Kemampuan Peternak dalam Memahami Sifat Kualitatif Itik Kerinci

dokumen-dokumen yang mirip
Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

I. PENDAHULUAN. potensi alam didalamnya sejak dahulu kala. Beragam sumber daya genetik hewan

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 360/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PELEPASAN GALUR ITIK ALABIMASTER-1 AGRINAK

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF DAN UKURAN TUBUH PADA ITIK TEGAL, ITIK MAGELANG, DAN ITIK DAMIAKING

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari dara

Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

Tilatang Kamang Kabupaten Agam meliputi Nagari Koto Tangah sebanyak , Gadut dan Kapau dengan total keseluruhan sebanyak 36.

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN

Identifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan

Identifikasi sifat-sifat Kualitatif ayam Wareng Tangerang. Andika Mahendra

POTENSI AYAM GALUR BARU KUB LITBANG PERTANIAN DALAM MENDUKUNG RUMAH PANGAN LESTARI DI PROVINSI JAMBI.

ANALISIS FEASIBILITAS USAHA TERNAK ITIK MOJOSARI ALABIO

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) ABSTRACT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

Sebaran Bangsa Sapi Potong di Provinsi Jambi

EFISIENSI USAHA PEMBIBITAN ITIK MODERN DAN TRADISIONAL PADA SKALA RUMAH TANGGA DI KABUPATEN LEBONG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

I PENDAHULUAN. Salah satu sumber daya genetik asli Indonesia adalah domba Garut, domba

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

KARAKTERISASI MORFOLOGI ITIK ALABIO (Anas Platyrhynchos Borneo) DI WILAYAH SENTRA PENGEMBANGAN KALIMANTAN SELATAN

Ukuran Populasi Efektif, Ukuran Populasi Aktual dan Laju Inbreeding Per Generasi Itik Lokal di Kecamatan Tilatang Kamang Kabupaten Agam ABSTRACT

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENGELUARAN BIBIT SAPI BALI SENTRA TERNAK SOBANGAN

PENDAHULUAN. lebih murah dibandingkan dengan daging ternak lain seperti sapi dan domba.


Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga Petani Peternak Itik pada Pola Usahatani Tanaman Padi Sawah di Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci

SeminarNasional Peternakan dan Veteriner ARGONO R. SET10K0 1 dan ISTIANA 2

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

PENGEMBANGAN AYAM NUNUKAN DAN PERMASALAHANNYA DI KALIMANTAN TIMUR

KARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

Karakteristik Fenotipe Itik Alabio (Anas platyrhynchos Borneo) di Kalimantan Selatan

Daging itik lokal memiliki tekstur yang agak alot dan terutama bau amis (off-flavor) yang merupakan penyebab kurang disukai oleh konsumen, terutama

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

IDENTIFIKASI SIFAT-SIFAT KUALITATIF PADA ITIK LOKAL (Anas platyrhyncos), ENTOK (Cairina moschata) DAN TIKTOK JANTAN SKRIPSI. Oleh M.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2389/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN DOMBA SAPUDI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

PELUANG DAN POTENSI USAHA TERNAK ITIK DI LAHAN LEBAK ABSTRAK

E

Karakteristik Kuantitatif Sapi Pasundan di Peternakan Rakyat... Dandy Dharma Nugraha KARAKTERISTIK KUANTITATIF SAPI PASUNDAN DI PETERNAKAN RAKYAT

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR ITIK PERSILANGAN PEKING X ALABIO (PA) DAN PEKING X MOJOSARI (PM) YANG DIINSEMINASI ENTOK JANTAN

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

L. HARDI PRASETYO : Siralegi dan Peluang Pengembangan Pembibitan Ternak ilik usahanya dengan orientasi skala komersial. HARDJOSWORO et al. (2002) meny

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan sumberdaya genetik

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Desa Kamruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi,

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

I. PENDAHULUAN. nasional yang tidak ternilai harganya (Badarudin dkk. 2013). Ayam kampung

KARAKTERISTIK UKURAN TUBUH KERBAU RAWA DI KABUPATEN LEBAK DAN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

I PENDAHULUAN. sebagai alternatif sumber protein hewanidi masyarakat baik sebagai penghasil telur

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi

Budidaya Bebek Peking Sangat Menjanjikan

KARAKTERISTIK UKURAN KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Heterosis Persilangan Itik Tegal dan Mojosari pada Kondisi Sub-Optimal

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI JAWA BREBES (JABRES) DI KABUPATEN BREBES

PEMANFAATAN BEKICOT SAWAH (TUTUT) SEBAGAI SUPLEMENTASI PAKAN ITIK UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS ITIK PETELUR DI DESA SIMOREJO-BOJONEGORO

ANALISIS EFISIENSI USAHA DAN KONTRIBUSI PENDAPATAN PETERNAK KELINCI DI KABUPATEN BANYUMAS

PENINGKATAN PERFORMA DAN PRODUKSI KARKAS ITIK MELALUI PERSILANGAN ITIK ALABIO DENGAN CIHATEUP

PERFORMANS AYAM MERAWANG BETINA DEWASA BERDASARKAN KARAKTER KUALITATIF DAN UKURAN- UKURAN TUBUH SEBAGAI BIBIT

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

PENDAHULUAN Latar Belakang

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak yang Iebih besar. Selain itu jumlah bagian dagingnya lebih banyak d

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG

PRODUKTIVITAS ITIK TEGAL DI DAERAH SENTRA PENGEMBANGAN PADA PEMELIHARAAN INTENSIF

KARAKTERISTIK UKURAN ORGAN DALAM KARKAS ITIK GENOTIPE PEKING x ALABIO DAN PEKING x MOJOSARI

KARAKTERISTIK KUALITATIF DAN UKURAN-UKURAN TUBUH AYAM WARENG TANGERANG

ANALISIS PROFITABILITAS USAHA PETERNAKAN AYAM BROILER DENGAN POLA KEMITRAAN DI KECAMATAN LIMBANGAN KABUPATEN KENDAL

Bibit sapi potong - Bagian 3 : Aceh

Karakteristik Morfologi Rusa Timor (Rusa timorensis) di Balai Penelitian Ternak Ciawi

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1055/Kpts/SR.120/10/2014 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Itik

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

Dudi Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

PRODUKSI TELUR PERSILANGAN ITIK MOJOSARI DAN ALABIO SEBAGAI BIBIT NIAGA UNGGULAN ITIK PETELUR

Transkripsi:

Kemampuan Peternak dalam Memahami Sifat Kualitatif Itik Kerinci Sari Yanti Hayanti dan Masito Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi *) Email: drh.sari.bptpjambi@gmail.com Abstrak Itik kerinci merupakan kekayaan genetik lokal yang dimiliki Propinsi Jambi. Sebagai komoditas usaha ternak yang memiliki peranan penting, itik kerinci perlu dilestarikan dan dilindungi. Kemampuan dalam memahami sifat kualitatif yang dimiliki itik kerinci oleh peternak merupakan salah satu upaya melestariakan itik kerinci, sehingga peternak memiliki pertimbangan dalam membiakkan itik dengan rumpun yang berbeda. Tujuan penelitian adalah untuk mengukur kemampuan peternak dalam memahami sifat kualitatif itik kerinci. Penelitian dilakukan di sentra peternakan itik kerinci di Kecamatan Air Hangat, Kabupaten Kerinci pada tahun 2013. Penelitian melibatkan 40 peternak itik sebagai responden dan menggunakan alat bantu kuisioner. Hasil penelitian ditabulasi dengan menggunakan Microsoft Excel. Hasil penelitian kemudian dianalisis dengan menggunakan software SPSS 18. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman beternak itik pelaku utama 17,3 tahun, dengan rata-rata pendidikan terakhir adalah SMP (57,5 %). Hasil analisis menunjukkan bahwa hanya pengalaman beternak dan tingkat pendidikan yang berpengaruh signifikan terhadap kemampuan peternak dalam mengenal dan menjabarkan ciri-ciri fenotipe itik kerinci. Dari 40 responden hanya 57,5 % (24 peternak) menyatakan mengenal sifat kualitatif itik kerinci, namun dari 24 peternak hanya 87,5% responden yang mampu menjabarkan sifat kualitatif itik kerinci. Kata Kunci : Itik Kerinci, Sifat Kualitatif, Jambi Abstrac Kerinci is the genetik wealth of ducks that are locally owned Province of Jambi. The livestock business as a commodity has an important role, ducks kerinci need to be conserved and protected. The ability to understand the qualitative properties owned by rancher kerinci duck is one of the efforts to preserve the ducks kerinci, so breeders have procreative ducks with consideration in different languages. The purpose of the research was to gauge the ability breeders in understanding the nature of qualitative kerinci ducks. Research done at the centers of the duck farms in district of kerinci, Kerinci Regency, warm water in 2013. The research involves a 40 breeder ducks as respondents and questionnaires using the tools. Research results tabulated by using Microsoft Excel. Research results are then analyzed by using SPSS software 18. The results showed that the experience of raising ducks protagonists 17.3 years, with an average education was SMP. Results of analysis showed that only the experience of raising and level of education a significant effect on the ability of breeders in the know and outlines the characteristics of phenotype ducks kerinci. Of the 40 respondents only 57,5% (24 breeders) claimed to know the nature of qualitative ducks kerinci, but than 24 breeders only 87,5% of respondents who were able to describe the qualitative nature of ducks kerinci. Keywords: Duck Kerinci, Qualitative Traits, Jambi

PENDAHULUAN Ternak merupakan sumber pangan yang memiliki nilai penting bagi manusia. Itik merupakan salah satu ternak yang menjadi sumber pangan hewani. Sebagai sumber pangan penghasil daging dan telur, itik telah diminati masyarakat sejak lama. Walaupun gaung itik tidak sebaik jenis unggas lainnya seperti ayam kampung dan ayam bukan ras, namun karena daging dan telur itik masih diminati masyarakat. Indonesia memiliki banyak rumpun itik yang memiliki karakteristik beragam. Provinsi Jambi memiliki rumpun itik yang dikenal dengan itik kerinci yang menjadi sumber daya genetik lokal. Sejak tahun 2012 Itik kerinci telah disahkan menjadi salah satu itik percontohan nasional yang tertuang pada Peraturan Menteri Pertanian No. 2834/Kpts/LB.430/8/2012. Peraturan tersebut menyatakan bahwa itik kerinci merupakan salah satu rumpun itik lokal yang harus dilindungi dan dilestarikan. Bagi masyarakat kerinci, itik kerinci yang merupakan penghasil daging dan telur telah menjadi sumber mata pencaharian. Itik kerinci memiliki peranan yang sangat penting bagi peternak, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan. Pemuliaan merupakan salah satu upaya pelestarian plasma nutfah. Dengan pemuliaan maka karateristik suatu rumpun plasma nufah mampu dipertahankan. Namun, keberhasilan pemuliaan suatu ternak pada akhirnya ditentukan oleh peranan peternak. Menurut Setiadi B dan K Diwyanto (2006) peternak dapat menjadi salah satu penyebab hilangnya karakteristik yang dimiliki oleh ternak. Hal tersebut menunjukkan bahwa kontribusi peternak merupakan kunci penting dalam keberhasilan dalam pemuliaan suatu plasma nutfah. Salah satu upaya yang perlu dilakukan peternak dalam menjaga dan meningkatkan kelestarian itik kerinci adalah dengan mempertahankan karakteristik yang dimiliki itik kerinci. Mempertahankan karakteristik itik kerinci dapat dimulai dengan mengenal ciri-ciri itik kerinci secara kualitatif. Tujuan penelitian adalah untuk mengukur kemampuan peternak dalam memahami ciri-ciri secara kualitatif melalui sifat fenotipik itik kerinci. Metode Penelitian Materi penelitian yang digunakan adalah 40 peternak sebagai responden, kuesioner dan alat tulis lainnya. Penelitian dilakukan pada tahun 2013 dari bulan April sampai dengan Oktober. Penelitian dilakukan dengan metode survey. Pemilihan peternak dilakukan dengan menggunakan metode sampling. Sampel penelitian diambil secara acak di tiga desa di Kecamatan Air Hangat. Data yang diperoleh adalah data primer berupa karakteristik peternak

yang terdiri dari usia peternak, tingkat pendidikan, pengalaman dan mengetahui rumpun itik kerinci dan itik lainnya serta kemampuan menjabarkan ciri-ciri kualitataif itik kerinci. Data yang diperoleh kemudian ditabulasi dengan menggunakan Microsoft excel. Data yang telah ditabulasi diolah menggunakan spss 18. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi geografis dan ekologi yang berbeda dalam satu wilayah telah menghasilkan keanekaragaman genetik pada komoditas ternak. Itik kerinci merupakan kekayaan genetik yang memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat kerinci. Potensi genetik itik kerinci memiliki nilai kuntungan ekonomi dan bahan makanan yang memiliki nilai kesehatan bagi masyarakat. Pemeliharaan itik kerinci hingga saat ini masih berjalan karena itik kerinci masih menjadi salah satu komoditas yang dibutuhkan masyarakat. Selain karena kebutuhan pasar, pemeliharaan itik kerinci masih ada dikarenakan bahan pakan yang masih cukup tersedia. Berdasarkan data BPS Kabupaten kerinci tahun 2012 bahwa mata pencaharian utama masyarakat adalah petani padi. Usaha tani padi yang dilakukan masyarakat kerinci akan menghasilkan limbah, yang dapat menjadi sumber pakan ternak. Ketersedian bahan pakan yang berasal dari limbah padi yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh peternak itik sebagai pakan. Ketersediaan limbah padi sepanjang waktu dan manfaat limbah sebagai pakan bagi peternak telah membentuk suatu sistem integrasi satu arah dalam pemeliharaan itik kerinci. Peternak berperan penting sebagai pemegang kendali dalam menjaga kemurnian ataupun meningkatkan kualitas suatu rumpun ternak termasuk komoditas itik kerinci. Menurut Setiadi B dan Kusuma Diwyanto (2006) bahwa petani telah terlibat langsung dalam perbaikan suatu rumpun ternak secara tradisional dengan jangka waktu yang lebih lama, dengan menggunakan rumpun tersebut dalam usaha ternak sehingga secara langsung dilestarikan. Namun demikian peternak juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan genetik pada suatu rumpun ternak. Perubahan genetik dapat menjadi suatu rumpun plasma nutfah punah dan tidak dapat dibentuk lagi. Pengurasan sumber daya plasma nutfah perlu diwaspadai karena bibit (unggul) pertanian masa kini dibentuk melalui program pemuliaan dan atau bioteknologi merupakan rakitan plasma nutfah yang mungkin merupakan bibit unggul masa lalu (Brahmantiyo B., A. R. Setioko, dan L. H. Prasetyo, 2002). Pelaksanaan kegiatan usaha ternak sangat membutuhkan perhatian yang besar dari peternak. Perhatian tersebut bukan hanya dalam hal biaya, namun juga penguasaan peternak

terhadap sifat-sitat dan ciri-ciri kualitatif itik kerinci. Peranan peternak dalam mempertahankan genetik itik kerinci dapat dipengaruhi kemampuan peternak dalam memahami sifat-sifat kualitatif ternak. Kemampuan peternak dalam memahami sifat-sifat kualitatif ternak dapat dipengaruhi karakteristik peternak seperti tingkat umur peternak, tingkat pendidikan, lama memelihara ternak/pengalaman, intensitas kontak dengan ternak dan keinginan peternak memahami ciri-ciri itik kerinci. Karakteristik yang dimiliki peternak tersebut memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Karakteristik Peternak dalam Memahami Sifat Kualititatif Itik Usaha ternak itik kerinci yang dilaksanakan masyarakat kerinci umumnya masih dalam skala kecil. Menguasai sifat kualitatif itik kerinci merupakan salah satu tahapan yang sangat diperlukan dalam menjaga keberlanjutan usaha ternak itik kerinci. Usaha ternak dalam skala kecil dalam pelaksanaan pemeliharaan dan pemasaran ternak sering kali masih dipengaruhi oleh usia pelaku usaha. Usia pelaku usaha memberikan pengaruh terhadap kemampuan berpikir dan tenaga yang dicurahkan dalam melakukan usaha ternak termasuk dalam mengenal dan memahami sifat kualitatif itik kerinci. Tenaga dan kemampuan berpikir manusia merupakan unsur yang penting dalam melakukan suatu usaha. Cara berpikir positif dan penggunaan tenaga yang efektif berada pada tingkat usia yang produktif. Penggolongan karakteristik usia produktif di dasarkan pada Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan (2011) yang menyatakan rentang usia 15-60 tahun termasuk usia produktif. Menurut, Darliati (2012) jika pelaku usaha memiliki cara berpikir positif dan tenaga yang efektif maka akan mengahasilkan dampak yang menguntungkan bagi peternak. Selain usia peternak, tingkat pendidikan peternak dan pengalaman beternak akan memberikan pengaruh terhadap pola berpikir dalam memahami sifat kualitatif ternak. Karakteristik peternak itik Kabupaten Kerinci dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik (Usia, Tingkat Pendidikan, dan Pengalaman) Peternak Itik Kerinci No. Pengamatan (%) 1. Usia (Tahun) 15-30 5 30-40 35 41-60 60 2. Tingkat Pendidikan SD- SLTP 57,5 SLTA 37,5 PT 5 3. Pengalaman Beternak < 5 tahun 22,5 5-10 tahun 25

> 10-20 tahun 52,5 Tabel 1. Menunjukkan bahwa tingkat usia peternak Itik Kerinci berada pada usia produktif (15-64 tahun), dengan tingkat pendidikan terakhir yang dominan sebanyak 57,5% adalah SD-SLTP (pendidikan dasar), dan pengalaman beternak yang paling relatif lama adalah lebih dari 5 tahun (77,5%). Pada karakteristik peternak hanya pengalaman peternak dan tingkat pendidikan yang berpengaruh nyata terhadap kemampuan menjabarkan ciri-ciri itik kerinci. Pengalaman peternak, berpengaruh nyata (< 0,05 %) terhadap kemampuan peternak menjabarkan ciri-ciri itik kerinci sehingga dapat diasumsikan bahwa semakin lama peternak melakukan pemeliharaan itik kerinci peternak semakin mengenal itik kerinci. Tingkat pendidikan berpengaruh nyata (< 0,05 %) terhadap kemampuan peternak dalam menjabarkan ciri-ciri itik kerinci, sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan peternak maka peternak semakin mampu menjabarkan ciriciri itik kerinci dan semakin rendah tingkat pendidikan peternak semakin tidak mampu peternak menjabarkan ciri-ciri itik kerinci. Hal ini sependapat dengan hasil penelitian Fatati (2006) yang menyatakan bahwa pengalaman beternak dan tingkat pendidikan memberikan pengaruh dalam pengembangan usaha ternak itik kerinci. Pendidikan berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam memahami sesuatu, makin tinggi pendidikan cenderung akan lebih banyak input dalam struktur kognisinya, dengan memiliki pendidikan formal lebih tinggi akan memiliki motivasi yang tinggi dan wawasan yang luas dalam menganalisis sesuatu kejadian (Rahmat D, 2010). Hal ini menunjukkan bahwa dalam memahami sifat kualitatif itik kerinci peternak lebih dipengaruhi oleh faktor pengalaman beternak dan tingkat pendidikan peternak. Usaha peternak dalam memahami sifat kualitatif ternak itik kerinci dapat lebih dipengaruhi oleh pola pikir sehingga mampu membuat suatu konsep. Konsep yang muncul akibat pola pikir biasanya akan lebih mudah dilakukan oleh peternak yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi. Peternak dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kemampuan berpikir yang lebih luas dan memiliki kemampuan mengumpulkan informasi. Kemampuan berpikir yang lebih luas banyaknya informasi yang dikumpulkan pada akhirnya membuat peternak tidak hanya berusaha menguasai sistem pemeliharaan ternak, tapi beranjak pada peningkatan kemampuan dalam membedakan bangsa itik kerinci dengan itik lainnya dalam upaya memilih induk sebagai bibit (Prasetyo L. H, 2006). Kemampuan peternak yang telah terbentuk dalam memahami sifat-sifat kuantitatif itik kerinci dapat digunakan dalam upaya dalam menghasilkan keturunan galur murni itik kerinci. Namun, dengan tingkat pendidikan dasar yang dimiliki oleh hampir seluruh responden, menyebabkan belum seluruh peternak

memiliki keinginan dalam mamahami itik kerinci. Tingkat pendidikan dasar berpengaruh terhadap pola pikir yang terbentuk lebih lambat dan tidak adanya upaya dalam mencari informasi mengenai pentingnya pemahaman sifat kualitatif itik kerinci. Kemampuan Peternak Memahami Sifat Kualitatif Itik Kerinci Banyaknya sumber daya genetik lokal yang punah, telah menimbulkan keprihatinan banyak pihak, seperti beberapa petani yang membutuhkan sumber daya genetik tersebut. Namun, Setiadi B dan K Diwyanto (2006) Keanekaragaman yang berlimpah justru memunculkan asumsi bagi beberapa ahli yang menyatakan bahwa kehilangan plasma nutfah (sumber daya genetik) tidak menjadi masalah dan dapat diatasi dengan pemanfaatan teknologi mutakhir. Punahnya sumber daya genetik lokal disebabkan perubahan sistem dalam pemeliharaan guna menghasilkan ternak dan menyebabkan terbatasnya sumber daya yang akan dikonservasi (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, 2011). Sumber daya genetik yang punah akan menyebabkan hilangnya potensi yang belum banyak digali dan sumber daya genetik tersebut tidak dapat dibentuk kembali (A.R Setioko, dkk, 2002). Namun peran penting yang dimiliki oleh sumber daya genetik ternak bagi sumber pangan manusia diharapkan dapat mencegah suatu rumpun ternak dari kepunahan. Menurut Ketaren P P. (2007) itik memiliki peran penting dalam menyumbang kebutuhan telur dan daging nasional serta bulu. Peran itik dalam pemenuhan kebutuhan telur dan daging diharapkan menjadi salah satu faktor yang mampu mencegah hilangnya rumpun itik kerinci dan memunculkan asumsi bagi peternak bahwa kemurnian rumpun itik kerinci sangat penting untuk dipertahankan. Itik kerinci memiliki ciri-ciri dengan warna dasar putih kecokelatan, warna dasar putih dan totol cokelat terang di daerah dada hingga ujung ekor dengan sayap berwarna gelap. Kaki dan paruh itik kerinci cenderung berwarna gelap atau hitam. Pada itik jantan, selain memiliki warna dasar putih juga didominasi oleh warna cokelat, terutama pada bagian leher, dada, dan punggung. Pada bagian ujung ekor itik kerinci jantan terdapat warna campuran cokelat dan biru kehitaman atau gelap (Supriyadi, 2011). Menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 2834/Kpts/LB.430/8/2012 itik kerinci memiliki ciri-ciri kualitatif bulu pada jantan dominan putih bintik coklat dibagian leher, dada dan punggung, ujung leher campuran warna coklat dan biru kehitaman atau gelap. Pada betina ciri-ciri kualitatif bulu itik kerinci adalah dasar putih, totol coklat terang dari dada hingga ujung ekor dan sayap gelap. Kemampuan peternak itik kerinci dalam membedakan itik kerinci dapat dikarenakan adanya keinginan membandingkan ciri-ciri

itik kerinci dengan itik rumpun lainnya, yang selanjutnya berdampak pada mengetahui ciri-ciri itik kerinci maupun itik rumpun lainnya. Upaya yang dilakukan peternak dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Upaya Peternak dalam Mengenal Ciri-Ciri Itik Kerinci No. Pengamatan % 1. Mengetahui itik kerinci Mengetahui 57.5 Tidak Mengetahui 42.5 2. Mengetahui rumpun lainnya Mengetahui 95 tidak mengetahui 5 Tabel 2. menunjukkan bahwa 57,5 % (24 peternak) yang mengetahui ciri-ciri itik kerinci dan 42,5% (17 peternak) tidak mengetahui itik kerinci. Dari keseluruhan responden 95 % peternak yang mengetahui itik rumpun lain dan 5 % yang hanya mengetahui itik kerinci. Prasetyo L. H dkk (2010), menyatakan sistem pemeliharaan itik yang umumnya secara tradisional dibeberapa tempat telah mengalami perubahan ke sistem intensif, hal ini mengindikasikan bahwa pemeliharaan itik telah menjadi komoditas yang menguntungkan dan dapat diandalkan peternak. Berkembangnya peluang dalam usaha ternak itik memungkinkan munculnya banyak pertimbangan untuk memelihara ternak yang hanya memiliki potensi genetik bernilai ekonomi. Hal ini menyebabkan terjadinya persilangan-persilangan tanpa melalui pengamatan. Persilangan antar rumpun yang dipaksakan akan memungkinkan hilangnya genetik rumpun lain. Dari 24 peternak yang menyatakan mengenal ciri-ciri itik kerinci, sekitar 12.5% (3 peternak) tidak dapat menjabarkan ciri-ciri itik kerinci dan 87,5% (21 peternak) yang menyatakan mengenal ciri-ciri itik kerinci dan mampu menjabarkan. Kemampuan menjabarkan ciri-ciri itik kerinci pada 21 peternak dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Kemampuan Peternak Menjabarkan Ciri-Ciri Itik Kerinci No. Pengamatan % 1. Menjabarkan 1 ciri-ciri 19.04 2. Menjabarkan 2 ciri-ciri 33.33 3. Menjabarkan 3 ciri-ciri 38.09 4. Menjabarkan 4 ciri-ciri 9.52 Tabel 3. menunjukkan kemampuan peternak dalam menjabarkan ciri-ciri itik kerinci belum maksimal. Hal ini dikarenakan lebih dari 50% dari 21 peternak hanya mampu menjabarkan satu dan dua ciri-ciri itik kerinci, sehingga dapat diasumsikan bahwa peternak

belum mampu memahami sifat kualitatif itik kerinci. Pemahaman sifat kualitatif itik kerinci sangat diperlukan karena dengan mampunya peternak memahami sifat kuantitatif itik kerinci maka peternak benar-benar mampu membedakan antara itik kerinci, itik kerinci campuan rumpun lainnya, dan maupun itik rumpun lainnya. KESIMPULAN DAN SARAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik peternak yang memberikan pengaruh nyata terhadap kemampuan peternak memahami sifat kualitatif itik kerinci adalah pengalaman memelihara itik kerinci dan tingkat pendidikan peternak. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada 21 peternak yang menyatakan mengenal itik kerinci, lebih dari 50% nya hanya mampu menjabarkan satu dan dua ciri-ciri itik kerinci sehingga dapat diasumsikan bahwa peternak belum memahami ciri-ciri itik kerinci. Upaya pelestarian itik kerinci dapat dilakukan salah satunya dengan cara recording atau pencatatan sehingga jumlah itik kerinci asli bisa di pertahankan atau bahkan ditingkatkan. UCAPAN TERIMA KASIH Terimakasih kami ucapkan kepada Dr. Zubir, S.Pt, MP, atas saran yang diberikan dalam pelaksanaan penulisan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik, 2012. Kabupaten Kerinci Dalam Angka. Brahmantiyo B., A. R. Setioko, dan L. H. Prasetyo. 2002. Karakteristik Pertumbuhan Itik Pegagan Sebagai Sumber Plasma Nutfah Ternak (Growth Characteristics Of Pegagan Ducks As Animal Genetik Resources). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2002. Darliati, Cepriadi, dan Eliza. 2012. Analisis Usaha dan Pemasaran Itik Pedaging Studi Kasus Di Kelurahan Sail Kecamatan Tenayan Raya. Ttps://Repository.UNRI.Ac.Id//Jurnal%20darliati_0806121122. Di Akses Tanggal 12 Juni 2014. Fatati. 2006. Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga Petani Peternak Itik Pada Pola Usahatani Tanaman Padi Sawah Di Kecamatan Air Hangat Kabupaten Kerinci. Jurnal Ilmiah Ilmu- Ilmu Peternakan Nopember, 2006, Vol. IX. No.4. Hal. 287-294. Ketaren P. P. 2007. Peran Itik Sebagai Penghasil Telur Dan Daging Nasional. Wartazoa Vol. 17 No. 3. Hal. 117-127. Permentan. 2012. Penetapan Rumpun Itik Kerinci. Kementerian Pertanian RI. Hal. 3 Prasetyo, L. H dan T. Susanti. 2007. Pendugaan Parameter Genetik Bobot Hidup Itik Alabio dan Mojosari Pada Periode Starter. Jitv Vol. 12 No.3. Hal. 212-217.

Prasetyo, L. H, P. P. Ketaren, A R. Setioko, A. Suparyanto, E. Juwarini, T. Susanti dan S. Sopiyana. 2010. Panduan Budidaya dan Usaha Ternak Itik. Balai Penelitian Ternak, Ciawi Bogor. Hal. 42-43. Prasetyo, L. H. 2006. Strategi dan Peluang Pengembangan Pembibitan Ternak Itik. Wartazoa Vol. 16 No. 3. Hal. 109-115. Pusdatin. 2011. Data Penduduk Sasaran Program Pembangun Kesehatan 2011-2014. Kementerian Kesehatan RI. Hal. 5-6. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2011. Rencana Aksi Global Sumber Daya Genetik Ternak dan Deklarasi Interlaken. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian. Hal. 1-36. Rahmat, D. 2010. Partisipasi dan Motivasi Peternak Dalam Perbaikan Mutu Genetik Domba. pustaka.unpad.ac.id. Di Akses 17 Juli 2014. Hal. 1-8. R. Setioko, A., L.H. Prasetyo, dan B. Brahmantiyo. 2002. Karakteristik Produksi Telur Itik Bali Sebagai Sumber Plasma Nutfah Ternak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Hal. 1-4. Setiadi B dan K Diwyanto, 2006. Pengelolaan Berkelanjutan Sumber Daya Genetik Ternak. Lokakarya Nasional Pengelolaan dan Perlindungan Sumber Daya Genetik Di Indonesia: Manfaat Ekonomi Untuk Mewujudkan Ketahanan Nasional. Hal. 33-47. Supriyadi. 2011. Itik Kerinci. Http://Cybex.Deptan.Go.Id/Penyuluhan/Itik-Kerinci. Di Akses Tanggal 12 Juni 2014.