Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab *

dokumen-dokumen yang mirip
RechtsVinding Online. Naskah diterima: 17 Februari 2016; disetujui: 25 Februari 2016

RechtsVinding Online

DINAMIKA PETAHANA DAN PENCALONANNYA DALAM PILKADA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 04 Mei 2016; disetujui: 26 Mei 2016

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

RechtsVinding Online

PUTUSAN MK NO. 54/PUU-XIV/2016 DAN IMPLIKASI DI DALAM PILKADA Oleh Achmadudin Rajab* Naskah Diterima: 24 Juni 2017, Disetujui: 11 Juli 2017

Naskah diterima: 29 Desember 2015; disetujui: 11 Januari 2015

RechtsVinding Online

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DALAM NEERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 57 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RechtsVinding Online. RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu. bersikap untuk tidak ikut ambil bagian. dalam voting tersebut.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

proses perjalanan sejarah arah pembangunan demokrasi apakah penyelenggaranya berjalan sesuai dengan kehendak rakyat, atau tidak

PENERAPAN PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 104/PUU-XIV/2016 Keterwakilan Anggota DPD Pada Provinsi Baru Yang Dibentuk Setelah Pemilu 2014

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

RechtsVinding Online. kemudian disikapi KPU RI dengan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

2011, No Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan An

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

2013, No.41 2 Mengingat haknya untuk ikut serta dalam kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perw

PERILAKU MEMILIH MASYARAKAT KOTA PADANG PADA PEMILU KEPALA DAERAH SUMATERA BARAT TAHUN 2010 SKRIPSI

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB I PENDAHULUAN. Hasil amandemen Undang-undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2003 TENTANG PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 115/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilukada Serentak Akibat Calon Tunggal

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

- 3 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM.

BAB I PENDAHULUAN. media yang didesain secara khusus mampu menyebarkan informasi kepada

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

STRUKTUR PEMERINTAHAN DAERAH MUCHAMAD ALI SAFA AT

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLATEN,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

-2- demokrasi serta menyerap dan memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah sesuai dengan tuntutan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Mesk

BAB 1 Pendahuluan L IHA PEMILIHAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

DAFTAR RIWAYAT HIDUP CALON ANGGOTA TIM SELEKSI BAWASLU PROVINSI PROVINSI.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

2 inkonsistensi dan menyisakan sejumlah kendala apabila dilaksanakan, sehingga perlu disempurnakan. Beberapa penyempurnaan tersebut, antara lain: a. P

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

RechtsVinding Online

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.

BEBERAPA MASALAH DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemuda sebagai generasi penerus bangsa idealnya mempunyai peran

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

PEMILUKADA PASCA REFORMASI DI INDONESIA. Oleh : Muhammad Afied Hambali Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta. Abstrack

BAB I PENDAHULUAN memandang pentingnya otonomi daerah terkait dengan tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan(Lembaran Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

PUTUSAN Nomor 46/PUU-XIII/2015 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD KABUPATEN/KOTA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 22 April 2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN DONGGALA

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

TUGAS AKHIR PENDIDIKAN PANCASILA PERMASAALAHAN YANG TIMBUL DARI PILKADA 2005 TERKAIT DENGAN PANCASILA

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH (Suatu Studi pada Sekretariat Daerah Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro)

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL. SALINAN KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN KENDAL NOMOR: 11/Kpts/KPU-Kab-012.

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BARITO UTARA. KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KABUPATEN BARITO UTARA Nomor : 1/HK.03.1-Kpt/6205/KPU-Kab/VII/2017

KODE ETIK PENYELENGGARA NEGARA SEBAGAI UPAYA PENEGAKAN ETIKA BAGI PENYELENGGARA NEGARA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

BAB I PENDAHULUAN. Alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB 1 PENDAHULUAN. selaku pejabat publik dengan masyarakat. Dan komunikasi tersebut akan berjalan

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

Transkripsi:

Urgensi Pemimpin Daerah Yang Bersih Guna Mewujudkan Good Governance Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 20 November 2015; disetujui: 7 Desember 2015 Latar Belakang Pilkada Serentak pada tanggal 9 Desember 2015 tinggal menghitung hari, masyarakat di 9 provinsi dan 260 kabupaten/kota dihadapkan dengan pilihan untuk memilih pemimpin di daerahnya masing-masing yang tepat. Terkait dengan metode pemilihan dalam Pilkada selama ini pun selalu berubah-ubah mulai dari diatur dalam UU Pemerintahan Daerah yakni UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 32 Tahun 2004, hingga pengaturan tersendiri terkait Pilkada dalam UU No. 22 Tahun 2014 dan yang terakhir UU No. 1 Tahun 2015 dengan perubahannya UU No. 8 Tahun 2015. Memilih pemimpin daerah yang tepat baik itu gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, atau walikota dan wakil walikota, merupakan hal yang mutlak. Apakah otonomi daerah akan berhasil atau 1 tidak? Pertanyaan ini sangat tergantung dengan cara pemimpin dalam penyelenggaran pemerintahan daerah tersebut menjalankan pola kepemimpinannya. Pemimpin daerah yang terpilih kelak sepatutnya berkerja keras, trampil, disiplin, dan berperilaku sesuai dengan nilai, norma, dan moral, serta ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Memang kebijakan otonomi daerah telah hadir sejak awal tahun 2001, dan hingga saat ini masih dapat kita lihat bahwa kebijakan ini memerlukan waktu untuk suatu perubahan. Akan tetapi bila proses perubahan tersebut ditumpukan hanya pada kebijakan otonomi daerah, khususnya yang termuat dalam Undangundang Pemerintahan Daerah mulai dari UU No. 22 Tahun 1999, UU No. 32 Tahun 2004, hingga yang paling akhir saat ini UU

No. 23 Tahun 2014 dengan revisi terbatasnya dalam UU No. 9 Tahun 2015., maka demokrasi tidak akan pernah terwujud. Setiap kebijakan elit politik, masih sangat mungkin menyisakan kepentingan yang berlawanan dengan kepentingan demokrasi dan keadilan. Perubahan metode Pemilihan Pemilihan pemimpin di daerah tidak bisa serta merta dilepaskan dari perubahan dalam konteks metode pemilihan, dan hal ini erat kaitannya juga dengan penggunaan istilah Pilkada atau Pemilukada. Terhadap penggunaan 2 (dua) istilah tersebut perlu diketahui bahwa keduanya memiliki makna yang berbeda, yakni pilkada merupakan akronim dari pemilihan kepala daerah, sedangkan pemilukada adalah akronim dari pemilihan umum kepala daerah. Istilah Pemilukada adalah istilah ketika pemilihan kepala daerah masuk dalam rezim Pemilu, istilah ini muncul setelah Putusan Mahkamah Konstitusi No. 072-073/PUU- II/2004 yang kemudian diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. Pengertian Pemilukada diatur dalam Pasal 1 angka 4 UU No. 22 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa Pemilu Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah Pemilu untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah secara langsung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (pengganti UU No. 22 Tahun 2007) Pemilukada kembali ditegaskan sebagai bagian dari rezim Pemilu dalam Pasal 1 angka 4 UU No. 15 Tahun 2011 yang menyatakan bahwa Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota adalah Pemilihan untuk memilih gubernur, bupati, dan walikota secara demokratis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penggunaan istilah kepala daerah dalam UU No. 15 Tahun 2011 telah diubah menjadi Gubernur, Bupati, dan Walikota yang selaras dengan bunyi Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 yang menyatakan bahwa: Gubernur, Bupati, dan Walikota. masingmasing sebagai kepala pemerintah daerah 2

provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Adapun pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 secara tegas Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pemilihan kepala daerah bukanlah rezim Pemilu. Dalam Putusan tersebut pemilihan umum hanyalah diartikan hanyalah limitatif sesuai dengan original intent menurut Pasal 22E UUD 1945, yaitu pemilihan umum yang diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden serta DPRD dan dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Oleh karena itu juga Pilkada digolongkan dalam rezim Pemda Sehingga Pasal I angka 1 tentang perubahan Pasal 1 angka 1 UU No. 8 Tahun 2015 dinyatakan bahwa Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan kabupaten/kota untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota secara langsung dan demokratis. Istilah Pemilihan disini mewakili semangat Pilkada sebagai pilihan metode pemilihan pemimpin daerah sesuai dengan putusan MK No. 97/PUU-XI/2013. Good governance dan Pemimpin daerah yang bersih Metode pemilihan yang tepat dan baik untuk memilih pemimpin daerah yang baik tidaklah serta-merta melahirkan pemimpin yang tepat dalam memimpin suatu daerah. Tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih (good governance) dalam hal ini memegang peranan yang tak kalah penting. Semangat untuk mewujudkan good governance sebenarnya telah telah muncul sejak keberlakuan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Dalam Ketentuan Umum angka 2 dinyatakan bahwa Penyelenggara Negara yang bersih adalah Penyelenggara Negara yang menaati asasasas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya, sehingga sejatinya sejak pengundangan UU a quo pada tanggal 19 Mei 1999 rakyat Indonesia memiliki 3

guidance untuk meujudkan good governance. Pemimpin berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari kata pimpin yang berarti tuntun atau bimbing, sedangkan pemimpin berarti orang yang memimpin. Sehingga jika dirangkaikan dalam satu frase yakni pemimpin daerah yang bersih, maka dapat diartikan bahwa pemimpin daerah yang bersih adalah orang yang memimpin daerah yang dapat memberikan tuntunan dan bimbingan, juga memberikan keteladanan yang bebas dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya. Bagaimana menghadirkan pemimpinan daerah yang bersih? Pertanyaan ini sebenarnya bukanlah pertanyaan yang sulit karena sejak tahun 1999 telah hadir undang-undang dengan semangat yang besar guna mewujudkannya yakni UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi Dan Nepotisme. UU ini pula seringkali dianggap sebagai UU yang mengusung semangat good governance. Dalam pasal-pasal selanjutnya dalam UU tersebut juga diatur pula hal-hal lainnya yang sangat penting guna pelaksanaan good governance sehingga alangkah mubazirnya jika aturan yang ada dan masih berlaku hingga saat ini tidak kita gunakan secara optimal untuk tujuan yang baik demi kemaslahatan bersama. Kendala dan jawaban dalam menghasilkan Pemimpin daerah yang bersih Pemimpin daerah yang bersih tidak lahir dengan sendirinya, kita bisa memilih pemimpin yang tepat mulai dari mengikuti track record sang calon pemimpin tersebut. Karena itu dalam Pasal Pasal 1 angka 43 tentang perubahan Pasal 65 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf f UU No. 8 Tahun 2015 terdapat sejumlah cara dimana masyarakat bisa ikut serta dalam rangka mengetahui track record sang calon pemimpin baik, yakni melalui pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, debat publik/debat terbuka antarpasangan calon, atau iklan media massa cetak dan media massa elektronik.dengan mengetahui visi-misi para calon setidaknya masyarakat dapat memiliki sejumlah pilihan. 4

Pilihan-pilihan tersebut dapat didalami dalam kegiatan kampanye misalnya salah satunya debat publik/debat terbuka antar calon. Kendala dalam hal ini adalah tidak banyak masyarakat yang kurang begitu partisipatif untuk mengetahui calon yang akan dipilihnya nanti, hal ini tentu berdampak nantinya ketika tanggal 9 Desember 2015 pemilih tidak dapat menentukan calon pemimpin daerah pilihannya secara tepat. Kelebihan dari metode Pilkada dengan cara pemilihan secara langsung sepatutnya dimanfaatkan secara tepat, karena dengan metode ini seharusnya pemilih dapat lebih dekat dengan calonnya berbeda dengan metode Pilkada lainnya yang melalui mekanisme pemilihan secara tidak langsung/ melalui mekanisme perwakilan sebagaimana diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 22 Tahun 2014. Menghasilkan pemimpin daerah bersih guna mewujudkan good governance membutuhkan partisipasi, transparansi, dan akuntabiltas dalam praktik pemerintahan sehari-hari yang tidak dapat dilepaskan dari peran serta masyrakat itu sendiri. Banyak kendala-kendala yang setidaknya akan menjadi faktor-faktor yang menghambat jalannya kepemimpinan yang bersih guna mewujudkan good governance dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Misalnya dalam penerapan prinsip partisipasi, transparansi dan akuntabilitas Dalam hal partisipasi Pemimpin di daerah seringkali tidak mengikutsertakan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, penjaringan aspirasi yang biasanya bersifat elitis dan terkesan ceremonial, hal ini sangat disayangkan karena peran serta masyarakat dalam proses perumusan kebijakan menjadi sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Bagitu pula penerapan prinsip transparansi, kurangnya sosialisasi yang dilakukan aparatur pemerintah mengakibatkan masyarakat tidak mengetahui sama sekali keijakan maupun peraturan daerah yang akan dibuat. Kemudian penerapan akuntabilitas masih terkendala dengan laporan yang tidak sesuai dengan program yang sudah dilaksanakan. Persoalan-persoalan semacam ini adalah hal yang umum dan ditemukan baik dimanapun daerah tersebut berada karena kembali lagi ke konsep awal 5

bahwa meujudkan pemimpin daerah yang bersih sesuai prinsip-prinsip good govenance bukanlah hanya persoalan metode Pilkada. Ketika pemimpin daerah yang dihasilkan dinilai banyak yang terjerat kasus-kasus berat misalnya korupsi, bukan berarti metode pemilihan dalam Pilkada ada secera serta merta dinilai salah dan sehingga UU Pilkada harus diubah. Semua yang bersih ini membutuhkan proses yang baik dan panjang dan tidak ada yang instan. Sejak UU No. 28 Tahun 1999 yang mengandung semangat-semangat good governance diundangkan aplikasi nyatanya hingga hari ini memang dirasa cukup sulit, namun kembali lagi tidak ada kata menyerah dalam berjuang untuk mewujudkan tujuan-tujuan yang mulia. kembali lagi bahwa meujudkan pemimpin * Penulis adalah Tenaga Fungsional Perancang Peraturan Perundang-Undangan Bidang Politik, Hukum, dan HAM pada Badan Keahlian Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 6