PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN PKKI 1961 NI-5 DAN SNI 7973:2013

dokumen-dokumen yang mirip
KONSEP PERENCANAAN STRUKTUR BAJA WEEK 2

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

) DAN ANALISIS PERKUATAN KAYU GLULAM BANGKIRAI DENGAN PELAT BAJA

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

harus memberikan keamanan dan menyediakan cadangan kekuatan yang kemampuan terhadap kemungkinan kelebihan beban (overload) atau kekurangan

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

II. KONSEP DESAIN. A. Pembebanan Beban pada struktur dapat berupa gaya atau deformasi sebagai pengaruh temperatur atau penurunan.

STRUKTUR KAYU BATANG TEKAN

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

ANALISIS SAMBUNGAN PAKU

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

BAB III LANDASAN TEORI Klasifikasi Kayu Kayu Bangunan dibagi dalam 3 (tiga) golongan pemakaian yaitu :

Dimana : g = berat jenis kayu kering udara

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

I. Perencanaan batang tarik

ANALISIS BALOK BERSUSUN DARI KAYU LAPIS DENGAN MENGGUNAKAN PAKU SEBAGAI SHEAR CONNECTOR (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal

STUDI PEMBUATAN BEKISTING DITINJAU DARI SEGI KEKUATAN, KEKAKUAN DAN KESTABILAN PADA SUATU PROYEK KONSTRUKSI

Analisis Kuat Tarik Kayu Menggunakan PKKNI 1961 dan SNI 7973:2013

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

BAB I PENDAHULUAN. Konstruksi bangunan tidak terlepas dari elemen-elemen seperti balok dan

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di bawahnya dari panas,hujan, angin, dan benda-benda lain yang bisa

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ANALISA SAMBUNGAN BATANG TARIK STRUKTUR BAJA DENGAN METODE ASD DAN METODE LRFD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... iii. DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK...

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

BAB I PENDAHULUAN. Suatu konstruksi tersusun atas bagian-bagian tunggal yang digabung membentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

Struktur Baja 2. Kolom

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Baut Pertemuan - 12

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

PENELITIAN TERHADAP KEGAGALAN STRUKTUR RANGKA ATAP KAYU BENTANG 12 METER DAN METODE PERBAIKAN STRUKTURNYA

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University

ANALISIS SAMBUNGAN ANTARA RIGID CONNECTION DAN SEMI-RIGID CONNECTION PADA SAMBUNGAN BALOK DAN KOLOM PORTAL BAJA

BAB I PENDAHULUAN. di alam dan pertama kali digunakan dalam sejarah umat manusia. Kayu sampai saat

EKSPERIMEN PERSEN KEKUATAN SAMBUNGAN MEMAKAI PLAT BAJA DAN KAYU DENGAN MEMIKUL MOMEN PADA BALOK BERDASARKAN PKKI NI (EKSPERIMENTAL) TUGAS AKHIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGUJIAN GESER BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN SENGKANG KONVENSIONAL

Bab II STUDI PUSTAKA

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 IMMANIAR F. SINAGA. Ir. Sanci Barus, M.T.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BANK MANDIRI JL. NGESREP TIMUR V / 98 SEMARANG

TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR KAYU UNTUK BANGUNAN GEDUNG

IDENTIFIKASI KUAT ACUAN TERHADAP JENIS KAYU YANG DIPERDAGANGKAN DI KOTA KUPANG BERDASARKAN SNI 7973:2013

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

sehingga menjadi satu kesatuan stmktur yang memiliki sifat stabil terhadap maka komponen-komponennya akan menerima gaya aksial desak dan tarik, hal

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

PENGUJIAN KUAT TARIK DAN MODULUS ELASTISITAS TULANGAN BAJA (KAJIAN TERHADAP TULANGAN BAJA DENGAN SUDUT BENGKOK 45, 90, 135 )

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

BAB 4 STUDI KASUS. Sandi Nurjaman ( ) 4-1 Delta R Putra ( )

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendapatkan struktur yang kuat, aman dan murah. Baja adalah salah satu

BAB 2 DASAR TEORI. Bab 2 Dasar Teori. TUGAS AKHIR Perencanaan Struktur Show Room 2 Lantai Dasar Perencanaan

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

MODUL PERKULIAHAN. Struktur Baja 1. Batang Tarik #1

BAB I PENDAHULUAN. analisa elastis dan plastis. Pada analisa elastis, diasumsikan bahwa ketika struktur

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN...

Oleh : As at Pujianto

STRUKTUR JEMBATAN BAJA KOMPOSIT

(trees). Terdapat perbedaan pengertian antara pohon dan tanam-tanaman

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

1 HALAMAN JUDUL TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG SEKOLAH MENENGAH PERTAMA TRI TUNGGAL SEMARANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pertemuan IV,V,VI,VII II. Sambungan dan Alat-Alat Penyambung Kayu

MUHAMMAD SYAHID THONTHOWI NIM.

PEMANFAATAN BAMBU UNTUK TULANGAN JALAN BETON

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Perilaku Material Baja dan Konsep Perencanaan Struktur Baja

PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING )

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

ABSTRAK. Kata Kunci : LRFD, beban, lentur, alat bantu, visual basic.

III. DASAR PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

4.3.5 Perencanaan Sambungan Titik Buhul Rangka Baja Dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang 15

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Rangka kuda-kuda baja ringan

Transkripsi:

PERBANDINGAN PERENCANAAN SAMBUNGAN KAYU DENGAN BAUT DAN PAKU BERDASARKAN 1961 NI- DAN SNI 7973:213 Eman 1, Budisetyono 2 dan Ruslan 3 ABSTRAK : Seiring perkembangan teknologi, manusia mulai beralih menggunakan material baja dan beton, tetapi di daerah yang sulit untuk membuat bangunan dari beton atau baja, solusinya dapat menggunakan material kayu. Kayu memiliki kelemahan yaitu mempunyai panjang yang terbatas sehingga diperlukan sambungan. Sambungan baut dan paku telah diatur dalam 1961 NI- dan disempurnakan dalam SNI 7973:213.Struktur yang ditinjau berupa sambungan batang kayu dan diasumsikan sebagai atap rangka batang yang terlindung dan balok yang terlindung. Beban yang diberikan berupa beban terpusat dan beban merata, yang terdiri dari beban mati, beban hidup di atas atap, beban hidup, beban hujan, dan beban angin. Semakin besar diameter baut dan paku yang digunakan maka jumlah baut dan paku akan sama dengan peraturan 1961 NI- dan SNI 7973:213 (untuk ). Sedangkan semakin kecil diameter baut yang digunakan dengan SNI 7973:213 (untuk ) maka jumlah baut akan lebih sedikit dari 1961 NI- dan semakin kecil diameter paku yang digunakan dengan 1961 NI- maka jumlah paku akan lebih sedikit dari SNI 7973:213 (untuk ). KATA KUNCI: kayu, perbandingan, baut, paku, 1961 NI-, SNI 7973:213. 1. PENDAHULUAN Seiring dengan perkembangan teknologi, manusia mulai beralih menggunakan material baja dan beton, tetapi di daerah dimana bahan beton dan baja sulit diperoleh untuk membuat bangunan dari beton atau baja, bangunan kayu merupakan solusinya karena dapat menggunakan material lokal seperti kayu. Adapun kelemahan yang dimiliki oleh kayu yaitu sifat kurang homogen karena adanya cacat alam seperti arah serat yang berbentuk diagonal, wanflak atau pinggul, dan mata kayu. Selain itu kayu juga mempunyai panjang yang terbatas. Oleh karena panjang yang terbatas maka diperlukan adanya sambungan agar panjang kayu dapat tetap sesuai dengan yang direncanakan. Penyambungan yang dilakukan memerlukan alat penyambung agar sambungan yang dihasilkan dapat berfungsi dengan baik. Oleh karena itu alat penyambung memegang peranan penting dalam konstruksi kayu. Alat penyambung yang dominan digunakan antara lain baut dan paku. Perencanaan alat penyambung dengan menggunakan baut dan paku telah diatur dalam 1961 NI-. Namun seiring dengan kemajuan zaman dan ilmu pengetahuan maka diperlukan perubahan dan pengembangan dari 1961 NI-. Oleh karena itu dikeluarkanlah peraturan baru mengenai perencanaan konstruksi kayu di Indonesia yang disusun yaitu RSNI T-2-23 dan disempurnakan dalam SNI 7973:213. Dalam skripsi ini mencoba membandingkan konsep peraturan SNI 7973:213 dengan peraturan 1961 NI- dalam merencanakan alat penyambungan dengan menggunakan baut dan paku. Di dalam peraturan SNI 7973:213 tidak lagi berdasarkan kelas mutu tetapi berdasarkan nilai desain acuan dan modulus elastisitas acuan (E) dan juga terdapat 2 konsep mendisain struktur kayu yaitu ASD dan 1 Mahasiswa Program Studi Teknik Sipil, eman.christianto@yahoo.com 2 Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra, budiset@peter.petra.ac.id 3 Dosen Program Studi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra, ruslan@peter.petra.ac.id 1

LRFD, sedangkan 1961 NI- yang mengadopsi konsep ASD. Konsep ASD (Allowable Stress Design) adalah kekuatan nominal yang dibagi dengan faktor keamanan sedangkan konsep LRFD (Load and Resistance Factor Design) adalah kekuatan nominal dikalikan dengan faktor-faktor resistensi yang terjadi. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Dasar 1961 NI- dan SNI 7973:213 Secara umum, ada dua teori perencanaan yang digunakan dalam kedua peraturan yaitu metode ASD (Allowable Stress Design) dan LRFD (Load and Resistance Factor Design). 1961 NI- menggunakan konsep ASD dan SNI 7973:213 menggunakan kedua konsep tersebut ASD dan LRFD di dalam SNI 7973:213 penamaannya berbeda ASD yaitu (Desain Tegangan Izin) dan LRFD yaitu (Desain Faktor Beban Ketahanan). Konsep ASD mengacu pada perencanaan elastis, dimana semua tegangan yang terjadi di bawah tegangan ijin. Tegangan ijin adalah tegangan leleh dibagi dengan angka keamanan. Konsep LFRD mengacu pada kekuatan nominal atau tegangan leleh yang dikalikan dengan faktor-faktor resistensi dan tegangan yang terjadi diperhitungkan terhadap kondisi batas. Kondisi batas adalah kondisi maksimum penampang untuk menahan tegangan yang terjadi di luar batas elastis yaitu pada daerah plastis. 2.2. Mutu Kayu dan Tegangan Yang Diijinkan Berdasarkan 1961 NI- Dalam 1961 NI-, mutu kayu dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelas mutu A dan kelas mutu B. Pada dasarnya pembagian kelas mutu kayu pada berdasarkan berat jenis kayu. Berat jenis (BD) kayu ialah BD dari kayu kering udara, yaitu kayu pada kadar air 1%. Akibat pengklasifikasian kelas mutu kayu menyebabkan tegangan yang diperkenankan/ tegangan ijin berbeda berdasarkan kelas mutu kayu. Untuk kayu bermutu A yang dipergunakan dalam konstruksi yang terlindung dan menahan muatan tetap/ permanen, tegangan yang diperkenankan/ tegangan ijinnya dikalikan dengan faktor 1. Konstruksi yang terlindung ialah konstruksi yang dilindungi dari perubahan udara yang besar, hujan dan matahari sehingga tidak akan menjadi basah dan kadar lengasnya tidak akan berubah-ubah.untuk kayu bermutu B, tegangan yang diperkenankan/ tegangan ijinnya dikalikan dengan faktor.7. Jika dalam suatu jenis kayu terdapat beberapa kelas kekuatan, maka tengangan yang diperkenankan diambil berdasarkan kelas kekuatan yang terendah. 2.3. Modulus Elastisitas Lentur Acuan dan Berat Jenis berdasarkan SNI 7973:213 Untuk nilai desain acuan (MPa) berdasarkan atas pemilahan secara mekanis dan visual. Besar Modulus elastisitas lentur dapat dihitung dengan rumus :16 x Gs.7. Berat jenis kayu dapat dilihat pada lampiran 4 (daftar Kayu Indonesia yang Terpenting). 2.4. Perencanaan Sambungan Menurut 1961 NI- dan SNI 7973:213 Perencanaan sambungan pada 1961 NI- harus direncanakan agar S u < n x S sedangkan perencanaan sambungan pada SNI 7973:213 harus direncanakan agar Z u < Z x nf dimana: S u = Besar beban yang terjadi, kg S = Kekuatan sambungan, kg Z u = Besar beban yang terjadi, N Z = Nilai desain terkoreksi, N n = Jumlah alat penyambung nf = Jumlah alat penyambung Pada penelitian ini, sambungan yang ditinjau adalah sebagai berikut : 2

Sambungan Baut Pada 1961 NI- dan SNI 7973:213, sambungan dengan baut dibagi menjadi sambungan dengan baut bertampang satu dan bertampang dua serta diperhitungkan untuk menahan beban yang sejajar serat, tegak lurus, dan membentuk sudut terhadap serat kayu. Untuk 1961 NI-, kekuatan sambungan dibagi tiga golongan menurut kekuatan kayu yaitu golongan I, II, III sedangkan SNI 7973:213 nilai desain terkoreksi diperoleh dari perkalian nilai desain lateral acuan dengan faktor koreksi. Sambungan Paku Pada 1961 NI- dan SNI 7973:213, sambungan dengan paku dibagi menjadi sambungan dengan paku bertampang satu dan bertampang dua serta diperhitungkan untuk menahan beban yang sejajar serat, tegak lurus, dan membentuk sudut terhadap serat kayu. Untuk 1961 NI-, diberikan tabel untuk mendapatkan nilai dari beban yang diperkenankan per paku sedangkan SNI 7973:213 nilai desain terkoreksi diperoleh dari perkalian nilai desain lateral acuan dengan faktor koreksi. 2.. Faktor-Faktor Koreksi Menurut SNI 7973:213 Pada SNI 7973:213 terdapat 2 konsep yaitu dan. Untuk faktor koreksinya yaitu : faktor durasi beban (C D), faktor layan basah (C M), faktor temperatur (C t), faktor aksi kelompok (C g), faktor geometri (C ), faktor serat ujung (C eg), faktor diafragma (C di), dan faktor ujung paku (C tn). Untuk faktor koreksinya yaitu : faktor layan basah (C M), faktor temperatur (C t), faktor Aksi Kelompok (C g), faktor geometri (C ), faktor serat ujung (C eg), faktor diafragma (C di), faktor ujung paku (C tn), faktor koversi format (K F), faktor Ketahanan ( ), dan faktor Efek Waktu (λ). 2.6 Kombinasi Pembebanan Menurut 1961 NI- dan SNI 7973:213 Menurut 1961 NI- tidak ada kombinasi pembebanan, tetapi dibagi terhadap muatan tetap saja dan terhadap muatan tetap dengan muatan sementara. Sedangkan menurut SNI 7973:213, kombinasi pembebanannya dibagi dua konsep yaitu dan. 3. METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini sambungan kayu akan diuji terhadap beban tarik, tekan, lentur dan lentur aksial dan menggunakan 2 peraturan yaitu 1961 NI- dan SNI 7973:213. Untuk batang tekan dan tarik menggunakan kayu dengan ukuran 6/2 dan model kuda-kuda yang berdiri di atas 2 perletakan sendi yang bentangnya 8 m dan tinggi 2 m, menerima beban terpusat di tiap titik buhulnya dan tidak memiliki cacat kayu serta jarak antar kuda-kuda adalah 4 m, seperti digambarkan pada Gambar 1 dan beban yang digunakan yaitu beban mati (D) yang besarnya 61.8 kg, beban hidup diatas atap (La) besarnya adalah 1 kg, beban angin (W) besarnya adalah 4 kg/m 2, dan beban hujan (H) besarnya adalah 2 kg/m 2. Gambar 1. Pemodelan Konstruksi Rangka Kuda-Kuda 3

Sedangkan untuk beban lentur diambil contoh perhitungan dengan sebuah balok loteng yang terletak di atas 2 perletakan sederhana (simply supported) yang berdiri di atas 2 perletakan sendi yang bentangnya m, menerima beban merata dan beban terpusat, seperti digambarkan pada Gambar 2. P Gambar 2. Pemodelan Struktur Balok Tunggal Untuk beban lentur-aksial diambil Untuk contoh perhitungan dengan sebuah balok loteng yang terletak di atas 2 perletakan sederhana (simply supported) yang berdiri di atas 2 perletakan sendi yang bentangnya m, menerima beban merata dan beban terpusat, seperti digambarkan pada Gambar 3. x P x Gambar 3. Pemodelan Struktur Balok Tunggal Batang lentur dan kombinasi lentur dan aksial menggunakan kayu ukuran 6/2, kombinasi beban merata dan terpusat. Beban merata, yaitu beban mati (D) yang besarnya 1 kg/m, beban hidup (L) besarnya 8 kg/m dan beban angin (W) besarnya 1 kg/m. Beban terpusat, yaitu beban mati (D) yang besarnya 1 kg dan beban hidup (L) yang besarnya 4 kg dan gaya tarik aksial berasal dari beban angin sebesar 7 kg, dengan asumsi beban angin yang terjadi sebesar 1 kg/m 2 dan luas bidang sentuh sebesar x2 m 2. Pada penelitian ini, perencanaan sambungan dengan baut dan paku akan diperhitungkan secara unum yang meliputi beberapa kriteria pembandingan yaitu jenis kayu, berat jenis, kelas kuat kayu, modulus elastisitas dan lain sebagainya. Setelah dibandingkan secara umum, barulah kemudian dibandingkan secara khusus pada masing-masing sambungan. Pada sambungan baut dengan 1961 NI-, kekuatan sambungan didasarkan pada pembagian golongan kelas kuat kayu dan pada penelitian ini digunakan golongan I. Pada sambungan paku menggunakan tabel beban yang diperkenankan per paku dan jika tidak sesuai dengan tabel dapat menggunakan rumus. Sedangkan sambungan baut dan paku dengan SNI 7973:213, untuk menghitung nilai desain terkoreksi yaitu dengan mengalikan nilai desain lateral acuan dengan faktor koreksi. Untuk nilai desain lateral acuan dapat menggunakan rumus yang tersedia. 4. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Untuk sambungan baut akibat beban tekan bertampang satu dengan ukuran kayu utama yaitu 6/2 cm dan ukuran kayu penyambung yaitu 3/2 cm dan gaya beban terhadap serat kayu. Beban tekan yang bekerja berdasarkan peraturan 1961 NI- yaitu 2337.98 kg dan SNI 7973:213, untuk yaitu 23379.8 N dan yaitu 2918. N menghasilkan hubungan antara jumlah baut dan diameter yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4. 4

3 2 1 12.7 19. Gambar 4. Grafik untuk Kayu Bertampang Satu Membentuk Sudut terhadap Serat Kayu akibat Beban Tekan. Untuk sambungan baut akibat beban tekan bertampang dua dengan ukuran kayu utama yaitu 6/2 cm dan ukuran kayu penyambung yaitu 2 x 3/2 cm dan gaya beban 26.6 terhadap serat kayu. Beban tekan yang bekerja berdasarkan peraturan 1961 NI- yaitu 2337.98 kg dan SNI 7973:213, untuk yaitu 23379.8 N dan yaitu 2918. N menghasilkan hubungan antara jumlah baut dan diameter yang digunakan dapat dilihat pada Gambar. Perbandingan Jumlah Baut dan 1 12.7 19. Gambar. Grafik untuk Kayu Bertampang Dua Membentuk Sudut 26.6 terhadap Serat Kayu akibat Beban Tekan. Untuk sambungan baut akibat beban tarik bertampang satu dengan ukuran kayu utama yaitu 6/2 cm dan ukuran kayu penyambung yaitu 3/2 cm dan gaya beban terhadap serat kayu. Beban tarik yang bekerja berdasarkan peraturan 1961 NI- yaitu 777.72 kg dan SNI 7973:213, untuk yaitu 7777.2 N dan yaitu 972.2 N menghasilkan hubungan antara jumlah baut dan diameter yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 6. Perbanding Jumlah Baut dan 1 12.7 19. Gambar 6. Grafik untuk Kayu Bertampang Satu Membentuk Sudut terhadap Serat Kayu akibat Beban Tarik.

Jumlah Paku (Buah) Untuk sambungan baut akibat beban tarik bertampang dua dengan ukuran kayu utama yaitu 6/2 cm dan ukuran kayu penyambung yaitu 2 x 3/2 cm dan gaya beban 26.6 dan 9 terhadap serat kayu. Beban tarik yang bekerja berdasarkan peraturan 1961 NI- yaitu 777.72 kg dan SNI 7973:213, untuk yaitu 7777.2 N dan yaitu 972.2 N menghasilkan hubungan antara jumlah baut dan diameter yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 7a dan Gambar 7b. 3 6 2 1 12.7 19. 4 2 12.7 19. (a) (b) Gambar 7. (a) Grafik untuk Kayu Bertampang Dua Membentuk Sudut 26.6 dan (b) Grafik untuk Kayu Bertampang Dua Membentuk Sudut 9 terhadap Serat Kayu akibat Beban Tarik. Untuk sambungan paku akibat beban tarik bertampang satu dengan ukuran kayu utama yaitu 6/2 cm dan ukuran kayu penyambung yaitu 3/2 cm dan gaya beban terhadap serat kayu. Beban tarik yang bekerja berdasarkan peraturan 1961 NI- yaitu 777.72 kg dan SNI 7973:213, untuk yaitu 7777.2 N dan yaitu 972.2 N menghasilkan hubungan antara jumlah paku dan diameter yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 8. Perbandingan Jumlah Paku dan 3 2 1 4.88.71 6.68 Gambar 8. Grafik Perbandingan Jumlah Paku dan untuk Kayu Bertampang Satu Membentuk Sudut terhadap Serat Kayu akibat Beban Tarik. Untuk sambungan paku akibat beban tarik bertampang dua dengan ukuran kayu utama yaitu 6/2 cm dan ukuran kayu penyambung yaitu 2 x 3/2 cm dan gaya beban 26.6 dan 9 terhadap serat kayu. Beban tarik yang bekerja berdasarkan peraturan 1961 NI- yaitu 777.72 kg dan SNI 7973:213, untuk yaitu 7777.2 N dan yaitu 972.2 N menghasilkan hubungan antara jumlah paku dan diameter yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 9a dan Gambar 9b. 6

Jumlah Paku (Buah) Perbandingan Jumlah Paku dan 1 1 4.88.71 6.68 (a) (b) Gambar 9. (a) Grafik Perbandingan Jumlah Paku dan untuk Kayu Bertampang Dua Membentuk Sudut 26.6 dan (b) Grafik Perbandingan Jumlah Paku dan untuk Kayu Bertampang Dua Membentuk Sudut 9 terhadap Serat Kayu akibat Beban Tarik Untuk sambungan baut akibat beban lentur bertampang dua dengan ukuran kayu utama yaitu 6/2 cm dan ukuran kayu penyambung yaitu 2 x 3/2 cm dan gaya beban 9 terhadap serat kayu. Beban lentur yang bekerja berdasarkan peraturan 1961 NI- yaitu M = 21 kgm dan P = kg dan SNI 7973:213, untuk yaitu M = 1.7x1 6 Nmm dan P = N dan yaitu M = 2.6 x1 6 Nmm dan P = 76 N menghasilkan hubungan antara jumlah baut dan diameter yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1 a. Untuk sambungan baut akibat beban lentur-aksial bertampang dua dengan ukuran kayu utama yaitu 6/2 cm dan ukuran kayu penyambung yaitu 2 x 3/2 cm dan gaya beban 9 terhadap serat kayu. Beban lentur yang bekerja berdasarkan peraturan 1961 NI- yaitu M = 21 kgm,p = kg dan X = 7 kg dan SNI 7973:213, untuk yaitu M = 1.7x1 6 Nmm, P = N dan dan X = 7 N dan yaitu M = 2.6 x1 6 Nmm, P = 76 N dan X = 7 N menghasilkan hubungan antara jumlah baut dan diameter yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 1 b. 1 1 12.7 19. 12.7 19. (a) (b) Gambar 1. (a) Grafik untuk Kayu Bertampang Dua Membentuk Sudut 9 terhadap Serat Kayu Akibat Beban Lentur dan (b) Grafik Perbandingan Jumlah Baut dan Untuk Kayu Bertampang Dua Membentuk Sudut 9 terhadap Serat Kayu akibat Beban Lentur-Aksial. KESIMPULAN Dari perbandingan perencanaan sambungan baut dan paku berdasarkan peraturan 1961 NI- dan SNI 7973:213 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Semakin besar diameter baut yang digunakan maka jumlah baut berdasarkan peraturan 1961 NI- akan sama dengan peraturan SNI 7973:213 (khususnya ). 7

2. Untuk peraturan SNI 7973:213 (khususnya ), semakin kecil diameter baut yang digunakan menghasilkan jumlah baut lebih sedikit dari 1961 NI-. 3. Semakin besar diameter paku yang digunakan maka jumlah paku berdasarkan peraturan 1961 NI- akan sama dengan peraturan SNI 7973:213 (khususnya ). 4. Untuk peraturan 1961 NI-, semakin kecil diameter paku yang digunakan menghasilkan jumlah paku lebih sedikit dari SNI 7973:213 (khususnya ). 6. DAFTAR PUSTAKA Badan Standardisasi Nasional. (213). SNI 7973: 213 Spesifikasi desain untuk konstruksi kayu. Jakarta. Indonesia Departemen Pekerjaan Umum. (1979). Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia 1961 NI-. Bandung. Direktorat Jendral Cipta Karya Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan. 8