroshi Uyeda, Use of TRMM in determining the climatic characteristics of rainfall over Bangladesh, Remote Sensing of Environment, 108(3), 15 June 2007, 264-276, DOI: 10.1016/j.rse.2006. 11.011. 41